UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN MASUK 2018
SKRIPSI
Oleh :
LEODI AFRIANDISA 180100067
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL TERHADAP COMPUTER VISION SYNDROME (CVS) PADA
MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN MASUK 2018
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh :
LEODI AFRIANDISA 180100067
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjantkan kepad Allah SWT, atas rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, shalawat berangkaikan salam tak lupa kita panjatkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan meuju zaman yang penuh ilmu pengetahuan.
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Intensitas Penggunaan Media Sosial terhadap Computer Vision Syndrome (CVS) pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2018” yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. dr. Dedi Ardinata M.Kes AIFM, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, masukan, ilmu dan motivasi sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. dr. Lidya Imelda Laksmi, M.Ked (PA) Sp.PA selaku dosen ketua penguji dan Dr. dr. H. R. Yusa Herwanto, M.Ked (ORL-HNS), Sp.THT-KL (K) selaku dosen anggota penguji yang telah memberikan saran, ilmu dan nasihat - nasihat dalam penulisan skripsi ini.
4. dr. Tri Widyawati, M.Si, Ph.D, selaku dosen pembimbing akademik penulis yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi selama menjalankan perkuliahan.
5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dari awal perkuliahan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.
iii
6. Kedua orang tua penulis Ayahanda Sadikin dan Ibunda Laili Fitri, saudara-saudara penulis dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan, doa dan semangat dalam menuntut ilmu kepada penulis selama menjalani masa perkuliahan.
7. Sahabat - sahabat penulis dan teman sejawat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan semangat, dukungan dan bantuan dari awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang mendukung. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 20 November 2021 Penulis,
Leodi Afriandisa 180100067
iv DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... iv
Daftar Tabel ... vii
Daftar Singkatan ... viii
Abstrak ... ix
Abstract ... x
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1 Tujuan Umum... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II ... 4
TINJAUAN PUSTAKA... 4
2.1 Media Sosial ... 4
2.1.1 Definisi Media Sosial... 4
2.1.2 Ciri – Ciri Media Sosial ... 4
2.1.3 Jenis – Jenis Media Sosial ... 5
2.1.4 Dampak Penggunaan Media Sosial ... 6
2.1.5 Definisi Intensitas Penggunaan Media Sosial ... 7
2.1.6 Pengukuran Intensitas Penggunaan Media Sosial ... 8
2.2 Computer Vision Syndrome (CVS) ... 8
2.2.1 Definisi Computer Vision Syndrome (CVS) ... 8
2.2.2 Etiologi Computer Vision Syndrome (CVS) ... 9
2.2.3 Patofisiologi Computer Vision Syndrome (CVS) ... 9
v
2.2.4 Faktor Risiko Computer Vision Syndrome (CVS)... 9
2.2.5 Computer Vision Syndrome (CVS)... 13
2.2.6 Penanganan Computer Vision Syndrome (CVS) ... 15
2.2.7 Pengukuran Computer Vision Syndrome (CVS) ... 16
2.3 Pengaruh Intensitas Penggunaan Media Sosial Terhadap CVS ... 17
2.4 Kerangka Teori ... 18
2.5 Kerangka Konsep ... 19
2.6 Hipotesis ... 19
BAB III... 20
METODE PENELITIAN ... 20
3.1 Rancangan Penelitian ... 20
3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian ... 20
3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 20
3.3.1 Populasi ... 20
3.3.2 Sampel... 20
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 21
3.4.1 Data Primer ... 21
3.5 Definisi Operasional ... 21
3.6 Metode Analisa Data ... 22
3.6.1 Analisa Data ... 22
3.6.2 Uji Univarat ... 23
3.6.3 Uji Bivariat ... 23
BAB IV ... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
4.1 Intensitas Penggunaan Media Sosial berdasarkan Karakteristik Responden ... 24
4.2 Computer Vision Syndrome berdasarkan Karakteristik Responden ... 25
4.3 Pengaruh Intensitas Penggunaan Media Sosial terhadap Computer Vision Syndrome ... 26
4.4 Keterbatasan Penelitian ... 29
BAB V ... 30
vi
KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
5.1 Kesimpulan ... 30
5.2 Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 32
LAMPIRAN A Daftar Riwayat Hidup ... 37
LAMPIRAN B Surat Izin Penelitian ... 39
LAMPIRAN C Ethical Clearance ... 40
LAMPIRAN D Surat Pernyataan Orisinalitas ... 41
LAMPIRAN E Lembar Penjelasan... 42
LAMPIRAN F Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan... 43
LAMPIRAN G Kuesioner Penelitian ... 44
LAMPIRAN H Data Induk Penelitian ... 50
LAMPIRAN I. Output SPSS ... 55
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 3 1 Definisi Operasional ... 21
Tabel 4. 1 Perbedaan jenis kelamin dan umur pada intensitas penggunaa media sosial ... 24
Tabel 4. 2 Perbedaan jenis kelamin dan umur pada computer vision syndrome .. 25 Tabel 4. 3 Pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap computer vision syndrome pada mahasiswa FK USU tahun masuk 2018 ... 26
viii
DAFTAR SINGKATAN
AOA : American Optometric Association CVS : Computer Vision Syndrome
CVS-Q : Computer Vision Syndrome Questionnaire LEDs : Light-emitting diodes
OSHA : Occupational Safety and Health Administration RPA : Resting Point of Accomodation
SONTUS : Social Network Time Use Scale VDU : Visual Display Unit
VDT : Visual Display Terminal FK : Fakultas Kedokteran USU : Universitas Sumatera Utara
ix ABSTRAK
Latar belakang. Kehadiran media sosial menyediakan ruang bagi seseorang untuk melakukan komunikasi aktif dengan orang lain dan memudahkan dalam mengakses informasi yang sedang terjadi terkait suatu aktivitas. Intensitas penggunaan media sosial yang berlebihan dengan menatap layar monitor secara terus-menerus dapat menyebabkan gangguan pada penglihatan seperti mata lelah, pengelihatan buram, dan mata kering yang termasuk ke dalam keluhan computer vision syndrome (CVS). Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap computer vision syndrome pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain penelitian cross-sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Intensitas penggunaan media sosial dinilai menggunakan kuesioner Social Network Time Use Scale (SONTUS) dan mahasiswa yang mengalami computer vision syndrome ditentukan dengan menggunakan kuesioner Computer Vision Syndrome Questionnaire (CVS-Q) yang dilakukan secara online. Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai November 2021. Hasil. Responden berjumlah 192 orang yang terdiri dari 60 laki-laki dan 132 perempuan. Adanya perbedaan yang tidak signifikan diantara jenis kelamin dan umur pada intensitas penggunaan media sosial. Adanya perbedaan yang tidak signifikan diantara jenis kelamin dan umur pada CVS. Terdapat pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap CVS (p=0,012). Kesimpulan terdapat pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap computer vision syndrome pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018.
Kata kunci : media sosial, computer vision syndrome, intensitas
x
ABSTRACT
Background. The presence of social media provides a space for someone to communicate actively with others and makes it easier to access information that is happening related to an activity. The intensity of excessive use of social media by staring at the screen continuously can cause visual disturbances such as tired eyes, blurred vision, and dry eyes which are included in computer vision syndrome (CVS). Aim. This study aims to determine the effect of the intensity of social media use on computer vision syndrome in students of the Faculty of Medicine, University of North Sumatera in 2018. Methods. This study is an observational analytic study with a cross-sectional research design.
Sampling was done by purposive sampling technique. The intensity of social media use was assessed using the Social Network Time Use Scale (SONTUS) questionnaire and students with computer vision syndrome were determined using the Computer Vision Syndrome Questionnaire (CVS-Q) which was conducted online. The study was conducted from July to November 2021. Result. There were 192 respondents consisting of 60 men and 132 women. There is no significant difference between gender and age in the intensity of social media use. There is no significant difference between gender and age on CVS. There is an effect of the intensity of social media use on CVS (p=0.012). Conclusion. there is an effect of the intensity of social media use on computer vision syndrome in students of the Faculty of Medicine, University of North Sumatra in 2018.
Keywords : social media, computer vision syndrome, intensity
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju, membuat masyarakat sangat membutuhkan penggunaan internet dan media sosial. Media sosial adalah medium di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain dan membentuk ikatan sosial secara virtual (Nasrullah, 2016).
Kehadiran media sosial menyediakan ruang bagi seseorang untuk melakukan komunikasi aktif dengan orang lain dan memudahkan dalam mengakses informasi yang sedang terjadi terkait suatu aktivitas (Burke et al., 2010).
Laporan terbaru dari agensi marketing we are social dan platform manajemen media sosial Hootsuite berjudul Digital 2021: The Latest Insights Into The State of Digital, disebutkan bahwa dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, 170 juta di antaranya telah menggunakan media sosial, dengan demikian angka persentasenya sekitar 61,8 persen. Angka pengguna aktif media sosial di Indonesia tumbuh sebesar 10 juta atau sekitar 6,3 persen dibandingkan bulan Januari 2020 (Stephanie, 2021). Berdasarkan laporan we are social waktu rata-rata harian yang digunakan oleh masyarakat Indonesia menggunakan media sosial adalah 3 jam 14 menit, dan media sosial yang paling banyak diakses oleh masyarakat Indonesia dari yang paling atas yaitu youtube, whatsapp, instagram, facebook, twitter, facebook messenger, line, linkedin, tiktok, pinterest, telegram, we chat, snapchat, skype, tumblr dan red it (we are social 2021).
Pengguna internet menghabiskan waktu selama lebih dari 10 jam per minggunya digolongkan kedalam pengguna berat menurut The Georgia Institute of Technology, hal ini menunjukkan rata-rata pengguna media sosial di Indonesia merupakan pengguna berat internet dan rentan mengalami dampak negatif yang disebabkan oleh media sosial (Akin dan Iskender, 2011). Seseorang dengan
intensitas tinggi penggunaan media sosial cenderung menatap dan berada di depan gadget baik berupa smartphone, tablet ataupun komputer. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan media sosial memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas tidur yang buruk pada penggunanya (Scott dan Woods, 2018). Dampak fisik yang terjadi akibat dari penggunaan gadget yang melebihan batas ideal salah satunya pada mata. Lebih dari 90% pengguna gadget mengalami gejala pengelihatan seperti mata lelah, pengelihatan buram dan mata kering yang termasuk ke dalam keluhan computer vision syndrome (CVS) (Gayatri et al., 2020).
Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) computer vision sydrome (CVS) merupakan keluhan mata dan penglihatan kompleks yang dialami ketika menggunakan komputer. American Optometric Association (AOA) mendefinisikan CVS sebagai kumpulan gejala yang terjadi pada mata yang disebabkan oleh penggunaan komputer, tablet, handphone atau alat elektronik lainnya dalam waktu yang cukup lama. Gejala CVS yang paling umum adalah ketegangan mata, sakit kepala, penglihatan kabur, mata kering, nyeri leher, dan nyeri bahu (American Optometric Association).
Hasil penelitian Abudawood (2020) prevalensi CVS diantara mahasiswa kedokteran di Saudi Arabia sebanyak 95%, di dalam penelitian Logaraj M et al (2014) di Chennai, terdapat 78.6% mahasiswa kedokteran mengalami CVS ketika menggunakan komputer. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, penulis ingin meneliti pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap computer vision syndrome (CVS) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018.
1.2 Rumusan masalah
Apakah terdapat pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap computer vision syndrome (CVS) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018 ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap computer vision syndrome (CVS) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui intensitas penggunaan media sosial mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018 berdasarkan karakteristik jenis kelamin dan umur
2. Mengetahui prevalensi computer vision syndrome (CVS) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018 berdasarkan karakteristik jenis kelamin dan umur
1.4 Manfaat penelitian
1. Sebagai informasi bagi peneliti, pembaca, dan masyarakat mengenai pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap computer vision syndrome (CVS)
2. Sebagai pengembangan informasi (referensi) tambahan bagi penelitian berikutnya khususnya mengenai intensitas penggunaan media sosialdan computer vision syndrome (CVS)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MEDIA SOSIAL
2.1.1 DEFINISI MEDIA SOSIAL
Media sosial merupakan medium di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain dan membentuk ikatan sosial secara virtual (Nasrullah, 2016).
Menurut Yusuf et al (2007) dikutip dari Anjarwati (2020) Media sosial adalah situs jaringan sosial seperti layanan berbasis web yang memungkinkan setiap orang bisa membangun profil publik bahkan semi publik dalam sistem terbatas. Media berbasis internet ini juga dapat digunakan untuk mengetahui daftar pengguna yang sedang terhubung dengan mereka dan menjelajahi daftar koneksi yang dibuat orang lain dengan menggunakan suatu sistem (Anjarwati, 2020).
2.1.2 CIRI – CIRI MEDIA SOSIAL
Menurut Mulyati et al (2014), ciri ciri media sosial, yaitu :
a. Konten yang disampaikan dibagikan kepada banyak orang dan tidak terbatas pada satu orang tertentu.
b. Isi pesan muncul tanpa melalui suatu gatekeeper dan tidak ada gerbang penghambat.
c. Isi disampaikan secara online atau langsung.
d. Konten dapat diterima secara online dalam waktu lebih cepat dan bisa juga tertunda penerimaannya tergantung pada waktu interaksi yang ditentukan sendiri oleh pengguna.
e. Media sosial menjadikan penggunannya sebagai kreator dan aktor yang memungkinkan dirinya untuk beraktualisasi diri.
f. Dalam konten media sosial terdapat sejumlah aspek fungsional seperti identitas, percakapan (interaksi), berbagi (sharing), kehadiran (eksis), hubungan (relasi), reputasi (status) dan kelompok (group).
2.1.3 JENIS – JENIS MEDIA SOSIAL
Andreas M Kaplan dan Michael Haenlein membuat klasifikasi untuk berbagai jenis media sosial yang ada berdasarkan ciri-ciri penggunaannya (Mulyati et al., 2014), yaitu :
a. Proyek kolaborasi website, di mana penggunanya diizinkan untuk dapat mengubah, menambah, atau pun membuang konten-konten yang termuat di website tersebut, seperti Wikipedia.
b. Blog dan microblog, di mana pengguna mendapat kebebasan dalam mengungkapkan suatu hal di blog itu, seperti perasaan, pengalaman, pernyataan, sampai kritikan terhadap suatu hal, seperti Twitter.
c. Konten atau isi, di mana pengguna di website ini saling membagikan konten-konten multimedia, seperti e-book, video, foto, gambar, dan lain - lain seperti Youtube.
d. Situs jejaring sosial, di mana pengguna memperoleh izin untuk terkoneksi dengan cara membuat informasi yang bersifat pribadi, kelompok atau sosial sehingga dapat terhubung atau diakses oleh orang lain, seperti misalnya Facebook.
e. Virtual game world, di mana pengguna melalui aplikasi 3D dapat muncul dalam wujud avatar-avatar sesuai keinginan dan kemudian berinteraksi dengan orang lain yang mengambil wujud avatar juga layaknya di dunia nyata, seperti game online.
f. Virtual social world, merupakan aplikasi berwujud dunia virtual yang memberi kesempatan pada pengguna nya berada dan hidup di dunia virtual untuk berinteraksi dengan yang lain. Virtual social world ini tidak jauh berbeda dengan virtual game world, namun lebih bebas terkait dengan berbagai aspek kehidupan, seperti Second Life.
2.1.4 DAMPAK PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL 1. Dampak Positif Penggunaan Media Sosial
Menurut Cahyono (2016), dampak positif media sosial, yaitu :
a. Memudahkan kita untuk berinteraksi dengan banyak orang. Dengan media sosial, kita dapat dengan mudah berinteraksi dengan siapa saja termasuk artis favorit kita yang juga menggunakan media sosial terkenal seperti Facebook dan Twitter.
b. Memperluas pergaulan Media sosial membuat kita bisa memiliki banyak koneksi dan jaringan yang luas. Tentu saja hal ini berdampak positif bagi orang yang ingin mendapatkan teman atau pasangan hidup dari tempat yang jauh atau negara asing.
c. Jarak dan waktu bukan lagi masalah. Di era media sosial seperti sekarang ini, hubungan jarak jauh bukan lagi halangan besar karena kita tetap dapat berinteraksi dengan orang lain kapan saja walaupun dipisahkan oleh jarak yang cukup jauh.
d. Lebih mudah dalam mengekspresikan diri. Media sosial memberikan sarana baru bagi manusia dalam mengekspresikan diri. Orang biasa, orang pemalu, atau orang yang selalu gugup mengungkapkan pendapat di depan umum akhirnya mampu menyuarakan diri mereka secara bebas.
e. Penyebaran informasi dapat berlangsung secara cepat. Dengan media sosial, siapapun dapat menyebarkan informasi baru kapan saja, sehingga orang lain juga dapat memperoleh informasi yang tersebar di media sosial kapan saja.
f. Biaya lebih murah. Bila dibandingkan dengan media lainnya, maka media sosial memerlukan biaya yang lebih murah karena kita hanya perlu membayar biaya internet untuk dapat mengakses media sosial.
2. Dampak Negatif Penggunaan Media Sosial
Menurut Cahyono (2016), dampak negatif media sosial, yaitu :
a. Menjauhkan orang-orang yang sudah dekat dan sebaliknya. Orang yang terjebak dalam media sosial memiliki kelemahan besar yaitu berisiko mengabaikan orang-orang di kehidupannya sehari-sehari.
b. Interaksi secara tatap muka cenderung menurun, karena mudahnya berinteraksi melalui media sosial, maka seseorang akan semakin malas untuk bertemu secara langsung dengan orang lain.
c. Membuat orang-orang menjadi kecanduan terhadap internet, dengan kepraktisan dan kemudahan menggunakan media sosial, maka orang-orang akan semakin tergantung pada media sosial dan pada akhirnya akan menjadi kecanduan terhadap internet.
d. Rentan terhadap pengaruh buruk orang lain, seperti di kehidupan sehari- hari, jika kita tidak menyeleksi orang-orang yang berada dalam lingkaran sosial kita, maka kita akan lebih rentan terhadap pengaruh buruk.
e. Masalah privasi, dengan media sosial apapun yang kita unggah bisa dengan mudah dilihat oleh orang lain. Hal ini tentu saja dapat membocorkan masalah-masalah pribadi kita. Oleh karena itu, sebaiknya tidak mengunggah hal-hal yang bersifat privasi ke dalam media sosial.
f. Menimbulkan konflik, dengan media sosial siapapun bebas mengeluarkan pendapat, opini, ide gagasan dan yang lainnya, akan tetapi kebebasan yang berlebihan tanpa ada kontrol sering menimbulkan potensi konflik yang akhirnya berujung pada sebuah perpecahan.
2.1.5 DEFINISI INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL
Intensitas penggunaan media sosial menurut Ajzen (dalam Manullang, 2017) intensitas merupakan suatu usaha seseorang atau individu dalam melakukan tindakan tertentu. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa intensitas penggunaan media sosial adalah suatu sikap atau keadaan yang ditunjukkan dengan aktifitas dalam menggunakan atau mengakses media online yang berfungsi atau
bermanfaat untuk memfasilitasi penggunanya dalam melakukan hubungan serta interaksi sosial dengan pengguna lainnya (Manullang, 2017).
2.1.6 PENGUKURAN INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL Intensitas penggunaan media sosial dapat diukur menggunakan kuesioner, seperti Facebook Intensity (FBI) scale, Multi-diension Facebook Intensity Scale (MFIS) dan Social Network Time Use Scale (SONTUS). Pada penelitian ini kuesioner yang digunakan adalah Social Network Time Use Scale (SONTUS).
Kuesioner ini dikembangkan oleh Olufadi (2015) untuk menilai waktu yang dihabiskan pada media sosial. SONTUS terdiri dari 29 item pertanyaan yang dikelompokkan menjadi lima komponen. Empat komponen diantaranya digunakan untuk menilai penggunaan media sosial pada keadaan atau konteks yang berbeda yaitu penggunaan saat relaksasi dan waktu luang, penggunaan terkait kegiatan akademik, penggunaan di tempat umum, penggunaan saat stres, dan satu komponen lainnya menunjukan motivasi atau alasan penggunaan media sosial. Kuesioner SONTUS menginterpretasikan intensitas penggunaan media sosial menjadi rendah, rata – rata, tinggi dan sangat tinggi. Kuesioner ini juga sudah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bahasa Universitas Sebelas Maret dan telah diuji validitas dan realibilitasnya (Sigerson dan Cheng, 2018 ; Fadhly, 2019 ; Nasution, 2020).
2.2 COMPUTER VISION SYNDROME (CVS)
2.2.1 DEFINISI COMPUTER VISION SYNDROME (CVS)
American Optometric Association (AOA) mendefinisikan Computer Vision Syndrome sebagai kumpulan gejala yang terjadi pada mata yang disebabkan oleh penggunaan komputer, tablet, handphone atau alat elektronik lainnya dalam waktu yang cukup lama. Menurut Occupational safety and health administration (OSHA)
mendefinisikan computer vision sydrome sebagai keluhan mata dan penglihatan kompleks yang dialami ketika menggunakan komputer.
2.2.2 ETIOLOGI COMPUTER VISION SYNDROME (CVS)
Penyebab Computer Vision Syndrome adalah multi faktor. Tidak ada yang dapat menjelaskan penyebab pasti terjadinya Computer Vision Syndrome dikarenakan banyak faktor yang berperan dalam kejadian Computer Vision Syndrome diantaranya faktor individual, faktor lingkungan dan faktor komputer, (Nopriadi et al., 2019).
2.2.3 PATOFISIOLOGI COMPUTER VISION SYNDROME (CVS)
Pekerjaan visual dengan komputer menuntut gerakan mata yang akurat, pemfokusan dan penyelarasan, yang melibatkan aktivitas otot secara terus menerus.
Karakter pada layar komputer terdiri dari titik-titik kecil yang disebut piksel. Setiap piksel cerah pada bagian tengahnya dan berangsur buram pada tepi luarnya. Hal ini menyebabkan karakter elektronik memiliki tepi yang buram dibandingkan dengan huruf pada kertas. Selanjutnya membuat mata sangat sulit untuk mempertahankan fokus pada karakter piksel sehingga mata gagal mempertahankan fokus dan akhirnya mata akan fokus di belakang layar. Hal ini disebut sebagai Resting Point of Accomodation (RPA) atau fokus gelap. Oleh karena itu, mata terus - menerus pada kondisi RPA dan mata akan berusaha memfokuskan kembali ke layar sehingga menyebabkan ketegangan dan kelelahan mata (Akinbinu et al., 2014).
2.2.4 FAKTOR RISIKO COMPUTER VISION SYNDROME (CVS)
Parihar et al (2016) membagi faktor risiko Computer Vision Syndrome (CVS) dalam 3 kelompok, yaitu faktor lingkungan dan pola penggunaan, faktor individu, dan faktor peralatan.
1. Faktor Lingkungan dan Pola Penggunaan a. Pencahayaan Sekitar
Salah satu faktor lingkungan terpenting yang dapat mempengaruhi penglihatan dalam penggunaan komputer adalah pencahayaan.
Pencahayaan yang terang di bidang visual perifer dapat menyebabkan silau dan ketidaknyamanan pada mata. Masalah ini dapat diatasi dengan desain dan penataan area tempat komputer yang tepat. Jumlah cahaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan komputer dan untuk tugas kantor lainnya seperti membaca, menulis, dan lainnya berbeda. Pekerja berusia di atas 50 tahun membutuhkan dua kali tingkat cahaya pada dewasa muda untuk pekerjaan komputer yang nyaman. Kecerahan layar dan ruang kerja harus seimbang. Warna karakter komputer mungkin juga berperan dalam mempengaruhi penglihatan. Karakter hitam dengan latar belakang putih atau sebaliknya telah diamati lebih mudah dilihat daripada melihat karakter berwarna (Munshi et al., 2017).
b. Refleksi pada Layar
Objek di sekitar area unit tampilan visual (visual display unit; VDU) menghasilkan gambar mereka di layar dalam bentuk pantulan. Refleksi yang dihasilkan di atas teks menghasilkan beberapa formasi gambar di layar yang mulai berperilaku seperti cermin, setiap gambar memiliki kedalaman dan fokus yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan kebingungan dengan banyak usaha fokus dan tidak fokus saat membaca dari VDU (Parihar et al., 2016).
c. Durasi Penggunaan
Dampak durasi penggunaan yang tinggi telah ditemukan dalam berbagai penelitian. Tooming et al. dan Shimai et al. (dalam Parihar et al., 2016) mengkonfirmasi fakta bahwa durasi penggunaan yang panjang pada VDU menyebabkan lebih banyak keluhan visual. Bekerja lebih dari 8 jam per hari di VDU juga telah diidentifikasi sebagai faktor risiko mata kering terkait VDU (Parihar et al., 2016).
d. Lingkungan Mikro
Faktor - faktor seperti kelembaban relatif rendah (<40%), suhu tinggi dan aliran udara untuk meningkatkan gangguan penguapan film air mata prekornea, menghasilkan hiperosmolaritas dan ketidaknyamanan mata, faktor lain yang dapat mempengaruhi atau memperburuk gejala mata di tempat kerja dalam ruangan termasuk debu, serbuk sari , aerosol, hasil pembakaran atau senyawa kimia yang mengiritasi yaitu campuran oksidasi yang dibentuk oleh interaksi antara ozon dan alkena pada kelembaban relatif rendah (Parihar et al., 2016).
2. Faktor Individu a. Usia
Produksi air mata biasanya menurun seiring bertambahnya usia.
Meskipun mata kering dapat terjadi pada semua usia baik pada pria maupun wanita, wanita pasca menopause merupakan kelompok individu yang paling terpengaruh oleh mata kering (Blehm et al., 2005).
b. Jenis Kelamin
Prevalensi mata kering sedikit lebih besar pada wanita dibandingkan pria (Blehm et al., 2005). Dalam sebuah studi investigasi kesehatan epidemiologi oleh Knave et al. (di dalam Parihar et al., 2016) menemukan bahwa wanita secara umum memiliki lebih banyak gejala sehubungan dengan gangguan mata, muskuloskeletal dan kulit yang dikaitkan dengan penggunaan VDU yang berkepanjangan (Parihar et al., 2016).
c. Ametropia
Kewajiban upaya akomodatif di antara pengguna VDU dengan presbiopia meningkatkan tekanan pada mereka yang sudah memiliki sedikit kemampuan akomodatif. Presbiopia sendiri telah diidentifikasi sebagai faktor penting yang terkait dengan tingginya insiden astenopia. Ditemukan Juga bahwa bahkan sejumlah kecil kesalahan refraksi yang sama dengan atau lebih 0,5D miopia, hiperopia atau astigmatisma meningkatkan ketidaknyamanan subjek dengan penggunaan VDU. Menurut studi secara
objektif, peningkatan yang signifikan dalam amplitudo, kecepatan dan waktu akomodasi dan relaksasi ditemukan yang mungkin menjelaskan pengurangan yang signifikan dari gejala aestenopia subjektif (Parihar et al., 2016).
3. Faktor Peralatan a. Jarak dan Sudut VDU
Ketidaksesuaian mengatur tinggi dan kemiringan VDU secara signifikan berkorelasi dengan kelelahan visual subjektif dan aestenopia (Parihar et al., 2016). Jarak dan sudut pandang yang tidak tepat dapat menimbulkan postur tubuh yang tidak sehat selama bekerja di VDU. Arah pandangan dapat mempengaruhi fokus mata dan akomodasi. Sudut pandang yang lebih tinggi pada terminal komputer mengurangi amplitudo akomodasi sehingga menempatkan lebih banyak tekanan pada mekanisme fokus mata. Saat arah pandangan bergerak ke bawah, otot mata cenderung tidak terlalu tegang. Oleh karena itu, akan ideal untuk mempertahankan pandangan ke bawah sekitar 15 derajat saat melihat layar komputer Bagian atas layar harus pada dasarnya berada di bawah level horizontal mata dan miring ke belakang 10-20º dari pengguna (Munshi et al., 2017).
b. Resolusi Layar,Latar Belakang dan Warna Huruf
Dalam studi eksperimental mereka, Ziefle (di dalam Parihar et al., 2016) menemukan bahwa akurasi dan kecepatan membaca secara signifikan lebih banyak saat membaca dari kertas (255 dpi) dibandingkan dengan teks resolusi rendah 60 dan 120 dpi pada VDU. Resolusi layar yang lebih tinggi meningkatkan kualitas gambar yang dirasakan dan pada gilirannya meningkatkan kenyamanan dan kecepatan membaca secara bersamaan. Tampilan teks gelap pada format background terang pada layar monitor laptop lebih nyaman untuk dilihat dan dibaca. Kombinasi warna kontras merupakan kombinasi yang paling mudah dibaca dan disukai untuk layar monitor (Parihar et al., 2016).
2.2.5 COMPUTER VISION SYNDROME (CVS)
Keluhan utama yang dialami oleh pengguna VDU meliputi ketegangan mata, sakit kepala, penglihatan kabur, kebutaan sementara, nyeri leher dan bahu. Blehm dan rekannya, mengklasifikasikan gejala CVS menjadi empat jenis yaitu visual, gejala yang terkait permukaan okuler, astenopia dan ekstraokuler. Sejauh mana seseorang dapat mengalami gejala-gejala ini sangat bergantung pada kemampuan visualnya dalam kaitannya dengan tuntutan visual dari tugas yang sedang dilakukan. Kebutaan sementara diperkirakan disebabkan oleh pemutihan pigmen foto di retina dan pergeseran cepat dari adaptasi cahaya ke adaptasi gelap dan sebaliknya. Penglihatan yang tidak dikoreksi, desain komputer yang buruk, dan ergonomi tempat kerja dan tugas visual yang sangat menuntut semuanya dapat berkontribusi pada perkembangan gejala dan keluhan visual (Munshi et al., 2017).
Gejala Computer Vision Syndrome dikategorikan menjadi empat kategori:
1. Gejala Astenopia
Gejala astenopia terdiri dari mata lelah, mata tegang, mata terasa sakit, mata kering, dan nyeri kepala. Beberapa penelitian menyatakan bahwa mata lelah menjadi salah satu gejala dominan dari Computer Vision Syndrome, di antaranya penelitian oleh Bhanderi et al., terhadap operator komputer di Delhi yang menyatakan 46,3% responden mengalami mata lelah dengan kejadian lebih banyak pada perempuan meskipun tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Kejadian mata lelah berasosiasi secara signifikan dengan usia saat menggunakan komputer, adanya kelainan refraksi, jarak penglihatan, posisi layar monitor terhadap mata, penggunaan layar anti glare, dan penyesuaian terhadap kontras dan kecerahan layar monitor (Affandi, 2005).
2. Gejala yang Berkaitan dengan Permukaan Okuler
Pengguna komputer sering melaporkan keluhan mata kering, terbakar, tidak nyaman, atau berat setelah waktu yang lama. Mata pengguna bahkan mungkin menangis dalam upaya memulihkan keseimbangan bahan kimia
yang tepat dan melumasi serta membasahi permukaan okuler dengan benar.
Mata kering dapat menjadi penyebab utama kelelahan mata, seperti yang dialami saat menggunakan VDU saat kecepatan berkedip berkurang dan luas permukaan mata yang terpapar berkurang, menyebabkan mata kering.
Laju kedip menurun lebih jauh dalam lingkungan gelap yang sulit untuk dibaca, dan bahwa pengeringan yang dipercepat mungkin menyebabkan kelelahan (Blehm et al., 2005).
3. Gejala Visual
Gejala visual terdiri dari penglihatan kabur, penglihatan ganda, presbiopia, kesulitan dalam memfokuskan penglihatan. Penglihatan kabur merupakan gejala yang banyak dikeluhkan oleh pekerja komputer.
Presbiopia merupakan suatu keadaan akibat berkurangnya kemampuan akomodasi lensa dan pada umumnya dialami oleh seseorang yang telah berusia 40 tahun. Pekerjaan dengan menggunakan komputer dapat menyebabkan presbiopia muncul pada usia lebih muda karena terjadi perubahan kemampuan akomodasi yang berusaha menyesuaikan kebutuhan melihat monitor dalam jarak dekat. Gejala visual yang lain adalah kesulitan dalam memfokuskan penglihatan, yang menurut hasil penelitian oleh Cabrera et al., prevalensinya cukup tinggi (45,1%). Gejala tersebut berkorelasi sangat kuat dengan lama bekerja di depan komputer sehari dan lama bekerja di kantor (Affandi, 2005).
4. Gejala Ekstaokuler
Gejala ekstraokuler terdiri dari nyeri bahu, nyeri leher, dan nyeri punggung studi oleh Talwar et al., mengenai kelainan visual dan muskuloskeletal pada pekerja komputer mendapatkan gejala muskuloskeletal, seperti nyeri leher, yang merupakan keluhan terbanyak (48,6%), nyeri punggung bawah (35,6%), dan nyeri bahu (15,7%) (Permana et al., 2015).
2.2.6 PENANGANAN COMPUTER VISION SYNDROME (CVS)
1. Mata Kering
Mata kering dianggap sebagai etiologi yang signifikan dari Computer Vision Syndrome, dengan faktor - faktor seperti karakteristik berkedip yang berubah, pengaruh lingkungan dan sudut pandang yang dianggap relevan dengan kekeringan dengan penggunaan perangkat digital. Lingkungan yang memiliki kelembapan rendah, kipas ventilasi, pendingin ruangan dan partikel debu di udara, yang dapat meningkatkan pengeringan kornea. Layar komputer desktop sering dilihat dalam pandangan horizontal, sehingga bukaan palpebral lebih lebar daripada saat membaca secara konvensional yang biasanya dilakukan dengan gerakan menghadap ke bawah, akibatnya area permukaan mata yang lebih besar terkena efek penguapan selaput air mata. Penggunaan tetes mata pelumas telah terbukti mengurangi gejala seperti kelelahan, kekeringan dan kesulitan fokus selama penggunaan komputer, meskipun gejala tidak dapat sembuh total. Sebuah studi terkontrol secara acak terhadap 478 pengguna komputer yang bergejala (>
3 jam per hari) menunjukkan efek menguntungkan dari suplementasi makanan dengan asam lemak omega-3 pada tanda dan gejala mata kering, dengan 70% pada kelompok pengobatan bebas dari gejala setelah 3 bulan.
Pelatihan berkedip mungkin membantu dalam pengelolaan gejala CVS yang terkait dengan mata kering (Sheppard dan Wolffsohn, 2018).
2. Gangguan Refraksi dan Presbiopia
Koreksi kelainan refraksi (terutama astigmatisma) dan presbiopia merupakan intervensi penting pada penderita Computer Vision Syndrome.
Variasi jarak kerja yang terlibat dalam penggunaan perangkat digital yang berbeda dapat menjadi masalah bagi individu yang membutuhkan penglihatan dekat. Font kecil biasa terjadi pada ponsel cerdas karena ukuran layar yang diperkecil, dan jarak kerja rata-rata 32,2 cm pada orang dewasa yang melakukan tugas ponsel cerdas berbasis web, yang dapat berkurang
selama dipandang dalam waktu yang lama. Jarak pandang minimum 500–
635 mm telah direkomendasikan untuk monitor komputer, sementara jarak kerja sekitar 500 mm, atau lebih kecil sesuai dengan bertambahnya usia sesuai untuk e-reader. Kacamata komputer, dengan lensa progresif yang dirancang untuk mengoptimalkan penglihatan, dapat mengurangi gejala pada pengguna komputer presbiopia lebih besar daripada intervensi ergonomis, sementara studi tahun 2004 menunjukkan bahwa selama periode 12 bulan, beberapa desain lensa komputer memberikan kepuasan yang lebih besar dan evaluasi subjektif yang lebih baik dari bidang penglihatan yang jelas daripada kacamata penglihatan tunggal (Sheppard dan Wolffsohn, 2018). Computer Vision Syndrome diperburuk oleh kondisi mata, dan oleh karena itu, perawatan mata yang tepat sangat penting untuk penanganan Computer Vision Syndrome. Kacamata komputer memberikan koreksi yang sesuai untuk jarak pandang dan sudut yang dibutuhkan di area penggunaan komputer, dan telah ditemukan untuk meredakan gejala (Coles-Brennan et al., 2019).
2.2.7 PENGUKURAN COMPUTER VISION SYNDROME (CVS)
Instrumen yang digunakan sebagai alat ukur Computer Vision Syndrome pada penelitian ini adalah kuesioner Computer Vision Syndrome Questionnaire (CVS- Q) yang dirancang dan divalidasi oleh Seguí et al (2015) dan sudah diterjemahkan oleh Arjuna (2019), digunakan untuk mengukur gejala okular dan visual yang dirasakan selama atau segera setelah menggunakan komputer. Kuesioner ini dikelola untuk mengevaluasi frekuensi (tidak pernah, kadang kadang, sering/selalu) dan intensitas (sedang atau intens) dari 16 gejala, yaitu : terbakar, gatal-gatal, perasaan benda asing, berair, berkedip berlebihan, mata merah, kering, penglihatan kabur, penglihatan ganda, kesulitan fokus untuk penglihatan dekat, peningkatan kepekaan terhadap cahaya, lingkaran cahaya berwarna disekitar objek, perasaan bahwa penglihatn memburuk, dan sakit kepala. Subjek dengan hasil skor 6 atau lebih di klasifikasikan menderita CVS (Seguí et al.,2015 ; Theresa 2021 ).
2.3 PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL TERHADAP CVS
Selain memberikan dampak positif bagi penggunanya, media sosial juga dapat memberikan dampak negatif. Dampak negatif tersebut dapat disebabkan karena ketidakmampuan penggunanya mengontrol penggunaan media sosial (Davis, 2001), sehingga waktu dalam penggunaan media sosial akan meningkat dan menimbulkan intensitas penggunaan media sosial yang tinggi. Ketika menggunakan media sosial maka mata akan tertuju pada layar gadget baik berupa komputer, smartphone, tablet dan lain sebagainya. Menurut Akinbinu & Mashalla (2013) semakin lama durasi penggunaan dari gadget dalam satu hari maka berbanding lurus dengan banyaknya gejala yang akan dirasakan terkait dengan CVS. Hasil penelitian Agaarwal et al, menunjukkan durasi paparan 6 jam di depan layar monitor mengakibatkan lebih banyak keluhan terkait CVS (Puspita et al., 2020). Hampir setiap perangkat digital, serta perlengkapan dan peralatan pemancar cahaya termasuk lampu neon, memiliki LEDs yang memancarkan blue light.
Penelitian yang muncul menunjukkan paparan kumulatif dan konstan dari blue light yang dipancarkan dari layar perangkat dapat merusak sel retina. Panjang gelombang dalam bagian biru-ungu dari spektrum cahaya yang dianggap berpotensi paling berbahaya bagi sel retina berkisar 415 hingga 455 nm, dan sebagian besar perangkat kita memancarkan blue light yang tinggi, biasanya di sekitar panjang gelombang mulai dari 400 nm (The Vision Council, 2016). Kebanyakan individu berkedip normalnya sebanyak 10-15 kali per menit. Studi sudah menunjukkan bahwa penurunan berkedip pada layar monitor berkontribusi pada kualitas film air mata yang buruk dan tekanan pada kornea, hal ini menyebabkan mata menjadi kering (Blehm et al., 2005). Penurunan angka berkedip terhapad layar monitor telah diobservasi pada banyak studi bahwasanya relevan dengan keluhan mata pada computer vision syndrome (Sheppard dan Wolffsohn, 2018). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muchtar et al, terdapat 226 dari 306 mahasiswa Fakultas Kedokteran yang mengalami keluhan CVS, dengan keluhan terbanyak yaitu mata kering dan mata lelah.
2.4 KERANGKA TEORI
Intensitas penggunaan media sosial
Sangat tinggi
Rendah Rata – rata Tinggi
Penggunaan perangkat digital
Faktor lngkungan dan penggunaan
Pencahayaan area sekitar
Refleksi di layar
Lama penggunaan
Ligkungan mikro
Faktor individu
Usia
Jenis kelamin
Ametropia
Faktor peralatan
Jarak dan sudut VDU
Resolusi layar,latar belakang dan warna huruf
Astenopia (mata lelah, mata tegang, sakit kepala)
Berkaitan dengan permukaan okuler (mata berair, mata kering, mata teriritasi)
Visual (penglihatan kabur,
mata sulit untuk fokus)
Ekstraokuler (nyeri leher,nyeri
bahu)
Computer Vision Syndrome
2.5 KERANGKA KONSEP
Variable Independen Variebel Dependen
2.6 HIPOTESIS
Hipotesis penelitian ini yaitu terdapat pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap computer vision syndrome pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018.
Computer Vision Syndrome Intensitas Penggunaan
Media Sosial
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain penelitian cross-sectional. Untuk mengetahui pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap computer vision syndrome pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018.
3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai November 2021 secara online dengan memberikan kuesioner kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018.
3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria subjek penelitian.
Adapun kriteria inklusi penelitian adalah sebagai berikut :
a. Terdaftar sebagai mahasiswa aktif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Semester 6 tahun ajaran 2021.
b. Menggunakan media sosial/menggunakan setidaknya satu akun media sosial aktif.
c. Tidak sedang mengalami penyakit mata seperti infeksi mata, glaukoma, penyakit retina dan sebagainya, kecuali gangguan refraksi.
d. Aktif menggunakan media sosial sama dengan atau lebih dari 3 jam per hari.
Maka besar sampel pada penelitian ini adalah seluruh subjek yang memenuhi kriteria subjek pada populasi. Jumlah populasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018 adalah 254 orang.
3.4 METODE PENGUMPULAN DATA 3.4.1 Data Primer
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang dikumpulkan oleh penelitinya sendiri dengan menggunakan kuesioner.
Pengisian kuesioner oleh subjek dilakukan secara online oleh peneliti terhadap sampel penelitian.
3.5 DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional variabel-variabel pada penelitian ini dapat diperhatikan pada tabel.
Tabel 31 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Alat ukur Cara Ukur
Hasil ukur Skala
1 Intensitas penggunaan media sosial
- Intensitas sikap atau keadaan yang ditunjukkan dengan aktifitas dalam menggunakan atau
Social Network Time Use Scale (SONTUS)
Mengisi kuesioner
1. Penggunaan rendah (5-9) 2. Penggunaan
rata-rata (10- 14)
3. Penggunaan tinggi (15-19)
Ordinal
mengakses media sosial - Media sosial merupakan situs jaringan sosial di internet yang digunakan untuk menjalin interaksi sosial dalam jaringan
4. Penggunaan sangat tinggi (>19)
2 Computer
Vision Syndrome (CVS)
Kumpulan gejala yang terjadi pada mata yang disebabkan oleh penggunaan jangka panjang komputer, tablet, handphone atau alat elektronik lainnya
Computer Vision Syndrome Questionnaire (CVS-Q)
Mengisi kuesioner
Ya : skor ≥6 Tidak : skor <6
Ordinal
3.6 METODE ANALISA DATA 3.6.1 Analisa Data
a. Editing, adalah melakukan pengecekan kelengkapan identitas dan data responden pada formulir (kuesioner) serta memastikan bahwa semua jawaban telah terisi secara lengkap dan sesuai petunjuk.
b. Coding, adalah memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah proses analisis data.
c. Entry, adalah memasukkan data dari kuesioner ke dalam program statistik computer untuk mengolah data.
d. Cleaning, adalah mengecek atau memriksa kembali data yang telah dimasukkan untuk menghindari kesalahan yang mungkin terjadi.
e. Analysis, adalah menguraikan suatu hasil yang didapat dengan pengolahan menggunakan komputer dan dianalisis dengan uji statistik sehingga mudah untuk mengambill hasil.
3.6.2 Uji Univarat
Analisa univariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase hasil dari variabel independen yaitu intensitas penggunaan media sosial dan variabel dependen yaitu computer vision syndrome.
3.6.3 Uji Bivariat
Uji Kolmogorof-Smirnov dan uji Kruskal-Wallis H digunakan untuk melihat perbedaan jenis kelamin dan umur pada intensitas penggunaan media sosial dan computer vision syndrome.
Uji Somers’d digunakan untuk menguji ada atau tidaknya pengaruh antara variable independen yaitu computer vision syndrome, jika diperoleh p<0,05 maka terdapat pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap computer vision syndrome dan jika diperoleh p>0,05 maka tidak terdapat pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap computer vision syndrome dan untuk mengetahui tingkat kekuatan pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap computer vision syndrome dilihat nilai d dengan interpretasi, yaitu 0,00 - 0,199 = sangat lemah, 0,20 - 0,399 = lemah, 0,40 - 0,599 = sedang, 0,60 - 0,799 = kuat dan 0,80 - 1,00 = sangat kuat.
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini telah dilakukan dengan pengambilan data responden secara online. Responden penelitian mengisi kuesioner melalui google form secara online.
Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Juli hingga November 2021.
4.1 Intensitas Penggunaan Media Sosial berdasarkan Karakteristik Responden
Tabel 4. 1 Perbedaan jenis kelamin dan umur pada intensitas penggunaa media sosial
Karakteristik Intensitas penggunaan media sosial Total Nilai p Rendah Rata-rata Tinggi Sangat
tinggi Jenis kelamin
-Laki-laki -Perempuan
18 (30,0) 42 (70,0)
28 (34,5) 53 (65,4)
13 (31,7) 28 (68,2)
1 (10,0) 9 (90,0)
60 (31,3) 132 (68,8)
0,464
0,248 Total 60 (31,2) 81 (42,2) 41 (21,4) 10 (5,2) 192 (100)
Umur -19 -20 -21 -22 -24 -25
0 (0,0) 10 (16,6)
39 (65) 9 (15) 2 (3,3) 0 (0,0)
1 (1,2) 20 (24,6) 54 (66,6) 5 (6,1) 0 (0,0) 1 (1,2)
0 (0,0) 15 (36,5) 20 (48,7) 6 (14,6)
0 (0,0) 0 (0,0)
0 (0,0) 2 (20) 6 (60) 2 (20) 0 (0,0) 0 (0,0)
1 (0,5) 47 (24,5)
119 (62) 22 (11,5)
2 (1) 1 (0,5) Total 60 (31,2) 81 (42,2) 41 (21,3) 10 (5,2) 192 (100) Data dalam frekuensi (%)
Responden pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018 sebanyak 192 responden yang telah memenuhi kriteria inklusi sebagai subjek penelitian. Berdasarkan tabel 4.1 responden perempuan lebih banyak yaitu 132 orang (68,8%). dan mayoritas
responden berumur 21 tahun sebanyak 119 orang (62%). Berdasarkan hasil uji analisis, didapati adanya perbedaan yang tidak signifikan diantara jenis kelamin (p=0,464) dan umur (p=0,248) responden pada berbagai intensitas penggunaan media sosial. Asiatu dan Septadiyanto (2018) juga menemukan ada perbedaan jenis kelamin yang tidak signifikan pada intensitas penggunaan media sosial.
Berdasarkan tabel 4.1, mayoritas mahasiswa FK USU tahun masuk 2018 menggunakan media sosial dengan intensitas penggunaan media sosial rata-rata, yaitu sebanyak 81 orang (42,2%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2021) dimana intensitas penggunaan media sosial tertinggi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2017, 2018 dan 2019 terdapat pada kategori intensitas penggunaan media sosial rata-rata yaitu 38,4%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Parrella et al (2021) pada mahasiswa Fakultas Pertanian dan Ilmu Hayati yang berusia mulai dari 19 tahun hingga 25 tahun keatas di Texas yang mendapatkan penggunaan intensitas penggunaan media sosial terbanyak dengan kategori rata- rata.
4.2 Computer Vision Syndrome berdasarkan Karakteristik Responden
Tabel 4. 2 Perbedaan jenis kelamin dan umur pada computer vision syndrome
Karakteristik Computer Vision Syndrome Total Nilai p
Ya Tidak
Jenis kelamin -Laki-laki -Perempuan
37 (61,7) 83 (62,9)
23 (38,3) 49 (37,1)
60 (31,3) 132 (68,8)
0,872
Total 120 (62,5) 72 (37,5) 192 (100) Umur
-19 -20 -21 -22 -24 -25
1 (0,8) 25 (20,8) 77 (64,1) 15 (12,5) 1 (0,8) 1 (0,8)
0 (0,0) 22 (30,5) 42 (58,3) 7 (9,7) 1 (1,3) 0 (0,0)
1 (0,5) 47 (24,5)
119 (62) 22 (11,5)
2 (1) 1 (0,5)
0,869
Total 120 (62,2) 72 (37,5) 192 (100) Data dalam frekuensi (%)
Tabel 4.2 menunjukkan sebagian besar responden mengalami computer vision syndrome sebanyak 120 orang (62,5%), terbanyak diantaranya adalah perempuan 83 orang (62,9%). Harahap (2020) juga mendapatkan Sebagian besar responden penelitiannya mengalami computer vision syndrome (85,6%), terbanyak pada perempuan (62,9%). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmawaliputra dan dharmadi (2019) pada mahasiswa Universitas Udayana yang mendapati keluhan computer vision syndrome didapati lebih banyak pada wanita (83,3%).
Berdasarkan hasil uji analisa, tidak didapati adanya hubungan yang signifikan antara computer vision syndrome dengan jenis kelamin (p = 0,872). Hal ini sejalan dengan penelitian Pratiwi et al (2020) yang menemukan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan computer vision syndrome, walaupun prevalensi wanita lebih banyak mengalami computer vision syndrome dibandingkan dengan laki-laki.
4.3 Pengaruh Intensitas Penggunaan Media Sosial terhadap Computer Vision Syndrome
Tabel 4. 3 pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap computer vision syndrome pada mahasiswa FK USU tahun masuk 2018
Intensitas Penggunaan Media Sosial
Computer vision syndrome Nilai d Nilai p
ya tidak
n % n %
Rendah 28 46,7 32 53,3 0,206 0,012 Rata-rata 56 69,1 25 30,9
Tinggi 31 75,6 10 24,4 Sangat tinggi 5 50,0 5 50,0
Pada tabel 4.3 analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji Somers’d menunjukkan ada pengaruh intensitas penggunaan media sosial yang signifikan dan positif dengan nilai p = 0,012 (p>0,05) dan nilai d = 0,206 yang berada pada rentang 0,200 - 0,399 yang berarti lemah terhadap computer vision syndrome. Responden dengan intensitas penggunaan media sosial rendah, sebagian besar tidak mengalami computer vision syndrome sebanyak 32 orang (53,3%) sedangkan responden dengan intensitas penggunaan media sosial rata-rata, tinggi dan sangat tinggi
mengalami computer vision syndrome masing-masing berjumlah 56 orang (69,1%), 31 orang (75,6%) 5 orang (50,0%).
Berdasarkan tabel 4.3 sebagian besar responden menggunakan media sosial dengan intensitas penggunaan rata-rata. Responden penelitian merupakan kelompok mahasiswa yang merupakan kelompok masyarakat pengguna aktif media sosial sekaligus usia terbanyak pengguna media sosial (Aziz, 2020), demikian pula hasil survey pengguna media sosial mencapai persentase 89,7% pada kelompok mahasiswa yang mayoritas berusia 18-25 tahun (Handikasari et al., 2018 di dalam Aziz, 2020).
Peningkatan Intensitas penggunaan media sosial meningkatkan juga tatapan mata tertuju pada layar gadget baik berupa komputer, smartphone, tablet dan lain sebagainya. Menurut Akinbinu dan Mashalla (2013) apabila semakin lama durasi penggunaan dari gadget dalam satu hari maka hal tersebut berbanding lurus dengan banyaknya gejala yang akan dirasakan terkait dengan computer vision syndrome.
Hampir setiap perangkat digital, serta perlengkapan dan peralatan pemancar cahaya termasuk lampu neon, memiliki LEDs yang memancarkan blue light. Penelitian yang muncul menunjukkan paparan kumulatif dan konstan dari blue light yang dipancarkan dari layar perangkat dapat merusak sel retina (Theresa, 2021).
Penurunan berkedip pada layar monitor berkontribusi pada kualitas film air mata yang buruk dan tekanan pada kornea, hal ini menyebabkan mata menjadi kering (Blehm et al., 2005). Penurunan angka berkedip terhapad layar monitor telah diobservasi pada banyak studi bahwasanya relevan dengan keluhan mata pada computer vision syndrome (Sheppard dan Wolffsohn, 2018). Posisi yang salah dalam menggunakan gadget dapat menyebabkan sakit kepala dan nyeri pada leher diakibatkan ketegangan otot, posisi menggunakan gadget dengan berbaring cukup berisiko memudahkan mata lelah, tubuh tidak bisa relaksa karena otot mata akan menarik bola mata kearah bawah, mengikuti letak gadget, mata yang sering terakonmodasi dalam waktu lama akan cepat menurunkan kemampuan melihat (Sitompul et al., 2020). Sudut pandang yang paling ideal adalah posisi layar berada 10-20 derajat di bawah mata, jika sudut pandang lebih besar dari sudut ideal maka
pengguna komputer cenderung mengangkat kepalanya ke arah atas yang dapat menyebabkan tegang otot pada otot leher dan otot trapezius, serta mengurangi frekuensi berkedip dan produksi air mata (Darmawaliputra dan dharmadi, 2019).
Saat menatap layar gadget atau melakukan aktivitas berbasis layar lainnya untuk waktu yang lama, mata Anda didorong terus karena mereka terus-menerus memfokuskan kembali untuk memproses teks dan gambar. Ini selalu mempercepat penuaan mata Anda dan berdampak pada kesehatan penglihatan Anda dalam jangka panjang (London vision clinic, 2018).
National institute for occupational safety and health Amerika Serikat mengatakan sekitar 90% orang yang menghabiskan tiga jam atau lebih dalam sehari pada komputer dapat mengakibatkan computer vision syndrome (Beck, 2010 dalam Agusti et al., 2021). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agusti et al (2021) pada pegawai di kota Palembang, dari 82 sampel, menunjukkan bahwa pada pegawai yang mengalami kejadian computer vision syndrome dengan durasi penggunaan VDT (visual display terminal) berisiko (≥4 jam) sebanyak 44 orang, dan menyimpulkan terdapat hubungan antara durasi penggunaan VDT dengan kejadian computer vision syndrome, dan juga penelitian oleh Gayatri et al (2020) yang mendapati hubungan antara intensitas penggunaan gadget dengan keluhan computer vision syndrome pada siswa SMPN 4 Denpasar, serta penelitian oleh Kasim (2017) yang juga mendapati hubungan bermakna antara intensitas penggunaan smartphone dengan gejala computer vision syndrome pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin di Makassar.
Prevalensi computer vision syndrome mencapai 64-90% pada pengguna VDT dengan jumlah penderita di seluruh dunia diperkirakan sebesar 60 juta orang dan setiap tahun akan terus muncul 1 juta kasus baru (Amalia, 2018). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bustaman et al (2021) didapati 71% mengalami computer vision syndrome pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta yang menggunakan komputer untuk pembelajaran daring dan juga aktivitas sosial media, menonton film dan main
games. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2020) didapati mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang mengalami computer vision syndrome sebanyak 85,6%.
4.4 Keterbatasan Penelitian
Pengambilan atau pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan secara online dengan menjawab pertanyaan pada kuesioner dengan bantuan google form. Peneliti tidak bertemu secara langsung dengan responden untuk lebih intensif menjelaskan kuesioner dan tidak dilakukannya pemeriksaan mata terhadap responden untuk mendukung pengumpulan data karena dibatasi kebijakan selama pandemi Covid- 19. Hal ini memungkinkan terjadinya bias informasi yaitu recall bias (bias mengingat kembali) dari subjek penelitian yang terjadi karena kemampuan responden mengingat informasi paparan berbeda.
30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018 paling banyak menggunakan media sosial dengan intensitas penggunaan media sosial rata-rata (42%), dengan responden pengguna terbanyak adalah perempuan (65%) dan responden berusia 21 tahun (66%).
2. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018 yang mengalami computer vision syndrome berjumlah 62%, lebih banyak ditemukan pada responden perempuan (62%) dan responden berusia 21 tahun (64%).
3. Terdapat pengaruh signifikan intensitas penggunaan media sosial terhadap computer vision syndrome pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2018 dengan arah hubungan positif dan kekuatan hubungan yang lemah.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mahasiswa
Meningkatkan kesadaran dan pencegahan terhadap computer vision syndrome.
Meningkatkan kesadaran membatasi waktu penggunaan media sosial perharinya sesuai dengan kebutuhan.
2. Untuk Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Untuk Peneliti Selanjutnya
Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dilakukan pemeriksaan mata terhadap responden untuk mendukung mengumpulkan data.
Perlu dilakukan penelitian yang sama dan lebih lanjut dengan memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti pencahayaan, posisi, pekerjaan, jenis layar monitor serta waktu paparan layar.
DAFTAR PUSTAKA
Abudawood, G. A., Ashi, H. M. & Almarzouki, N. K. 2020, ‘Computer Vision Syndrome among Undergraduate Medical Students in King Abdulaziz University, Jeddah, Saudi Arabia’, Journal of Ophthalmology, 2020. doi:
10.1155/2020/2789376.
Affandi, S. E. 2005, ‘Sindrom Penglihatan Komputer’, Majalah Kedokteran Indonesia.
Agusti, M. S. et al 2021 ‘Hubungan Durasi Penggunaan Visual Display Terminal (VDT) dengan Kejadian Computer Vision Syndrome (CVS) pada Pegawai Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Palembang’, MPPKI (Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia): The Indonesian Journal of Health Promotion, 4(4), pp. 554-564. doi: 10.31934/mppki.v4i4.1952.
Akin, A. & Iskender, M. 2011, ‘Internet Addiction and Depression, Anxiety and Stress’, International online journal of education science.
Akinbinu, T. R. & Mashalla, Y. J. 2014, ‘Medical Practice and Review Impact of computer technology on health : Computer Vision Syndrome ( CVS )’, Academic Journals, pp. 20–30. doi: 10.5897/MPR.2014.0121.
Amalia, H. 2018, ‘Computer vision syndrome’, Jurnal Biomedika dan Kesehatan, 1(2), pp. 117–118. doi: 10.18051/JBiomedKes.2018.v1.117-118
American Optometric Association. ‘Computer Vision Syndrome’. Available at:
https://www.aoa.org/patients-and-public/caring-for-yourvision/protecting- your-vision/computer-vision-syndrome
Anjarwati, J. 2020. Media Sosial: Pengertian, Jenis, Fungsi, dan Contoh. Available at https://tekno.foresteract.com/media-sosial/ .
Arjuna, S. R. 2019, ‘Asosiasi Computer Vision Syndrome dengan Fungsi Atensi pada Karyawan Perusahaan’. Skripsi. Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Asiati, D. I. & Septadiyanto, S. 2019, ‘Karakteristik Pengguna Media Sosial’, Mbia, 17(3), pp. 25–36. doi: 10.33557/10.33557/mbia.v17i3.158.
Aziz, A. A. A. 2020, ‘Hubungan antara intensitas penggunaan media sosial dan tingkat depresi pada Mahasiswa’, Acta Psychologia, 2(2), pp. 92–107.