2.2 Computer Vision Syndrome (CVS)
2.2.4 Faktor Risiko Computer Vision Syndrome (CVS)
Parihar et al (2016) membagi faktor risiko Computer Vision Syndrome (CVS) dalam 3 kelompok, yaitu faktor lingkungan dan pola penggunaan, faktor individu, dan faktor peralatan.
1. Faktor Lingkungan dan Pola Penggunaan a. Pencahayaan Sekitar
Salah satu faktor lingkungan terpenting yang dapat mempengaruhi penglihatan dalam penggunaan komputer adalah pencahayaan.
Pencahayaan yang terang di bidang visual perifer dapat menyebabkan silau dan ketidaknyamanan pada mata. Masalah ini dapat diatasi dengan desain dan penataan area tempat komputer yang tepat. Jumlah cahaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan komputer dan untuk tugas kantor lainnya seperti membaca, menulis, dan lainnya berbeda. Pekerja berusia di atas 50 tahun membutuhkan dua kali tingkat cahaya pada dewasa muda untuk pekerjaan komputer yang nyaman. Kecerahan layar dan ruang kerja harus seimbang. Warna karakter komputer mungkin juga berperan dalam mempengaruhi penglihatan. Karakter hitam dengan latar belakang putih atau sebaliknya telah diamati lebih mudah dilihat daripada melihat karakter berwarna (Munshi et al., 2017).
b. Refleksi pada Layar
Objek di sekitar area unit tampilan visual (visual display unit; VDU) menghasilkan gambar mereka di layar dalam bentuk pantulan. Refleksi yang dihasilkan di atas teks menghasilkan beberapa formasi gambar di layar yang mulai berperilaku seperti cermin, setiap gambar memiliki kedalaman dan fokus yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan kebingungan dengan banyak usaha fokus dan tidak fokus saat membaca dari VDU (Parihar et al., 2016).
c. Durasi Penggunaan
Dampak durasi penggunaan yang tinggi telah ditemukan dalam berbagai penelitian. Tooming et al. dan Shimai et al. (dalam Parihar et al., 2016) mengkonfirmasi fakta bahwa durasi penggunaan yang panjang pada VDU menyebabkan lebih banyak keluhan visual. Bekerja lebih dari 8 jam per hari di VDU juga telah diidentifikasi sebagai faktor risiko mata kering terkait VDU (Parihar et al., 2016).
d. Lingkungan Mikro
Faktor - faktor seperti kelembaban relatif rendah (<40%), suhu tinggi dan aliran udara untuk meningkatkan gangguan penguapan film air mata prekornea, menghasilkan hiperosmolaritas dan ketidaknyamanan mata, faktor lain yang dapat mempengaruhi atau memperburuk gejala mata di tempat kerja dalam ruangan termasuk debu, serbuk sari , aerosol, hasil pembakaran atau senyawa kimia yang mengiritasi yaitu campuran oksidasi yang dibentuk oleh interaksi antara ozon dan alkena pada kelembaban relatif rendah (Parihar et al., 2016).
2. Faktor Individu a. Usia
Produksi air mata biasanya menurun seiring bertambahnya usia.
Meskipun mata kering dapat terjadi pada semua usia baik pada pria maupun wanita, wanita pasca menopause merupakan kelompok individu yang paling terpengaruh oleh mata kering (Blehm et al., 2005).
b. Jenis Kelamin
Prevalensi mata kering sedikit lebih besar pada wanita dibandingkan pria (Blehm et al., 2005). Dalam sebuah studi investigasi kesehatan epidemiologi oleh Knave et al. (di dalam Parihar et al., 2016) menemukan bahwa wanita secara umum memiliki lebih banyak gejala sehubungan dengan gangguan mata, muskuloskeletal dan kulit yang dikaitkan dengan penggunaan VDU yang berkepanjangan (Parihar et al., 2016).
c. Ametropia
Kewajiban upaya akomodatif di antara pengguna VDU dengan presbiopia meningkatkan tekanan pada mereka yang sudah memiliki sedikit kemampuan akomodatif. Presbiopia sendiri telah diidentifikasi sebagai faktor penting yang terkait dengan tingginya insiden astenopia. Ditemukan Juga bahwa bahkan sejumlah kecil kesalahan refraksi yang sama dengan atau lebih 0,5D miopia, hiperopia atau astigmatisma meningkatkan ketidaknyamanan subjek dengan penggunaan VDU. Menurut studi secara
objektif, peningkatan yang signifikan dalam amplitudo, kecepatan dan waktu akomodasi dan relaksasi ditemukan yang mungkin menjelaskan pengurangan yang signifikan dari gejala aestenopia subjektif (Parihar et al., 2016).
3. Faktor Peralatan a. Jarak dan Sudut VDU
Ketidaksesuaian mengatur tinggi dan kemiringan VDU secara signifikan berkorelasi dengan kelelahan visual subjektif dan aestenopia (Parihar et al., 2016). Jarak dan sudut pandang yang tidak tepat dapat menimbulkan postur tubuh yang tidak sehat selama bekerja di VDU. Arah pandangan dapat mempengaruhi fokus mata dan akomodasi. Sudut pandang yang lebih tinggi pada terminal komputer mengurangi amplitudo akomodasi sehingga menempatkan lebih banyak tekanan pada mekanisme fokus mata. Saat arah pandangan bergerak ke bawah, otot mata cenderung tidak terlalu tegang. Oleh karena itu, akan ideal untuk mempertahankan pandangan ke bawah sekitar 15 derajat saat melihat layar komputer Bagian atas layar harus pada dasarnya berada di bawah level horizontal mata dan miring ke belakang 10-20º dari pengguna (Munshi et al., 2017).
b. Resolusi Layar,Latar Belakang dan Warna Huruf
Dalam studi eksperimental mereka, Ziefle (di dalam Parihar et al., 2016) menemukan bahwa akurasi dan kecepatan membaca secara signifikan lebih banyak saat membaca dari kertas (255 dpi) dibandingkan dengan teks resolusi rendah 60 dan 120 dpi pada VDU. Resolusi layar yang lebih tinggi meningkatkan kualitas gambar yang dirasakan dan pada gilirannya meningkatkan kenyamanan dan kecepatan membaca secara bersamaan. Tampilan teks gelap pada format background terang pada layar monitor laptop lebih nyaman untuk dilihat dan dibaca. Kombinasi warna kontras merupakan kombinasi yang paling mudah dibaca dan disukai untuk layar monitor (Parihar et al., 2016).
2.2.5 COMPUTER VISION SYNDROME (CVS)
Keluhan utama yang dialami oleh pengguna VDU meliputi ketegangan mata, sakit kepala, penglihatan kabur, kebutaan sementara, nyeri leher dan bahu. Blehm dan rekannya, mengklasifikasikan gejala CVS menjadi empat jenis yaitu visual, gejala yang terkait permukaan okuler, astenopia dan ekstraokuler. Sejauh mana seseorang dapat mengalami gejala-gejala ini sangat bergantung pada kemampuan visualnya dalam kaitannya dengan tuntutan visual dari tugas yang sedang dilakukan. Kebutaan sementara diperkirakan disebabkan oleh pemutihan pigmen foto di retina dan pergeseran cepat dari adaptasi cahaya ke adaptasi gelap dan sebaliknya. Penglihatan yang tidak dikoreksi, desain komputer yang buruk, dan ergonomi tempat kerja dan tugas visual yang sangat menuntut semuanya dapat berkontribusi pada perkembangan gejala dan keluhan visual (Munshi et al., 2017).
Gejala Computer Vision Syndrome dikategorikan menjadi empat kategori:
1. Gejala Astenopia
Gejala astenopia terdiri dari mata lelah, mata tegang, mata terasa sakit, mata kering, dan nyeri kepala. Beberapa penelitian menyatakan bahwa mata lelah menjadi salah satu gejala dominan dari Computer Vision Syndrome, di antaranya penelitian oleh Bhanderi et al., terhadap operator komputer di Delhi yang menyatakan 46,3% responden mengalami mata lelah dengan kejadian lebih banyak pada perempuan meskipun tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Kejadian mata lelah berasosiasi secara signifikan dengan usia saat menggunakan komputer, adanya kelainan refraksi, jarak penglihatan, posisi layar monitor terhadap mata, penggunaan layar anti glare, dan penyesuaian terhadap kontras dan kecerahan layar monitor (Affandi, 2005).
2. Gejala yang Berkaitan dengan Permukaan Okuler
Pengguna komputer sering melaporkan keluhan mata kering, terbakar, tidak nyaman, atau berat setelah waktu yang lama. Mata pengguna bahkan mungkin menangis dalam upaya memulihkan keseimbangan bahan kimia
yang tepat dan melumasi serta membasahi permukaan okuler dengan benar.
Mata kering dapat menjadi penyebab utama kelelahan mata, seperti yang dialami saat menggunakan VDU saat kecepatan berkedip berkurang dan luas permukaan mata yang terpapar berkurang, menyebabkan mata kering.
Laju kedip menurun lebih jauh dalam lingkungan gelap yang sulit untuk dibaca, dan bahwa pengeringan yang dipercepat mungkin menyebabkan kelelahan (Blehm et al., 2005).
3. Gejala Visual
Gejala visual terdiri dari penglihatan kabur, penglihatan ganda, presbiopia, kesulitan dalam memfokuskan penglihatan. Penglihatan kabur merupakan gejala yang banyak dikeluhkan oleh pekerja komputer.
Presbiopia merupakan suatu keadaan akibat berkurangnya kemampuan akomodasi lensa dan pada umumnya dialami oleh seseorang yang telah berusia 40 tahun. Pekerjaan dengan menggunakan komputer dapat menyebabkan presbiopia muncul pada usia lebih muda karena terjadi perubahan kemampuan akomodasi yang berusaha menyesuaikan kebutuhan melihat monitor dalam jarak dekat. Gejala visual yang lain adalah kesulitan dalam memfokuskan penglihatan, yang menurut hasil penelitian oleh Cabrera et al., prevalensinya cukup tinggi (45,1%). Gejala tersebut berkorelasi sangat kuat dengan lama bekerja di depan komputer sehari dan lama bekerja di kantor (Affandi, 2005).
4. Gejala Ekstaokuler
Gejala ekstraokuler terdiri dari nyeri bahu, nyeri leher, dan nyeri punggung studi oleh Talwar et al., mengenai kelainan visual dan muskuloskeletal pada pekerja komputer mendapatkan gejala muskuloskeletal, seperti nyeri leher, yang merupakan keluhan terbanyak (48,6%), nyeri punggung bawah (35,6%), dan nyeri bahu (15,7%) (Permana et al., 2015).