• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor penghambat yang dihadapi oleh aparat dalam memberikan perlindungan hukum terhadap saksi dalam proses peradilan pidana

DAFTAR PUSTAKA

C. Faktor penghambat yang dihadapi oleh aparat dalam memberikan perlindungan hukum terhadap saksi dalam proses peradilan pidana

kasus korupsi ( di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dan Pengadilan Negeri Tanjung Karang)

Dalam upaya perlindungan terhadap saksi aparat sering menghadapi faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam memberikan perlindungan terhadap saksi. Menurut Elis Mustika, Kasubsi Penyidikan Kejaksaan Negeri Bandar Lampung bahwa saksi akan mendapatkan halangan dalam pemberian perlindungan karena belum dijalankannya secara konsekuen dan perundang-undangan saksi sering diabaikan dan cenderung melakukan tekanan terhadap saksi dan kurangnya pemahaman masyarakat dan aparat penegak hukum terhadap perlindungan saksi masih sangat kurang dan bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan, oleh siapa dan sampai berapa lama. Hal inilah yang menjadi kendala dalam pemberian perlindungan saksi.

Menurut Jesden Purba, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang: sampai saat ini yang menjadi kendala pemberian perlindungan saksi adalah perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang perundangan saksi ini sendiri.

Sedangkan menurut Aries Kurniawan, Jaksa Penuntut pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : saksi mengalami hambatan dalam pemberian perlindungan disebabkan karena terbatasnya sumber daya manusia biasanya yang

52

memberikan perlindungan adalah polisi, kepolisisan kekurangan personilnya untuk melakukan perlindungan tersebut, untuk itu dibutuhkan sumber daya manusia lebih banyak lagi untuk membantu polisi dalam melakukan perlindungan terhadap saksi.

Dengan demikian faktor penghambat yang ditemui dalam pemberian perlindungan saksi adalah :

1. Kurangnya biaya/materi, yang menjadi hambatan kemudian adalah masalah biaya, Semua bentuk perlindungan yang diperlukan kepada saksi memerlukan dana ekstra yang harus dikeluarkan oleh saksi sendiri untuk meminta perlindungan atas dirinya. Oleh karenanyalah pemerintah harus, memberikan ekstra biaya untuk perlindungan saksi ini. Pembiayaan ini akan dipegang oleh lembaga perlindungan saksi terdekat. Misalnya biaya untuk pcmanggilan saksi, biaya untuk relokasi, biaya untuk ganti rugi dan lain-lain.

2. Kurangnya informasi yang diberikan oleh pihak kepolisian atau penegak hukum lainya terhadap saksi tentang Peraturan dan Perundang-undangan yang berkaitan dengan kepentingan saksi, sehingga keberadaan saksi sangat rawan.

3. Kurangnya pemahaman saksi secara umum atau saksi yang berasal dari masyarakat awam tentang keberadaan saksi itu sendiri.

4. Secara garis besar Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban ini telah menyediakan hak-hak bagi saksi yang selama ini belum pernah ada dalam peraturan perundang-undangan. Selain kedua Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban ini telah mencantumkan segala bentuk intimidasi sebagai

delik dengan ancaman pidana tersendiri. Salah satu hal yang penting dalam kedua Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban ini adalah dicantumkannya pidana bagi setiap orang yang menyebabkan saksi atau keluarganya kehilangan pekerjaan karena memberikan kesaksian sebenarnya. Hal ini merupakan salah satu tindak lanjut perlindungan setelah proses pemeriksaan. Saksi selain menghadapi ancaman fisik maupun psikis karena kesaksiannya yang diberikannya ada kalanya juga mengahadapi kemungkinan kehilangan pekerjaan terutama bila pihak yang dirugikan kesaksiannya merupakan atasannya atau orang yang memiliki kekuasaan ekonomi atas dirinya. Dengan adanya pasal yang dimaksud diatas dasar hukum yang jelas bagi saksi yang kehilangan pekerjaan karena bersaksi untuk menuntut haknya kembali.

5. Perencanaan dan pembentukan produk hukum harus mempunyai pengaruh terhadap pembangunan aparat penegak hukum. Dimana perencanaan dan pembentukan produk hukum harus diselenggarakan secara terpadu dan demokratis antara instansi dan departemen terkait. Pembentukan produk hukum harus jelas rumusannya. Pembentukan produk hukum harus sampai pada tingkat pelaksanaannya. Pembentukan produk hukum harus mempunyai kekuatan filosofis, sosiologis dan yuridis. Produk hukum harus mengatur kepentingan masyarakat yang berintikan keadilan (Normgerechtigheit). Serta dalam merumuskan produk hukum jangan didasarkan pada kasuistis.

Berdasarkan hal tersebut dapat di analisis bahwa faktor penghambat yang dihadapi aparat sehingga belum maksimalnya upaya perlindungan terhadap saksi karena kurangnya sumber daya manusia, biaya, dan informasi yang diterima

54

saksi. Selain itu belum dicantumkannya pidana bagi setiap orang yang menyebabkan saksi atau keluarganya kehilangan pekerjaan karena memberikan kesaksian dapat menyebabkan enggannya saksi memberikan kesaksian. Untuk itu penulis beranggapan perlu di tambahkannya penjelesan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 sehingga dapat tercipta perlindungan saksi yang maksimal di dalam proses peradilan pidana.

DAFTAR PUSTAKA

Ashshofa, Burhan. 2007. Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta Hamzah, Andi. 2001. Hukum Acara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta

Kansil, SH. 1979. Pengantar ilmu hukum dan tata hukum Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. 2006. Bandar Lampung Syatriya, Abd. Kodrat .2008. Analisis Perlindungan Saksi Pelapor dalam Perkara

Tindak Pidana Korupsi Pasca di Sahkannya UU No.13 Tahun2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. (Skripsi Sarjana tidak diterbitkan), Fakultas Hukum Universitas Lampung. Bandar lampung Koalisi Perlindungan Saksi. 2008. Pokok-Pokok Pikiran Penyusunan Cetak Biru

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.The Asia Foundation dan Danida. Jakarta

Nasution, Karim. 1975. Masalah Hukum dalam Proses Pidana. Rajawali Press. Jakarta

Undang-Undang RI No.8 Tahun 1981 KUHAP

Undang-Undang RI No.13 Tahun 2006 Tentang Perlilndungan Saksi dan Korban Undang-Undang RI No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

54

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis atau pembahasan data dan informasi yang penulis dapatkan dari penelitian, maka sebagai penutup dari pembahasan terhadap permasalahan skripsi ini. Penulis mencoba menarik beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut :

1. Bentuk dan Praktek Perlindungan Hukum yang diberikan pada saksi dalam Perkara tindak Pidana Korupsi di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam memberikan Perlindungan hukum adalah selalu merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Saksi daan Korban. Perlindungan diberikan dari tahap penyidikan dimulai hingga dalam proses ditingkat persidangan, perlindungan diberikan tidak hanya terhadap ancaman atau intimidasi kepada saksi saja tetapi perlindungan juga diberikan terhadap keluarga saksi. Diperlukan inisiatif dari jaksa yang dibantu oleh lembaga perlindungan saksi dan aparat keamanan untuk nantinya membaca apakah saksi perlu dilindungi sementara atau sampai identitaasnya dirahasiakan. Inisiatif yang dilakukan jaksa adalah memberikan pengamanan secara fisik terhadap saksi dalam proses persidangan di pengadilan saja, tetapi diluar pengadilan jaksa tidak dapat menjamin saksi sepenuhnya. Dalam proses ditingkat persidangan di pengadilan Hakim tidak dapat berperan langsung,

hakim hanya dapat menginstruksikan kepada jaksa untuk melindungi saksi. Hakim hanya menjamin saksi tidak akan mendapatkan intimidasi selama saksi dalam persidangan.

2. Faktor-faktor penghambat yang dihadapi oleh Aparat Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam memberikan perlindungan Hukum Terhadap saksi dalam kasus Korupsi adalah sebagai berikut :

1) Kurangnya biaya / materi. Semua bentuk perlindungan yang diperlukan pada saksi memerlukan dana exstra yang harus dikeluarkan oleh pemerintah. Tidak mungkin dana dikeluarkan oleh saksi sendiri untuk meminta perlindungan atas dirinya. Oleh karenanyalah Pemerintah harus, memberikan exstra biaya untuk perlindungan saksi ini. Pembayaran ini akan dipegang oleh lembaga perlindungan saksi terdekat. Misalnya biaya untuk pemanggilan saksi, biaya untuk relokasi, biaya untuk pemanggilan saksi, biaya untuk relokasi, biaya untuk ganti rugi, dan lain-lain.

2) Kurangnya informasi yang diberikan oleh pihak kepolisian atau penegak hukum lainya terhadap saksi tentang Peraturan dan Perudang-undangan yang berkaitan dengan kepentingan saksi, sehingga keberadaan saksi sangat rawan.

3) Kurangnya pemahaman saksi secara umum atau saksi yang berasal dari masyarakat awam tentang keberadaan saksi sendiri.

56

B. Saran

Berdasarkan beberapa hasil kesimpulan sebagaimana yang telah dikemukan oleh penulis, maka selanjutnya dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut :

1. Berbagai penyempurnaan sistem perlindungan bagi saksi dan korban tentulah akan memecahkan hambatan-hambatan yang selama ini masih mengganjal di masyarakat. Salah satu upayanya adalah diterbitkannya Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban, walau Undang-undang tersebut sudah diterbitkan tetapi masih adanya prosedur perlindungan yang membuat para saksi diluar sana masih enggan untuk mengajukan dirinya dalam program perlindungan, salah satunya pada Pasal 28 Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal tersebut merupakan syarat yang mungkin sedikit memberatkan bagi para saksi dalam tindak pidana lainnya (umum). Ini membuat keraguan bagi para saksi, bahwa apakah saksi tersebut termasuk dalam kriteria saksi yang mendapatkan perlindungan, sehingga perlu sekali untuk mengkaji ulang atau menambahkan penjelasan dalam Pasal 28 UU RI No.13 Tahun 2006.

2. Setelah keluarnya undang-undang perlindungan Saksi ini hendaknya pihak terkait penegak hukum dan memberikan sosialisasi kepada semua masyarakat, sehingga nantinya diharapkan kepada semua lapisan masyarakat dapat berperan serta dan aktif dalam pengawasan tindak pidana korupsi dan kejahatan lainya.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PROSES

Dokumen terkait