• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DENGAN DERAJAT HISTOPATOLOGI KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2019 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DENGAN DERAJAT HISTOPATOLOGI KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2019 SKRIPSI"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2019

SKRIPSI

Oleh : DEWA P.A

160100154

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

Universitas Sumatera Utara

(2)

HISTOPATOLOGI KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh : DEWA P.A

160100154

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

Universitas Sumatera Utara

(3)

i Universitas Sumatera Utara

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Hubungan Faktor Risiko Dengan Histopatologi Kanker Serviks Di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019” yang merupakan salah syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis dapat mendapat banyak dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar- besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K), yang banyak memberikan dukungan selama proses penyusunan skripsi.

2. Dosen pembimbing, dr. T. Ibnu Alferally, M.Ked(PA), Sp. PA (K), yang banyak memberikan arahan, masukan, ilmu, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sedemikian rupa.

3. Ketua Penguji, dr. Zulham, M.Biomed., Ph.D., dan Anggota Penguji, dr.

Jessy Chrestella, M.Ked(PA), Sp. PA (K), untuk setiap kritik dan sarat yang membangun selama proses pembuatan skripsi ini.

4. Dosen Pembimbing Akademik, dr. T. Ibnu Alferally, M.Ked (PA), Sp. PA (K) , yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi selama masa perkuliahan 7 semester.

5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan ilmu yang diberikan dari mulai awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh pihak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Kedua orang tua, Terbit Rencana P.A., S.E. dan Tiorita br Surbakti, S.H.

yang senantiasa memberikan rasa kebersamaan yang tidak pernah berhenti sampai penulis menyelesaikan skripsi ini. Kepada adik penulis, Ayu Jelita Br.

P.A atas dukungan moril, materi, kasih sayang, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

ii Universitas Sumatera Utara

(5)

8. Semua pihak yang mendukung, membantu, dan mendoakan penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi konten maupun cara penulisannya. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara terutama dalam bidang pendidikan khususnya ilmu kedokteran.

Medan, Januari 2021 Penulis,

Dewa P.A 160100154

iii Universitas Sumatera Utara

(6)

iv Universitas Sumatera Utara

(7)

4.4 Sampel Penelitian... 25

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 25

3.5.1 Kriteria Inklusi ... 25

3.5.2 Kriteria Eklusi ... 25

3.6 Variabel Penelitian ... 25

3.7 Definisi Operasional ... 26

3.8Jadwal Penelitian ... 28

3.9Biaya Penelitian ... 29

3.10 Pengumpulan Data ... 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 30

4.2 Deskripsi Karakteristik Sampel ... 30

4.3 Distribusi Frekuensi ... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN... 48

v Universitas Sumatera Utara

(8)

Halaman Gambar 2.1 Bagian Tuba Uterina dan Uterus. B Ostium Externum Cervix; (atas)

nullipara; (bawah) multipara ... 8

Gambar 2.2Gambaran Histologi Serviks ... 9

Gambar 2.3 Estimasi Insidensi Kanker Serviks di Dunia Tahun 2012 ... 12

Gambar 2.4 Estimasi Mortalitas Kanker Serviks di Dunia Tahun 2012 ... 12

Gambar 2.5 Peran HPV E6 dan E7 ... 13

Gambar 2.6 Patogenesis Kanker Serviks... 18

Gambar 2.7 Kerangka Teori Penelitian ... 27

Gambar 2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 28

vi Universitas Sumatera Utara

(9)

vii

Universitas Sumatera Utara

(10)

ABSTRAK

Latar Belakang. Kanker serviks adalah salah satu kanker penyebab utama kematian wanita di seluruh dunia.Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang dan berada pada urutan ke 10 di negara maju atau urutan ke 5 secara global.Di Indonesia kanker, serviks menduduki urutan pertama dari 10 kanker terbanyak yang ditemukan di 13 labarotorium patologi anatomi di Indonesia.

Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks terbesar di dunia. Tujuan.mengetahui hubungan faktor risiko dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019. Metode.Jenis penelitian ini adalah penelitian obeservasional analitik.Penelitian ini dilakukan di bagian Rekam Medis dan Departemen Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan.pada bulan Januari 2020 dengan jumlah sampel sebanyak 90 orang. Hasil.Berdasarkan usia paling banyak adalah dalam kategori 41-50 tahun (38%). Berdasarkan usia menikah paling banyak menikah > 20 tahun (51%). Berdasarkan paritas paling banyak dalam kategori multipara (73%). Berdasarkan pekerjaan paling banyak bekerja sebagai PNS (40%).Berdasarkan stadium paling banyak dijumpai pada stadium IIIB (31%).Berdasarkan derajat histopatologi paling banyak adalah Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma sebanyak 41 orang (45%). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor usia dengan derajat histopatologi Terdapat hubungan yang signifikan antara usia menikah dengan derajat histopatologi kanker serviks. Terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan derajat histopatologi kanker serviks Kesimpulan.Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor usia dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019. Terdapat hubungan yang signifikan antara usia menikah dan paritas dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H.

Adam Malik Medan Tahun2019.

Kata Kunci : Kanker Serviks, Histopatologis, Faktor Risiko

viii Universitas Sumatera Utara

(11)

ABSTRACT

Background. Cervical cancer is one of the leading causes of death of women throughout the world. Developing countries in the top rank in developing countries ranked 10th in developed countries or ranked 5th globally. In Indonesia, cervical cancer, the first of 10 most cancers found in 13 anatomical pathology labarotorium in Indonesia. According to the World Health Organization (WHO), Indonesia is the country with the largest number of cervical cancer sufferers in the world.

Purpose.Learn the relationship of risk factors with the degree of histopathology of cervical cancer at H. Adam Malik General Hospital Medan in 2019. Method.This type of research is analytical obeservational research. This research was conducted in the Medical Record and Anatomy Pathology Department of H. Adam Malik Hospital Medan. in January 2020 with a total sample of 90 people. Results. By age the most are in the 41-50 year category (38%). Based on the age of marriage, most married> 20 years (51%). Based on parity most in the multipara category (73%).Civil servants (40%). Based on stadiums, the highest number of stadiums is found in IIIB (31%). Based on the most histopathological degree is Non Keratinization Squamous Cell Carcinoma as many as 41 people (45%). There is no significant relationship between age factors with the degree of histopathology. There is a significant relationship between age and the degree of histopathology of cervical cancer. Significant relationship between parity and the degree of histopathology of cervical cancer Conclusions. There is no significant relationship between age factors with the degree of histopathology of cervical cancer in H. Adam Malik General Hospital Medan in 2019. There is a significant relationship between married age and parity with the histopathological degree of cervical cancer in H. Adam Malik General Hospital Medan2019.

Keywords: Cervical Cancer, Histopathology, Risk Factors

ix Universitas Sumatera Utara

(12)

1.1 LATARBELAKANG

BAB I PENDAHULUAN

Kanker serviks adalah salah satu kanker penyebab utama kematian wanita di seluruh dunia.Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang dan berada pada urutan ke 10 di negara maju atau urutan ke 5 secara global.Di Indonesia kanker, serviks menduduki urutan pertama dari 10 kanker terbanyak yang ditemukan di 13 labarotorium patologi anatomi di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks terbesar di dunia (Kemenkes, 2015).

Pada 2008, 275.000 kematian terjadi karena kanker serviks.Dari jumlah tersebut, 88% terjadi di negara berkembang. Di Asia, 159.800 kematian terjadi karena kanker serviks (Ferlay et al, 2010).

Jumlah kasus kanker serviks mulai meningkat di antara wanita berusia 20-29 tahun, mencapai puncak di antara, mereka yang berusia 55-64 tahun, dan menurun di antara wanita berusia di atas 65 tahun (Guidline Servical Cancer Screening, 2018).

Di India, satu dari limawanita didiagnosis menderita kanker serviks. India memiliki pasien kanker serviks terbanyak (Arulogun et al,2012)

Globocan International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2012 memperkirakan 528.000 kasus baru kanker serviks. Sebagian besar (sekitar 85%) dari beban global terjadi di daerah yang kurang berkembang yang menyumbang hampir 12% dari semua kanker pada wanita. Daerah yang berisiko tinggi, berdasarkan Age Standardized Rate (ASRs) lebih dari 30 per 100.000 populasi, adalah Afrika Timur (42,7), Melanesia (33,3), Afrika Selatan (31,5) dan Afrika Tengah (30,6). Jumlah terendah terdapat di Australia/Selandia Baru (5,5) dan di Asia Barat (4,4). Kanker serviks adalah kanker yang paling umum terjadi pada wanita di Afrika Timur dan Tengah (Globocan, 2012).

1 Universitas Sumatera Utara

(13)

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan, penyakit kanker serviks dan kanker payudara, merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia pada tahun 2013. Prevalensi kanker serviks sebesar 0,8‰ dan prevalensi kanker payudara sebesar 0,5‰. Jumlah penderita kanker serviks di Provinsi Sumatera Utara terus mengalami peningkatan. Tahun 2013 tercatat 475 kasus, tahun 2014 sebanyak 548 kasus dan tahun 2015 sebanyak 681 kasus dengan prevalensi 0,063 per 100.000 penduduk.Angka prevalensi kanker serviks di Kota Medan diperkirakan 0,028 per 100.000 penduduk, jumlah wanita penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk.Hal tersebut menunjukkan penyakit kanker serviks merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2016).

Faktor risiko yang diketahui untuk mengembangkan kanker serviks adalah human papilloma virus (HPV), status sosial ekonomi rendah, merokok, menikah sebelum usia 18 tahun, usia muda pada koitus pertama, banyak pasangan seksual, banyak pasangan seksual pasangan, dan banyak melahirkan anak. Faktor-faktor ini meningkatkan risiko mengembangkan kanker serviks.Sekarang telah terbukti bahwa HPV adalah faktor penyebab utama karsinoma serviks.HPV tipe 16, 18, 31, 33, dan 45 sebagian besar terkait dengan karsinoma invasif serviks. Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa peningkatan jumlah pasangan dan usia muda pada hubungan seksual pertama meningkatkan kemungkinan mengembangkan kanker serviks (Paul, 2011).

Tubuh manusia terdiri dari jutaan sel hidup. Sel-sel normal berkembang dan terus membelah untuk membuat sel-sel baru dan sel-sel mati dengan carayang teratur.

Sel normal membelah lebih cepat saat orang itu tumbuh.Selama tahun-tahun awal kehidupan seseorang, sel-sel normal membelah lebih cepat untuk memungkinkan orang itu tumbuh.Ketika seseorang menjadi dewasa, sebagian besar sel hanya membelah untuk mengganti sel yang sekarat.Kanker dimulai ketika sel-sel dalam tubuh mengalami pertumbuhan yang tidak terkendali.Serviks menghubungkan tubuh uterus ke vagina. Endoserviks adalah bagian serviks yang paling dekat dengan tubuh rahim.Bagian uterus yang paling dekat dengan vagina adalah eksoserviks. Kanker serviks dimulai pada sel-sel yang melapisi serviks, terutama bagianbawah rahim yang dikenal sebagai serviks uterus.

Universitas Sumatera Utara

(14)

Terutama ada dua jenis sel yang menutupi serviks, sel kelenjar dan sel skuamosa.Kedua jenis sel ini bertemu di suatu tempat yang disebut zona transformasi.

Lokasi zona transformasi berubah seiring bertambahnya usia seseorang, dan setelah melahirkan. Kanker serviks berasal dari zona transformasi.Sel normal tidak berubah menjadi sel kanker secara tiba-tiba; sel- sel normal serviks awalnya menjadi prekanker dan kemudian berubah menjadi kanker (American Cancer Society, 2015).

Kejadian kanker serviks dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor sosio demografi yang meliputi usia, status sosial ekonomi, dan faktor aktivitas seksual yang meliputi usia pertama kali melakukan hubungan seksual, pasangan seksual yang berganti-ganti, pasangan seksual yang tidak disirkumsisi, paritas, kurang menjaga kebersihan genital, merokok, riwayat penyakit kelamin, riwayat keluarga penderita kanker serviks, trauma kronis pada serviks, penggunaan pembalut, dietilstilbestrol (DES) serta penggunaan kontrasepsi oral (Kemenkes, 2015; CPDH, 2013).

Kashsyap et al, (2019) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kanker serviks dengan pendidikan, tempat tinggal, menggunakan kain pembalut tua, usia muda saat menikah, jumlah pasangan suami, mencuci alat kelamin setelah melakukan hubungan seksual, dan ketersediaan layanan kesehatan. Mandi harian dan selama menstruasi ditemukan menjadi faktor pencegah kanker serviks.Pemanfaatan layanan kesehatan dan adanya infeksi menular seksual menunjukkan hubungan yang signifikan dengan perkembangan kanker serviks (Kashsyap,2019).

Penelitian Kapeu dkk (2009) menunjukkan merokok merupakan faktor risiko independen untuk kanker/squamosal cell cancer pada wanita yang terinfeksi HPV onkogenik di Finland (Kapeau et al, 2009).Penelitian Louie dkk.menunjukan usia dini saat berhubungan seksual pertama kali dan kehamilan pertama meningkatkan risiko kanker serviks di Negara berkembang (Louie et al, 2009).

Menurut Prandana (2013) di RSUP Adam Malik Medan, bahwa jumlah pasien kanker serviks pada tahun 2013 sebanyak 367 orang. Berdasarkan umur, penderita

Universitas Sumatera Utara

(15)

kanker serviks paling banyak berada pada golongan umur 40-55 tahun (58,3%), seluruh penderita berstatus kawin (100%). Penderita kanker serviks lebih banyak dengan status pendidikan SMP-SMA (57,2%). Menurut paritas, yang paling sering menderita kanker serviks adalah 3-5 anak (56,1%). Keluhan utama yang paling banyak dialami penderita adalah perdarahan pervaginam (77,9%), sedangkan untuk stadium terbanyak berada pada stadium IIIb (39,5%) (Prandana, 2013).

Menurut Bahmanyara dkk (2012) di Eropa, menyimpulkan bahwa faktor risiko lain terkait dengan kejadian kanker serviks yaitu faktor infeksi, tidak serumah dengan pasangan, merokok, usia <15 tahun saat hubungan seksual pertama, berganti pasangan selama 12 bulan terakhir, pemakaian kontrasepsi hormonal dalam jangka waktu yang lama dan riwayat infeksi menular seksual (IMS) (Bahmanyara,2012).

Makuza dkk (2015) menyimpulkan terdapat pengaruh faktor risiko yang menyebabkan kanker serviks yaitu aktivitas seksual yang dilakukan pada umur kurang dari 20 tahun (OR = 1,75; 95% CI 1,01-3,03), dan wanita yang tidak menikah (OR=3,29,95%CI1.26-8.60) dan paritas(OR=0,4295%CI0,23-0,76) (Makuza,

2015).

Kanker serviks sangat lazim di masyarakat dan merupakan kanker paling umum kedua di antara wanita.Beberapa wanita kurang memiliki pengetahuan tentang faktor risiko dan skrining untuk kanker serviks.Wanita dengan sosial ekonomi rendah tidak menjalani skrining untuk kanker serviks (seperti tes Pap smear). Mereka kurang sadar akan layanan kesehatan ini, sementara beberapa mengabaikan gejala karena rasa malu menderia penyakit tersebut. Dengan demikian, mereka tidak melakukan skrining dan pengobatan (Kahsyiap,2019).

Cara mendiagnosis kanker serviks dilakukan penentuan derajat histopatologi yang merupakan hasil penilaian mikroskopis sel kanker berdasarkan jumlah sel yang mengalami mitosis, kemiripan bentuk sel ganas dengan sel asal, dan susunan homogenitas dari sel. Diagnosis kanker serviks yang telah ditegakkan berdasarkan penentuan derajat diferensiasi akan berguna untuk perencanaan pengobatan, dan

Universitas Sumatera Utara

(16)

sebagai sarana pertukaran informasi antar berbagai pusat pengobatan kanker (Purwanti et al, 2014; Agustina, 2015).

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk menganalisis hubungan faktor risiko dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas terdapat rumusan masalah bagaimanakah hubungan faktor risiko dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019?

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui hubungan faktor risiko dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019.

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

1. Mengetahui distribusi karakteristik penderita kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun2019.

2. Mengetahui distribusi frekuensi penderita kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019 menurutjenis histopatologi.

3. Menganalisis hubungan faktor usia dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun2019.

4. Menganalisis hubungan jumlah paritas dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun2019.

5. Menganalisis hubungan usia menikah dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun2019.

Universitas Sumatera Utara

(17)

1.4 MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat memberi informasi data epidemiologi khususnya untuk penyakit kanker serviks di KotaMedan.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat melatih penulisan karya ilmiah, menambah pengetahuan dan wawasan serta menerapkan ilmu yang telah didapat selama studi khususnya mengenai kanker serviks.

3. Bagi Instansi Kesehatan

Penelitian ini dapat digunakan dalam memberikan informasi pemikiran dalam mendiagnosis kanker serviks dengan mempertimbangkan faktor risiko yang ada sehingga mampu menurunkan angka kejadian kanker serviks serta kematian yang disebabkannya.

4. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai faktor- faktor risiko kanker serviks sehingga dapat segera melakukan deteksi dini sehingga pengobatan yang dilakukan lebih optimal dan pada akhirnya mampu menurunkan jumlah penderita dan kematian akibat kanker serviks.

Universitas Sumatera Utara

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI SERVIKS

Uterus merupakan bagian yang organ berongga yang berbentuk buah pir dan berdinding tebal.Pada orang dewasa muda nullipara, panjang.uterus 3 inci (8 cm), lebar 2 inci (5 cm), dan tebal 1 inci (2,5 cm). Uterus dibagi atas fundus, corpus, dan serviks uteri.Fundus uteri merupakan bagian uterus yang terletak di atas muara tuba uterina.Corpus uteri merupakan bagian uterus yang terletak di bawah muara fuba uterina. Ke arah bawah corpus akan menyempit, yang berlanjut sebagai serviks uteri.

Serviks menembus dinding anterior vagina dan dibagi menjadi portio supravaginalis dan portio vaginalis cervicis uteri.Cavum uteri berbentuk segitiga pada penampang bidang coronal tetapi pada penampang sagital hanya berbentuk celah.Rongga cervix, canalis cervicis, berhubungan dengan rongga di dalam corpus uteri melalui ostium uteri internum dan dengan vagina melalui ostium uteri externum.Sebelum melahirkan anak pertama (nullipara), ostium uteri externum berbentuk lingkaran.Pada multipara, portio vaginalis cervicis uteri lebih besar, dan ostium uteri extemum berbentuk celah transversal sehingga mempunyai labium anterius dan labium posterius (Gambar 2.1) (Snell, 2011).

Gambar 2.1: A. Bagian tuba uterina dan uterus. B. Ostium externum cervix; (atas) nullipara;

(bawah) multipara (Snell, 2011).

7 Universitas Sumatera Utara

(19)

Serviks adalah bagian bawah uterus yang silindris dan struktur histologinya berbeda dari bagian lain uterus.Lapisan mukosa endoserviks adalah suatu epitel selapis silindris penghasil-mukus pada lamina propria yang tebal.Regio serviks tempat canalis endocervicalis membuka ke dalam vagina disebut ostium externum, yang menonjol ke dalam bagian atas vagina dan dilapisi oleh mukosa exoserviks yang memiliki epitel gepeng berlapis.Suatu taut khas, atau zona transformasi, dijumpai dengan perubahan mendadak epitel kolumnar selapis menjadi epitel kolumnar berlapis.Lapisan tengah serviks yang lebih dalam memiliki sedikit otot polos dan terutama terdiri atas jaringan ikat padat. Dari stroma ini, banyak limfosit dan leukosit lain mempenetrasi epitel berlapis untuk memperkuat pertahanan imun setempat terhadap mikroorganisme. Sebelum partus, serviks sangat melebar dan melunak akibat aktivitas kolagenolisis hebat pada stroma (Gambar 2.2) (Mescher,2011).

Gambar 2.2: Gambaran Histologi Serviks (Mescher, 2011)

Pada gambar 2.2 (a): Mikrograf memperlihatkan bahwa mukosa canalis endocervicalis (EC) berlanjut dengan endometrium dan seperti endometrium, jaringan tersebut dilapisi oleh epitel kolumnar selapis (SC). Mukosa endoserviks memiliki lipatan dan banyak kelenjar serviks besar bercabing (panah) yang menyekresi mukus dalam pengaruh hormon ovarium dan sering agak melebar.

Universitas Sumatera Utara

(20)

Di ostium externum, titik saat kanal membuka ke dalam vagina (V), terdapat pertemuan (J) mendadak antara selapis epitel kolumnar ini dan epitel skuamosa berlapis (SS) yang melapisi eksoserviks dan vagina. Pembesaran dilakukan 15x dengan pulasan H&E. Pada gambar 2.2 (b): Pembesaran kuat memperlihatkan area pertemuan (panah) dan lapisan canalis endocervicalis (EC) dengan lebih jelas. Pembesaran dilakukan 50x dengan pulasan H&E. Pada gambar 2.2 (c): Mikrograf memperlihatkan sitologi eksfoliatif sel yang terlepas dari eksoserviks normal pada sediaan apus rutin serviks. Sel skuamosa terpulas pada kaca objek melalui prosedur Papanicolaou dengan menggunakan hematoksilin, orange G, dan eosin dan terpulas berbeda sesuai kandungan keratinnya. Sel permukaan memiliki keratin sitoplasma yang lebih padat dan terpulas jingga merah muda dengan lebih sedikit sei yang kurang terdiferensiasi penuh di bawah permukaan dengan sitoplasmabiru-hijau dan inti yang besar.

Sejumlah sel biru hijau dengan inti atipikal atau kelainan sitologis lain yang terdeteksi oleh metode ini lebih lanjut menguji kemungkinan karsinoma serviks, yang tidak jarang dijumpai. Pembesaran dilakukan 200x dengan pulasan Papanicolaou. Pada gambar 2.2 (d): Mikrograf memperlihatkan pembesaran kuat lapisan endoserviks. Karena terpajan sejumlah besar mikroorganisme, mukosa ini normalnya memiliki banyak neutrofil dan leukosit lain yang membentuk bagian penting pertahanan imunitas alamiah di regio ini. Sel-sel semacam itu tampak dalam gambar ini di lamina propria dan epitel (panah), tetapi juga banyak dijumpai dan tampak jelas di lapisan mukus (M) yang terfiksasi di tempatnya pada spesimen ini.Pembesaran dilakukan 400x dengan pulasan H&E (Mescher, 2011).

2.2 KANKER SERVIKS

Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks.Kanker saat ini merupakan penyebab kematian nomor dua, setelah penyakit jantung, di dunia (Torre et al., 2017), dan ini menimbulkan beban besar pada masyarakat (Cancer and Organisation, 2016). Kanker ginekologis adalah kanker yang paling umum pada wanita. Kanker serviks adalah jenis kanker ginekologi yang paling umum (Ferlay et al., 2015).

Universitas Sumatera Utara

(21)

Memang, itu adalah salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di dunia dan salah satu penyebab teratas untuk tahun kehidupan yang disesuaikan dengan kecacatan (DALYs) (Fitzmaurice et al., 2015).

Namun, kanker serviks adalah salah satu kanker yang paling dapat dicegah (Denny, 2012). Di antara wanita, itu adalah penyebab umum kematian, terutama pada wanita dari negara-negara kurang berkembang (Ferlay et al., 2015)

Jenis kanker serviks terbanyak berasal dari sel skuamosa, yaitu sel gepeng yang melapisi leher rahim.Kanker serviks sel skuamosa terbentuk di zona transformasi yang awalnya menginvasi stroma dini hingga tumor yang jelas terlihat mengelilingi orifisium (Kumar et al,2007).

Delapan subtipe histologis kanker serviks invasif antara lain kanker sel skuamosa sekitar 80-85% dari kanker serviks di dunia, Urutan kedua subtipe kanker serviks terbanyak adalah kanker jenis adenokarsinoma yang berasal dari epitel kelenjar. Subtipe lainnya adalah kanker adenoskuamosa, kanker sel kecil, tumor neuroendokrin, glassy cell carcinoma, villoglandular adenocarcinoma (Kumar et al, 2007).

2.3 EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus (Kemenkes, 2011). Data ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan data otopsi verbal dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari kanker serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000 kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang hidup di negara sedang berkembang (ESGO, 2011). Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke- 7 secara global dalam segi angka kejadian (urutan ke-6 di negara kurang berkembang) dan urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2%

mortalitas, sama dengan angka mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara global (Ferlay et al,2013).

Universitas Sumatera Utara

(22)

Gambar 2.3 Estimasi Insidensi Kanker Serviks di Dunia Tahun 2012 (WHO,2015).

Gambar 2.4 Estimasi Mortalitas Kanker Serviks di Dunia Tahun 2012 (WHO,2015)

Di Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RIsaat ini, jumlah wanita penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks (Kemenkes, 2011).

Universitas Sumatera Utara

(23)

2.4 ETIOLOGI

HPV merupakan agen yang berperan besar dalam proses terjadinya kanker serviks. DNA HPV dapat ditemukan pada 99% kasus kanker serviks di seluruh dunia, karena itu penyebab kanker serviks diduga sebagai akibat infeksi menetap dari virus HPV. Pada proses karsinogenesis, asam nukleat virus dapat bersatu ke dalam gen dan DNA manusia sehingga menyebabkan mutasi sel.

HPV memproduksi protein yaitu protein E6 pada HPV tipe 18 dan protein E7 pada HPV tipe 16 yang masing-masing mensupresi gen P53 dan gen Rb yang merupakan gen penghambat perkembangan tumor (Young,2005).

Gambar 2.5 Peran HPV E6 dan E7 (Haverkos, 2005).

Virus papiloma pertama kali berhasil diisolasi dari kelinci cottontailspada tahun 1933. Pada tahun 1935 ditemukan bahwa kondiloma yang diinduksi virus papiloma memiliki potensi untuk menjadi suatu keganasan.

HPVadalah virus DNA sirkuler dengan untaian ganda yang tidak berselubungkan virion. Virus tersebut adalah anggota famili Papoviridae, genus papillomavirus.HPV memiliki kapsul isohedral dengan ukuran 72 kapsomer dan berdiameter 55 mikrometer.Berat molekul HPV adalah 5 x 106 Dalton. Saat initelah diidentifikasi lebih dari 100 tipe HPV dan mungkin akanlebih banyak lagi di masa mendatang. Dari 100 tipe tersebut, hanya kurang dari setengahnya yang dapat menginfeksi salurankelamin.

Universitas Sumatera Utara

(24)

Masing-masing tipe mempunyai sifat tertentu pada kerusakan epitel dan perubahan morfologi lesi yang ditimbulkan.

TipeyangdapatmenyebabkankeganasanadalahHPVtipe16,18,26,27,30, 31, 33-35, 39, 40, 42-45, 51-59, 61, 62, 64, 66-69 dan 71-74 (Haverkos, 2005).

Walaupun terdapat hubungan erat antara HPV dan kanker serviks,belum ada bukti yang mendukung bahwa HPV adalah penyebab tunggal. HPV tipe 6 dan 11 ditemukan pada 35% kondiloma akuminata dan NIS 1, 10 % pada NIS 2-3, serta hanya 1% ditemukan pada kondiloma invasif. HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada 10% kondiloma akuminata dan NIS 1, 51% pada NIS 2-3,serta pada 63% karsinoma invasif (Pradipta, 2007).

2.5 KLASIFIKASI

Berikut ini adalah tabel klasifikasi lesi prakanker hingga menjadi karsinoma invasif serviks uteri.Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan sebagai skrining, sedangkan pemeriksaan histopatologik sebagai konfirmasi Diagnostik (Kemenkes, 2011).

Klasifikasi terbaru menggunakan istilah Neoplasma Intraepitel Serviks (NIS) untuk kedua bentuk dysplasia dan karsinoma in-situ. NIS terdiri dari :

1. NIS 1, untuk displasiaringan 2. NIS 2, untuk displasiasedang

3. NIS 3, untuk displasia berat dan karsinomain-situ

Universitas Sumatera Utara

(25)

Tabel 2.1 Klasifikasi Kanker Serviks Klasifikasi Sitologi

Bethesda classification, 2015

Klasifikasi Histopatologi WHO classification, 2014

Squamous lesion

A. Atypical squamous cells(ASC)

Atypical squamous cells –

undetermined significance (ASC-US)

Atypical squamous cells – cannot exclude a high-grade squamous intraepithelial lesion (ASC-H)

B. Squamous intraepithelial lesion (SIL)

Low-grade squamous intraepithelial lesion(LSIL)

High-grade squamous intraepithelial lesion (HSIL)

o With features suspicious for invasion

C. Squamous cell carcinoma

Squamous cell tumors and precursor

A. Squamous intraepithelial lesions

Low-grade squamous Intraepithelial lesion (LSIL)

High-grade squamous Intraepithelial lesion (HSIL)

B. Squamous cellcarcinoma

Glandular lesion A. Typical

Endocervical cells (NOS, or specify incomments)

Endometrial cells (NOS, or specify incomments) Glandularcells (NOS, or specify incomments)

B. Atypical

Endocervical cells, favor neoplastic

Glandular cells, favor neoplastic C. Endocervical adenocarcinoma in

situ(AIS)

D. Adenocarcinoma

Endocervical

Endometrial

Extrauterine

Not otherwise specified(NOS)

Glandular tumors andprecursor A. Adenocarcinoma insitu B. Adenocarcinoma

Other epithelial tumors A. Adenosquamouscarcinom

a

B. Adenoid basalcarcinoma C. Adenoid cysticcarcinoma D. Undifferentiated

carcinoma

Neuroendocrine tumors A. Low-grade

neuroendocrine tumor B. High-grade

neuroendocrine

carcinoma

Universitas Sumatera Utara

(26)

2.6 PATOGENESIS

Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik pada lapisan epitel serviks, dimulai dari neoplasia intraepitel serviks (NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS).5 Karsinoma serviks merupakan salah satu kanker yang paling sering pada wanita di seluruh dunia. Karsinoma sel skuamosa invasif mencakup 80% keganasan serviks.Tidak seperti kanker saluran reproduksi lainnya yang lebih banyak terjadi di negara industri, kanker serviks merupakan kanker pembunuh nomer satu pada wanita di dunia ketiga.Epidemiologi menunjukan bahwa kanker seviks merupakan penyakit menular seksual.Kanker skuamosa serviks dapat dicegah jika dilakukan skrining dan terapi yang tepat (Hafner, 2008).

Hampir semua karsinoma sel skuamosa serviks invasif berkembang dari prekusor perubahan epitel yang disebut CIN (cervical intraepithelial neoplasia).

Meskipun begitu, tidak semua CIN akan berkembang menjadi kanker. Kadangkala CIN tetap ada, tetapi tidak berubah atau berkembang (Kumar, 2007).

Umumnya, CIN bersifat asimptomatik dan terjadi sekitar 5-15 tahun sebelum berkembangnya karsinoma invasif.Hampir semua kanker serviks berkembang pada zona transformasi seviks. Lokasi sambungan skuamokolumnar tersebut dapat berubah sebagai respon serviksterhadap berbagai faktor dan terdapat perbedaan lokasi antara anak perempuan pascapubertas, dengan wanita menopause. Pada wanita tua, zona transformasi jauh berada di kanal endoserviks (Hafner, 2008).

Pemeriksaan sitologis dapat mendeteksi CIN sebelum ketidaknormalan nampak secara kasar. Perubahan prekanker berupa CIN dapat bermula dari lesi derajat ringan yang berkembang menjadi derajat yang lebih tinggi atau bisa juga serta beberapa faktor host lainnya. Berdasarkan penampakan histologisnya, lesi prekanker dapat digolongkan derajatnya menjadi (Kumar, 2007):

 CIN I: diplasiaringan

 CIN II: diplasiasedang

 CIN III: displasia berat dan karsinoma insitu

Sementara itu, sistem Bethesda yang terbaru membedakan lesi prekanker menjadi dua kelompok yaitu low-grade dan high-grade squamous intraepithelial lesions (SIL).

Universitas Sumatera Utara

(27)

Lesi derajat rendah berkaitan dengan CIN I atau kondiloma yang rata sedangkan yang derajat tinggi identik dengan CIN Iiatau III. CIN I atau yang seringkali disebut sebagai flat condyloma ditandai dengan perubahan koilositosis yang utamanya terjadi pada lapisan superfisial epitel. Koilositosis tersusun dari hiperkromatik inti dan angulasi dengan vakuolisasi perinuklear yang disebabkan efek sitopatik HPV.

Pada CIN II, displasi terjadi lebih berat dengan maturasi keratinosit yang tertunda sampai sepertiga epitelium. CIN II berkaitan dengan beberapa variasi pada ukuran sel dan inti serta heterogenitas kromatin inti.Sel-sel pada lapis superfisial menunjukan beberapa diferensiasi dan pada beberapa kasus dapat menunjukan pula perubahan koilositosis.Tingkatan selanjutnya, yang kadangkala tidak jelas perbedaannya dengan CIN II, adalah CIN III. Biasanya CIN III ini ditandai dengan variasi ukuran sel dan inti yang semakin besar, heterogenitas kromatin, gangguan orientasi sel dan mitosis yang normal maupun abnormal. Perubahan tersebut terjadi pada seluruh lapisan epiteldan dikarakteristikan dengan hilangnya maturitas.

Diferensiasi sel-sel permukaan dan perubahan koilositosis biasanya sudah menghilang.Kondisi saat terjadi perubahan displasia yang lebih atipikal dan meluas ke kelenjar endoserviks, tetapi masih terbatas pada sel epitel dan kelenjarnya, disebut karsinoma in situ (Kumar, 2007)

Gambar 2.6 Patogenesis Kanker Serviks (Kumar, 2007).

Universitas Sumatera Utara

(28)

Berdasarkan berbagai penelitian, CIN I kemungkinan mengalami regresi sebanyak 50-60%, persisten 30% dan progresif menjadi CIN III sebanyak 20%.

CIN III mungkin mengalami regresi sebanyak 33% dan semakin progesif sebanyak 60-74%.Semakin tinggi derajatnya, peluang untuk menjadi progesif semakin besar.Namun, dapat diperhatikan pula bahwa banyak kasus lesi derajat tinggi yang tidak berkembang menjadi kanker (Kumar, 2007).

Insiden CIN paling banyak adalah pada usia 30-an sedangkan karsinoma invasif lebih banyak terjadi pada usia sekitar 45 tahun. Meskipun terkadang ditemukan kasus tumor invasif pada wanita usia 20-an tahun, lesi prekanker membutuhkan beberapa tahun untuk berkembang menjadi kanker (Kumar, 2007).

Karsinoma serviks invasif merupakan penyebab mortilitas dan morbiditas di seluruh dunia, terutama pada negara berkembang.Bentuk umum dari karsinoma serviks adalah karsinoma sel skuamosa (75%), kemudian adenokarsinoma dan karsinoma adenoskuamosa (20%) serta karsinoma neuroendokrin sel kecil.(<5%). Insiden puncak lesi sel skuamosa terjadi pada usia 45 tahun, sekitar 10 sampai 15 tahun sejak terdekteksinya prekusor kanker.

Pada beberapa individu dengan perubahan intraepitelial agresif, interval tersebut mungkin menjadi lebih pendek.Ada pula CIN yang tetap persisten tetapi tidak berkembang menjadi kanker (Kumar, 2007).

Karsinoma serviks invasif berkembang pada zona transformasi.

Penampakannya dapat berupa fokus mikroskopik pada invasi stroma awal sampai tumor yang jelas terlihat.Tumor mungkin invisible atau eksofitik.Tipe eksofitik merupakan yang paling umum, meluas ke vagina dan dapat terjadi perdarahan hebat saat disentuh.Tumor yang melingkari serviks dan berpenetrasi ke dalam stroma di bawahnya dapat menghasilkan barrel serviks yang dapat diidentifikasi dengan palpasi langsung.Lesi ini dapat menyebabkan gejala gangguan berkemih atau buang air besar.Ekstensi ke jaringan lunak parametrium dapat melekatkan uterus pada struktur pelvis.Selain itu, ada pula tipe tumor ulseratif yang mengubah serviks dan vagina bagian atas dengan lubang purulen yang besar (Haffner, 2008).

Universitas Sumatera Utara

(29)

Penyebaran ke nodus limfe pelvis ditentukan oleh kedalaman tumor, dan adanya invasi kapiler-limfatik.Metastasis jauh, termasuk yang melibatkan nodus para-aortic, organ yang jauh, atau struktur sekitar seperti kandung kemih atau rektum, biasanya terjadi setelah penyakit tersebut berlangsunglama.

Pengecualian terjadi pada tumor neuroendokrin yang bersifat lebih agresif (Kumar, 2007).

Patogenesis penyakit ini erat kaitannya dengan pajanan karsinofen pada jaringan yang rentan, yaitu zona transformasi. Sambungan skuamokolumnar dipengaruhi oleh perubahan hormonal dan anatomis saat pubertas., kehamilan dan menopause. Sebelum pubertas, sambungan tersebut terletak pada ostium sevikalis eksterna.Saat pubertas, perubahan bentuk dan volume serviks yang diinduksi estrogen membawa sambungan skuamokolumnar ke bagian luar ektoserviks.Pajanan lingkungan vagina yang asam pada epitel yang mensekresi musin sederhana menginduksi denaturasi kimia pada ujung vili epitel kolumnar.

Proses perbaikan yang terjadi setelahnya menghasilkan sel skuamosa yang matur (Haffner,2008).

Tanda pertama proses perbaikan adalah terdapatnya sel cadangan yang diaktivasi di bawah epitel kolumnar. Sel cadangan secara bertahap menjadi berlapis di bawah sel kolumnar dan menggantikan sel tersebut, membentuk zona transformasi.Setelah menopause, sambungan skuamokolumnar kembali naik ke posisi di dalam kanal endoserviks (Hafner,2008).

Agen kausatif kanker serviks yang dapat disebarkan secara seksual adalah HPV.HPV dapat dideteksi degan metode molekular hampir pada semua lesi prekanker dan neoplasma invasif. Dari seratus lebih tipe HPV, yang paling beresiko tinggi menyebabkan karsinoma serviks adalah HPV tipe 16, 18, 45dan 31.TipelainyanglebihjarangadalahHPVtipe33,35,39,45,52,56,58,dan

59. Sementara itu, lesi ringan seperti kondiloma berkaitan dengan infeksi HPV resiko rendah seperti tipe 6, 11, 42, dan 44 (Kumar, 2007).

Universitas Sumatera Utara

(30)

2.7 FAKTOR RISIKO

Faktor risiko kanker serviks adalah hubungan seksual pada usia muda, hubungan seksual dengan banyak pasangan seksual, laki-laki berisiko tinggi, tembakau, kontrasepsi oral, supresi sistem imun, nutrisi, serta adanya penyakit hubungan seksual misalnya, trikomoniasis, cytomegalovirus (CMV) dan herpes simplex virus. Faktor risiko terakhir dan yang paling penting adalah infeksi HPV.

HPV masuk ke dalam famili papillomaviridae dan sekarang lebih dari 100 serotipe telah ditemukan. Adapun yang menyebabkan kanker serviks yaitu HPV berisiko tinggi seperti HPV 16 dan 18 (ACCP,2004).

Perempuan yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia<20 tahun lebih berisiko menderita kanker serviks. Hal tersebut karena pada periode dewasa muda proses metaplasia sel skuamosa sangat meningkat sehingga risiko terjadinya transformasi atipik skuamosa meningkat yang kemudian menjadi neoplasia intraepitel serviks (NIS). Berganti-ganti pasangan seksual meningkatkan risiko menderita kanker serviks. Apabila seseorang berganti pasangan seksual lebih dari 5 orang dalam 2 tahun terakhir, maka kemungkinan menderita kanker serviks meningkat sampai 12 kali lipat. Faktor risiko lain yang penting adalah hubungan seksual suami dengan pekerja seks komersial dan dari sumber itu membawa HPV kepada isterinya (Haverkos,2005).

Keterlibatan peran laki-laki terlihat dari korelasi kejadian kanker serviks dengan kanker penis. Konsep “laki-laki berisiko tinggi” sebagai vektor dari agen penyebab infeksi timbul karena meningkatnya kejadian tumor pada perempuan monogami yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak perempuan lain. Laki-laki yang tidak melakukan sirkumsisi juga dapat meningkatkan faktor risiko seorang perempuan terkena kanker serviks melalui mekanisme yang diduga berasal dari smegma yang terdapat pada prepusium laki-laki (Haverkos,2005).

Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko relatif seseorang menjadi 2 kali daripada orang normal.

Proses tersebut diduga karena regulasi transkripsi DNA virus dapat mengenali hormon dalam pil KB sehingga meningkatkan karsinogenesis virus.

Universitas Sumatera Utara

(31)

Hal ini disebabkan hormon dalam pil KB memiliki efek permisif terhadap pertumbuhan kanker serviks dengan meningkatkan proliferasi sel sehingga lebih rentan terhadap mutasi. Sebagai contoh, estrogen, yang bersifat anti apoptosis sehingga sel yang terinfeksi HPV akan berproliferasi terus-menerus. WHO juga melaporkan peningkatan risiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dari normal yang meningkat seiring dengan lamanya pemakaian (Haverkos,2005).

Kanker serviks juga meningkat pada keadaan supresi sistem imun pada pasien transplantasi ginjal dan HIV/AIDS.Terdapat hubungan antara defisiensi asam folat, vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol dengan peningkatan risiko kanker serviks.

Dengan berkurangnya antioksidan tubuh maka radikal bebas dengan mudah terbentuk dan semakin menginduksi proses karsinogenesis (Haverkos,2005).

Berdasarkan studi kasus-kontrol, wanita yang pernah tujuh kali hamil cukup bulan akan berisiko empat kali lipat sedangkan wanita dengan satu atau dua kali kehamilan akan berisiko dua kali lipat dibandingkan wanita nulipara. Sebuah teori mengatakan bahwa wanita tersebut harus melakukan hubungan seksual tanpa pengaman sehingga pajanan terhadap HPV meningkat, Selain itu, ketidakseimbangan hormon dan penurunan sistem imun selama kehamilan diduga mampu meningkatkan infeksi HPV dan pertumbuhan sel kanker.Tingkat sosio-ekonomi yang rendah juga merupakan faktor risiko terjadinya kanker serviks. Hal ini berkaitan dengan tingkat kesadaran untuk melakukan deteksi dini dan dipersulit dengan keterbatasan melakukan skrining dengan paps smear (Cuningham et al,2008).

2.8 DIAGNOSIS

Diagnosis kanker serviks ditegakkan melalui:

a. Anamnesis

Sebagian besar gejala kanker serviks pada wanita bersifat asimptomatik.

Jika timbul gejala, biasanya adalah lendir vagina yang berair dan berdarah.

Perdarahan yang intermiten juga muncul saat koitus atau membersihkan vagina.Nyeri punggung yang menjalar ke bagian belakang kaki dan edema pada ekstremitas disebabkan oleh kompresi saraf skiatik, limfa, vena, atau ureter.

Universitas Sumatera Utara

(32)

Jikaterjadi obstruksi ureter akan terdapat hidronefrosis dan uremia. Kemudian, jika tumor telah menginvasi kandung kemih dan rektum, akan timbul hematuria dan gejala fistula vesikovaginal atau rektovaginal (Cuningham et al, 2008).

b. Pemeriksaanfisik

Sebagian besar akan tampak normal. Namun, dalam tahapan lanjut, akan tampak pembesaran kelenjar getah bening inguinal dan supraklavikula, edema tungkai bawah, asites, dan penurunan suara paru mengindikasikan metastasis. Dengan spekulum, serviks tampak normal jika mikroinvasif.

Jika makroinvasif, tampak lesi yang membentuk massa polipoid, jaringan papiler, jaringan nekrotik, pertumbuhan ekso atau endofitik, ulserasi, dan serviks berbentuk tong (barrel-shaped cervix). Saat palpasi bimanual, teraba perbesaran uterus, ireguler, dan lunak akibat pertumbuhan dan invasi tumor. Pemeriksaan melalui vaginal dan rectal toucher juga dapat dilakukan untuk memeriksa apakah tumor telah menginvasi dinding posterior vagina, dinding pelvis,dan lain-lain (Cuningham et al,2008).

c. Pemeriksaanpenunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain paps smear yang merupakan pemeriksaaan primer untuk mendiagnosis kanker serviks.

Pemeriksaan penunjang lain dapat berupa kolposkopi dan biopsi serviks.

Jika ditemukan abnormalitas pada paps smear, dilakukan kolposkopi dimana semua zona yang abnormal diidentifikasi. Biopsi punch-cervical dan spesimen kerucut (conization) berupa stroma dimana keduanya mampu membedakan diferensiasi antara karsinoma invasif dan in situ (Cuningham et al,2008). Pemeriksaan IVA (inspeksi visual asam asetat) dapat pula dijadikan pemeriksaan penunjang dengan menggunakan larutan asam cuka (3-5%) dan larutan iodium lugol untuk melihat perubahan warna serviks setelah olesan dimana sel yang mengalami displasia memberikan gambaran acethowhile. Tidak direkomendasikan pada wanita pascamenopause karena zona transisional (lokasi rentan tumbuhnya kanker) terletak pada kanalis servikalis dan tidak tampak pada pemeriksaan inspikulo.

Universitas Sumatera Utara

(33)

Jika terdapat, area berwarna putih dan permukaannya meninggi dengan batas yang jelas maka hasil IVA positif. Meskipun mudah, murah,dan dapat dilakukan kapan saja (termasuk ketika menstruasi) pemeriksaan ini sangat bergantung pada kejelian pemeriksan (Cuningham et al, 2008).

Pemeriksaan Paps (Papanicolaou) Smear memiliki sensitivitas 50-80 persen untuk mendeteksi lesi derajat tinggi. Penggunaan paps smear untuk evaluasi lesi yang dicurigai tidaklah kuat sehingga dianjurkan untuk forsep biopsy Tischler atau kuret Kevorkian. Didapatkan hasil positif palsu 3-15%, dan negatif palsu 5-50% akibat pengambilan sediaan yang tidak adekuat.

Adapun cara pengambilan spesimen:

 Pasang spekulum cocor bebek untuk menampilkanserviks

 Spatula dengan ujung pendek diusap 3600 pada permukaanserviks.

 Usapkan spatula pada kaca benda yang telah diberi label sepanjang setengah panjang kaca benda dan usapkan sekalisaja.

 Spatula Ayre yang sudah dimodifikasi dapat mencapai sambungan skuamokolumner atau kapas lidi diusap 3600 kemudian diusap pada setengah bagian panjang kacasisanya.

 Masukkan segera ke dalam larutan fiksasi biasanya alkohol 95%

selama 30menit.

 Keringkan di udara lalu diwarnai dengan pewarnaan Papanicolaou.

Interpretasi hasil adalah sebagai berikut :

 Negatif: tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam satu tahunkemudian.

 Inkonklusif: sediaan tidak memuaskan yang mungkin karena fiksasi yang tidak baik, tidak ditemukan sel endoserviks, dan gambaran sel radang menutupi sel. Lakukan pemeriksaan setelah radang diobati dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

(34)

 Displasia: tampak sel diskariotik derajat ringan, sedang, hingga karsinoma in situ. Dalam hal ini, dibutuhkan konfirmasi dengan kolposkopi dan biopsy serta penanganan lebih lanjut dalam 6 bulan berikutnya.

 Positif: terdapat sel ganas dan harus dipastikan dengan biopsy yang dilakukan oleh ahlionkologi.

 HPV: dapat ditemukan pada sediaan negatif atau displasia. Dilakukan pemantauan ketat dengan konfirmasi kolposkopi dan ulangi pap smear.

Pemeriksaan radiologi juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang.

CT (Computed Tomography) scan sering digunakan untuk mengidentifikasi hidronefrosis, jauhnya metastasis, dan rencana pengobatan. Khususnya, CT scan sangat berguna dalam evaluasi nodus para-aorta limfatikus karena 100 persen spesifik dan 67 persen sensitif. Pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) membantu dalam menentukan staging khususnya ke ekstraservikal seperti parametrium, miometrium, dan invasi tulang servikal interna. Dalam hal ini, MRI sangat akurat dalam melokalisasi tumor dan memiliki sensitivitas yang lebih besar daripada CT scan untuk metastasis nodus para-aorta. Pemeriksaan PET (Positron Emission Topography) menggunaan radioisotope FDG (fluoro-2-deoksi-D- glukosa) yang menciptakan gambaran sesuai dengan metabolisme subtrat di dalam tubuh dapat mendeteksi metastasis nodus para-aorta dengan sensitivitas sebesar 78 persen (Cuningham et al,2008).

Universitas Sumatera Utara

(35)

Kejadian Kanker Serviks

Faktor Risiko : 1. Usia

2. Menikah atau hamil di usiamuda 3. Jumlah paritas

Klasifikasi Kanker Serviks

Berdasarkan derajat Berdasarkan Tipe

Histologi Berdasarkan stadium

2.9 KERANGKA TEORI

Gambar 2.7 Kerangka Teori Penelitian

Universitas Sumatera Utara

(36)

Usia, Menikah atau hamil di usia muda,

Jumlah paritas

2.10 KERANGKAKONSEP

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Derajat Histopatologis Kanker Serviks (Baik, sedang, berat)

Universitas Sumatera Utara

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian obeservasional analitik yaitu penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi.Rancangan penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional yang dilakukan dengan tujuan menganalisis hubungan faktor risiko kanker serviks dengan derajat histopatologi kanker serviks di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di bagian Rekam Medis dan Departemen Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan.pada bulan Juli-September 2019.

3.3 POPULASI PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah semua data kasus kanker serviks dari stadium I- sampai IV yang didiagnosis dan teregistrasi di rekam medis RSUP H.

Adam Malik Medan periode Tahun 2018 yang berjumlah 745 orang.

3.4 SAMPEL PENELITIAN

Sampel adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi.Pengambilan sampel telah dilakukan dengan menggunakan simple random sampling.Pencarian sampel dengan menggunakan rumus Slovin dengan toleransi kesalahan10%.

Penentuan jumlah sampel:

𝑛 =

N 1 + (𝑑²)

𝑛 = 745

1 + 745 (0,1²)

= 88

Jadi dari penentuan jumlah sampel yang dibuuhkan sebanyak 88 orang dibulatkan menjadi 90 orang.

26 Universitas Sumatera Utara

(38)

Keterangan :

N = Besar populasi penderita kanker serviks sebanyak 745 orang n = Besar sampel

d = Tingkat ketepatan yang diinginkan

3.5 KRITERIA INKLUSI

Kriteria inklusi penelitian ini adalah

a. Data pasien yang menderita kanker serviks yang teregistrasi diBagian Rekam Medik dan Laboratorium Patologi Anatomi periode 2018 di RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Pasien terdiagnosa menderita kanker serviks secara mikroskopis melalui pemeriksaan histopatologi dan tercantum derajathistolologi.

c. Pasien yang memiliki catatan usia, jumlah paritas, usia menikah dalamrekam medik.

3.6. VARIABEL PENELITIAN 3.6.1 Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah usia, jumlah paritas, usia menikah penderita kanker serviks.

3.6.2 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah derajat histopatologi kanker serviks.

Universitas Sumatera Utara

(39)

3.7 DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional disajikan pada tabel berikut Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Jumlah Paritas Jumlah kehamilan

yang

menghasilkan janin yang mampu hidup di luarrahim (28 minggu)

Data rekam medis Status Ginekologi Rekam Medis

0 =<3 1 =≥3

Nominal

Usia Usia biologis

pasien

saat didiagnosis kanker serviks dengan

pemeriksaan histopatologi

Data rekam medis

Jumlah kasus kanker serviks pada rentang usia

tertentu (dalam tahun) 0= <35tahun 1= ≥35tahun

Nominal

Usia Menikah Usia biologis saat pertama kali menikah

Data rekam medis

0 =<20tahun 1 =≥20tahun

Nominal

Derajat Hasil penilaian Data rekam Jumlah kasus Ordinal Histopatologis mikroskopis sel Medis Menurut

kanker Derajat

berdasarkan histopatologi

jumlah sel yang 1.Displasia

mengalami Ringan

mitosis, 2.Displasia

kemiripan bentuk Sedang

sel 3.Displasia

ganas dengan sel Berat

asal

dan susunan homogenitas dari sel

sesuai dengan kriteria.

Universitas Sumatera Utara

(40)

3.8 PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA DATA 3.8.1. PENGUMPULAN DATA

Teknik pengunpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan dokumentasi dari rekam medik pasien kanker serviks bagian Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan Periode 2018.

3.8.2. PENGOLAHAN DATA

Setelah dokumentasi dikumpulkan, selanjutnya dilakukan langkahlangkah sebagai berikut:

a. Editing

Kegiatan ini dilakukan untuk meneliti kembali formulir data sudah sesuai dengan kriteria inklusi dan untuk memeriksa kembali data yang terkumpul apakah sudah lengkap, terbaca dengan jelas, tidak meragukan, apakah ada kesalahan.

b. Coding

Mengubah data yang sudah terkumpul menjadi kode agar lebih ringkas sehingga memudahkan dalam menganalisis data

c. Tabulating

Menyusun data dengan menggunakan computer. Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data diolah menggunakan computer

(Notoadmojo, 2011)

Universitas Sumatera Utara

(41)

3.10.3 ANALISA DATA a. Analisis Univariat

Penelitian ini melakukan analisis statistik dengan menggunakan program statistik.Analisis yang digunakan adalah analisis univariat, yaitu analisa yang dilakukan pada tiap variable dari hasil penelitian dan menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variable.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji parametric yaitu Chi- square untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara masing- masing variable bebas dan variable terikat. Jika syarat Chisquare tidak terpenuhi akandigunakan uji alternatif fisher. Dasar pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan pada signifikan (nilai p)yaitu:

a. Nilai p>0,05 maka hipotesis penelitianditolak b. Nilai p≤0,05 maka hipotesis penelitian diterima

Pengolahan data dengan menggunakan program pengolahan statistik.

Universitas Sumatera Utara

(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 HASILPENELITIAN

4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di bagian Rekam Medis dan Departemen Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan.Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2020.

4.1.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Penderita Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun2019

Dibawah ini adalah distribusi frekuensi karakteristik meliputi usia, usia menikah, paritas dan pekerjaan penderita kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi karakteristik penderita kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019.

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Usia

20-30 th 13 14.4

31-40 th 19 21.1

41-50 th 35 38.9

>50 th 23 25.6

Total 90 100

Usia Menikah

<20 tahun 42 46.7

>20 tahun 48 53.3

Total 90 100

Paritas

Nullipara 10 11.1

Primipara 14 15.6

Multipara 66 73.3

Total 90 100

Pekerjaan

Wiraswasta 14 15.6

PNS 36 40

IRT 23 25.6

Tidak bekerja 17 18.9

Total 90 100

31 Universitas Sumatera Utara

(43)

Berdasarakan tabel 4.1 menyatakan bahwa karakteristik penderita kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019 berdasarkan usia paling banyak adalah dalam kategori 41-50 tahun sebanyak 35orang (39%) dan paling sedikit dalam kategori usia 20-30 tahun sebanyak 13 orang (14%).

Karakteristik penderita kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019 berdasarkan usia menikah paling banyak menikah > 20 tahun sebanyak 48 orang (53%).

Karakteristik penderita kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019 berdasarkan paritas paling banyak dalam kategori multipara sebanyak 66 orang (73%).

Karakteristik penderita kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019 berdasarkan pekerjaan paling banyak bekerja sebagai PNS sebanyak 36 orang (40%).

4.1.3 Distribusi Frekuensi Penderita Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019 Menurut Stadium KankerServiks

Dibawah ini adalah distribusi frekuensi penderita kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019 Menurut Stadium Kanker Serviks.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Penderita Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019 Menurut Stadium Kanker Serviks

Stadium Kanker Serviks Frekuensi (n) Persentase (%)

IB 17 18.9

IIA 6 6.7

IIB 16 17.8

IIIA 7 7.8

IIIB 28 31.1

IV 6 6.7

IVA 5 5.6

IVB 5 5.6

Total 90 100

32

Universitas Sumatera Utara

(44)

Berdasarkan tabel 4.2 menyatakan bahwa penderita kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019 Menurut Stadium paling banyak dijumpai pada stadium IIIB sebanyak 28 orang (31%) dan paling sedikit dijumpai pada stadium IVA dan IVB yang masing-masing sebanyak 5 orang (5%).

4.1.4 Distribusi Frekuensi Penderita Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019 Menurut DerajatHistopatologi

Dibawah ini adalah distribusi frekuensi penderita kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019 menurut derajat histopatologi

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Penderita Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019 Menurut DerajatHisopatologi

Histopatologi Frekuensi (n) Persentase (%)

Keratinizing Squamous Cell Carcinoma 15 16.7

Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma 29 32.2

Adenocarcinoma Well Diffferentiated 20 22.2

Adenocarcinoma Moderatelly Diffferentiated 15 16.7

Adenocarcinoma Villoglandular 11 12.2

Total 90 100

Berdasarkan tabel 4.3 distribusi frekuensi penderita kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019 menurut derajat histopatologi paling banyak adalah Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma sebanyak 29 orang (32%) dan paling sedikit adalah Adenocarcinoma Villoglandular sebanyak 11 orang (12%).

33

Universitas Sumatera Utara

(45)

4.1.5 Hubungan Faktor Usia dengan Derajat Histopatologi Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun2019

Dibawah ini adalah hubungan faktor usia dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019.

Tabel 4.4 Hubungan Faktor Usia dengan Derajat Histopatologi Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019

Berdasarkan tabel 4.4 menyatakan bahwa dari hasil uji analisa dengan menggunakan uji Chi Square dijumpai nilai p = 0.620 (p>0,05) yang artinya menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor usia dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019.

34

Universitas Sumatera Utara

(46)

4.1.6 Hubungan Faktor Usia Menikah dengan Derajat Histopatologi Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun2019

Dibawah ini adalah hubungan faktor usia menikah dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019.

Tabel 4.5 Hubungan Faktor Usia Menikah dengan Derajat Histopatologi Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019

Berdasarkan tabel 4.5 menyatakan bahwa dari hasil uji analisa dengan menggunakan uji Chi Square dijumpai nilai p = 0.025 (p<0,05) yang artinya menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor usia menikah dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019.

35

Universitas Sumatera Utara

(47)

4.1.6 Hubungan Paritas dengan Derajat Histopatologi Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019

Dibawah ini adalah hubungan paritas dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019.

Tabel 4.6 Hubungan paritas dengan Derajat Histopatologi Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019

Berdasarkan tabel 4.6 menyatakan bahwa dari hasil uji analisa dengan menggunakan uji Chi Square dijumpai nilai p = 0.04 (p<0,05) yang artinya menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan derajat histopatologi kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2019.

36

Universitas Sumatera Utara

Gambar

Gambar 2.1: A. Bagian tuba uterina dan uterus. B. Ostium externum cervix; (atas) nullipara;
Gambar 2.2: Gambaran Histologi Serviks (Mescher, 2011)
Gambar 2.3 Estimasi Insidensi Kanker Serviks di Dunia Tahun 2012 (WHO,2015).
Gambar 2.5 Peran HPV E6 dan E7 (Haverkos, 2005).
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 100 responden yang sudah diteliti, Keputusan Pembelian secara keseluruhan menghasilkan nilai sebesar 80,85% yang pada

Cuma kalau orang berbicara tentang kesehatan kan banyak orang yang tidak mengerti yaa bagaimana cara mencegah penyak it itu, makanya itu kita membuat tema terus

menggunakan model konvensional penulis menggunakan pembelajaran biasa saat ini ternyata hasilnya kurang memuaskan, karena kekeliruan dalam memandang proses

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan, likuiditas berpengaruh positif terhadap pengungkapan

Berdasarkan Paired T Test dan Wilcoxon Sign Rank Test diatas maka dapat disimpulkan bahwa beragam respon dari investor yang di akibatkan peristiwa

[r]

Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat di sebut sebagai genangan air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh : (1) perubahan tata guna lahan di Daerah

Pada kecamatan Rantau Utara Kelurahan Rantau Prapat, banyak ditemukan sekolah Swasta maupun Negeri yang memiliki fasilitas fisik sangat baik.. Seperti sekolah Swasta Khatolik