• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor risiko kanker serviks adalah hubungan seksual pada usia muda, hubungan seksual dengan banyak pasangan seksual, laki-laki berisiko tinggi, tembakau, kontrasepsi oral, supresi sistem imun, nutrisi, serta adanya penyakit hubungan seksual misalnya, trikomoniasis, cytomegalovirus (CMV) dan herpes simplex virus. Faktor risiko terakhir dan yang paling penting adalah infeksi HPV.

HPV masuk ke dalam famili papillomaviridae dan sekarang lebih dari 100 serotipe telah ditemukan. Adapun yang menyebabkan kanker serviks yaitu HPV berisiko tinggi seperti HPV 16 dan 18 (ACCP,2004).

Perempuan yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia<20 tahun lebih berisiko menderita kanker serviks. Hal tersebut karena pada periode dewasa muda proses metaplasia sel skuamosa sangat meningkat sehingga risiko terjadinya transformasi atipik skuamosa meningkat yang kemudian menjadi neoplasia intraepitel serviks (NIS). Berganti-ganti pasangan seksual meningkatkan risiko menderita kanker serviks. Apabila seseorang berganti pasangan seksual lebih dari 5 orang dalam 2 tahun terakhir, maka kemungkinan menderita kanker serviks meningkat sampai 12 kali lipat. Faktor risiko lain yang penting adalah hubungan seksual suami dengan pekerja seks komersial dan dari sumber itu membawa HPV kepada isterinya (Haverkos,2005).

Keterlibatan peran laki-laki terlihat dari korelasi kejadian kanker serviks dengan kanker penis. Konsep “laki-laki berisiko tinggi” sebagai vektor dari agen penyebab infeksi timbul karena meningkatnya kejadian tumor pada perempuan monogami yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak perempuan lain. Laki-laki yang tidak melakukan sirkumsisi juga dapat meningkatkan faktor risiko seorang perempuan terkena kanker serviks melalui mekanisme yang diduga berasal dari smegma yang terdapat pada prepusium laki-laki (Haverkos,2005).

Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko relatif seseorang menjadi 2 kali daripada orang normal.

Proses tersebut diduga karena regulasi transkripsi DNA virus dapat mengenali hormon dalam pil KB sehingga meningkatkan karsinogenesis virus.

Universitas Sumatera Utara

Hal ini disebabkan hormon dalam pil KB memiliki efek permisif terhadap pertumbuhan kanker serviks dengan meningkatkan proliferasi sel sehingga lebih rentan terhadap mutasi. Sebagai contoh, estrogen, yang bersifat anti apoptosis sehingga sel yang terinfeksi HPV akan berproliferasi terus-menerus. WHO juga melaporkan peningkatan risiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dari normal yang meningkat seiring dengan lamanya pemakaian (Haverkos,2005).

Kanker serviks juga meningkat pada keadaan supresi sistem imun pada pasien transplantasi ginjal dan HIV/AIDS.Terdapat hubungan antara defisiensi asam folat, vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol dengan peningkatan risiko kanker serviks.

Dengan berkurangnya antioksidan tubuh maka radikal bebas dengan mudah terbentuk dan semakin menginduksi proses karsinogenesis (Haverkos,2005).

Berdasarkan studi kasus-kontrol, wanita yang pernah tujuh kali hamil cukup bulan akan berisiko empat kali lipat sedangkan wanita dengan satu atau dua kali kehamilan akan berisiko dua kali lipat dibandingkan wanita nulipara. Sebuah teori mengatakan bahwa wanita tersebut harus melakukan hubungan seksual tanpa pengaman sehingga pajanan terhadap HPV meningkat, Selain itu, ketidakseimbangan hormon dan penurunan sistem imun selama kehamilan diduga mampu meningkatkan infeksi HPV dan pertumbuhan sel kanker.Tingkat sosio-ekonomi yang rendah juga merupakan faktor risiko terjadinya kanker serviks. Hal ini berkaitan dengan tingkat kesadaran untuk melakukan deteksi dini dan dipersulit dengan keterbatasan melakukan skrining dengan paps smear (Cuningham et al,2008).

2.8 DIAGNOSIS

Diagnosis kanker serviks ditegakkan melalui:

a. Anamnesis

Sebagian besar gejala kanker serviks pada wanita bersifat asimptomatik.

Jika timbul gejala, biasanya adalah lendir vagina yang berair dan berdarah.

Perdarahan yang intermiten juga muncul saat koitus atau membersihkan vagina.Nyeri punggung yang menjalar ke bagian belakang kaki dan edema pada ekstremitas disebabkan oleh kompresi saraf skiatik, limfa, vena, atau ureter.

Universitas Sumatera Utara

Jikaterjadi obstruksi ureter akan terdapat hidronefrosis dan uremia. Kemudian, jika tumor telah menginvasi kandung kemih dan rektum, akan timbul hematuria dan gejala fistula vesikovaginal atau rektovaginal (Cuningham et al, 2008).

b. Pemeriksaanfisik

Sebagian besar akan tampak normal. Namun, dalam tahapan lanjut, akan tampak pembesaran kelenjar getah bening inguinal dan supraklavikula, edema tungkai bawah, asites, dan penurunan suara paru mengindikasikan metastasis. Dengan spekulum, serviks tampak normal jika mikroinvasif.

Jika makroinvasif, tampak lesi yang membentuk massa polipoid, jaringan papiler, jaringan nekrotik, pertumbuhan ekso atau endofitik, ulserasi, dan serviks berbentuk tong (barrel-shaped cervix). Saat palpasi bimanual, teraba perbesaran uterus, ireguler, dan lunak akibat pertumbuhan dan invasi tumor. Pemeriksaan melalui vaginal dan rectal toucher juga dapat dilakukan untuk memeriksa apakah tumor telah menginvasi dinding posterior vagina, dinding pelvis,dan lain-lain (Cuningham et al,2008).

c. Pemeriksaanpenunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain paps smear yang merupakan pemeriksaaan primer untuk mendiagnosis kanker serviks.

Pemeriksaan penunjang lain dapat berupa kolposkopi dan biopsi serviks.

Jika ditemukan abnormalitas pada paps smear, dilakukan kolposkopi dimana semua zona yang abnormal diidentifikasi. Biopsi punch-cervical dan spesimen kerucut (conization) berupa stroma dimana keduanya mampu membedakan diferensiasi antara karsinoma invasif dan in situ (Cuningham et al,2008). Pemeriksaan IVA (inspeksi visual asam asetat) dapat pula dijadikan pemeriksaan penunjang dengan menggunakan larutan asam cuka (3-5%) dan larutan iodium lugol untuk melihat perubahan warna serviks setelah olesan dimana sel yang mengalami displasia memberikan gambaran acethowhile. Tidak direkomendasikan pada wanita pascamenopause karena zona transisional (lokasi rentan tumbuhnya kanker) terletak pada kanalis servikalis dan tidak tampak pada pemeriksaan inspikulo.

Universitas Sumatera Utara

Jika terdapat, area berwarna putih dan permukaannya meninggi dengan batas yang jelas maka hasil IVA positif. Meskipun mudah, murah,dan dapat dilakukan kapan saja (termasuk ketika menstruasi) pemeriksaan ini sangat bergantung pada kejelian pemeriksan (Cuningham et al, 2008).

Pemeriksaan Paps (Papanicolaou) Smear memiliki sensitivitas 50-80 persen untuk mendeteksi lesi derajat tinggi. Penggunaan paps smear untuk evaluasi lesi yang dicurigai tidaklah kuat sehingga dianjurkan untuk forsep biopsy Tischler atau kuret Kevorkian. Didapatkan hasil positif palsu 3-15%, dan negatif palsu 5-50% akibat pengambilan sediaan yang tidak adekuat.

Adapun cara pengambilan spesimen:

 Pasang spekulum cocor bebek untuk menampilkanserviks

 Spatula dengan ujung pendek diusap 3600 pada permukaanserviks.

 Usapkan spatula pada kaca benda yang telah diberi label sepanjang setengah panjang kaca benda dan usapkan sekalisaja.

 Spatula Ayre yang sudah dimodifikasi dapat mencapai sambungan skuamokolumner atau kapas lidi diusap 3600 kemudian diusap pada setengah bagian panjang kacasisanya.

 Masukkan segera ke dalam larutan fiksasi biasanya alkohol 95%

selama 30menit.

 Keringkan di udara lalu diwarnai dengan pewarnaan Papanicolaou.

Interpretasi hasil adalah sebagai berikut :

 Negatif: tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam satu tahunkemudian.

 Inkonklusif: sediaan tidak memuaskan yang mungkin karena fiksasi yang tidak baik, tidak ditemukan sel endoserviks, dan gambaran sel radang menutupi sel. Lakukan pemeriksaan setelah radang diobati dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

 Displasia: tampak sel diskariotik derajat ringan, sedang, hingga karsinoma in situ. Dalam hal ini, dibutuhkan konfirmasi dengan kolposkopi dan biopsy serta penanganan lebih lanjut dalam 6 bulan berikutnya.

 Positif: terdapat sel ganas dan harus dipastikan dengan biopsy yang dilakukan oleh ahlionkologi.

 HPV: dapat ditemukan pada sediaan negatif atau displasia. Dilakukan pemantauan ketat dengan konfirmasi kolposkopi dan ulangi pap smear.

Pemeriksaan radiologi juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang.

CT (Computed Tomography) scan sering digunakan untuk mengidentifikasi hidronefrosis, jauhnya metastasis, dan rencana pengobatan. Khususnya, CT scan sangat berguna dalam evaluasi nodus para-aorta limfatikus karena 100 persen spesifik dan 67 persen sensitif. Pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) membantu dalam menentukan staging khususnya ke ekstraservikal seperti parametrium, miometrium, dan invasi tulang servikal interna. Dalam hal ini, MRI sangat akurat dalam melokalisasi tumor dan memiliki sensitivitas yang lebih besar daripada CT scan untuk metastasis nodus para-aorta. Pemeriksaan PET (Positron Emission Topography) menggunaan radioisotope FDG (fluoro-2-deoksi-D- glukosa) yang menciptakan gambaran sesuai dengan metabolisme subtrat di dalam tubuh dapat mendeteksi metastasis nodus para-aorta dengan sensitivitas sebesar 78 persen (Cuningham et al,2008).

Universitas Sumatera Utara

Kejadian Kanker Serviks

Faktor Risiko : 1. Usia

2. Menikah atau hamil di usiamuda 3. Jumlah paritas

Klasifikasi Kanker Serviks

Berdasarkan derajat Berdasarkan Tipe

Histologi Berdasarkan stadium

Dokumen terkait