• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Petani Padi Beralih Ke

5.2.2 Faktor Sosial

cara berpikir dan merubah perilaku petani dalam mengusahakan dan memilih cabang usahatani dan jenis komoditi yang potensial untuk dikembangkan demi peningkatan taraf hidup mereka. Oleh karena itu 7 orang petani responden atau 35 % di Desa Salugatta mencoba usahatani kelapa sawit berdasarkan pengetahuan yang diperoleh bahwa usahatani kelapa sawit labih menguntungkan.

5.2.2 Faktor Teknis

Faktor teknis yang mempengaruhi petani padi beralih ke usaha tani kelapa sawit petani responden adalah infrastruktur dan teknologi usahatani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Faktor Teknis yang Mempengaruhi Responden Beralih dari Usahatani Padi ke Usahatani Kelapa Sawit di Desa Salugatta, Kecamatan Budong-Budong, Kabupaten Mamuju Tengah, 2017.

No. Uraian

Padi Kelapa sawit

Jumlah Responde

n (Orang)

Persentase (%) 1.

2.

Infrastruktur 1.irigasi 2. jalan tani Pabrik pengolahan

- - 2

ada 3

13

7

65

35

Jumlah 20 100

Pada Tabel 16 menunjukkan bahwa faktor teknis yang paling banyak mempengaruhi petani padi usahatani padi ke usahatani kelapa sawit adalah infrastruktur, yakni sebanyak 13 orang (65%) dan melalui teknologi usaha tani sebanyak 7 orang (35%).

Faktor teknis yang mempengaruhi beralihnya petani padi ke usahatani kelapa sawit adalah infrastruktur ada 13 orang dengan alasan bahwa petani hanya dapat melakukan usahatani padi sekali dalam setahun, karena tidak adanya irigasi dan jalan yang memadai sehingga berdampak pada produksi padi.

Pabrik pengolahan sangat berpengaruh terhadap kegiatan usaha tani karena masyarakat beranggapan dengan adanya Pabrik pengolahan, petani dapat memasarkan hasil tani dengan mudah dan harga akan meningkat disebabkan oleh persaingan pabrik.

5.3 Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani 5.3.1 Biaya Usahatani Petani Responden

Biaya adalah semua bentuk pengeluaran atau semua korbanan untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Biaya ini bisa berupa biaya pengadaan lahan, biaya pembelian sarana produksi, biaya penyusutan akibat menggunakan suatu alat dan lain-lain.

Biaya yang digunakan dalam proses produksi meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak mempengaruhi besar kecilnya produksi yang meliputi pajak lahan dan penyusutan alat. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya berpengaruh langsung terhadap besarnya produksi selama musim tanam. Biaya variabel dalam usahatani meliputi bibit, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja.

Untuk melihat besarnya biaya tetap dan biaya variabel yang digunakan dalam usahatani padidan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini:

Tabel 18. Jenis Biaya dan Nilai Biaya Rata-rata per Tahun per 1 Ha Usahatani Padi dan Kelapa Sawit Petani Responden di Desa Salugatta, Kecamatan Budong-budong, Kabupaten Mamuju Tengah, 2017.

No. Jenis Biaya Nilai Biaya (Rp) (Usahatani Padi)

Nilai Biaya (Rp) (Usahatani Kelapa

Sawit) 1. Biaya Variabel

- Sarana Produksi - Upah Tenaga Kerja

Total Biaya Variabel (1)

1.080.000 683.000

1.763.000

2.717.000 7.978.000 10.695.000 2. Biaya Tetap

- Pajak Lahan

Total Biaya Tetap (2)

12.000 12.000

25.000 25.000

3. Biaya Total (1+2) 1.775.000 10.720.000

Tabel 18 menunjukkan bahwa besarnya biaya variabel yang digunakan untuk usahatani Padi sebesar Rp1.763.000 per 1 hektar dan biaya tetap sebesar Rp12.000 per 1 hektar sehingga diperoleh biaya total sebesar Rp1.775.000 per 1 hektar. Sedangkan biaya variabel yang digunakan pada usahatani kelapa sawit Rp10.695.000 per 1 hektar dan biaya tetap sebesar Rp25.000 per 1 hektar sehingga diperoleh biaya total sebesar Rp10.720.000 per 1 hektar. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan biaya produksi untuk usahatani Kelapa Sawit lebih besar dibanding usahatani Padi. Ini dipengaruhi oleh besarnya biaya yang

dikeluarkan oleh petani untuk pembelian pupuk pestisida, upah tenaga kerja dan biaya pengangkutan .

5.3.2 Penerimaan dan Pendapatan Petani Responden

Penerimaan usahatani diperoleh dari hasil kali jumlah produk yang diperoleh dengan harga produk yang diterima oleh petani responden.

Sedangkan pendapatan diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani petani responden. Nilai penerimaan, biaya usahatani dan pendapatan usahatani padi dan kelapa sawit petani responden dapat dilihat pada Tabel 19 berikut :

Tabel 19. Pendapatan Bersih Rata-rata per Tahun per 1 Hektar Usahatani padi dan kelapa sawit Petani Responden di Desa Salugatta, Kecamatan Budong-budong, Kabupaten Mamuju Tengah, 2017.

No. Uraian

Pendapatan Petani Responden Usahatani Padi Usahatani Kelapa

Sawit

1. Produksi (Kg) 3.904 2.800

2. Harga (Rp) 4.600 1.425

3. Penerimaan (Rp) (1 x 2)

17.958.000 3.990.000 x12 (47.880.000) 4. Total Biaya Produksi

(Rp)

1.755.000 10.719.000 5. Pendapatan Bersih

(Rp) (3 - 4)

16.203.000 37.161.000

Tabel 19 menunjukkan bahwa pendapatan bersih petani responden usahatani Kelapa sawit lebih besar dibanding padi. Pendapatan bersih rata-rata per hektar untuk usahatani kelapa sawit sebesar Rp37.161.000, nilai tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan bersih rata-rata per hektar usahatani padi yang hanya sebesar

Rp16.203.000. Hal ini karena produksi yang dihasilkan pada usahatani kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan dengan produksi yang dicapai pada usahatani padi Produksi yang dihasilkan pada usahatani padi hanya sebesar 3.904 kg per hektar, sedangkan pada usahatani kelapa sawit sebesar 33.600 kg per hektar per tahun.

5.3.3 Keuntungan Baru dari Peralihan Usahatani Padi ke Usahatani Kelapa Sawit

Analisis anggaran parsial (Partial Budget Analysis) dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi akibat-akibat yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam metode produksi atau organisasi usahatani.

Dalam hal ini analisa anggaran parsial digunakan untuk pengaruh perubahan dalam usahatani.

Dalam analisa anggaran parsial ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu :

1. Pendapatan kotor yang hilang, dan biaya variabel yang dihematkan untuk cabang usaha yang dikurangi.

2. Pendapatan kotor biaya variabel untuk cabang usahatani yang dipilih.

Adapun perhitungan anggaran parsial petani responden adalah sebagai berikut :

(A+B) – (C+D) = Keuntungan Baru Dimana: A = Biaya total usahatani padi (1.755.000)

B = Penerimaan usahatani padi (17.958.000)

C = Biaya total usahatani kelapa sawit (10.719.000) D = Penerimaan usahatani kelapa sawit (47.880.000) Keuntungan Baru = (Rp1.755.000 + Rp17.958.000) – (Rp10.719.000 +

Rp47.880.000)

= (Rp19.713.000) - (Rp58.599.000)

= Rp38.886.000

Keuntungan baru yang diperoleh rata-rata sebesar Rp38.886.000 per hektar. Dari hasil analisa anggaran parsial ini dapat terlihat bahwa (A+B) < (C+D) sehingga dapat disimpulkan bahwa peralihan usahatani padi ke usahatani kelapa sawit lebih menguntungkan.

B/C Ratio adalah rumus yang digunakan untuk mengukur keuntungan baru dari alih fungsi lahan padi ke perkebunan kelapa sawit:

B/C Ratio = π‘»π‘ΉπŸ β€“π‘»π‘ΉπŸ 𝑻π‘ͺπŸβˆ’π‘»π‘ͺ𝟐

Kriteria:

R/C Ratio > 1 usaha tani layak dikembangkan R/C Ratio < 1 usaha tani tidak layak dikembangkan R/C Ratio = 1 usaha tani impas

Dimana :

TR1= Penerimaan usaha tani kelapa sawit (47.880.000.) TR2= Penerimaan usaha tani padi (17.958.000.)

TC1= Biaya usaha tani kelapa sawit (10.719.0001.755.000) TC2= Biaya usaha tani padi (1.755.000)

B/C Ratio = 47.880.000 – 17.958.000 10.719.000 βˆ’1.755.000

= 29.895.000 8.964.000 = 3,3

Alih fungsi lahan padi ke perkebunan kelapa sawit menghasilkan keuntungan sebanyak 3,3%

Dokumen terkait