• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Rumah Tangga Pekerja Migran

2. Faktor Penyebab Migrasi Tenaga Kerja

Keberadaan pekerja migran tidak dapat dilepaskan dari adanya proses perpindahan tenaga kerja atau migrasi tenaga kerja. Migrasi tenaga kerja yang dimaksud dalam hal ini adalah perpindahan tenaga kerja dari suatu wilayah ke wilayah lain yang melewati batas negara. Artinya, migrasi tenaga kerja merupakan perpindahan tenaga kerja yang dilakukan ke negara lain. Perbedaan pendapatan antar negara yang sangat mencolok antara negara miskin, negara berkembang, dengan negara-negara maju merupakan salah satu alasan paling rasional untuk menjelaskan terjadinya aktivitas

demikian terjadi karena perbedaan yang ada kemudian membuat penduduk negara miskin atau berkembang memiliki harapan yang tinggi atas kehidupan lebih baik dengan menjadi pekerja migran di negara maju.

Selain itu, perkembangan arus globalisasi juga turut berpengaruh dalam mendorong terjadinya migrasi tenaga kerja secara internasional. Globalisasi dengan segala keterbukaan arus informasi dan kemudaan transportasi kemudian banya membuat penduduk dunia bergerak meninggalkan tanah airnya menuju ke negara lain yang menawarkan pekerjaan dengan upah lebih tinggi (Suharto, 2005: 2). Hal demikian tidak dapat dipungkiri sebab dengan globalisasi maka menjadi terdapat banyak kemudahan yang dapat dinikmati para pelaku migrasi tenaga kerja secara internasional.

Terkait dengan hal yang menyebabkan terjadinya migrasi tenaga kerja, Bandiono (1996: 76) menyatakan bahwa:

Migrasi tenaga kerja terjadi karena adanya perbedaan antara negara, terutama dalam memperoleh kesempatan ekonomi. Sebagai respon masyarakat terhadap perbedaan ekonomi telah menimbulkan kesadaran adanya tekanan untuk melakukan migrasi ke daerah yang menjanjikan adanya kesempatan kerja yang lebih baik. Pada umumnya migrasi tenaga kerja berasal dari daerah yang kelebihan tenaga kerja dan berpenghasilan rendah menuju daerah yang kekurangan tenaga kerja dan dapat menawarkan upah yang lebih tinggi.

Berdasarkan kutipan tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya migrasi tenaga kerja. Pada intinya, hal yang menyebabkan migrasi tenaga kerja adalah adanya perbedaan dua negara, yaitu negara asal tenaga kerja dengan negara tujuan

tenaga kerja, khususnya di dalam aspek kesempatan ekonomi. Hal demikian menyebabkan tenaga kerja kemudian merasa terdorong untuk berpindah ke negara lain yang kondisinya kekurangan tenaga kerja serta mampu menawarkan upah lebih tinggi dibanding negara asalnya.

Aspek lain yang juga menjadi penyebab migrasi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja perempuan di Indonesia adalah dorongan pada perempuan yang semula terjun di ranah pertanian namun seiring perkembangan teknologi modern membuat perempuan tersingkir dari ranah tersebut (Azmy, 2012: 2). Hal demikian menyebabkan kaum perempuan harus mencari sumber penghidupan lain. Oleh sebab itu, sebagian besar tenaga kerja perempuan yang bermigrasi adalah tenaga kerja di sektor pekerjaan domestik.

Pembangunan pedesaan yang kurang konsisten dalam hal ini menurut Ranis dan Fei dapat menjadi penyebab terjadinya migrasi tenaga kerja (Boediono, 1999: 21). Pembangunan yang tidak konsisten di pedesaan kemudian menjadi tidak seimbang dengan peningkatan jumlah tenaga kerja sehingga banyak tenaga kerja usia produktif yang kemudian melakukan migrasi. Hal demikian juga dipengaruhi oleh adanya kebutuhan akan tenaga kerja dari negara maju dengan perkembangan sektor industri yang tinggi produktivitasnya.

Penyebab migrasi tenaga kerja dari negara berkembang menurut Boediono (1999: 21) dapat didorong oleh dua faktor utama. Pertama adalah

oleh produktivitas surplus namun penyerapan tenaga kerja amat rendah. Kedua adalah sektor industri dengan produktivitas tinggi yang kemudian menyebabkan tenaga kerja usia produktif dari kawasan pertanian kemudian bermigrasi ke kawasan-kawasan industri, yang di antaranya adalah kawasan negara maju.

Dari uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa faktor ekonomi merupakan faktor utama yang menjadi pendorong migrasi tenaga kerja. Hal demikian juga dikemukakan oleh Mulyadi (2003: 37) yang mengungkapkan bahwa alasan utama TKI bekerja ke luar negeri adalah karena alasan ekonomi, di samping juga memiliki alasan untuk mencari pengalaman kerja di luar negeri.

Terkait dengan faktor ekonomi sebagai faktor pendorong migrasi tenaga kerja, maka dalam migrasi tenaga kerja secara internasional tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perolehan remitan pekerja migran. Perbedaan pendapatan antar daerah maupun antar negara yang sangat mencolok antara negara miskin atau negara berkembang dengan negara-negara maju merupakan salah satu alasan paling rasional untuk menjelaskan terjadinya aktivitas migrasi internasional dalam jumlah yang sangat besar (Haris, 2005:1). Migrasi tersebut termasuk pula migrasi tenaga kerja secara internasional. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa keberadaan pekerja migran sangat dipengaruhi oleh faktor kondisi ekonomi negara asal pekerja migran.

Kondisi ekonomi pekerja migran secara khusus maupun kondisi ekonomi negara asal pekerja migran secara umum yang mendorong adanya migrasi tenaga kerja secara internasional dalam hal ini kemudian berkaitan dengan remitan yang mampu dihasilkan oleh para pekerja migran. Migrasi tenaga kerja pada satu sisi memberikan keuntungan bagi negara asal karena dapat membantu mengurangi angka pengangguran akibat kurangnya jumlah lapangan pekerjaan yang mumpuni (Azmy, 2012: 6). Selain itu, migrasi tenaga kerja dalam hal ini juga bermanfaat karena tenaga kerja yang bekerja di luar negeri memiliki potensi besar untuk menghasilkan remitan tenaga kerja.

Hugo menyatakan bahwa remitan semula dimaksudkan sebagai uang yang dikirimkan ke desa selama pelaku mobilitas tidak berada di desa (Saefullah, 1994: 2). Menurut Curson pengertian remitan kemudian diperluas termasuk transfer dan pertukaran uang dan barang, hadiah, sumbangan, pelayanan, serta distribusi keuntungan dan pembayaran komersial (Saefullah, 1994: 2). Sementara itu, menurut Mantra dan kasai, remitan juga dapat dipahami sebagai pengiriman uang dan barang dari migran atau mover kepada anggota rumah tangga, saudara ataupun masyarakat di daerah asal (Saefullah, 1994: 2).

Remitan dapat pula dianggap sebagai salah satu bagian dari pendapatan warga negara yang bekerja di luar negeri, sebab bagi warga negara yang melakukan migrasi dengan tujuan utama untuk mencari

penghasilan di negara lain, maka remitan merupakan sumber pemenuhan kebutuhan ekonomi (Hines, 2004:4).

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa remitan yang diperoleh dari adanya migrasi tenaga kerja dalam hal ini tidak hanya secara sempit bermanfaat bagi diri dan keluarga pekerja migran saja, tetapi juga secara luas bermanfaat bagi negara. Manfaat remitan pekerja migran merupakan bagian dari pendapatan luar negeri yang pemanfaatannya sebagai alat pemenuhan kebutuhan konsumsi rumah tangga, investasi, dan tabungan di dalam negeri sangat mempengaruhi produk domestik regional bruto (Todaro, 1995: 91). Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa remitan pekerja migran tidak hanya bermanfaat secara langsung bagi kehidupan pribadi pekerja migran dan keluarganya di negara asal, tetapi juga akan sangat berpengaruh positif bagi perekonomian negara secara umum.

Samuel (1998: 34) menyebutkan bahwa munculnya kesepakatan migrasi tenaga kerja antar negara akan memacu terjadinya peningkatan pendapatan sebagai implikasi langsung dari remitan dan besarnya jumlah migrasi. Dari pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa remitan pekerja migran dalam hal ini sangat mempengaruhi terjadinya peningkatan pendapatan. Oleh sebab itu, seiring dengan meningkatnya migrasi tenaga kerja, maka akan meningkat pula pendapatan yang berasal dari remitan pekerja migran. Remitan tersebutlah yang juga menjadi salah satu aspek

pertimbangan pekerja migran untuk kemudian memutuskan bekerja di luar negeri.

Dokumen terkait