• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam pelaksanaannya, pendidikan pranikah tidak selalu berjalan dengan lancar. Di samping berbagai faktor pentingnya melakukan program ini, namun juga terdapat berbagai penghambat. Berikut ini merupakan beberapa faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan pendidikan pranikah menurut Tim Pusat

Pendampingan Keluarga Brayat Minulyo:85

2.6.1. Faktor Pendukung

a) Dalam prespektif sosial, kenyataan menunjukan bahwa beberapa keluarga mengalami kesulitan yang disebabkan karena kurang persiapan dalam pernikahan. Oleh sebab itu pengertian mengenai martabat pernikahan dan hidup berkeluarga harus jelas bagi muda-mudi, terkhususnya di era globalisasi yang diwarnai oleh media massa yang begitu kuat pengaruhnya, radio, TV, film, majalah, dan sebagainya.

b) Dalam prespektif pastoral, keluarga yang baik perlu dipersiapkan lama sebab keluarga yang baik adalah faktor utama untuk keselamatan (kesejahteraan), baik pribadi, masyarakat, maupun gereja.

85

2.6.2. Faktor Penghambat

a) Sampai saat ini, persiapan pernikahan di berbagai tempat masih diserahkan kepada pastor paroki/pendeta setempat dengan kursus kilat. Waktu yang tersedia sangat pendek dan tidak ada kesamaan waktu yang tersedia. Padahal seharusnya persiapan pernikahan yang efektif menuntut waktu, metode dan kerja sama dari berbagai bidang yang terkait.

b) Dalam kursus pernikahan, tidak jarang, seorang pastor/pendeta terpaksa merangkap tugas sebagai ekonom, psikolog, dokter dan moralis sekaligus, yang kadang-kadang bukan merupakan kompetensinya.

c) Di lain pihak bagi para calon yang berkepentingan, persiapan pernikahan merupakan hal yang tidak menguntungkan sebab bekal yang mereka perlukan untuk hidup berkeluarga bukan hanya moral dan teologi perkawinan, melainkan juga hal-hal praktis, seperti kesehatan, ekonomi rumah tangga, psikologi, komunikasi suami-istri, pendidikan anak, dan sebagainya.

d) Kenyataan menunjukkan bahwa banyak calon pasangan suami-istri terpaksa cepat-cepat harus melangsungkan perkawinan tanpa bimbingan yang memadai dan menyeluruh.

Berkaitan dengan suksesnya sebuah pendidikan (dalam hal ini berkaitan dengan pendorong dan penghambat sebuah pendidikan Kristen) maka Thomas Groome yang dikutip oleh Pazmino memberikan beberapa pertanyaan dasar yang

secara implisit ataupun eksplisit harus dijawab oleh mereka yang terlibat didalam prosesnya:86

1) Secara khusus apa yang harus diajarkan?

Untuk menjawab pertanyaan ini, pendidik Kristen bisa mengidentifikasi berbagai area pengetahuan, pengertian, nilai-nilai, sikap dan kemampuan. Adalah penting untuk membangun dasar alkitabiah dan teologi di titik ini sambil tetap memperhatikan area kehidupan Kristen lainnya. Bahkan pada usia yang masih sangat muda, anak-anak bisa dipaparkan kepada konsep-konsep teologi. 2) Mengapa area ini harus diajarkan?

Untuk menjawab pertanyaan ini, pendidik bisa menjelaskan secara garis besar tujuan umum dan tujuan khusus pelayanannya seperti yang dijelaskan melalui studi Alkitab, doa, kebergantungan pada Roh Kudus secara sadar dan evaluasi cermat terhadap kebutuhan peserta didik. Kebutuhan harus selalu dibandingkan dengan tuntutan Tuhan dan tanggung jawab kita di hadapan Tuhan. Ada kebutuhan yang rumit, tetapi budaya mungkin mendefenisikan kebutuhan yang harus dipertanyakan dalam kaitannya dengan nilai-nilai alkitabiah.

3) Di manakah pengajaran dilaksanakan?

Suatu situasi atau seting akan mempengaruhi apa yang bisa dicapai secara wajar dengan sumber daya dan keterbatasan yang ada. Faktor budaya yang unik, sosial dan ekonomi harus diperhitungkan juga oleh

86

Thomas Groome, Christian Religious Education: Sharing Our Story and Vision (San Francisco: Harper & Row, 1980) dalam Robert W. Pazmino, Fondasi Pendidikan Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 325-328.

para pendidik. Konteks pengajaran mungkin bisa memberikan batasan yang jelas yang mempengaruhi pengambilan keputusan tentang kurikulum.

4) Bagaimana pengajaran dilakukan?

Pendidik harus mempertimbangkan metode-metode yang paling tepat untuk pengajaran. Ada banyak variasi metode yang konsisten dengan kebenaran yang diajarkan yang bisa digunakan dalam pengajaran. Demikian juga dalam masyarakat Barat yang berorientasi pada media, lebih banyak materi visual harus digunakan untuk menjaga

ketertarikan peserta didik. Pertanyaan “bagaimana” juga dilibatkan

dalam membuat keputusan tentang perngorganisasian konten yang akan diajarkan dan hubungan saling terkait antar berbagai komponen dalam kurikulum yang bisa memfasilitasi proses integrasi dan transfer pembelajaran pada situasi lain.

5) Kapankah seharusnya berbagai macam area pengetahuan diajarkan? Pendidik Kristen menentukan tingkat kesiapan peserta didik dan pendidiknya untuk berhadapan dengan berbagai area iman Kristen yang sudah dipilih untuk masih ke dalam pengajaran. Kedewasaan rohani dan usia yang berkaitan dengan pengalaman hidup menjadi dua faktor yang harus dipertimbangkan. Pemilihan waktu yang tepat menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan proses pembelajaran sebelumnya dan pembelajaran yang sudah diantisipasi serta kejadian yang tidak diantisipasi.

6) Siapa yang diajar dan siapa yang mengajar?

Dengan mengerti kehidupan dan kebutuhan peserta didik, mengarahkan pada dasar yang penting untuk pemilihan dan pengembangan kurikulum apa saja. Pendidik Kristen harus juga mengerti karunia yang mereka miliki dengan keunikan yang menggabungkan kekuatan dan kelemahan mereka. Semua orang yang terlibat dalam pelayanan pendidikan membutuhkan dukungan dan dorongan personal yang menjadi ciri dari persekutuan Kristen. Relasi menjadi sarana untuk mengomunikasikan kebenaran Allah yang hidup.

7) Apakah prinsip yang menyatukan semuanya?

Apa yang menyatukan, mengintegrasikan dan menjadi puncak pengalaman pendidikan dalam arti perencanaan, implementasi dan evaluasi? Dalam pendidikan Kristen ketertarikan pada elemen Alkitab, teologi dan filosofi bisa menjadi sarana untuk mengidentifikasikan prinsip-prinsip yang memiliki nilai universal dan menyingkapkan apa yang mungkin dianggap benar oleh semua orang yang terkait dalam pendidikan Kristen yang benar.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor penghambat terlaksananya pendidikan pranikah bagi jemaat terletak pada dua sisi, yaitu jemaat itu sendiri dan penyelenggara pendidikan pranikah. Kurangnya pemahaman jemaat tentang pentingnya pendidikan pranikah sering membuat

mereka tidak merasa perlu untuk mengikuti program tersebut. Selain itu banyak juga jemaat yang terpaksa untuk melaksanakan pernikahan terburu-buru karena berbagai macam faktor salah satunya seperti sudah hamil diluar pernikahan, sehingga pelaksanaan pendidikan pranikah tidak mungkin untuk diikuti dengan baik. Di lain sisi, pihak penyelenggara pendidikan pranikah juga berkontribusi sebagai penghambat pelaksanaan pendidikan pranikah bagi jemaat. Secara umum pelaksana pendidikan pranikah dilakukan oleh pendeta jemaat, sehingga waktu dan materi yang dipersiapkan sangat terbatas. Kurikulum yang diajarkan terbatasi dengan kompetensi pengajarnya dalam hal ini para pendeta. Sedangkan faktor pendorong terlaksananya pendidikan pranikah juga memiliki dua sisi, yaitu dimensi sosial dan teologis. Secara sosial, calon pasangan suami-istri perlu dipersiapkan dengan baik demi menghindari penyakit-penyakit sosial seperti perceraian, perselingkuhan dan sebagainya. Di sisi yang lain, secara teologis, keluarga yang baik adalah faktor utama untuk keselamatan (kesejahteraan), baik pribadi, masyarakat, maupun gereja oleh sebab itu perlu dipersiapakan dengan baik salah satunya dengan pendidikan pranikah.

Dokumen terkait