• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan dan atau genangan pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan dan atau genangan pada"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Banjir

Banjir adalah suatu keadaan sungai dimana aliran sungai tidak tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan dan atau genangan pada lahan yang semestinya kering (Aryadi, 2011). Suatu keadaan aliran sungai, dimana permukaan airnya lebih tinggi dari suatu ketinggian tertentu yang pada umumnya ditetapkan sama dengan titik tinggi bantaran sungai (Departemen Pekerjaan Umum, 1992). Banjir juga bisa didefinisikan sebagai aliran yang relatif tinggi dan tidak tertampung lagi oleh alur sungai atau saluran (Departemen Pekerjaan Umum, 1989).

Banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran. Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat di sebut sebagai genangan air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh : (1) perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS); (2) pembuangan sampah; (3) erosi dan sedimentasi; (4) kawasan kumuh sepanjang jalur drainase; (5) perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat; (6) curah hujan yang tinggi; (7) pengaruh fisiografi/geofisik sungai; (8) kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai; (9) pengaruh air pasang; (10) penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang

(2)

surut air laut); (11) drainase lahan; (12) bendung dan bangunan air; dan (13) kerusakan bangunan pengendali banjir (Kodoatie, 2002).

2.1.1. Penyebab banjir

Berdasarkan pengamatan, banjir disebabkan oleh dua katagori yaitu banjir akibat alami dan banjir akibat aktivitas manusia. Banjir akibat alami dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi, erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase dan pengaruh air pasang. Sedangkan banjir akibat aktivitas manusia disebabkan karena ulah manusia yang menyebabkan perubahan-perubahan lingkungan seperti: perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan pemukiman di sekitar bantaran, rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali banjir, rusaknya hutan (vegetasi alami), dan perencanaan sistim pengendali banjir yang tidak tepat (Sebastian, 2008). 1. Penyebab banjir secara alami

a. Curah hujan

Oleh karena beriklim tropis, Indonesia mempunyai dua musim sepanjang tahun, yakni musim penghujan umumnya terjadi antara bulan Oktober–Maret dan musim kemarau terjadi antara bulan April-September. Pada musim hujan, curah hujan yang tinggi berakibat banjir di sungai dan bila melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan.

b. Pengaruh fisiografi

Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan daerah aliran sungai (DAS), kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan memanjang, material

(3)

dasar sungai), lokasi sungai dan lain-lain merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.

c. Erosi dan sedimentasi

Erosi di DAS berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas penampang sungai. Erosi menjadi problem klasik sungai-sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran sehingga timbul genangan dan banjir di sungai. Sedimentasi juga merupakan masalah besar pada sungai-sungai di Indonesia. Erosi tanah longsor (land-slide) dan erosi pinggir sungai (stream bank erosion) memberikan sumbangan sangat besar terhadap sedimentasi di sungai-sungai, bendungan dan akhirnya ke laut.

d. Kapasitas sungai

Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan. Sedimentasi sungai terjadi karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat, sedimentasi ini menyebabkan terjadinya agradasi dan pendangkalan pada sungai, hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas tampungan sungai. Efek langsung dari fenomena ini menyebabkan meluapnya air dari alur sungai keluar dan menyebabkan banjir.

e. Kapasitas drainasi yang tidak memadai

Sebagian besar kota-kota di Indonesia mempunyai drainasi daerah genanga yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering menjadi langganan banjir di musim hujan.

(4)

f. Pengaruh air pasang

Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater). Fenomena genangan air pasang (Rob) juga rentan terjadi di daerah pesisir sepanjang tahun baik di musim hujan dan maupun di musim kemarau.

2. Penyebab banjir akibat aktivitas manusia a. Perubahan kondisi DAS

Perubahan kondisi DAS seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota, dan perubahan tataguna lainnya dapat memperburuk masalah banjir karena meningkatnya aliran banjir. Dari persamaan-persamaan yang ada, perubahan tata guna lahan berkontribusi besar terhadap naiknya kuantitas dan kualitas banjir.

b. Kawasan kumuh dan sampah

Perumahan kumuh (slum) di sepanjang bantaran sungai dapat menjadi penghambat aliran. Masalah kawasan kumuh ini menjadi faktor penting terjadinya banjir di daerah perkotaan. Disiplin masyarakat untuk membuang sampah pada tempat yang ditentukan masih kurang baik dan banyak melanggar dengan membuang sampah langsung ke alur sungai, hal ini biasa dijumpai di kota-kota besar. Sehingga dapat meninggikan muka air banjir disebabkan karena aliran air terhalang.

(5)

c. Drainasi lahan

Drainasi perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantaran banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi.

d. Kerusakan bangunan pengendali air

Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.

e. Perencanaan sistim pengendalian banjir tidak tepat

Beberapa sistim pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir- banjir yang besar. Semisal, bangunan tanggul sungai yang tinggi. Limpasan pada tanggul ketika terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan keruntuhan tanggul. Hal ini mengakibatkan kecepatan aliran yang sangat besar melalui tanggul yang bobol sehingga menibulkan banjir yang besar.

f. Rusaknya Hutan (hilangnya vegetasi alami)

Penebangan pohon dan tanaman oleh masyarakat secara liar (illegal logging), tani berpindah-pindah dan permainan rebiosasi hutan untuk bisnis dan sebagainya menjadi salah satu sumber penyebab terganggunya siklus hidrologi dan terjadinya banjir (Sebastian, 2008).

Kodoatie (2008) memaparkan penyebab banjir dan prioritasnya seperti pada Tabel 2.1 berikut:

(6)

Tabel 2.1. Penyebab Banjir dan Prioritasnya

No. Penyebab Banjir Alasan Mengapa Prioritas Penyebab 1. Perubahan Tata Guna

Lahan

Debit Puncak naik dari 5 sampai 35 kali karena DAS tidak ada yang menahan maka aliran air permukaan (run off) menjadi besar, sehingga berakibat debit di sungai menjadi besar dan terjadi erosi lahan yang berakibat sedimentasi di sungai sehingga kapasitas sungai menjadi turun.

Manusia

2. Sampah Sungai / drainase tersumbat sampah, jika air melimpah akan keluar dari sungai karena daya tampung saluran berkurang.

Manusia

3. Erosi dan Sedimentasi Akibat perubahan tata guna lahan, terjadi erosi yang berakibat sedimentasi masuk ke sungai sehingga daya tampung sungai berkurang. Penutup lahan vegetatif yang rapat (misal semak-semak, rumput) merupakan penahan laju erosi paling tinggi.

Manusia dan Alam

4. Kawasan kumuh di sepanjang

sungai/drainase.

Dapat merupakan penghambat aliran, maupun daya tampung sungai. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan.

Manusia

5. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat

Sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir yang besar. Limpasan pada tanggul waktu banjir melebihi banjir rencana menyebabkan

(7)

Tabel 2.1. Penyebab Banjir dan Prioritasnya (lanjutan)

No. Penyebab Banjir Alasan Mengapa Prioritas Penyebab keruntuhan tanggul, kecepatan air

sangat besar menyebabkan bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir.

6. Curah Hujan Pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan air/banjir.

Alam

7. Pengaruh Fisiografi Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan Daerah Aliran Sungai, kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai, dll.

Alam

8. Kapasitas Sungai Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan dan sedimentasi di sungai itu karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat.

Alam

9. Kapasitas Drainase yang tidak memadai

Karena perubahan tata guna lahan maupun berkurangnya tanaman / vegetasi serta tindakan manusia mengakibatkan pengurangan kapasitas saluran / sungai sesuai perencanaan yang dibuat.

Manusia

10. Drainase Lahan Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantaran banjir akan mengurangi kemampuan bantaran

(8)

Tabel 2.1. Penyebab Banjir dan Prioritasnya (lanjutan)

No. Penyebab Banjir Alasan Mengapa Prioritas Penyebab dalam menampung debit air yang

tinggi. 11. Bendung dan

bangunan air

Bendungan dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliran balik (backwater).

Manusia

12. Kerusakan bangunan pengendalian banjir

Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.

Manusia dan Alam

13. Pengaruh air pasang Air pasang memperlambat aliran sungai ke laut. Waktu banjir bersamaan dengan air pasang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater).

Alam

Sumber: Kodoatie dan Sjarief, 2008.

2.1.2. Pengendalian banjir

Secara umum pengendalian banjir merupakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan pekerjaan pengendalian banjir, ekploitasi dan pemeliharaan, yang pada dasarnya untuk mengendalikan banjir, pengaturan penggunaan daerah dataran banjir dan mengurangi atau mencegah adanya bahaya/kerugian akibat banjir (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002).

Pengendalian banjir merupakan suatu hal yang kompleks dimana dimensi rekayasanya melibatkan banyak disiplin ilmu teknik antara lain hidrologi, hidraulika, erosi DAS, teknik sungai, morphologi dan sedimentasi sungai, rekayasa sistem pengendalian banjir, sistem drainase kota, bangunan air dan lain-

(9)

lain. Disamping itu suksesnya program pengendalian banjir juga tergantung dari aspek lainnya yang menyangkut sosial, ekonomi, lingkungan, institusi, kelembagaan, hukum dan lainnya (Kodoatie dan Sjarief, 2006).

Pengelolaan banjir secara menyeluruh merupakan kombinasi dari penanganan secara struktur dan penanganan non struktur. Penanganan secara struktur meliputi perbaikan dan pengaturan sistem sungai (sistem jaringan sungai, normalisasi sungai, tanggul, sudetan/shortcut, floodway) serta pembuatan bangunan pengendali banjir (waduk dan polder). Sedangkan penanganan non struktur antara lain pengelolaan DAS, pengaturan tata guna lahan, pengendalian erosi, pengaturan dan pengembangan daerah banjir, penanganan kondisi darurat, peramalan banjir dan peringatan dini, asuransi dan penegakan hukum (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002).

Berdasarkan penyebab banjir pada Tabel 2.1, dapat dikatakan bahwa konsep pengendalian banjir harus dilakukan secara terpadu baik in-stream (badan sungai) maupun off-stream (DAS-nya) dengan melaksanakan pekerjaan baik secara metode struktur (tugas pembangunan) dan non struktur (tugas umum pemerintahan), sehingga akan tercapai integrated flood control and river basin management. Berikut akan dijelaskan mengenai skema sistem pengendalian banjir dengan 2 (dua) metode struktur dari Pembangunan dan Pelayanan, seperti dijelaskan pada Gambar 2.1.

Pada bagan integrated flood control and river basin management di bawah ini dijelaskan bahwa terdapat 2 (dua) metode dalam pengendalian banjir, yaitu Metode Struktur (Tugas Pembangunan) dan metode Non Struktur (Tugas

(10)

Umum Pemerintahan). Metode Struktur merupakan metode pengendalian banjir yang bersifat fisik yang dapat dilakukan dengan memperbaiki dan mengatur sistem sungai, serta dapat juga dilakukan dengan membangun bangunan pengendali banjir, seperti normalisasi sungai; pembuatan/perbaikan tanggul banjir; pembangunan bendungan; pembangunan kolam retensi; dll seperti diuraikan dalam bagan pada Gambar 2.1. Sedangkan metode Non Struktur merupakan metode pengendalian banjir yang bersifat non fisik, seperti pengelolaan DAS; pengaturan tata guna lahan; dll seperti diuraikan dalam bagan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Bagan Integrated Flood Control and River Basin Management (Kodoatie dan Sjarief, 2008)

Pengendalian Banjir

Metode Struktur (Tugas Pembangunan)

Metode Non Struktur (Tugas Umum Pemerintahan)

Perbaikan dan Pengaturan Sistem Sungai  Sistem Jaringan Sungai  Normalisasi Sungai  Perlindungan  Tanggul  Tanggul Banjir  Sudetan (By Pass)  Floodway

Bangunan Pengendali Banjir  Bendungan (Dam)

 Kolam Retensi

 Pembuatan Check Dam (Penangkap Sedimen)  Bangunan Pengurang Kemiringan Sungai  Groundsill  Retarding Basin  Pembuatan Polder  Pumping Station  Pengelolaan DAS

 Pengaturan Tata Guna Lahan  Pengendalian Erosi

 Pengembangan Daerah Banjir  Pengaturan Daerah Banjir  Penanganan Kondisi Darurat  Peramalan Banjir

 Peringatan Bahaya Banjir  Asuransi

 Law Enforcement  Regulasi

 Lembaga tetap, lengkap handal dan akurat

 Peran Serta Masyarakat  Konsep Zero Delta Q

(11)

2.1.3. Strategi pengendalian banjir

Untuk mengurangi risiko timbulnya kerugian akibat banjir, upaya yang dapat dilakukan adalah pengendalian banjir baik secara struktural maupun non struktural. Pengendalian banjir secara struktural dilakukan dengan cara membangun struktur atau bangunan air yang dapat meningkatkan kapasitas pengaliran penampang sungai atau mengurangi debit banjir. Menurut Kodoatie dan Sjarief (2010) terdapat 4 (empat) strategi dasar untuk pengelolaan banjir meliputi:

1. modifikasi kerentanan dan kerugian banjir (penentuan zona atau pengaturan tata guna lahan);

2. pengaturan peningkatan kapasitas alam untuk dijaga kelestariannya;

3. modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknik mitigasi seperti asuransi, penghindaran banjir (flood proofing);

4. modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bangunan pengontrol (waduk) atau normalisasi sungai.

Kejadian banjir harus dikendalikan untuk mengurangi dampak yang terjadi dengan menerapkan prinsip pengendalian banjir. Terdapat beberapa prinsip pengendalian banjir, yaitu: menahan air sebesar mungkin di hulu dengan membuat waduk dan konservasi tanah dan air, meresapkan air hujan kedalam tanah sebanyak mungkin dengan sumur-sumur resapan atau rorak dan menyediakan daerah terbuka hijau, mengendalikan air di bagian tengah dengan menyimpan sementara di daerah retensi (retarding basin), mengalirkan air secepatnya ke

(12)

muara atau ke laut dengan menjaga kapasitas wadah-wadah air, mengamankan penduduk, prasarana vital serta harta benda.

Dalam melakukan pengendalian banjir perlu disusun strategi agar dapat dicapai hasil yang diharapkan. Strategi pengendalian banjir meliputi:

1. Pengendalian tata ruang

Pengendalian tata ruang dilakukan dengan perencanaan penggunaan ruang sesuai kemampuannya, dengan mepertimbangkan permasalahan banjir, pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya, penegakan hukum terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang telah memperhitungkan Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai.

2. Pengaturan debit banjir

Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan pembangunan dan pengaturan, yaitu: bendungan dan waduk banjir, tanggul banjir, palung sungai, pembagi atau pelimpah banjir, daerah retensi banjir, dan sistem polder.

3. Pengaturan daerah rawan banjir

Pengaturan daerah rawan banjir dilakukan dengan cara: pengaturan tata guna lahan dataran banjir (flood plain management), penataan daerah lingkungan sungai seperti: penetapan garis sempadan sungai, peruntukan lahan dikiri kanan sungai, dan penertiban bangunan disepanjang aliran sungai.

4. Pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat

Pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat dilakukan dengan: penyediaan informasi dan pendidikan, rehabilitasi, rekonstruksi

(13)

dan atau pembangunan fasilitas umum, melakukan penyelamatan, pengungsian dan tindakan darurat lainnya, penyesuaian pajak, asuransi banjir.

5. Pengelolaan daerah tangkapan air

Pengelolaan daerah tangkapan air dalam pengendalian banjir antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan: pengaturan dan pengawasan pemanfaatan lahan (tata guna hutan, kawasan budidaya dan kawasan lindung), rehabilitasi hutan dan lahan yang fungsinya rusak, konservasi tanah dan air baik melalui metode vegetatif, kimia, maupun mekanis; perlindungan/konservasi kawasan - kawasan lindung.

6. Penyediaan dana

Penyediaan dana dapat dilakukan dengan cara: pengumpulan dana banjir oleh masyarakat secara rutin dan dikelola sendiri oleh masyarakat pada daerah rawan banjir, penggalangan dana oleh masyarakat umum di luar daerah yang rawan banjir, penyediaan dana pengendalian banjir oleh pemerintah dan pemerintah daerah.

7. Peningkatan peran masyarakat.

Peningkatan peran masyarakat dalam pengendalian banjir diwujudkan dalam: pembentukan forum peduli banjir sebagai wadah bagi masyarakat untuk berperan dalam pengendalian banjir, bersama dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menyusun dan mensosialisasikan program pengendalian banjir; mentaati peraturan tentang pelestarian sumberdaya air, antara lain tidak melakukan kegiatan kecuali dengan ijin dari pejabat yang berwenang untuk: mengubah aliran sungai; mendirikan, mengubah atau membongkar

(14)

bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai; membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan atau cair ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang diperkirakan atau patut diduga akan mengganggu aliran; pengerukan atau penggalian bahan galian golongan C dan atau bahan lainnya.

2.2. Kolam Retensi (Retarding Basin)

Kolam Retensi (retarding basin) adalah sebuah cekungan kosong yang dibangun, digunakan untuk menyerap dan menampung banjir di periode hujan yang tinggi. Konsep dari retarding basin, yaitu menampung aliran air ke dalam cekungan akan mengurangi laju aliran ke sungai terdekat atau muara sungai (estuary) pada saat banjir.

Kolam retensi adalah bangunan yang berfungsi menampung sebagian aliran banjir untuk memperkecil puncak banjir pada titik yang harus dilindungi. Dalam kasus ideal, kolam retensi diletakkan tepat dihulu daerah yang dilindungi dan dioperasikan untuk memotong pucak banjir. Hal ini dilaksanakan dengan mengalirkan semua aliran masuk kedalam kolam retensi hingga aliran keluar mencapai kapasitas yang aman bagi alur sungai yang dihilirnya (Wahyudi, 2009).

Fungsi kolam retensi selain untuk memangkas puncak banjir, juga sebagai penyimpan air untuk dilepaskan pada saat musim kemarau dan meningkatkan konservasi air tanah karena selama air tertahan peresapan air terjadi. Dengan adanya cadangan di kolam retensi, pada musim kemarau air dapat dipakai untuk penggelontoran saluran drainase dan sungai-sungai di daerah hilir.

Pengurangan puncak banjir potensial dengan mengoperasikan retensi akan meningkat bila kapasitas retensi bertambah, karena sebagian besar air banjir

(15)

dapat tersimpan. Penilai suatu retensi banjir adalah kapasitas kolam retensinya dan jumlah limpasan dari DAS yang terletak dihulunya. Bila nilai ini dibandingkan terhadap hujan yang mungkin terjadi didaerah yang bersangkutan, maka akan didapat gambaran tentang efektifnya reservoir tersebut (Linsley dan Franszini, 1986). Ukuran ideal suatu kolam retensi dengan perbandingan panjang/lebar lebih besar dari 2:1. Sedangkan dua kutub aliran masuk inlet dan outlet terletak kira-kira diujung kolam yang berbentuk ellips. Keuntungan yang diperoleh adalah bahwa pada kolam berbentuk yang memanjang sedimen relatif lebih cepat mengendap dan interaksi antar kehidupan (proses aktivitas biologis) didalamnya juga lebih aktif karena terbentuk air yang selalu bergerak, namun tetap dalam kondisi tenang (Wahyudi, 2009).

Penempatan kolam retensi harus diletakkan pada daratan yang lebar sehingga diperlukan daerah yang sangat panjang dan daerah yang sangat luas untuk lahan dasar yang akan tergenang. Kapasitas kolam retensi haruslah sama dengan volume aliran dari banjir rencana dikurangi dengan volume air yang dilepaskan selama banjir. Bila terjadi banjir, retensi akan terisi dan debit air meningkat hingga banjir lewat sehingga aliran masuk sama besar dengan aliran keluar. Setelah itu secara otomatis air dibuang dari retensi sampai semua air yang tertampung sepenuhnya dialirkan. Spillway dan fasilitas outlet yang memadai disediakan untuk melindungi dari overtoping dan untuk pengendalian debit dari retensi, dalam beberapa kasus air dibelokkan ke tanah pertanian yang lebih rendah dibelakang tanggul, outflow bisa dikontrol dengan bangunan berpintu yang digabung dengan tanggul (Linsley, Franszini, 1986).

(16)

Menurut Kodoatie dan Sjarief (2006), tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakteristik hidrograf banjir, volume kolam dan dinamika beberapa bangunan outlet. Untuk strategi pengendalian yang andal diperlukan: 1. Pengontrol yang memadai untuk menjamin ketepatan peramalan banjir. 2. Peramalan banjir yang andal dan tepat waktu untuk perlindungan atau

evakuasi.

3. Sistem drainase yang baik untuk mengosongkan air dari daerah tampungan secepatnya setelah banjir reda.

2.3. Aplikasi Program HEC RAS versi 4.0 Dalam Pemodelan Banjir

Dalam penelusuran hidraulik atau dikenal juga dengan distributed routing adalah penelusuran aliran yang memperhitungkan fungsi ruang dan waktu, mengingat aliran air melalui alur sungai merupakan proses distribusi karena laju aliran merupakan fungsi dari kecepatan, kedalaman dan ruang. Dalam menganalisis aliran pada suatu DAS dapat dilakukan dengan cara model matematik. Model matematik merupakan suatu tiruan fisik yang dirumuskan secara matematik dan diselesaikan dengan cara pendekatan numeris. Model matematik yang digunakan untuk penelusuran gelombang banjir tersebut adalah dengan paket program HEC-RAS.

Program dengan versi yang terbaru ini dapat menangani jaringan saluran air secara penuh dengan memodelkan aliran subkritis, superkritis dan aliran mixed untuk kalkulasi aliran beraturan. Perhitungan dasarnya mengikuti prosedur pemecahan kalkulasi energi aliran satu dimensi. Kehilangan energi dievaluasikan terhadap friksi yang terjadi pada saat pengaliran (persamaan

(17)

Manning), kontraksi dan ekspansi saluran (dengan koefisiennya yang dikalikan dengan kecepatan alir). Persamaan momentum digunakan saat situasi dimana profil muka air secara cepat bervariasi. Situasi ini termasuk perhitungan mixed flow regime (misalnya loncatan hidrolik), perhitungan pada hidrolika aliran melintasi jembatan dan perhitungan pada junction (pertemuan dan perpisahan dua atau lebih saluran). Selanjutnya perhitungan juga bisa dilakukan terhadap talang air, gorong-gorong, pompa air dan struktur bangunan air lainnya termasuk perhitungan aliran dengan saluran tertutup es.

Program HEC-RAS 4.0 menggunakan pengaturan data dimana dengan data geometri yang sama bisa dilakukan kalkulasi data aliran yang berbeda-beda, begitu juga sebaliknya. Program HEC-RAS dalam hal ini menggunakan persamaan Barre de St. Venant yang didasarkan pada penyelesaian persamaan kontinuitas dan momentum (Wahyudi, 2009).

2.4. Landasan Teori

2.4.1. Uji konsistensi data hujan

Di dalam suatu seri data hujan, bisa terjadi Nonhomogenitas data dan ketidaksamaan (incosistency) data. Faktor-faktor yang menyebabkan data menjadi tidak homogen dan tidak konsisten meliputi:

1. Perubahan mendadak pada sistem hidrologis, misalnya karena adanya pembangunan gedung-gedung atau tumbuhnya pohon-pohonan, gempa bumi dan lain-lain.

(18)

3. Perubahan cara pengukuran, misalnya penggantian alat dengan jenis dan spesifikasi alat baru atau metode yang berbeda, dll.

Data tidak homogen maupun data tidak konsisten menyebabkan hasil analisis tidak teliti. Oleh karena itu sebelum data tersebut dipakai untuk analisis, terlebih dahulu harus dilakukan uji konsistensi data. Uji konsistensi data sudah meliputi uji homogenitas data karena data yang konsisten juga berarti data tersebut adalah homogen. Metode yang digunakan untuk pengujian data dalam penelitian ini yaitu Metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums).

Pengujian konsistensi dengan metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS) adalah pengujian dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri yaitu pengujian dengan komulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar komulatif rerata penyimpangan terhadap nilai reratanya, lebih jelas lagi bisa dilihat pada rumus di bawah ini:

So* = 0 Sk* =

   1 k 1 i ) (Yi Y dengan k = 1,2,3, ………. (2.1) Sk** = Dy * Sk Dy2 = n ) Y Yi ( n 1 i 2

  (2.2)

Nilai statistik Q dan R:

(19)

0  k  n

R = maks Sk** - min Sk** 0  k  n

(2.4)

Dengan melihat nilai statistik maka dapat dicari nilai Q/n0,5 dan R/n0,5. Hasil yang dapat dibandingkan dengan nilai Q/n0,5 syarat dan R/n0,5, sebagai syarat jika Q/n0,5 dan R/n0,5 dihitung lebih kecil maka data masih dalam batasan konsisten.

2.4.2. Hujan rata-rata DAS

Data hujan yang dihasilkan dari stasiun pengamatan hujan perlu dievaluasi apakah sudah cukup mewakili kondisi DAS yang ditinjau. Kedalaman hujan (rainfall depth) pada suatu titik tertentu dapat diperoleh dengan mudah, namun luasan berlakunya kedalaman hujan itu (representativeness) tidak dapat diketahui secara pasti (Sri Harto, 1993).

Hujan merupakan masukan utama ke dalam suatu DAS. Jumlah hujan yang terjadi dalam suatu DAS merupakan besaran yang sangat penting dalam sistem DAS tersebut. Dengan demikian pengukuran hujan harus dilakukan dengan secermat mungkin. Jumlah hujan yang dimaksud adalah seluruh hujan yang terjadi dalam DAS yang bersangkutan, karena hujan ini yang akan dialihragamkan (transformed) menjadi aliran di sungai (Sri Harto, 2000).

Analisis data hujan titik guna mencari data hujan DAS yang dilakukan dengan menghitung hujan rata-rata setiap hari sepanjang data yang tersedia merupakan cara terbaik (Sujono, 2009). Setiap hari sepanjang data dihitung hujan DAS-nya yang dihitung dengan menggunakan metode poligon Thiessen.

(20)

Dalam menghitung besaran hujan DAS dengan poligon Thiessen, dilakukan dengan cara memberikan bobot tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan anggapan bahwa setiap stasiun mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu. Luasan tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan. Hujan rata-rata DAS didapat dengan persamaan:

i d αP P (2.5) A A α i (2.6) dengan: Pd = hujan DAS (mm),

Pi = hujan masing-masing stasiun (mm), α = koefisien Thiessen,

Ai = luas masing-masing poligon (km2), A = luas DAS (km2),

2.4.3. Analisis frekuensi

Analisis frekuensi merupakan salah satu cara untuk menetapkan besaran hujan atau debit rancangan dengan kala ulang tertentu untuk data yang diperoleh dari rekaman data baik data hujan maupun debit yang didasarkan pada sifat statistik data yang tersedia untuk memperoleh probabilitas besaran hujan atau debit di masa yang akan datang. Penetapan seri data yang akan dipergunakan dalam analisis frekuensi dapat dilakukan dengan cara mengambil satu data maksimum setiap tahun (maximum annual series) atau dengan cara menetapkan suatu batas ambang bawah tertentu dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dapat dijelaskan kepentingannya (partial series/peak over threshold).

(21)

Penetapan data dengan partial series, tidak ada batasan berupa besar data tiap tahun yang dapat diambil dalam satu seri, namun dalam praktek dianjurkan rata-rata jumlah data yang tidak lebih dari lima.

Tujuan dari analisis frekuensi data hidrologi adalah mencari hubungan antara besarnya kejadian ekstrim terhadap frekuensi kejadian dengan menggunakan distribusi probabilitas (Triatmodjo, 2009). Besarnya kejadian ekstrim mempunyai hubungan terbalik dengan probabilitas kejadian. Dengan analisis frekuensi akan diperkirakan besarnya banjir dengan kala ulang tertentu. Analisis frekuensi dapat diterapkan untuk debit sungai dan data hujan. Parameter statistik yang paling banyak digunakan dalam analisis frekuensi adalah:

a. Rerata n Pi P n 1 i

  (2.7) b. Simpangan baku

 

n 1

P Pi S n 1 i 2   

(2.8)

c. Koefisien asimetri (skewness)



 

    n 1 i 3 3 Pi P S 2 n 1 n n Cs (2.9) d. Koefisien variasi P S Cv  (2.10)

(22)

e. Koefisien kurtosis





 

     n 1 i 4 4 Pi P S 3 n 2 n 1 n n Cs (2.11) dengan: P = hujan (mm), P = rerata hujan (mm), S = simpangan baku, Cv = koefisien variasi, Ck = koefisien kurtosis.

2.4.4. Hidrograf Satuan Sintetik

Hidrograf satuan merupakan hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap dalam satu satuan waktu yang ditetapkan. Di daerah dimana data hidrologi tidak tersedia untuk menurunkan hidrograf satuan, maka dibuat hidrograf satuan sintetis yang didasarkan pada karakteristik fisik DAS. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah hidrograf satuan sintetik Nakayasu, dengan pertimbangan luas daerah aliran Tukad Mati yang tidak terlalu besar dan jumlah stasiun hujan yang terbatas.

Penggunaan metode hidrograf satuan sintetik Nakayasu, diperlukan beberapa karakteristik parameter daerah alirannya, seperti: tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time to peak magnitude), tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag), tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph), luas daerah aliran, panjang aliran sungai

(23)

terpanjang (length of the longest channel) dan koefisien pengaliran. Rumus hidrograf satuan sintetik Nakayasu adalah:

) 3 , 0 ( 6 , 3 0,3 0 T Tp R A C Qp      (2.12) dengan:

Qp = debit puncak banjir (m3/det) A = luas DAS (km2)

Ro = hujan satuan (mm)

Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam) T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai

menjadi 30% dari debit puncak

Persamaan-persamaan yang digunakan dalam hidrograf satuan sintetik Nakayasu, yaitu:

Tp = Tg + 0,8 Tr (2.13)

T0,3 =  x Tg (2.14)

Tr = 0,5 x Tg (2.15)

Tg = 0,40 + 0,058 L (untuk panjang sungai > 15 km) (2.16) Tg = 0,21 L 0,70 ( untuk panjang sungai ≤ 15 km) (2.17) dengan:

Tg = time lag L = panjang sungai

Persamaan satuan hidrograf adalah: 1. Pada Kurva Naik:

(24)

0  t  Tp 4 , 2         Tp t Qp Qt (2.18) 2. Pada Kurva Turun:

a. Tp  t  (Tp + T0,3)            0,3 3 , 0 T Tp t Qp Qt (2.19) b. (Tp + T0,3 ≤ t ≤ (Tp + T0,3 + (T0,3)2)            0,3 3 , 0 5 , 1 5 , 0 3 , 0 T T Tp t Qp Qt (2.20) c. t ≥ (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)            0,3 3 , 0 2 5 , 1 3 , 0 T T Tp t Qp Qt (2.21) 2.4.5. Distribusi hujan

Distribusi curah hujan adalah berbeda-beda sesuai jangka waktu yang ditinjau yaitu curah hujan tahunan, curah hujan bulanan, curah hujan harian dan curah hujan per jam. Curah hujan jangka pendek dinyatakan dalam intensitas per jam yang disebut intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan dalam studi ini ditentukan berdasarkan persamaan empiris yaitu persamaan Mononobe yang digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan setiap waktu berdasarkan data curah hujan harian seperti persamaan berikut:

m t 24 24 R24 I        (2.22)

(25)

dengan:

I = intensitas curah hujan (mm/jam), t = lamanya curah hujan (jam), m = konstanta,

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm). 2.4.6. Penelusuran aliran

Penelusuran aliran adalah prosedur untuk menentukan waktu dan debit aliran (hidrograf aliran) di suatu titik pada aliran berdasarkan hidrograf yang diketahui di sebelah hulu, (Triatmodjo, 2009). Apabila aliran tersebut adalah banjir maka prosedur tersebut dikenal dengan penelusuran banjir. Penelusuran aliran ini banyak dilakukan dalam studi pengendalian banjir, dimana perlu dilakukan analisis perjalanan/penelusuran banjir di sepanjang sungai atau di suatu waduk. Dengan penelusuran banjir ini apabila hidrograf di bagian hulu sungai atau waduk diketahui maka akan dapat dihitung bentuk hidrograf banjir di bagian hilirnya. Ada dua macam penelusuran aliran yaitu penelusuran hidrologis dan hidraulis. Pada penelusuran hidrologis dapat berupa penelusuran waduk dan penelusuran sungai. Pada penelusuran hidraulis dicari hidrograf debit di beberapa titik di sepanjang aliran.

Menurut Sri Harto (1993), penelusuran aliran dapat dimanfaatkan untuk:

1. Menentukan hidrograf sungai di suatu tempat tertentu, apabila hidrograf di bagian hulu diketahui,

(26)

3. Menentukan dimensi dan rancangan bangunan-bangunan hidraulik seperti tanggul, tembok penahan dan jembatan.

Penelusuran aliran hidraulik memerlukan kemampuan yang mencukupi dalam menurunkan model matematiknya. Prinsip model matematik adalah mendeskripsikan fenomena alam dalam satu set persamaan. Aliran air di sungai dapat dikategorikan sebagai aliran tak tetap (unsteady flow) dan dalam kondisi aliran ini berlaku prinsip konservasi massa dan prinsip konservasi momentum. Persamaan konservasi massa pada saluran terbuka adalah sebagai berikut:

0 q t A x Q         (2.23)

dan persamaan momentum adalah:

0 S x y gA A Q α x t Q f 2                        (2.24) dengan:

x = jarak memanjang sungai (m), t = waktu (s),

A = luas tampang basah (m2), Q = debit aliran (m3/s),

y = tinggi permukaan di atas referensi (m), g = percepatan gravitasi (m/s2),

Sf = kemiringan garis energi,

 = koefisien koreksi kecepatan rerata tampang basah (koefisien Coriolis), q = aliran lateral dari samping kiri dan kanan sungai (m3/s/m).

(27)

Salah satu model matematik yang sering digunakan untuk pemodelan aliran di sungai adalah HEC-RAS (Hydrologic Engineering Center’s-River Analisis System). Model ini mampu mensimulasi profil muka air unsteady flow sesuai kondisi aliran sungai. Aplikasi persamaan aliran unsteady flow pada saluran terbuka seperti sungai dengan bantaran banjirnya dengan HEC-RAS maka debit aliran didistribusikan berdasarkan suatu persamaan penelusuran (conveyance) dengan asumsi antara sungai dan bantaran banjirnya adalah terpisah dan pertukaran momentum antara keduanya diabaikan. Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q Qc  (2.25) dengan: Qc = debit di sungai, Q = total debit,  = Kc/(Kc+Kf) Kc = penelusuran di sungai,

Kf = penelusuran di bantaran banjir.

Berdasarkan asumsi tersebut, persamaan pergerakan satu dimensi pada saluran dapat dituliskan menjadi persamaan berikut:

  

0 x Q φ 1 x φQ t A f c          (2.26)

0 S x z gA S x z gA x /A Q φ 1 x /A Q φ t Q ff f f fc c c f f 2 2 c c 2 2                               (2.27)

(28)

Koefisien c dan f sangat tergantung pada kondisi sungai dan bantaran banjirnya, persamaan ini menggunakan pendekatan skema implicit finite difference dan diselesaikan melalui teknik iterasi Newton-Raphson.

2.4.7. Syarat batas

Dua syarat batas, di hulu dan hilir saluran, diperlukan supaya model dapat melakukan proses hitungan, sehingga Qi dan yi untuk i = 1,…, N dapat dihitung untuk setiap time step. Bentuk umum dari persamaan syarat batas adalah sebagai berikut: 1 1 1 y     Q untuk i = 1 dan N (2.28)

Syarat batas dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Syarat batas luar (external boundary condition), syarat batas ini diperlukan di hulu dan hilir sungai atau bagian akhir dari penggal sungai yang tidak terhubung dengan penggal sungai yang lain atau dengan luasan tampungan. 2. Syarat batas dalam (internal boundary condition), syarat batas ini diperlukan

untuk mengetahui karakteristik sambungan diantara penggal sungai (Wahyudi, 2009).

2.4.8. Aspek ekonomi

Proyek adalah suatu kegiatan yang menggunakan modal (resources) atau faktor produksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu sehingga memberikan manfaat (benefit) setelah suatu jangka waktu tertentu. Untuk mengetahui tingkat keuntungan/manfaat suatu infestasi (proyek) perlu dilakukan evaluasi kelayakan proyek. Salah satu bentuk evaluasi kelayakan proyek adalah analisis ekonomi (Suripin, 2004).

(29)

Proyek adalah aktivitas yang mengunakan sumber-sumber untuk mendapatkan manfaat (benefit), atau suatu aktivitas dimana dikeluarkan uang untuk mendapatkan kembali hasil (return) di waktu yang akan datang yang mana direncanakan dan dibiayai sebagai suatu unit aktifitas yang selalu ditunjukan untuk mencapai suatu tujuan yang memepunyai suatu titik tolak (start point) dan suatu titik akhir (ending point), baik biaya maupun hasil pokok yang dihitung. 2.4.8.1. Analisis ekonomi

Analisis ekonomi dilakukan untuk mendapatkan gambaran layak tidaknya rencana proyek dilaksanakan dari sisi ekonomi. Menurut Suripin (2004), secara sederhana dapat dikatakan bahwa suatu proyek adalah layak secara ekonomis jika biaya (cost) atau investasi yang diperlukan masih relatif lebih kecil dibandingkan manfaat (benefit) yang diperoleh. Untuk menilai kelayakan tersebut dapat digunakan parameter-parameter berikut: (1) Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio), (2) Net Present Value (NPV) dan (3) Internal Rate of Return (IRR).

1. Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio)

B/C Ratio merupakan perbandingan antara keuntungan (benefit) dan biaya (cost) yang dihitung berdasarkan nilai saat ini (present value). Berdasarkan parameter B/C Ratio proyek dikatakan ekonomis dan layak untuk dibangun jika nilai B/C Ratio lebih besar dari 1,0. Jika B/C < 1,0 maka proyek tidak ekonomis atau tidak feasible, jika B/C = 1 dikatakan proyek tersebut marginal (tidak untung dan tidak rugi) (Suripin, 2004).

Secara umum rumus untuk perhitungan BCR adalah sebagai berikut:

C PV B PV t sekarang Nilai benefit sekarang Nilai BCR ) ( ) ( cos   (2.29)

(30)

dengan:

BCR = Perbandingan manfaat terhadap biaya (Benefit Cost ratio) (PV)B = Nilai sekarang Benefit

(PV)C = Nilai sekarang biaya 2. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) dari suatu proyek merupakan nilai sekarang (Present Value) dari selisih antara hasil proyek (benefit) dengan modal yang ditanam (cost) pada discount rate tertentu. NPV menunjukan kelebihan manfaat (benefit) dibanding biaya (cost). Jika Net Present Value (NPV) > 0, maka proyek ini dikatakan menguntungkan, sedangkan apabila NPV < 0, maka proyek tersebut ditolak karena dinilai tidak menguntungkan.

Cara perhitungan NPV adalah sebagai berikut :

          n t n t n t n t t t i atauNPV PVR PVE t Co i t C NPV 0 0 0 0 (1 ) ) ( ) 1 ( ) ( (2.30) dengan:

NPV = Nilai sekarang netto

(C) t = Aliran kas masuk tahun ke – t n = Umur ekonomis proyek

i = Arus pengembalian (rate of return) t = waktu

3. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) pada dasarnya merupakan tingkat suku bunga bank (discount rate) dimana total biaya (cost) sama dengan total manfaat (benefit). Pada kondisi benefit dan cost konstan, maka IRR adalah bunga bank

(31)

dimana cost tahunan sama dengan benefit tahunan. Untuk kondisi benefit dan cost tidak konstan, maka IRR dicari dengan coba-coba sehingga diperoleh nilai benefit sama dengan nilai cost (B = C) (Suripin, 2004).

Secara umum rumus untuk perhitungan IRR adalah sebagai berikut:

 

             i i NPV NPV NPV i IRR (2.31) Dengan :

IRR = tingkat pengembalian internal i- = suku bunga tertinggi (%) i+ = suku bunga terendah (%)

NPV+ = selisih nilai sekarang pada suku bunga i+ NPV- = selisih nilai sekarang pada suku bunga i -2.4.8.2. Manfaat (Benefit)

Dalam analisis ekonomi, bahwa apa saja yang secara langsung atau tidak langsung menambah konsumsi barang-barang atau jasa-jasa sehubungan dengan proyek dapat digolongkan sebagai Benefit proyek. Sebaliknya, apa saja yang mengurangi persediaan barang-barang atau jasa-jasa konsumsi baik secara langsung maupun tidak langsung sehubungan dengan proyek dapat digolongkan sebagai biaya proyek.

Dalam analisis biaya dan manfaat, manfaat (benefit) ditekankan kepada semua keunggulan ekonomi dan sosial yang diperoleh. Sedangkan untuk biaya (cost) ditekankan pada kelemahan-kelemahan proyek yang dikuatifikasi dalam bentuk uang.

(32)

Keuntungan suatu proyek dapat berupa keuntungan langsung, keuntungan tidak langsung, dan ada pula keuntungan yang tidak dapat dinilai dengan uang (intangible benefit). Manfaat (benefit) yang diperoleh dari proyek drainase biasanya tidak berupa uang, tetapi berupa peningkatan kualitas hidup masyarakat. Lokasi proyek menjadi aman dari genangan, aktivitas masyarakat tidak terganggu atau tertunda, lingkungan menjadi bersih dan sehat, sehingga kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat meningkat (Suripin, 2004).

2.4.8.3. Biaya (Cost)

Biaya pembangunan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tangible dan intangible cost. Tangible cost adalah semua biaya pembangunan yang dapat dinilai dengan uang, sedangkan intangible cost adalah biaya yang tidak mudah dinilai dengan uang. Hilangnya bangunan bersejarah atau keindahan alam akibat terkena proyek, atau biaya akibat pemindahan penduduk yang terkena pelebaran saluran dapat dianggap sebagai intangible cost (Suripin, 2004).

Gambar

Gambar 2.1  Bagan Integrated Flood Control and River Basin Management  (Kodoatie dan Sjarief, 2008)

Referensi

Dokumen terkait

Apabila transaksi pertukaran tidak melibatkan kas tetapi menggunakan aset lain atau saham, maka biaya barang atau jasa yang diterima adalah sebesar nilai setara kas dari aset

Burung merpati dengan ranting zaitun di paruhnya mengungkapkan tentang janji keselamatan dan kehidupan dari Allah (bnd. Jadi sekalipun Gereja mengalami berbagai ancaman,

Menimbang bahwa selanjutnya, dengan berdasar pada fakta di mana antara Pemohon dan termohon sudah pisah tempat tinggal sejak 1,5 tahun yang lalu hingga sekarang, dan

Dividen Wajib Pajak Badan Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan dividen

♥ Winda Dwi Yunita (ginda), yang selalu mensupport saya agar bias menjadi sarjana dan terima kasih telah membantu dalam urusan skripsi saya dalam mengasih saran ♥ Tedo

Intervensi yang diberikan untuk klien dengan masalah keperawatan Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah meliputi managemen hiperglikemi untuk mengontrol kadar

Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari seringkali ditemui bahwa setiap orang memiliki ketertarikan terhadap sesuatu yang berbeda-beda dan masing-masing memilih cara yang

(8) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3 (tiga) dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25%