• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN DALAM

B. Prestasi dan wanprestasi serta

Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu kontrak. Prestasi pokok tersebut dapat berwujud:

1. benda;

3. tidak berbuat sesuatu.36

Menurut pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, prestasi dibagi dalam 3 macam: yaitu prestasi untuk menyerahkan sesuatu. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan defenisi dari “menyerahkan sesuatu”, namun dalam rumusan yang ditemukan dalam pasal 1235 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat diketahui bahwa yang dimaksudkan dengan menyerahkan/memberikan sesuatu adalah prestasi yang mewajibkan debitur untuk menyerahkan suatu kebendaan. Adapun yang dimaksud dengan kebendaan adalah sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu setiap barang dan tiap hak yang dapat menjadi objek dari hak milik. Sebagai contoh dapat dikemukakan perjanjian jual beli yang melahirkan kewajiban pada pihak penjual untuk menyerahkan barang atau hak (piutang) yang dijual kepada pembeli pada tempat dan waktu yang ditentukan, dan kewajiban pembeli untuk menyerahkan uang kepada penjual sebagai nilai harga jual yang telah disepakati.37 Prestasi kedua ialah prestasi untuk melakukan atau berbuat sesuatu. Prestasi untuk melakukan atau berbuat sesuatu berhubungan dengan kewajiban debitor untuk melaksanakan pekerjaan atau jasa tertentu untuk kepentingan kreditor. Bergantung pada sifat dari pekerjaan atau jasa yang akan dilakukan, maka pihak yang berkewajiban melakukan pekerjaan atau jasa tersebut dapat bersifat spesifik, dengan pengertian bahwa suatu jenis pekerjaan atau jasa hanya dapat dilakukan orang perorangan tertentu yang dalam hal ini adalah

36 Ahmad Miru, Op.Cit., hlm. 68

37 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Perikatan pada Umumnya, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 60

debitor dalam perikatan. Di samping itu juga tidak tertutup kemungkinan bahwa suatu pekerjaan atau jasa dapat dilaksanakan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan dan atau keahlian yang serupa, dengan hasil yang sesuai atau setidaknya serupa, mirip atau sepadan dengan yang diharapkan oleh kreditur dari perikatannya, dan yang ketiga ialah prestasi untuk berbuat atau tidak melakukan sesuatu. Prestasi untuk berbuat atau tidak melakukan sesuatu dapat diketahui bahwa hal ini bersifat larangan, yang jika dilanggar akan menyebabkan debitor terikat pada suatu perikatan baru, yaitu untuk; memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga sebagai akibat dilakukannya perbuatan yang tidak diperbolehkan tersebut, yang menerbitkan kerugian pada kreditur; dan atau menghapuskan segala sesuatu yang dilakukan secara bertentangan dengan perikatan; dan atau membayar segala biayadan ongkos yang dikeluarkan oleh kreditur guna mengembalikan segala sesuatu yang dilakukan oleh debitur secara bertentangan dengan perikatan, dalamhal debitur tidak melaksanakan sendiri kewajibannya untuk menghapuskan segala sesuatu yang telah dibuatnya secara bertentangan dengan perikatan.38

Prestasi dari perikatan harus memenuhi syarat:

a. Harus diperkenankan, artinya prestasi itu tidak melanggar ketertiban, kesusilaan dan Undang-Undang.

b. Harus tertentu atau dapat ditentukan.

c. Harus memungkinkan untuk dilakukan menurut kemampuan manusia.39

38 Ibid., hlm. 67

Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah “performance” dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term”dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Supaya objek perikatan itu dapat dipenuhi oleh debitur, maka perlu diketahui sifat-sifatnya, yaitu:

a. Prestasi harus sudah tertentu dan dapat dilakukan

Sifat ini memungkinkan debitur memenuhi perikatan. Jika prestasi itu tidak tertentu dan tidak dapat ditentukan, mengakibatkan perikatan itu batal (nietig).

b. Prestasi itu harus mungkin

Artinya prestasi ini dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan segala upayanya. Jika tidak demikian, perikatan tersebut dapat dibatalkan (vernietigbaar).

c. Prestasi itu harus dibolehkan (halal)

Artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan masyarakat. Jika prestasi itu tidak halal maka prestasi itu batal (nietig). d. Prestasi itu harus ada manfaat bagi kreditur

Artinya kreditur dapat menggunakan, menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan itu dapat dibatalkan (vernietigbaar).

e. Prestasi itu terdiri atas suatu perbuatan atau serentetan perbuatan Jika prestasi berupa satu kali perbuatan dilakukan lebih dari satu kali, dapat mengakibatkan pembatalan perikatan (vernietigbaar). Satu kali perbuatan itu maksudnya pemenuhan mengakhiri perikatan, sedangkan

lebih dari satu kali perbuatan maksudnya pemenuhan yang terakhir mengakhiri perikatan.40

Apabila seseorang telah ditetapkan prestasinya sesuai dengan perjanjian itu, maka kewajiban pihak tersebut untuk melaksanakan atau menaatinya. Walaupun pada umumnya prestasi para pihak secara tegas ditentukan dalam kontrak, prestasi tersebut juga dapat lahir karena diharuskan oleh kebiasaan, kepatutan, atau undang-undang. Oleh karena itu, prestasi yang harus dilakukan oleh para pihak telah ditentukan dalam perjanjian atau diharuskan oleh kebiasaan, kepatutan atau undang-undang, tidak dilakukannya prestasi tersebut berarti telah terjadi ingkar janji atau disebut wanprestasi.41

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. Wanprestasi merupakan suatu istilah yang menunjuk pada ketiadalaksanaan prestasi oleh pihak yang membuat perjanjian. Wanprestasi menurut Abdulkadir Muhammad mempunyai arti tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian.42 J. Satrio menjelaskan bahwa wanprestasi adalah suatu peristiwa atau keadaan dimana debitur tidak telah memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik, dan debitur punya unsur yang salah atasnya.43 Wanprestasi dapat berupa empat macam, yaitu :

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

40 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 241

41

Ibid., hlm. 70

42 Abdulkadir Muhamad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 20

43 J. Satrio, Wanprestasi menurut KUHPerdata, Doktrin dan Yurispudensi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hlm. 3

2. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana mestinya/melaksanakan kewajibannya tetapi tidak sebagaimana mestinya; 3. melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat/tidak melaksanakan

kewajibannya pada waktunya;

4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Wanprestasi tersebut dapat terjadi karena kesengajaan debitor untuk tidak mau melaksanakannya, maupun karena kelalaian debitor untuk tidak melaksanakannya. Dalam hal debitor memang secara sengaja tidak mau melaksanakannya, maka hal tersebut diatur dalam pasal 1236 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa debitor adalah berwajib memberikan ganti biaya, rugi, dan bunga kepada kreditor, apabila ia telah membawa dirinya kedalam keadaan tidak mampu untuk menyerahkan kebendaanya atau tidak merawatnya sepatutnya guna menyelamatkannya. Juga diatur dalampasal 1239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu apabila kreditor tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalamkewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga.

Debitor tidak mungkin dipaksa untuk melakukan segala sesuatu yang tidak mau dilaksanakan olehnya, oleh karena itu terhadap ketentuan ini berlakulah ketentuan pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Terhadap debitor yang dengan sengaja tidak memenuhi perikatannya dan memiliki dua atau lebih kredito, maka ketentuan Undang-Undang Kepailitan dapat diterapkan, agar kreditor dapat memperoleh haknya yang diberikan oleh undang-undang.

Penjelasan yang diuraikan di awal, dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah kewajiban dalam suatu hubungan hukum perikatan. Sebagai suatu bentuk kewajiban dalam lapangan harta kekayaan, prestasi dapat terwujud dalam kewajiban untuk menyerahkan atau memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Dalam bahasa Belanda, setiap pelaksanaan prestasi yang tidak baik, prestasi yang buruk, prestasi yang tidak memadai, prestasi yang tidak beres disebut dengan wanprestatie, yang berarti prestasi yang tidak dipenuhi dengan baik. Rumusan wanprestasi tersebut serupa dengan istilah “default” dalam bahasa Inggris. Menurut Black’s Law Dictionary, yang dimaksud dengan “default” adalah :

By its derivation, a failure. An omission of that which ought to be done.... Specfically, the omission or failure to perform a legal or contractual duty...; to observe a promise or discharge an obligation;... or to perform an agreement. The term is also embraces the idea of dishonesty, and of wrongful act....

Dari pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut dapat dilihat bahwa “default” memang tidak spesifik menunjuk hanya pada cidera janji, melainkan pada wanprestasi, atau tidak dipenuhinya suatu kewajiban hukum, yang juga memberikan arti kepada suatu tindakan yang melawan hukum.

Jadi ini berarti wanprestasi adalah suatu pengertian yang sangat luas, yang tidak hanya meliputi cidera janji atau tidak melaksanakan perikatan yang lahir dari

perjanjian, tetapi juga segala macam kewajiban (dalam hal ini kewajiban dalam lapangan harta kekayaan; perikatan) yang dibebankan oleh hukum.44

Jelaslah bahwa wanprestasi memiliki pengertian yang jauh lebih luas dari sekedar cidera janji, oleh karena cidera janji hanya berbicara atau berhubungan dengan kelalaian atau ketidaklaksanaan suatu prestasi yang merupakan perikatan yang lahir dari perjanjian. Sedangkan prestasi itu sendiri berbicara soal pelaksanaan prestasi yang buruk, yang tidak sesuai, yang tidak hanya lahir dari perjanjian semata-mata melainkan juga terhadap perikatan yang lahir dari undang-undang sebagaimana digariskan dalam pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.45

Ini berarti wanprestasi mewakili makna cidera janji (atau wanprestasi dalam pengertian sempit, yang sering dipergunakan dalam praktek hukum sehari-hari) dan terjadinya perbuatan melawan hukum (sebagaimana dimaksud dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang secara eksklusif seringkali hanya disebut dengan nama perbuatan melawan hukum saja tanpa mengaitkannya dengan makna wanprestasi secara luas tersebut)

C. Faktor Penyebab Timbulnya Wanprestasi dan Akibat Hukum Timbulnya

Dokumen terkait