• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.4.3. FAKTOR RISIKO

2.4.3.a. FAKTOR RISIKO REPRODUKSI DAN MENSTRUASI

Kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai risiko tiga kali lebih besar menderita kanker endometrium dibanding multipara. Berbeda dengan kanker payudara, usia pertama melahirkan tidak memperlihatkan adanya hubungan terhadap terjadinya kanker ini walaupun masa laktasi yang panjang dapat berperan sebagai proteksi.19,24,25,26

Usia menars dini (< 12 tahun) berhubungan dengan meningkatkan risiko kanker endometrium walaupun tidak selalu konsisten. Kebanyakan penelitian menunjukkan usia saat menopause mempunyai hubungan langsung terhadap risiko meningkatnya kanker ini. Sekitar 70% dari semua wanita yang didiagnosis kanker endometrium adalah pascamenopause. Wanita yang menopause secara alami di atas usia 52 tahun 2,4 kali lebih berisiko jika dibandingkan sebelum usia 49 tahun.19,24,25,26

2.4.3.b. HORMON

Kanker endometrium berhubungan dengan rangsangan estrogen terus menerus. Risiko terjadi kanker endometrium pada wanita-wanita muda berhubungan dengan kadar estrogen yang tinggi secara abnormal seperti polycystic ovarian disease yang memproduksi estrogen.19,22

Terapi sulih hormon estrogen menyebabkan risiko kanker endometrium meningkat 2 sampai 12 kali lipat. Peningkatan resiko ini terjadi setelah pemakaian 2-3 tahun. Risiko relatif tertinggi terjadi setelah pemakaian selama 10 tahun. Belakangan ini, kombinasi estrogen terapi dengan progestin dipercaya dapat melawan efek karsinogenik.19

Peningkatan risiko secara bermakna terdapat pada pemakai kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dosis tinggi dengan rendah progestin. Sebaliknya, pengguna kontrasepsi oral kombinasi estrogen-progestin dengan kadar progesteron yang tinggi mempunyai efek protektif dan menurunkan resiko kanker endometrium setelah 1-5 tahun pemakaian.19,25

Beberapa penelitian mengindikasikan adanya peningkatan risiko kanker endometrium 2-3 kali lipat pada pasien kanker payudara yang diberi terapi dengan tamoksifen. Tamoksifen adalah antiestrogen yang berkompetisi dengan estrogen untuk menduduki reseptor. Berbeda

dengan di payudara, di endometrium tamoksifen malah bertindak sebagai faktor pertumbuhan yang meningkatkan siklus pembelahan sel.19,21,25

2.4.3.c. OBESITAS

Obesitas meningkatkan risiko terkena kanker endometrium. Kelebihan 13-22 kg dari berat badan ideal akan meningkatkan risiko sampai 3 kali lipat, sedangkan kelebihan di atas 23 kg meningkatkan risiko sampai 10 kali lipat.19,22,25,26

2.4.3.d. KONDISI MEDIS

Wanita pra-menopause dengan diabetes menyebabkan dua sampai tiga kali lebih besar berisiko terkena kanker endometrium jika disertai dengan obesitas. Kemungkinan tingginya kadar estrone dan lemak dalam plasma pada wanita diabetes menjadi penyebabnya. Hipertensi menjadi faktor risiko pada wanita pascamenopause dengan obesitas.19

2.4.3.e. FAKTOR GENETIK

Seseorang dengan riwayat kanker kolon dan kanker payudara meningkatkan risiko terjadinya kanker endoetrium 2-3 kali lipat. Begitu juga dengan riwayat kanker endometrium dalam keluarga.19,25

2.4.4. GEJALA DAN TANDA

Sebagian besar keluhan utama yang diderita pasien kanker endometrium adalah perdarahan pascamneopause bagi pasien yang telah menopause dan perdarahan intermenstruasi bagi pasien yang belum menopause. Keluhan keputihan adalah keluhan yang paling banyak menyertai keluhan utama.19

2.4.5. SKRINING

Sampai saat ini belum ada metode skrining untuk kanker endometrium. Hanya untuk pasien yang termasuk dalam risiko tinggi seperti Lynch syndrome tipe 2 perlu dilakukan evaluasi endometrium secara seksama dengan histeroskopi dan biopsi. Pemeriksaan USG transvaginal merupakan tes non invasif awal yang efektif dengan prediksi nilai negatif yang tinggi apabila

ditemukan ketebalan endometrium kurang dari 5 mm. Pada banyak kasus histeroskopi dengan instrumen yang fleksibel membantu dalam penemuan awal kasus kanker endometrium.24

2.4.6. DIAGNOSIS

Untuk mengevaluasi perdarahan intrauterine abnormal, diagnosis dilakukan melalui biopsi endometrium atau dilatasi dan kuretase. Kedua cara ini mempunyai false negative rate 5-10%. Bila diagnosisnya meragukan dapat dilakukan kuretase bertingkat dengan bimbingan histeroskopi. Alat yang digunakan untuk mengambil sampel endometrium berupa logam atau plastik. Namun, pada pasien yang tidak dapat dilakukan biopsi endometrium karena stenosis servikal atau simptom tetap bertahan walau hasil biopsi normal, maka dapat dilakukan dilatasi dan kuretase (D&C) dengan anestesi. Prosedur D&C sampai saat ini merupakan baku emas untuk mendiagnosis kanker endometrium.19,20,24,25

2.4.7. PATOLOGI

Umumnya (75-80% kasus) tipe histologik kanker endometrium adalah endometrial adenokarsinoma, yaitu karsinoma yang berasal dari jaringan kelenjar atau karsinoma yang sel-sel tumornya membentuk struktur seperti kelenjar.19,21

Terdapat dua jenis kanker endometrium, yaitu adenokarsinoma endometrium tipe I dengan karakteristik berdiferensiasi baik dan invasi secara superfisial. Tipe ini sensitif terhadap progesteron dan penderita cenderung memiliki prognosis yang baik. Adenokarsinoma endometrium tipe II berdiferensiasi buruk (grade 3) atau bertipe histologik yang agresif (clear cell, papillary serous) dan berinvasi dalam ke miometrium. Prognosis penderita dengan tipe ini kurang baik dan memiliki angka kelangsungan hidup lebih rendah dibanding penderita tipe I.19,21

2.4.8. STADIUM

Terdapat dua jenis stadium pada kanker endometrium, yaitu stadium klinik dan stadium surgikal. Stadium klinik bertujuan untuk menentukan jenis terapi yang akan diberikan, sedangkan stadium surgikal untuk menentukan terapi adjuvannya. Kini, penentuan stadium telah bergeser dari stadium klinik ke stadium surgikal.19,20

Stadium Keterangan

Stadium I Tumor terbatas pada korpus uterus

IA (G1,G2,G3) Invasi tidak ada atau kurang dari setengah miometrium IB (G1,G2,G3) Invasi sampai setengah atau lebih dari setengah miometrium

Stadium II Tumor menginvasi stroma serviks, tetapi tidak menyebar keluar uterus IIA (G1,G2,G3) Mengenai kelenjar endoserviks

IIB (G1,G2,G3) Menginvasi stroma serviks

Stadium III Penyebaran lokal dan/atau regional dari tumor

IIIA (G1,G2,G3) Tumor menginvasi serosa dari korpus uterus dan/atau adnexa dan/atau pemeriksaan sitologi peritoneum positif

IIIB (G1,G2,G3) Keterlibatan vagina dan/atau parametrium

IIIC (G1,G2,G3) Metastasis ke kelenjar getah bening panggul dan/atau para-aorta IIIC1 Kelenjar getah bening panggul positif

IIIC2 Kelenjar getah bening para-aorta positif, dengan atau tanpa kelenjar getah bening panggul positif

Stadium IV Tumor menginvasi kandung kemih dan/atau mukosa usus, dan/atau

metastasis jauh

IVA (G1,G2,G3) Tumor menginvasi kandung kemih dan/atau mukosa usus

IVB Metastasis jauh, termasuk metastasis intra-abdominal dan/atau kelenjar getah bening inguinal

Tabel 2.3. Stadium kanker endometrium (FIGO 2008).20,22,24 Keterangan :

- Kanker endometrium dibagi atas derajat (G) sesuai dengan derajat diferensiasi histologi - G1 = 5% atau kurang gambaran pertumbuhan padat

- G2 = 6-50% gambaran pertumbuhan padat - G3 = >50% gambaran pertumbuhan padat

2.4.9. DIAGNOSIS BANDING

Tumor jinak ovarium, tumor korpus uteri.24

2.4.10.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sebelum tindakan operasi, pemeriksaan yang perlu dilakukan: 24 - Foto toraks untuk menyingkirkan metastasis paru

- Tes pap, untuk menyingkirkan kanker serviks

- Pemeriksaan laboratorium yang mencakup darah rutin, faal hati, faal ginjal, elektrolit.

2.4.11. TERAPI

Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan pilihan terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi, sedangkan staging surgikal

(surgical staging) yaitu meliputi histerektomi simpel dan pengambilan contoh kelenjar getah bening para-aorta adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium.19

2.4.11.a. PEMBEDAHAN

Pasien dengan kanker endometrium diobati dengan tindakan histerektomi saja atau histerektomi dan radiasi pasca bedah. Pada stadium dini dengan diferensiasi baik, cukup dilakukan histerektomi totalis dan salpingo-ooforektomi bilateral. Penentuan stadium surgikal meliputi insisi mediana, bilasan peritoneum, eksplorasi dan palpasi kemungkinan metastasis ke organ abdomen, histerektomi total, dan salpingo-ooforektomi bilateral, kemudian uterus dibelah untuk melihat kedalaman invasi ke miometrium; bila tidak jelas perlu dilakukan frozen section. Limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dan para-aorta serta omentektomi parsialis dilakukan berdasarkan kriteria kelompok risiko tinggi. Beberapa ahli hanya melakukan sampel biopsi pada kelenjar getah bening, terutama pada yang mengalami pembesaran. Kriteria kelompok risiko tinggi yaitu: 19,24

- Infiltrasi ke miometrium lebih dari setengah ketebalan miometrium

- Perluasan ke isthmus/serviks

- Tipe histologi : serosa, sel jernih, skuamousa, atau diferensiasi buruk

- Pembesaran kelenjar getah bening pelvis

- Histologi derajat 3 adenokarsinoma

Pada stadium II, dimana terbukti ada keterlibatan endoserviks, prosedur pengangkatan uterus dilakukan secara radikal (histerektomi radikal), dengan salpingo-ooforektomi bilateral, diseksi kelenjar getah bening pelvis, dan biopsi paraaorta bila mencurigakan, biopsi peritoneum, biopsi omentum (omentektomi parsial). Akan tetapi, beberapa ahli tetap melakukan histerektomi total apabila diyakini bahwa keganasan memang berasal dari endometrium (bukan dari endoserviks), dengan alasan lokasi kekambuhan terbanyak terdapat di vagina dan angka kekambuhan yang kurang dari 10%.19,24

Pada stadium III dan IV, dilakukan pembedahan, radiasi, dan/atau kemoterapi. Sangat dianjurkan untuk melakukan pegangkatan tumor primer walaupun telah terdapat metastasis ke organ abdomen.19,24

2.4.11.b. RADIOTERAPI

Stadium I dan II yang inoperabel secara medis hanya diberi terapi radiasi, angka kelangsungan hidup 5 tahunnya menurun 20-30% dibanding pasien dengan terapi operasi dan radiasi. Pada pasien dengan resiko rendah (stadium IA grade 1 atau 2) tidak memerlukan radiasi ajuvan pasca operasi. Radiasi ajuvan diberikan apabila: 19,24

- Penderita stadium IB derajat III / IC, derajat 1,2 atau 3, apabila berusia di atas 60 tahun, dan/atau invasi melebihi setengah miometrium

- Penderita stadium IIA / IIB, derajat III

- Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberi terapi secara tersendiri, tergantung letak metastasis, dan ajuvan Cisplatin dan Doxorubicin. Perluasan radiasi paraaorta diberikan bila:

- Kelenjar getah bening paraaorta positif

- Metastasis luas di daerah adneksa

- Pasien dengan risiko rendah (stadium IA, derajat 1 atau 2) tidak memerlukan radiasi.

2.4.11.c. TERAPI MEDIKAMENTOSA

- KEMOTERAPI

Kemoterapi diberikan pada pasien dengan kanker endometrium residif. Cisplatin dan doxorubicin adalah agen yang paling sensitif. Agen kemoterapi lain adalah paclitaxel, doxorubicin, dan ifosfamide.19,24

- HORMON

Tumor yang mempunyai reseptor estrogen dan progesteron akan memberikan respon yang lebih baik terhadap terapi hormon. Pemberian progestin oral sama efektifnya dengan pemberian intramuskular. Sepertiga pasien yang mengalami kekambuhan memberikan respon terhadap progestin.19 Hormon yang dapat diberikan yaitu: 24

- Depo-Provera 400 mg/IM/minggu

- Tablet Provera 4 x 200 mg/hari

Gambar 2.5. Penanganan kanker endometrium 20

2.4.12. PENGAMATAN LANJUTAN

Pengamatan lanjut (follow up) dilaksanakan 2 bulan sekali pada 2 tahun pertama, selanjutnya setiap 6 bulan pada 3 tahun berikutnya. Setelah 5 tahun, pemeriksaan dilaksanakan 5 tahun sekali. Pemeriksaan terutama ditujukan pada kelenjar getah bening pelvis. Juga diperhatikan timbulnya massa di pelvis, perdarahan pervaginam, dan gangguan respirasi. Pemeriksaan penanda tumor tidak ada yang spesifik. Pemeriksaan radiologi (termasuk CT-Scan / MRI) dilakukan bila ada indikasi.24

2.5. PENYAKIT TROFOBLAS GANAS

2.5.1. EPIDEMIOLOGI

Keganasan ini dapat berasal dari mola hidatidosa dan non-mola hidatidosa. Insiden mola hidatidosa diperkirakan antara 0,26-2,1 setiap 1.000 kehamilan. Mola hidatidosa merupakan sebagian dari Penyakit Trofoblas Gestasional (PTG = Gestational Trophoblastic Disease / GTD). Sebanyak 9-20% mola hidatidosa dapat bertransformasi menjadi keganasan Penyakit Trofoblas Ganas (Gestational Trophoblastic Neoplasia / GTN).28

Pada saat ini hampir seluruh kasus penyakit trofoblas ganas dapat diobati tanpa harus kehilangan fungsi reproduksinya. Hal ini dikarenakan kemajuan dari deteksi dini, pemeriksaan penanda tumor β-hCG yang sensitif dan tersedianya kemoterapi yang sensitif.28

2.5.2. SKRINING

Pemeriksaan β-hCG merupakan salah satu tumor marker yang cukup sensitif untuk

menegakkan diagnosis PTG secara dini. Kewaspadaan yang tinggi terhadap keluhan perdarahan, sub involusi dari uterus pasca mola hidatidosa, abortus atau pasca kehamilan yang lain dengan ditunjang pemeriksaan β-hCG dapat menegakkan diagnosis dini dari PTG.28

2.5.3. MANIFESTASI KLINIS

Perdarahan pervaginam, pembesaran rahim setelah kehamilan dan adanya gejala klinis dari metastasis atau komplikasi.28

2.5.4. KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis PTG berdasarkan data klinis dengan atau tanpa histologi. FIGO Oncology Comittee meyimpulkan bahwa diagnosis tumor trofoblas gestasional pasca mola dapat ditegakkan bila: 28,29,30

- Hasil pemeriksaan hCG pascamola menetap 4 kali berturut-turut selama 3 minggu atau lebih (hari ke 1, 7, 14, 21 pascamola).

- Hasil pemeriksaan hCG menunjukkan kenaikan 10% atau lebih, sekurang-kurangnya selama 2 minggu atau lebih (hari ke 1, 7, 14 pascamola).

- Kadar hCG mentetap selama 3 minggu atau lebih.

- Kadar hCG di atas normal sampai 14 minggu setelah evakuasi.

- Uterus lebih besar dari normal dengan kadar hCG lebih dari normal.

- Perdarahan dari uterus dengan kadar hCG lebih dari normal.

- Kesimpulan hasil pemeriksaan histologis adalah koriokarsinoma, mola invasif, atau PSTT.

- Adanya metastasis tanpa adanya daerah primer dengan peningkatan hCG

Beberapa jenis tumor trofoblas gestasional yaitu : koriokarsinoma klinis, mola invasif (MI), koriokarsinoma, dan plasental site trofoblastic tumor (PSTT).29,30,31,32

Dokumen terkait