• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Program Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban oleh Polri

Dalam menjalankan tugasnya, polisi senantiasa memperhatikan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta sistem norma berlaku dalam masyarakat. Sitompul (2004) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan diskresi dalam tugas polisi adalah sebagai berikut 1)faktor pendidikan si petugas, 2)faktor pengalaman si petugas, 3)faktor mental si

petugas, 4)faktor kelelahan fisik si petugas, dan 5)faktor sikap perilaku dan si pelanggar hukum.

Berkaitan dengan faktor pendidikan, hal ini mencakup mata pelajaran yang diperoleh dari pendidikan (sekolah) kepolisian yang merupakan bekal dasar dari pelaksanaan tugas polisi. Bekal dasar tersebut selanjutnya dikembangkan dan diwarnai dengan pengalaman-pengalaman praktek petugas. Selanjutnya, tentang pengalaman polisi disebutkan bahwa pengalaman-pengalaman bertugas di lapangan yang cukup lama akan mempengaruhi keluwesan pengambilan kebijakan polisi dalam menghadapi pelanggaran – pelanggaran yang dilakukan oleh warga tertentu. Karena pada dasarnya, pengalaman dapat mempengaruhi cara berpikir dan bertindak seorang petugas polisi di lapangan.

Faktor mental juga memiliki peranan penting terhadap tindakan yang dilakukan polisi. Kesulitan-kesulitan hidup yang dialami seorang polisi yang bertugas terutama di kota besar dapat mempengaruhi keseimbangan kepribadian seseorang yang tidak kuat mentalnya. Pola hidup konsumtif di kota besar dapat mempengaruhi kehidupan seseorang yang mempunyai mental yang kurang kuat, misalnya, menerima uang suap (melakukan pungli) untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga.

Faktor lainnya dalam pelaksanaan tugas polisi adalah kelelahan yang dialami petugas. Kekurangan jumlah tenaga SDM kepolisian antara lain dapat menyebabkan seorang petugas lapangan bekerja terus menerus melebihi beban dan melebihi kemampuan kondisi fisiknya. Kelelahan fisik sebagai akibat kerja yang panjang dapat mempengaruhi kestabilan dalam mengambil kebijakan.

Disisi lain, hal ini juga dapat mempengaruhi emosi (kurang sabar) dalam melaksanakan tugas.

Sikap perilaku pelanggar hukum juga tidak terlepas dari masalah yang dihadapi polisi. Seseorang yang telah melakukan pelanggaran (misalnya, ketentuan rambu-rambu lalu lintas) dan tertangkap petugas, apabila menampilkan sikap perilaku sopan dan mengaku bersalah serta mengemukakan alasan-alasannya mengapa dia melanggar rambu lalu lintas, dan selanjutnya minta maaf dapat dimungkinkan oleh petugas memberi kebijaksanaan diskresi. Seandainya pelanggaran itu bersifat ringan, tentunya petugas dapat memberikan nasehat-nasehat terhadap si pelanggar.

Program-program pembaharuan di tubuh polri merupakan bagian dari reformasi birokrasi polri agar ke depannya polri menjadi sebuah institusi yang baik, bersih, transparan, akuntabel dan berwibawa. Yanuarsasi dkk (2013) menyebutkan faktor pendukung kinerja polri dalam menjalankan tugasnya adalah sebagai berikut :

a. Kekuatan.

Postur kekuatan polri di Sumut telah terstruktur sesuai dengan pola kebutuhan dan keseimbangan organisasi dalam kompetensi utama yang profesional, bermoral dan modern guna mewujudkan polri yang dipercaya (trust building).

b. Sarana dan prasarana

Polri Sumut mempunyai berbagai sarana dan prasarana guna mendukung kegiatan operasional telah digelar ke seluruh jajaran polres (sampai dengan tingkat polsek dan pos polisi).

c. Sambutan masyarakat.

Dalam pelaksanaan revitalisasi polri menuju pelayanan prima, sambutan masyarakat sangat baik. Masyarakat sangat mendukung adanya perubahan polri menuju lembaga kepolisian sipil, profesional, bermoral dan modern serta meningkatkan kerjasama dengan semua lapisan masyarakat yang lebih kondusif.

Selain dari faktor pendukung program implementasi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat oleh polri, juga ditemukan beberapa faktor penghambat dalam melaksanakan tugas, diantaranya.

a. Belum idealnya jumlah sumber daya manusia.

Jumlah anggota polri yang bertugas di Sumut dirasa masih kurang dari jumlah ideal. Pemberian pelayanan keamanan yang prima kepada masyarakat sulit dilakukan mengingat jumlah anggota yang masih terbatas. Penggelaran kekuatan polres yang telah terstruktur belum sesuai dengan postur polres besar dan polsek kuat, hal ini disebabkan belum terpenuhinya kekuatan personil terutama kesatuan kewilayahan tingkat polsek sehingga belum mampu memberikan pelayanan secara optimal. Tentu, apabila dengan memadainya jumlah anggota yang ada akan membantu pekerjaan menjadi lebih ringan.

b. Kurangnya dukungan anggaran.

Polres saat ini belum mampu menerapkan teknologi informasi yang terintegrasi dari satuan operasional tingkat bawah karena keterbatasan peralatan operator. Selain itu, juga kurangnya dukungan anggaran belanja modal dan anggaran operasional serta pemeliharaannya pada

program pengembangan sarana dan prasarana polri khususnya pembangunan gedung dan kendaraan dinas untuk melayani masyarakat. c. Kurangnya kesadaran masyarakat.

Pemahaman masyarakat tentang pentingnya himbauan polri dalam segala hal masih kurang. Hal ini wajar mengingat tingkat perbedaan pendidikan masyarakat yang dimiliki masyarakat.

Tabel 2.1 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Utama Polri No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama

1 Terbangunnya standar

pelayanan publik yang prima

dalam rangka menyelenggarakan fungsi

kepolisian yang goog

governance dan Clean

Government

a.Prosentase kepuasan publik terhadap pelayanan Polri.

b.Prosentase implementasi standar Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap bidang pelayanan kepolisian.

c.Prosentase meningkatnya pelayanan internal bagi anggota Polri dan HTCK di lingkungan Polri.

2 Terbangunnya Almatsus Polri berbasis teknologi yang menjunjung tinggi HAM dalam menghadapi berbagai trend kejahatan modern dan konflik sosial.

a.Prosentase pemenuhan kebutuhan almatsus Polri berbasis teknologi untuk mendukung tugas-tugas kepolisian. b.Prosentase kebutuhan almatsus Polri berbasis teknologi untuk mendukung tugas-tugas Kepolisian.

3. Terbangunnya budaya kerja yang efektif dan efisien dengan pengawasan internal yang transparan dan akuntable.

a.Prosentase penyelesaian tindak lanjut hasil temuan wastrik rutin.

b.Prosentase penyelesaian tindak lanjut temuan pemeriksaan BPK RI.

c.Prosentase menurunnya pelanggaran anggota Polri baik pelanggaran disiplin maupun profesi.

d.Prosentase peningkatan pemberian penghargaan kepada anggota Polri.

4. Tergelarnya personel Polri yang profesional sesuai dengan kompetensi dan jenjang pendidikan serta pengembangan.

5 Terwujudnya personel Polri yang profesional dan modern. 6 Meningkatkan peran intelijen

dalam mendukung upaya mengelola keamanan dan ketertiban masyarakat.

7 Terbangunnya sinergi

Polisional yang produktif antar unsur pemerintahan dan organisasi kemasyarakatan dengan Polda Sumut untuk

mencegah gangguan Kamtibmas.

8 Tergelarnya

Bhabinkamtibmas di tiap desa/kelurahan dalam rangka menciptakan deteksi dini, responsif terhadap potensi gangguan keamanan dan gejala sosial masyarakat. 9 Meningkatkan pelayanan

prima dalam memelihara keamanan dan ketertiban

masyarakat dengan mengedepankan upaya preemptif yang didukung oleh penegakan hukum yang tegas.

10 Meningkatnya penyelesaian dan pengungkapan kasus terhadap 4 (empat) jenis kejahatan, yakni kejahatan konvensional, kejahatan terhadap kekayaan negara, kejahatan transnasional dan kejahatan yang berimplikasi kontinjensi dalam rangka menciptakan rasa aman. 11 Tertanggulanginya gangguan

keamanan dan ketertiban masyarakat berkadar tinggi, kerusuhan massa, kejahatan terorganisir bersenjata api dan bahan peledak.

12 Meningkatnya keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dalam menjamin keselamatan dan kelancaran arus barang dan orang dengan menerapkan

ilmu pengetahuan dan teknologi.

13 Terwujudnya suatu sistem hukum kepolisian yang

kokoh dalam rangka akuntabilitas, legalitas dan

legitimasi sistem Kepolisian Indonesia dalam kehidupan masyarakat di wilayah hukum Polresta Medan.

Dokumen terkait