• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Ulkus Diabetik

2.2.3 Faktor Resiko

Menurut Boulton (2004 dalam Arief, 2008) faktor resiko terjadinya ulkus diabetik adalah neuropati perifer, penyakit vaskuler, mobilitas sendi yang terbatas, deformitas kaki, tekanan kaki abnormal, trauma minor, riwayat ulkus atau amputasi, dan gangguan visual. Faktor resiko yang berasal dari keadaan sistemik pasien adalah hiperglikemia yang tidak terkontrol, lama penyakit DM lebih dari 10 tahun, usia pasien lebih dari 40 tahun, riwayat merokok, dan memiliki penyakit ginjal kronis (Smeltzer & Bare, 2001; Boulton, 2004 dalam Arief, 2008).

Menurut Frykberg (2002), faktor resiko terjadinya ulkus diabetik adalah adanya sensasi normal tanpa deformitas, sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi, insensitivitas tanpa adanya deformitas, kombinasi/complicated, kombinasi insensitivitas, iskemia, dan deformitas, dan riwayat adanya tukak (Deformitas Charcot). Indikator resiko terjadinya ulkus diabetik meliputi kondisi kulit, kondisi kuku, ada tidaknya deformitas, kelayakan alas kaki, suhu kaki, rentang gerak kaki, tes sensasi kaki dengan monofilamen, tes

sensasi kaki dengan 4 pertanyaan, denyut nadi pada kaki, warna pada kaki, dan ada tidaknya erythema (Canadian Association of Wound Care, 2011).

2.2.4 Patofisiologi

Kejadian ulkus diabetik diawali dengan adanya hiperglikemia pada pasien DM yang dapat menyebabkan kelainan pada pembuluh darah (Frykberg, 2002). Peningkatan glukosa dalam darah akan merangsang reaksi proliferasi sel endotel dan proses glukoneogenesis yang menghasilkan produk sampingan lemak dan protein. Produk sampingan tersebut akan bersirkulasi dalam darah dan menumpuk di dinding bagian dalam pembuluh darah. Proliferasi sel endotel dan penumpukan produk sampingan tersebut akan menyebabkan dinding pembuluh darah semakin menebal dan terbentuk jembatan dengan formasi huruf “A”. Akibat yang ditimbulkan dari penebalan pembuluh darah tersebut adalah penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis) dan peningkatan viskositas darah, sehingga aliran darah ke jaringan semakin berkurang termasuk syaraf. Aliran darah yang terus menerus semakin berkurang ke syaraf dapat menyebabkan syaraf mengalami iskemia dan kehilangan fungsinya atau neuropati diabetik (Rebolledo et.al., 2012; Guyton & Hall, 2007).

Neuropati diabetik meliputi gangguan syaraf motorik, sensorik, dan otonom yang masing-masing memegang peranan penting pada kejadian ulkus diabetik. Gangguan syaraf motorik menyebabkan paralisis otot kaki yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dan bentuk pada sendi kaki (deformitas), perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tekan baru dan

penebalan pada telapak kaki (kalus). Gangguan syaraf sensorik menyebabkan mati rasa setempat dan hilangnya perlindungan terhadap trauma sehingga pasien mengalami cedera tanpa disadari. Gangguan syaraf otonom mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit menjadi kering dan mudah mengalami luka yang sulit sembuh (Rebolledo et.al., 2012; De Jong, 1997 dalam Arief, 2008).

Neuropati diabetik, trauma, dan deformitas merupakan penyebab utama ulkus diabetik. Penyebab lain yang turut menyebabkan ulkus diabetik adalah perubahan struktur anatomis, pengaruh lingkungan, dan penyakit vaskuler perifer. Perubahan struktur anatomis meliputi perubahan struktur plantar metatarsal, plantar fatty pad, dan Charcot foot. Pengaruh lingkungan meliputi penggunaan sepatu yang tidak layak, kalus, adanya benda-benda tajam, dan penggunaan kain yang kasar. Pasien DM yang memiliki beberapa faktor penyebab ulkus diabetik tersebut akan beresiko untuk mengalami ulkus diabetik yang berarti beresiko pula untuk mengalami amputasi (Rebolledo et.al.,2012).

2.2.5 Klasifikasi

Ada beberapa macam klasifikasi ulkus diabetik dari klasifikasi sederhana hingga klasifikasi yang lebih rumit, yaitu klasifikasi sederhana Edmonds dari King’s College Hospital London, klasifikasi Wagner, dan klasifikasi University of Texas (Waspadji, 2006 dalam Arief, 2008). Klasifikasi menurut Edmonds (2005 dalam Arief, 2008) yaitu:

a. derajat I : kaki normal;

c. derajat III : kaki mengalami ulkus;

d. derajat IV : kaki mengalami nekrosis; dan e. derajat V : kaki yang tidak dapat ditangani.

Menurut Wagner (1987 dalam Frykberg, 2002), ulkus diabetik diklasifikasikan berdasarkan kedalaman ulkus dan ada tidaknya osteomyelitis atau gangren, yaitu:

a. derajat 0 : kulit utuh, tidak ada luka terbuka, namun ada kelainan pada kaki akibat neuropati. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Parisi et.al. (2008), ulkus diabetik derajat 0 lebih mudah mengalami penyembuhan daripada ulkus diabetik derajat lainnya;

b. derajat 1 : ulkus diabetik superfisial (sebagian atau seluruh permukaan kulit). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Parisi et.al. (2008), ulkus diabetik derajat 1 memiliki kemungkinan untuk sembuh sebesar 70,96%; c. derajat 2 : ulkus meluas hingga ligamen, tendon, kapsul sendi, atau fasia

dalam tanpa abses atau osteomyelitis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Parisi et.al. (2008), ulkus diabetik derajat 2 memiliki kemungkinan untuk sembuh sebesar 41,27%;

d. derajat 3 : ulkus dalam dengan abses, osteomyelitis, atau sepsis sendi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Parisi et.al. (2008), ulkus diabetik derajat 3 memiliki kemungkinan untuk sembuh sebesar 41,27%; e. derajat 4 : gangren terlokalisasi pada bagian jari atau tumit. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Oyibo et.al. (2001), ulkus diabetik derajat 4 biasanya muncul akibat kombinasi infeksi dan iskemia. Amputasi pada bagian

gangren yang terlokalisasi merupakan hal yang sering dilakukan karena kemungkinan pasien untuk sembuh kecil; dan

f. derajat 5 : gangren yang meluas hingga seluruh kaki. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oyibo et.al., (2001), ulkus diabetik derajat 5 memiliki resiko tinggi untuk diamputasi dan kemungkinan untuk sembuh sangat kecil.

Klasifikasi ulkus diabetik menurut University of Texas (San Antonio scale) lebih kompleks. Ulkus diabetik diklasifikasikan berdasarkan kedalaman ulkus, ada tidaknya infeksi, dan ada tidaknya tanda dan gejala iskemia. Klasifikasi ulkus diabetik menurut University of Texas dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Armstrong et.al., 1998 dalam Rebolledo et.al., 2012; Oyibo et.al., 2001):

Stage Grade 0 1 2 3 A Pre/post ulkus tanpa kerusakan kulit Ulkus superfisial Ulkus dalam (hingga ke tendon/kapsul) Ulkus meluas hingga ke tulang/sendi B + infeksi + infeksi + infeksi + infeksi

C + iskemia + iskemia + iskemia + iskemia

D + infeksi dan iskemia + infeksi dan iskemia + infeksi dan iskemia + infeksi dan iskemia

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Parisi et.al. (2008), ulkus diabetik stage A grade 1 memiliki kemungkinan untuk sembuh sebesar 81,64%, stage A grade 2-3 sebesar 60,80%, stage B grade 1 sebesar 61,87%, stage B grade 2-3 sebesar 36,14%, stage C grade 1 sebesar 68,64%, stage C grade 2-3 sebesar 43,29%, stage D grade 1 sebesar 49,17%, dan stage D grade 2-3 memiliki kemungkinan untuk sembuh sebesar 25,22%.

2.2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ulkus diabetik harus dilakukan secara menyeluruh (komprehensif) dan berpedoman pada karakteristik ulkus. Penatalaksanaan pada ulkus diabetik mencakup kontrol berbagai aspek (Waspadji, 2006 dalam Arief, 2008; Frykberg, 2002; Rebolledo et.al., 2012; ADA, 1998 dalam Rolikasari, 2007), yaitu:

a. kontrol metabolik

Kontrol metabolik dilakukan dengan cara menjaga kadar glukosa darah dalam batas normal. Pasien dapat melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah secara mandiri atau ke fasilitas pelayanan kesehatan. Upaya kontrol metabolik dilakukan untuk mencegah hiperglikemia dan memperbaiki berbagai faktor yang dapat menghambat penyembuhan luka.

b. kontrol vaskular

Kontrol vaskular dilakukan dengan cara menghindari atau memodifikasi faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan aterosklerosis (berhenti merokok, membatasi makanan berlemak, dan lain sebagainya) dan rekonstruksi pembuluh darah pada pasien iskemia. Rekonstruksi pembuluh darah dapat dilakukan dengan cara neovaskularisasi pada bagian distal agar aliran darah ke kaki meningkat. Tujuan rekonstruksi pembuluh darah adalah untuk membantu mempercepat penyembuhan luka, mengurangi nyeri, dan memperbaiki fungsi tubuh.

c. kontrol luka

Kontrol luka dapat dilakukan dengan cara perawatan luka yang tepat, penggunaan teknik dressing dan agen topikal yang tepat pada luka, dan debridemen pada jaringan nekrosis. Perawatan luka dilakukan sejak ulkus terbentuk dan dilakukan secara hati-hati dan teliti. Tujuan perawatan luka adalah mencegah dehidrasi dan kematian sel, mempercepat proses angiogenesis, dan memfasilitasi proses epitelisasi. Penggunaan teknik dressing yang tepat dapat membantu menjaga kelembapan area luka. Pemilihan agen topikal harus mempertimbangkan berbagai aspek, yaitu kemampuan agen dalam mengabsorpsi eksudat, membuang jaringan nekrosis dan kontaminasi bakteri, memberikan rehidrasi pada luka, dan kemampuan agen dalam mencapai dasar luka. Debridemen pada jaringan nekrosis merupakan suatu tindakan membuang jaringan mati, jaringan yang tercemar, dan menyisakan jaringan yang masih sehat. Debridemen dilakukan secara terus menerus selama proses pemulihan luka untuk mendukung drainase dan mempercepat penyembuhan luka.

d. kontrol mikrobiologis

Kontrol mikrobiologis dilakukan untuk mencegah infeksi pada luka. Ulkus diabetik dapat menjadi tempat berkembang biak bakteri jika tidak dirawat dengan baik. Kultur jaringan harus dilakukan untuk mengetahui jenis bakteri yang ada pada daerah ulkus sehingga dapat membantu dalam penentuan antibiotik yang tepat bagi pasien. Adanya pus atau lebih dari satu tanda inflamasi (bengkak, kemerahan, nyeri, terasa hangat, dan kehilangan fungsi)

menjadi tanda berkembang biaknya bakteri pada daerah ulkus dan menyebabkan infeksi pada daerah ulkus.

e. kontrol tekanan

Kontrol tekanan dilakukan dengan cara pengurangan beban pada kaki (off-loading) yaitu dengan menghindari semua tekanan mekanis pada kaki yang terluka maupun pada kaki yang mengalami kalus. Pengurangan beban pada kaki dilakukan untuk mencegah trauma tambahan pada kaki dan mempercepat proses penyembuhan luka. Penggunaan sepatu yang layak, tirah baring, mengurangi aktivitas berat, dan perawatan kaki merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban pada kaki.

f. kontrol edukasi

Kontrol edukasi dilakukan dengan cara memberikan edukasi mengenai pengelolaan ulkus diabetik dan pengelolaan DM secara mandiri. Pemberian edukasi yang tepat dapat meningkatkan pengetahuan, motivasi, dan keterampilan pasien serta merubah perilaku pasien dalam melakukan perawatan mandiri.

Dokumen terkait