• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

C. Faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri terbentuk melalui proses yang panjang. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri anak. Peneliti berkeyakinan bahwa faktor yang paling utama yang mempengaruhi kepercayaan diri anak adalah pola asuh dalam keluarga. Pendapat ini diperkuat oleh Mastuti (2008: 15) yang mengatakan bahwa meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri. Lindenfiel (1997: 14) mengatakan bahwa “Belum pernah saya menemukan seseorang yang kurang percaya diri, yang akar permasalahannya tidak berkaitan dengan ‘kurangnya’ asuhan dari pihak orang tua.”

Pola asuh dalam keluarga bisa berpengaruh positif dan juga bisa berpengaruh negatif. Iswidharmanjaya dkk (2004: 63) mengatakan bahwa orang tua adalah guru yang paling utama dalam pembentukan rasa percaya diri. Orang tua mempunyai peranan yang sangat besar dalam perkembangan dan

pembentukan kepribadian anak. Orang tua bertanggung jawab terhadap perkembangan, pertumbuhan, dan pendidikan anak. Graha (2007: 15) mengatakan bahwa:

Orang tua bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan anak, karena: 1) Anak adalah anugerah Tuhan kepada orang tua, 2) anak mendapat pendidikan pertama kali dari orang tua, 3) orang tua adalah yang paling mengetahui karakter anaknya.

Menurut Hurlock (1990: 27) ada tiga pola pengasuhan orang tua, yaitu otoriter, demokratik dan permisif. Pola pengasuhan yang otoriter adalah pembentukan perilaku anak yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh mereka yang berkuasa (orang tua), dan dilakukan dengan ancaman atau hukuman. Pola pengasuhan yang demokratik adalah pola pengasuhan yang menekankan aspek pendidikan dalam melatih anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan standar yang diberikan dengan menerangkan apa sebabnya konformitas itu diperlukan, dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pendapat tentang peraturan itu dan akan mengubah peraturan bila alasannya tampak sahih. Pola pengasuhan yang permisif adalah pola pengasuhan yang membiarkan anak untuk bertindak semau mereka sendiri dan mempelajari perilaku yang benar berdasarkan akibat dari perilaku yang bersangkutan.

Orang tua yang menunjukkan perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang akan membangkitkan rasa percaya diri pada anak. Anak akan merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di mata orang tuanya. Cinta dan penghargaan orang tua terhadap anak bukan tergantung pada prestasi atau perbuatan baiknya, tetapi karena eksistensinya. Dengan demikian di kemudian hari anak yang

bersangkutan akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap dirinya. Tindakan overprotective orang tua (segala sesuatu disediakan dan dibantu orang tua), akan menghambat perkembangan kepercayaan diri anak karena anak tidak belajar mengatasi problem dan tantangannya sendiri (Mastuti, 2008:15-16). Anak-anak akan tumbuh menjadi manusia yang percaya diri jika orang tua merawat, mengasuh, mendidik, dan menghargai anak dengan baik (Lie, 2004: 5)

Dasar awal yang diberikan oleh orang tua sangat mempengaruhi pertumbuhan anak selanjutnya. Bila dasar atau pondasi yang diberikan oleh orang tua baik dan kokoh, maka dapat diharapkan bahwa perkembangan untuk selanjutnya akan tetap baik. Hurlock (1990: 28) mengatakan bahwa perkembangan awal lebih penting daripada perkembangan selanjutnya, karena dasar awal sangat mempengaruhi proses belajar yang selanjutnya

. Menurut Lie (2004: 105-122), ada beberapa hal yang bisa dilakukan/diperhatikan oleh orang tua untuk membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, yaitu:

1. Mendampingi anak dalam proses perubahan dirinya

Pada masa remaja ini anak sering mengalami kebingungan-kebingungan terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Selama perubahan yang terjadi dalam dirinya seringkali anak tidak menyukai gambaran dirinya sendiri dan merasa diri jelek dan kurang menarik. Pada masa remaja ini, anak suka bereksperimen dalam hal penampilan dan kebiasaan sehari-harinya, dan hal ini terkadang membuat konflik antara

orang tua dan anak. Orang tua perlu menyadari bahwa perilaku anak remajanya ini merupakan cerminan dari proses pencarian jati dirinya. Ada tiga hal yang bisa dilakukan oleh orang tua dalam mendampingi anak, yaitu: Pertama, Orang tua bertugas untuk menjelaskan pada anak bahwa perubahan yang terjadi dalam dirinya adalah alami dan semua orang mengalaminya. Kedua, Biarkan anak bereksperimen dengan penampilan dalam batas-batas yang wajar. Ketiga, Ada baiknya orang tua menemukan kelebihan fisik anak (misalnya, rambutnya, tinggi badanya) dan berikan pujian.

2. Mendampingi anak untuk belajar membedakan yang baik dan buruk

Pada masa remaja, orang tua sebaiknya memberi kesempatan kepada anak untuk membedakan yang baik dan buruk sehingga dikemudian hari secara bertahap sesuai dengan perkembangannya dia tidak akan lagi membutuhkan peraturan dari orang tua karena ia sudah bisa menentukan yang terbaik untuk dirinya sendiri. Banyak godaan, persoalan, pilihan, dan tantangan di dunia luas yang harus dihadapi pada masa remaja dan sesudahnya. Oleh karena itu, anak perlu dibimbing untuk bisa membedakan sendiri mana yang seharusnya dia lakukan dan mana yang tidak.

3. Mendampingi anak dalam proses pencarian identitas

Dalam pencarian identitas ini, anak perlu mendapat bimbingan dan pendampingan dari orang tua, karena pada masa ini bisa sangat membingungkan bagi anak. Dianggap sebagai anak kecil dia tidak suka

dan untuk menjadi orang dewasa, diapun belum siap. Pendampingan orang tua dalam proses pembentukan konsep diri anak akan sangat berarti bagi anak. Kelak jika dia bisa melalui masa pencarian identitas dengan baik, anak akan tampil sebagai pribadi yang mantap dan percaya diri.

4. Mengajari anak untuk membuat pilihan-pilihan dengan bertanggung jawab Orang tua tidak akan selamanya hidup bersama anak. Suatu saat pasti anak akan meninggalkan orang tuanya untuk mengepakkan sayapnya dan memasuki kehidupannya sendiri, atau akan tiba saatnya orang tua kembali ke sang pencipta. Oleh sebab itu, anak perlu disiapkan untuk bisa membuat pilihan-pilihannya sendiri karena orang tua tidak akan selalu ada untuk membuatkan pilihan bagi anaknya. Ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk mengajari anak membuat pilihan, yaitu: Pertama, biarkan anak mengambil resiko dalam membuat pilihan, bisa dimulai dari pilihan-pilihan yang sederhana. Kedua, beri ruang untuk pilihan-pilihan yang keliru dan gunakan kesempatan ini agar anak bisa menyadari kekeliruan pilihannya. Saat anak keliru dalam membuat keputusan jangan jatuhkan atau dimarahi namun biarkan dia menemukan sendiri resiko atas setiap pilihan yang dia buat. Ketiga, jangan terus menyalahkan anak atas pilihan keliru tapi biarkan dia bertanggung jawab atas akibat dari pilihan yang keliru tersebut.

5. Memberi ruang untuk perbedaan pendapat dan keinginan

Anak adalah seorang pribadi yang bebas, yang berarti anak mempunyai kebebasan berpikir dan berperasaan. Pada masa remaja ini,

anak mempunyai kebutuhan untuk mengembangkan kebebasan berpikir dan berperasaan. Anak yang mempunyai kebebasan berpikir dan berperasaan akan tumbuh menjadi manusia dengan rasa percaya diri. 6. Dengarkan anak

Sebagai manusia, anak remaja mempunyai kebutuhan untuk didengarkan dan dihargai. Ketika anak berusaha menceritakan atau mengatakan sesuatu kepada orang tua, orang tua sebaiknya menyisihkan waktu untuk mendengarkan. Tunjukkan minat dan perhatian pada cerita anak dan ungkapkan respon anda sebagai orang tua dan buang sikap menghakimi.

7. Menjadi teman bagi anak

Walaupun anak remaja sangat bergantung pada teman-teman sebayanya, tetapi sebagai orang tua juga bisa berperan sebagai teman, dan tidak terus menerus sebagai orang tua. Terkadang anak mengalami kebingungan terhadap peranan teman-teman sebayanya dalam kehidupannya dan di satu sisi teman-temanya sangat berpengaruh terhadapnya. Tetapi di lain sisi, kadang nuraninya mengatakan apa yang dikatakan atau dilakukan teman-temannya belum tentu benar dan tidak selalu harus diikuti. Pada saat seperti inilah, anak membutuhkan teman lain yang bisa dia percaya dan orang tua bisa berperan mengisi kekosongan ini.

8. Memahami kebutuhan anak dalam pergaulan dengan teman sebaya dan membimbingnya agar masuk dalam lingkungan yang baik

Masalah pergaulan remaja sangat penting diperhatikan karena kelompok adalah segalanya bagi remaja sehingga anak remaja perlu dibina untuk menjadi selektif dan kritis memilih teman-teman dekatnya. Orang tua sebaiknya mendorong anak untuk membuat kelompok yang heterogen (laki-perempuan, beda etnis, dan beda agama) dengan tujuan agar anak bisa bersosialisasi dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda. 9. Berbicara dengan anak mengenai pergaulan dengan lawan jenis

Pada masa remaja, anak mulai merasakan ketertarikan pada lawan jenis. Namun, di sisi yang lain, mereka merasakan kecanggungan atau kekakuan untuk melakukan interaksi dengan teman-teman yang berlainan jenis. Ada empat hal yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mendampingi anak dalam hal mengenal pergaulan dengan lawan jenis, yaitu: Pertama, terbukalah untuk mendengarkan siapa yang dia sukai dan mengapa dia menyukainya. Kedua, jangan mengolok-olok ketertarikannya pada teman lawan jenis dan jangan pula mendorongnya untuk bersikap terlalu serius terhadap ketertarikan ini. Ketiga, ajak anak untuk melihat bahwa waktu di depannya masih panjang untuk menentukan pilihan-pilihan yang lebih serius. Belum waktunya, anak remaja untuk menjalin hubungan hanya dengan satu teman lawan jenis dengan serius. Keempat, mendorong anak untuk berinteraksi dengan beberapa teman lawan jenis yang lain.

Pada masa pubertas ini, anak remaja mengalami proses pembentukan seksualitas termasuk dorongan seksual. Anak laki-laki akan tumbuh dan mempersiapkan diri menjadi seorang pria dewasa; suaranya mulai berubah menjadi besar dan otot-otot tubuhnya makin menguat. Begitu juga dengan anak perempuan, ia akan mengalami siklus menstruasi dan bentuk tubuhnya berubah, buah dada dan pinggul membesar. Anak mempunyai rasa ingin tahu yang luar biasa sehingga dikhawatirkan mereka akan mencari informasi mengenai seksualitasnya dari sumber-sumber yang kurang bisa dipercayai (gambar dan situs porno, dan lain-lain). Oleh karena itu, orang tua sebaiknya menyiapkan diri sebagai sumber yang bisa dipercayai untuk memuaskan rasa ingin tahu anak dan membimbing anak dalam proses pembentukan seksualitasnya dengan aman dan baik.

11. Membicarakan dengan anak mengenai cita-cita hidupnya

Sebagian besar remaja belum mempunyai cita-cita hidup yang mantap dan pandangan mereka mengenai masa depan masih belum stabil dan realistis. Tetapi tidak ada salahnya, orang tua memberi pandangan mengenai masa depan dan cita-cita. Orang tua perlu membantu remaja meningkatkan rasa percaya dirinya dalam menyongsong masa depan dan menentukan cita-citanya. Remaja juga membutuhkan kesempatan untuk menjelajahi berbagai peranan dan pilihan hidup agar nantinya bisa membuat pilihan yang tepat.

Pada masa remaja ini, anak mengalami kebingungan antara menjadi anak dan manusia dewasa. Remaja tidak suka dianggap dan diperlakukan sebagai anak kecil walaupun kadang-kadang masih menunjukkan perilaku seperti anak.

13. Memberi tanggung jawab untuk melakukan tugas yang lebih kompleks dan menantang

Sebagai orang tua yang berperan penting dalam pertumbuhan anaknya, orang tua bisa menyiapkan anaknya untuk menjalani kehidupannya sendiri dengan mandiri, dengan memulai melibatkan anak dalam tanggung jawab yang lebih kompleks dan menantang sejak masa remaja. Keberhasilan dalam menyelesaikan suatu tanggung jawab akan menumbuhkan rasa percaya diri anak.

14. Mendorong anak untuk melanjutkan peningkatan hobi dan bakatnya Pada masa remaja, anak mempunyai minat yang luar biasa besar terhadap hal-hal di luar pelajaran sekolah, tetapi mereka juga mudah merasa bosan dan jebuh dengan apa yang sedang dia lakukan dan kadang kala mereka juga meragukan bakat dan kemampuannya sendiri, terutama ketika ia dibandingkan dengan teman lain. Anak remaja membutuhkan dorongan semangat dari orang tua untuk memantapkan atau meningkatkan rasa percaya dirinya terhadap bakat dan kemampuannya.

15. Membina kehidupan rohaninya

Masa remaja adalah masa yang penuh tantangan. Oleh karena itu anak perlu terus dibina dan dibimbing dalam kehidupan rohaninya. Anak

perlu memahami bahwa orang tua tidak selalu ada dan hadir ketika ia membutuhkan orang tua, namun ada Allah yang tidak dapat mereka lihat tapi selalu hadir dalam hidup mereka sehari-hari. Dengan kesadaran ini, diharapkan anak selalu bisa berdoa, merasa aman, dan percaya.

Dokumen terkait