• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.6 Faktor Penyebab Penumpukan Lemak Berlebih

Penyebab overweight hingga menjadi obese sangat kompleks. Meskipun gen berperan penting dalam menentukan asupan makanan dan metabolisme energi, gaya hidup dan faktor lingkungan dapat berperan penting pada banyak orang dengan berat badan berlebih. Peningkatan prevalensi obesitas yang cepat dalam kurun waktu 20 sampai 30 tahun terakhir, memperkuat pentingnya peran faktor lingkungan dan gaya hidup (Kumar, et al., 2007; Guyton & Hall, 2007). Faktor penyebabnya adalah sebagai berikut :

a. Gaya Hidup

Penyebab utama terjadinya berat badan berlebih adalah gaya hidup tidak aktif dimana aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan sebaliknya, aktivitas yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Sekitar 25 hingga 30 persen energi yang digunakan setiap hari oleh rata-rata orang ditujukan untuk aktivitas

otot, dan pada seorang pekerja kasar / buruh, sebanyak 60-70 persen digunakan untuk tujuan tersebut. Pada orang dengan obesitas, peningkatan aktivitas fisik biasanya akan meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berakibat penurunan berat badan yang bermakna. Bahkan sebuah episode aktivitas berat dapat meningkatkan pengeluaran energi basal selama beberapa jam setelah aktivitas fisik tersebut dihentikan. Karena aktivitas otot adalah cara terpenting untuk mengeluarkan energi dari tubuh, peningkatan aktivitas fisik sering kali menjadi cara yang efektif untuk mengurangi simpanan lemak (Kumar, et al., 2007; Guyton & Hall, 2007).

b. Prilaku Makan

Prilaku makan seperti faktor mulut juga ikut andil dalam menyebabkan kejadian penumpukan lemak berlebih, yang berkaitan dengan prilaku mengunyah, salivasi, menelan, dan mengecap, akan mengukur makanan sewaktu makanan tersebut memasuki mulut, dan bila makanan dalam jumlah tertentu sudah masuk , pusat makan di hipotalamus akan dihambat. Efek inhibisi ini tidak terlalu kuat dan hanya berlangsung singkat selama 20 sampai 40 menit. Prilaku makan juga ditentukan oleh suhu lingkungan yang telah diteliti pada hewan termasuk mamalia manusia. Bila suhu lingkungan yang terpapar adalah udara dingin, maka akan terjadi kecenderung peningkatan prilaku makan, sebaliknya bila terpapar udara panas, cenderung untuk mengurangi asupan kalorinya. Ini terjadi akibat adanya interaksi antara sistem pengaturan suhu dan sistem pengaturan

asupan makan di dalam hipotalamus. Proses ini penting dikarenakan asupan makanan pada tubuh yang kedinginan akan meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh dan menyediakan banyak lemak yang berfungsi sebagai penahan panas, sehingga kedua hal tersebut akan mengurangi rasa dingin pada tubuh (Kumar,et al., 2007; Guyton & Hall, 2007; Campbell & Reece, 2010; Pearce, 2011).

c. Lingkungan dan Psikologis

Faktor selanjutnya adalah faktor lingkungan dan psikologis yang saling berkaitan. Faktor lingkungan yang sangat terlihat dampaknya terdapat pada sebagian besar negara maju, dimana jumlah makanan dengan kandungan energi tinggi (terutama makanan berlemak) berlimpah disertai dengan perkembangan teknologi yang membuat pekerjaan manusia jauh lebih ringan sehingga meningkatkan gaya hidup tidak aktif. Faktor psikologis yang paling banyak terjadi adalah bila individu mengalami stress hingga depresi dan prilaku makan menjadi sarana penyaluran stress sehingga berdampak pada kenaikan berat badan (Guyton & Hall, 2007; Powers & Howley, 2009).

d. Pola Makan Dini

Pada tahun-tahun pertama kehidupan, kecepatan pembentukan sel-sel lemak yang baru meningkat pesat dan makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah sel lemak. Anak-anak cenderung untuk mengikuti pola makan dalam keluarganya dan ini menentukan bagaimana prilaku makan anak tersebut hingga tua nanti. Bila

kebiasaan keluarganya menerapkan pola makan yang teratur dengan apa yang dimakan harus sampai pada kondisi mengenyangkan, ini bisa menyebabkan dampak obesepada anak tersebut. Secara fisiologis, jumlah sel lemak pada anakobesetiga kali lebih banyak dari jumlah sel lemak pada anak dengan berat badan normal. Demikian, prilaku nutrisi yang diberikan pada masa anak-anak-terutama pada bayi dan yang lebih jarang pada masa kanak-kanak berikutnya dapat menimbulkan obesitas di kemudian hari (Guyton & Hall, 2007; Pearce, 2011).

e. Kelainan Neurogenik

Kelainan neurogenik juga dapat menyebabkan penumpukan lemak berlebih. Kelainan yang dimaksud bisa berupa lesi pada nucleus ventromedial hipotalamus yang dapat menyebabkan makan secara berlebihan, bisa juga pada individu dengan gangguan tumor hipofisis yang menginvasi hipotalamaus yang sering kali mengalami obesitas yang progresif. Walaupun kerusakan hipotalamus pada orang obese sangat jarang terjadi, namun susunan fungsional hipotalamus atau pusat makan neurogenik lainnya pada orangobesedapat berbeda dengan orang normal. Abnormalitas neurotransmitter juga dijumpai pada jaras saraf hipotalamus yang mengatur prilaku makan. Teori ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan pada orangobesedimana diberlakukan diet ketat sehingga berat badan orang tersebut normal kembali. Hasilnya berupa rasa lapar yang jauh lebih hebat daripada orang normal. Hal tersebut diartikan sebagaiset-point sistem pengaturan prilaku makan pada orang obese diatur pada tingkat

penyimpanan zat nutrisi yang lebih tinggi daripada tingkatset-point pada orang non-obese. Ini menandakan terjadinya perubahan yang nyata pada hipotalamus yang menimbulkan rasa lapar yang hebat dan penurunan berat badan yang drastis. Sebagian dari perubahan ini meliputi peningkatan produksi neurotransmitter oreksigenik seperti NPY dan penurunan

pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin dan α-MSH (Kumar,et al., 2007; Guyton & Hall, 2007).

f. Genetik

Obesitas jelas menurun dalam keluarga dengan angka kejadian 20 sampai 25 persen obesitas disebabkan oleh faktor genetik. Gen dapat berperan dalam obesitas dengan menyebabkan abnormalitas satu atau lebih jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi dan penyimpanan lemak. Selanjutnya, penyebab monogenik dari obesitas bisa berupa mutasi MCR-4 (penyebab monogenik tersering), defisiensi leptin kongenital yang diakibatkan mutasi gen namun sangat jarang terjadi, dan mutasi reseptor leptin yang juga jarang terjadi. Penyebab monogenik hanya ditemukan pada persentase sangat kecil dari keseluruhan kasus obesitas (Kumar,et al., 2007; Guyton & Hall, 2007).

Dokumen terkait