• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN DALAM

C. Faktor penyebab timbulnya wanprestasi

Menurut Yahya Harahap dalam bukunya segi-segi hukum perjanjian, yang dimaksud dengan wanprestasi adalah : “pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau tidak dilakukan menurut selayaknya. Kalau begitu seorang

44 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm.87 45

debitur disebutkan dan beradadalam keadaan wanprestasi, apabila ia dalam melakukan pelaksanaan terhadap perjanjian telah lalai sehingga terlambat dari jadwal yang telah ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya atau selayaknya.46

Dalam keadaan normal perjanjian dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya tanpa gangguan ataupun halangan. Tetapi pada waktu tertentu yang tidak dapat diduga oleh para pihak, muncul halangan sehingga pelaksanaan perjanjian tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Faktor penyebab terjadinya wanprestasi oleh Abdulkadir Muhammad diklasifikasikan menjadi dua faktor yaitu faktor dari luar dan faktor dari dalam diri pihak. Faktor dari luar adalah peristiwa yang diharapkan terjadi dan tidak dapat diduga akan terjadi ketika perjanjian dibuat. Sedangkan faktor dari dalam manusia/para pihak merupakan kesalahan yang timbul dari diri para pihak, baik kesalahan tersebut yang dilakukan dengan sengaja atau kelalaian pihak itu sendiri, dan para pihak sebelumnya telah mengetahui akibat yang muncul dari perbuatannya tersebut.47

Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak yang wanprestasi) dirugikan, atau dengan kata lain pihak tersebut bisa kehilangan keuntungan yang diharapkan. Oleh karena pihak lain dirugikan akibat wanprestasi tersebut, pihak wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa tuntutan:

46 Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 60

47 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, 1992, hlm. 12

1. Pembatalan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi) 2. Pemenuhan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi)48

Sanksi yang diberikan kepada pihak wanprestasi adalah sebagai berikut; Ganti rugi ; sering diperinci dalam tiga unsur yaitu biaya, rugi dan bunga (dalam bahasa Belanda: Kosten, Schaden en interesten).49 Yang dimaksud dengan biaya adalah segala pengeluaran atau perongsokan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak. Yang dimaksud dengan rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur, dan yang dimaksudkan dengan bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan (winstderving) yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur.

Penuntutan ganti rugi, oleh undang-undang diberikan ketentuan-ketentuan itu merupakan pembatasan dari apa yang boleh dituntut sebagai ganti rugi. Dengan demikian seorang debitur yang lalai atau alpa masih juga dilindungi oleh undang-undang terhadap kewenangan si kreditur.50 Seperti yang terdapat dalam pasal 1247 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata “si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya rugi dan bunga yang nyata telah atau disedianya harus dapat diduga sewaktu perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena suatu tipu daya yang dilakukan olehnya”.

Jadi dapat dilihat bahwa ganti rugi itu dibatasi hanya meliputi kerugian

48 Ahmad Miru, Op.Cit., hlm. 77

49 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 13 50

yang dapat diduga dan yang merupakan akibat langsung dari wanprestasi. Mengenai pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian, sebagai sanksi kedua atas kelalaian seorang debitur, bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Apabila suatu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak lain, baik uang maupun barang, maka itu harus dikembalikan. Dengan kata lain, perjanjian itu ditiadakan.

Masalah pembatalan perjanjian karena kelalaian atau wanprestasi ini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat pengaturannya pada pasal 1266 “syarat batal dianggap selamanya dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian yang timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya”.

Peralihan risiko sebagai sanksi ketiga atas kelalaian seorang debitur disebutkan dalam pasal 1237 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata “yang dimaksudkan dengan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang menjadi objek perjanjian.

Sebagai kesimpulan dapat ditetapkan bahwa kreditur dapat memilih antara tuntutan-tuntutan sebagai berkut;

1. pemenuhan perjanjian;

2. pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi; 3. ganti rugi saja;

4. pembatalan perjanjian;

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia senantiasa mempunyai naluri yang kuat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Apabila dibandingkan dengan makhluk hidup lain manusia tidak akan mungkin hidup sendiri karena semenjak dilahirkan manusia sudah mempunyai naluri untuk hidup berkawan.1 Dengan adanya interaksi antar sesama, manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Oleh karena adanya jarak antar manusia satu dengan yang lain, dalam melakukan interaksi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari manusia memerlukan alat angkut yang mampu memperlancar hubungan antar manusia tersebut sekalipun dalam jarak yang jauh.

Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana (tradisional) sampai kepada taraf kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh kegiatan pengangkutan, bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.2

Abdulkadir Muhammad menyatakan pengangkutan meliputi tiga dimensi

1 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raya Grafindo Persada, Jakarta 2006, hlm. 23.

2

pokok yaitu, pengangkutan sebagai usaha (bussiness); pengangkutan sebagai perjanjian (agreement); dan pengangkutan sebagai proses (process). 3 Pengangkutan didefiniskian sebagai perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak dibutuhkan dalam rangka mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien.4

Hasim Purba memberikan definisi pengangkutan sebagai kegiatan pemindahan orang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan.5

Kegiatan pengangkutan terdiri atas pengangkutan darat, laut dan udara. Pengangkutan udara merupakan pengangkutan yang mulai muncul pada abad ke-18. Pengangkutan udara semakin dikembangkan karena banyaknya kebutuhan untuk melakukan pengangkutan yang berjarak jauh baik antar kota maupun negara. Pada awalnya pengangkutan udara menjadi pengangkutan yang kurang diminati masyarakat karena membutuhkan biaya yang relatif banyak untuk menggunakan jasa angkutan udara namun seiring perkembangan zaman, masyarakat mulai beralih pada pengangkutan udara karena harga yang mulai kompetitif antar penyelenggara pengangkutan udara serta efisiensi waktu. Bahkan dalam jarak yang tidak terlampau jauh, masyarakat kini lebih memilih menggunakan jasa angkutan udara daripada angkutan darat maupun laut.

3

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2008,hlm.12

4 Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan

Darat dan Angkutan Udara, Medan, USU Press, 2006, hlm. 20.

5

Pengangkutan udara yang terkait adalah maskapai penerbangan. Pengangkutan udara di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Menurut pasal 1 angka (1) pengertian penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.

Layaknya angkutan darat maupun angkutan laut, dalam pelaksanaan kegiatan pengangkutan udara diperlukan suatu perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan banrang dan/atau orang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. Sedangkan menurut Subekti perjanjian pengangkutan ialah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu kelain tempat, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya. Pada hakikatnya perjanjian pengangkutan sudah harus tunduk pada pasal-pasal dari bagian umum dalam hukum perjanjian yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan defenisi tentang perjanjian dalam pasal 1313, yaitu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Maka perumusan perjanjian disini adalah suatu hubungan atas dasar hukum kekayaan antara dua pihak atau lebih dalam mana pihak yang satu berkewajiban memberikan sesuatu prestasi atas mana pihak yang lain mempunyai

hak terhadap prestasi itu. Pihak yang memberikan prestasi disebut debitur dan pihak yang berhak atas prestasi itu disebut kreditur.

Sehingga dari perjanjian pengangkutan dapat disimpulkan bahwa ada prestasi yang harus dibayarkan oleh pihak pengangkut dan penumpang. Prestasi tersebut dapat berupa :

1. Menyerahkan suatu barang 2. Melakukan suatu perbuatan 3. Tidak melakukan suatu perbuatan.

Kegiatan pengangkutan udara terjadi apabila penumpang sudah memiliki tiket pesawat berarti telah terjadi perjanjian antara pihak pesawat dengan pihak penumpang. Pada awalnya pemesanan tiket pesawat dilakukan secara langsung oleh calon penumpang kepada pihak maskapai penerbangan terkait, dan melalui travel perjalanan. Namun seiring adanya perkembangan internet, perlaham-lahanterjadi pergeseran budaya pembelian (pemesanan) tiket pesawat dari cara konvensional menjadi lebih modern. Maskarakat kini bisa dengan leluasa membeli tiket pesawat kapanpun dan dimanapun melalui aplikasi penjualan tiket pesawat yang dapat di install di telepon seluler.

Para pihak dalam perjanjian pengangkutan sudah terikat untuk saling memberikan prestasi dengan adanya tiket pesawat ini. Pihak pengangkut dan penumpang harus melakukan tanggung jawabnya. Pengangkut wajib mengangkut orang dan atau kargo dan pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan serta wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa angkutan

udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang disepakati dan pihak penumpang wajib mematuhi seluruh aturan penerbangan untuk mendukung ketertiban dan keamanan serta keselamatan penerbangan.

Namun dalam pelaksanaannya sangat disayangkan pihak maskapai penerbangan masih lalai dalam menjalankan prestasinya. Padahal seharusnya minat masyarakat yang tinggi terhadap penerbangan harus dibarengi dengan standar dan pelayanan yang tinggi pula. Dalam pelaksanaan kegiatan penerbangan pihak maskapai masih sering melaksanakan kewajibannya terhadap penumpang, hal ini ditandai dengan banyaknya kasus wanprestasi yang didaftarkan ke Pengadilan Negeri. Wanprestasi atau tidak dipenuhinya janji dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. Pihak yang tidak sengaja wanprestasi ini dapat terjadi karena memang tidak mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga karena terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut. Adapun wanprestasi dapat berupa :

1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi 2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna 3. Terlambat memenuhi prestasi

4. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan6

Latar belakang yang telah penulis paparkan di atas penulis merasa banyak yang perlu dibahas bagaimana pertanggungjawaban pihak maskapai dalam hal terjadinya wanprestasi yang mengakibatkan kerugian kepada penumpang. Penulis juga berpedoman kepada beberapa kasus dan putusan hakim yang telah

6 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta: PT Rajawali Press, 2011, hlm. 74

inkracht atau memiliki kekuatan hukum tetap dalam hal wanprestasi yang

dilakukan pihak maskapai penerbangan khususnya maskapai penerbangan Lion Air. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menggali lebih dalam lagi mengenai tanggung jawab maskapai penerbangan ini sehingga penulis mengangkat judul skripsi “Tinjauan yuridis terhadap jual beli tiket pesawat dan wanprestasi yang dilakukan pihak maskapai penerbangan yang mengakibatkan kerugian kepada pihak penumpang (Studi Kasus Putusan No. 260/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST)”

B. Permasalahan

Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pembelian tiket pesawat maskapai Lion Air.

2. Apa akibat hukum dari wanprestasi yang dilakukan maskapai dalam kasus wanprestasi yang dilakukan maskapai Lion Air.

3. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam kasus wanprestasi yang dilakukan maskapai Lion Air.

C. Tujuan Penulisan

Ttujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pembelian tiket pesawat maskapai penerbangan Lion Air.

2. Untuk mengetahui akibat hukum dari wanprestasi yang dilakukan maskapai penerbangan dalam kasus wanprestasi yang dilakukan maskapai Lion Air.

3. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam kasus wanprestasi yang dilakukan oleh maskapai Lion Air.

D. Manfaat Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, manfaat yang ingin dicapai oleh penulis adalah: 1. Menjadi masukan maupun referensi bagi perkembangan ilmu hukum

dan menambah kajian ilmu hukum khususnya dalam hukum pengangkutan udara.

2. Menambah pengetahuan penulis mengenai hak dan kewajiban pihak pengangkut dan penumpang dalam perjanjian pengangkutan udara. 3. Hasil dari penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat menjadi masukan

bagi pihak maskapai penerbangan dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada pihak penumpang sesuai kewajibannya agar terhindar dari kasus yang dapat merugikan kedua belah pihak serta memberikan informasi dan wawasan kepada masyarakat tentang hak dan kewajibannya dalam perjanjian pengangkutan khususnya dalam penerbangan.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian Hukum Normatif yaitu dengan penelitian sistematik hukum sehingga bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok atau dasar dalam hukum yakni masyarakat hukum, subjek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum dan objek hukum.7

2. Tipe Penelitian

Penelitian hukum dalam penulisan skripsi ini merupakan penelitian hukum Normatif yang terdiri dari penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum dan penelitian terhadap tahap sinkronisasi hukum serta penelitian hukum sosiologis empiris yang terdiri dari penelitian terhadap identifikasi hukum.8

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber asalnya yang belum diolah dan diuraikan orang lain.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti yang sebelumnya telah diolah orang lain.

7

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, PT Raya Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 15

8 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 42

Untuk memperoleh data sekunder peneliti melakukan studi kepustakaan yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif artinya mempunyai otoritas9. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini ialah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dan sebagainya.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil – hasil penelitian hukum, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, dan sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan10. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan studi dokumen dengan penelusuran pustaka (library research) yaitu studi kepustakaan dengan mengumpulkan dan mempelajari buku-buku, literatur, tulisan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bacaan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

9 Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hlm. 141 10

5. Analisis Data

Penelitian Hukum Normatif yang menelaah data sekunder menyajikan data berikut analisisnya11. Metode analisis data yang digunakan adalah dengan metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif. Adapun metode penarikan kesimpulan pada dasarnya terdiri atas dua yaitu metode penarikan kesimpulan secara deduktif dan induktif.

Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus. Sedangkan metode penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) berupa asas umum.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang digunakan penulis dalam melakukan penulisan skripsi ini. Sistemtika penulisan ini merupakan pembahasan yang dilakukan penulis dengan membahas beberapa pokok bahasan dan kemudian diuraikan menjadi beberapa pembagian yang lebih khusus. Hal ini berguna untuk mempermudah penulis dalam menyusun serta mempermudah pembaca untuk memahami isi dari skripsi ini. Keseluruhan skripsi ini meliputi 5 bab yang pembagiannya ialah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

11

Bab ini berisikan hal-hal yang bersifat umum seperti latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan dan keaslian penulisan. BAB II TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN DALAM

JUAL BELI TIKET PESAWAT DAN WANPRESTASI

Bab ini menjelaskan berisi penjelasan tentang perjanjian pada umumnya, perjanjian dalam jual beli dan jual beli tiket pesawat, prestasi dan wanprestasi serta bentuk bentuk prestasi dan wanprestasi serta faktor penyebab timbulnya wanprestasi dan akibat hukum timbulnya wanprestasi.

BAB III PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB MASKAPAI

PENERBANGAN DALAM PENYELENGGARAAN

ANGKUTAN PENUMPANG

Bab ini berisi penjelasan tentang pengaturan hukum bagi penerbangan di Indonesia, hak dan kewajiban maskapai penerbangan serta tanggung jawab dan peranan maskapai penerbangan dalam penyelenggaraan angkutan udara.

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI YANG DILAKUKAN PIHAK MASKAPAI PENERBANGAN YANG

MENGAKIBATKAN KERUGIAN KEPADA PIHAK

PENUMPANG

Bab ini berisi pembahasan tentang uraian tentang kasus wanprestasi yang dilakukan pihak maskapai Lion Air, akibat hukum yang timbul dalam kasus wanprestasi pihak maskapai Lion

Air, serta pertimbangan hukum hakim dalam kasus wanprestasi Lion Air.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bab yang terakhir dalam skripsi ini. Bab ini berisikan kesimpulan atas uraian-uraian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya dalam skripsi ini juga saran yang diberikan yang berhubungan dengan skripsi ini.

G. Keaslian Penulisan

Skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan maupun hasil pemikiran penulis. Di dalam penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan – bahan yang berkaitan dengan perjanjian pengangkutan khusunya penerbangan baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak dan media elektronik. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini dilakukan pemeriksaan pada Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa skripsi dengan judul “Tinjauan yuridis terhadap jual beli tiket pesawat dan wanprestasi yang dilakukan pihak maskapai penerbangan yang mengakibatkan kerugian kepada pihak penumpang” (Studi Kasus Putusan No. 260/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST) belum pernah ditulis oleh siapapun dengan kata lain, skripsi ini adalah hasil karya penulis, ditulis dan dihasilkan oleh penulis dan bukan merupakan hasil ciptaana atau hasil penggandaan karya tulis orang lain. Oleh sebab itu keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis.

ABSTRAK

Bernadette Sagala*

Sinta Uli** Aflah***

Perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan banrang dan/atau orang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. Pengangkutan udara di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Menurut pasal 1 angka (1) pengertian penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Sebagai pihak yang melakukan perjanjian pengangkutan, baik pihak penumpang maupun pihak penyelenggara angkutan harus melaksanakan kewajiban sesuai dengan perjanjian pengangkutan tersebut. Apabila pihak penyelenggara angkutan yang dalam hal ini merupakan maskapai penerbangan, tidak melaksanakan kewajibannya maka ia dinyatakan wanprestasi terhadap penumpangnya. Maka oleh karena itu penulis melakukan penelitian tentang tinjauan yuridis terhadap pihak maskapai penerbangan yang mengakibatkan kerugian.

Skripsi ini berjudul Tinjauan yuridis terhadap jual beli tiket pesawat dan wanprestasi yang dilakukan pihak maskapai penerbangan yang mengakibatkan kerugian kepada pihak penumpang (Studi Kasus Putusan No. 260/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST). Poin penting yang menjadi rumusan masalah yakni tinjauan yuiridis tentang pertanggungjawaban pihak maskapai penerbangan sebagai sarana angkutan udara dalam penyelenggaraan angkutan yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif dengan teknik penelitian kepustakaan (library research) dalam menganalisa putusan No. 260/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST dan menggunakan pendekatan peraturan

perundang-undangan (statue approach).

Hasil penelitian ini menunjukkan kedudukan jual-beli tiket pesawat baik secara biasa maupun online yang merupakan awal perjanjian pengangkutan. Bahwa setelah tiket tersebut dibayarkan oleh penumpang sesungguhnya perjanjian telah terjadi antara pihak pengangkut dan penumpang. Apabila pihak maskapai tidak mengangkut penumpang maka pihak maskapai penerbangan harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh penumpang tersebut. Hal ini juga sesuai dengan asas tanggung jawab maskapai penerbangan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan. Kata Kunci: Tiket, Wanprestasi, Maskapai Penerbangan

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas SumateraUtara

** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing I ***

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP JUAL BELI TIKET

PESAWAT DAN WANPRESTASI YANG DILAKUKAN PIHAK

MASKAPAI YANG MENGAKIBATKAN KERUGIAN

KEPADA PIHAK PENUMPANG (Studi Kasus Putusan No.

260/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST Antara Hari Sunaryadi Melawan

Lion Air )

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi

Dokumen terkait