• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Aspek Organisasi

7. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Antar Budaya

Seperti yang kita ketahui kebudayaan tidaklah sedikit terdapat dimasyarakat, bayak sekali. Dengan banyaknya kebudayaan itulah, ketika satu manusia dihadapkan dengan manusia yang lainnya terkadang muncul suatu penolakan dan penerimaan yang akhirnya bermuara pada etika, yaitu suatu ajaran tentang norma dan tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan manusia.

Dengan demikian terdapat banyak budaya dalam masyarakat. Keragaman budaya tersebut merupakan keniscayaan. Keindahan ada dalam variasi budaya yang sekaligus merupakan suatu anugrah . kearagaman tersebut menjadi modal sosial yang mesti diejawatahkan dalam kehidupan sosial di tengah masyarakat. Sehingga kehidupan yang harmonis penuh penghargaan senantiasa dapat terjaga dan berkelanjutan serta senantiasa kondusif sepanjang masa.

Di era globalisasi sekarang ini pertemuan antar manusia dalam bergabai event dan tempat adalah menjadi suatu yang tidak dapat di hindari. Manusia akan berinterakasi dan berkomunikasi dengan berbagai macam orang yang berasal dari berbagai daerah, kota maupun desa, serta belahan dunia dengan beragam budaya. Berkomunikasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan manusia dalam pergaulannya di tengah masyarakat yang majemuk (multicultural). Manusia tiadak

dapat untuk tidak berkomunikasi, atau menghindari komunikasi.42

Allah Swt mengajarkan kita tentang indahnya perbedaan melalui kalam-Nya surah Al Hujarat43 ayat 13, yang berbunyi:

اٌِإ ۟ا َُٰٕٓف َسبَؼَخِن َمِئَٰٓبَبَق َٔ بًبُٕؼُش ْىُكََُْٰهَؼَخ َٔ ََٰٗثَُأ َٔ ٍشَكَر ٍِّي ىُكََُْٰقَهَخ باَِإ ُطباُنٱ بََُّٓٚأَََٰٰٓٚ اٌِإ ْىُكَٰىَقْحَأ ِ اللَّٱ َذُِػ ْىُكَي َشْكَأ

ٌشِٛبَخ ٌىِٛهَػ َ اللَّٱ

Artinya:

―Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Munculnya perbedaan tersebut tentunya tidak terlepas dari faktor-fakto personal yang mempengaruhi jalannya proses berkomunikasi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah:

42

Ahmad Tamrin Sikumbang, Komunikasi Multikulturalisme Tuan Guru Batak dalam Meningkatkan Eleganitas Sosial, Prenadamedia Group. Jakarta, 2019. h,193

43

Depag. RI Surat Al Hujarat ayat 13, Alquran dan Terjemahan , Bandung CV Gema Risalah Press,1993) h.1041.

1) Faktor-faktor Psikologis

Faktor-faktor personal selalu dikaitkan dengan faktor-faktor psikologis, seperti persepsi, memori dan motivasi. Faktor-faktor psikologis itu bisa muncul dari dalam diri (disposisi) atau ditampilkan sebagai respons terhadap stimulus yang dating dari luar diri. Disaat anda berbicara dengan orang lain maka bisa muncul pertanyaan, mengapa ada orang yang berhasil berkomunikasi namun orang lain gagal berkomunikasi. Perbedaan keberhasilan itu dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat personal.

2) Faktor Personal Sebagai Identitas Diri

Dalam praktek komunikasi, identitas sering memberikan tidak saja makna tentang pribadi seorang tetapi juga ciri khas sebuah kebudayaan yang melatarbelakanginya, dari ciri khas itulah kita mungkin dapat mengungkapkan keberadaan orang itu. Pengertian identitas pada tataran hubungan antarmanusia akan mengantar kita untuk memahami sesuatu yang lebih konseptual yakni tentang bagaimana meletakkan seorang ke dalam tempat orang lain (komunikasi yang empati), atau sekurang-kurangnya meletakkan atau membagi (to

share) pikiran, perasaan, masalah, rasa simpatik (empati) dan lain-lain dalam

sebuah proses komunikasi (antarbudaya).

Yang dimaksud dengan sturuktur budaya adalah pola-pola persepsi, berpikir dan perasaan, sedangkan struktur sosial adalah pola-pola prilaku sosial. Dalam kehidupan manusia dapat digambarkan sebagai berikut:

a) Memahami Identitas Budaya Keseharian.

Identitas dibangun melalui interaksi sosial dan komunikasi. Identitas dihasilkan oleh negosiasi melalui media, yakni media bahasa. Jadi identitas seseorang dapat ditentukan oleh tampilan diri-pribadi anda sendiri (avowel), dengan demikian anda membuat pengakuan kepada orang lain bahwa anda sedang berkomunikasi.

Ada tiga bentuk identitas, yakni: 1) Identitas Budaya

2) Identitas Sosial 3) Identitas Pribadi

b) Faktor Pembentuk Budaya Organisasi

Secara terminologi kata budaya (culture) berasal dari kata Latin colore, yang berarti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara lading namun pengertian yang semula agraris ini lebih lanjut diterapkan dalam hal-hal yang bersifat rohani dan ada juga yang mengartikannya sebagai way of life, yaitu cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu suatu bangsa. Sedangkan Koentjaraningrat mengartikan budaya adalah ―keseluruhan system gagasan tindakan dan hasil

karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar”. Selanjutnya Koentjaranigrat mengatakan bahwa

kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu:

1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia

Budaya sebagai salah satu sumber utama sof power mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam memancing daya tarik audien. Sebagai salah satu Negara yang memeiliki banyak refrensi budaya, contoh jepang diyakini mampu menggaga sof power dengan begitu baik. Selain itu budaya- budaya yang dihasilkan Jepang memeiliki nilai jual yang amat mengiurkan di pasar domestic dan internasional. Hal ini pula ini pula yang mendorong pemerintah jepang untuk lebih aktif dalam mempromosikan budaya-budaya popular mereka.

Konsep sof power pada praktiknya diyakini juga mengiring proses imperialisme budaya yang akhirnya menentukan arah kemajuan ekonomi dan social. Konsef sof power menghidupkan teori imperialime budaya dalam idealisasinya terhadap efek media serta keiginan primordial sauatu Negara untuk memperoleh kontrol (Hardt & negri Dalam Lukacs, 2010:421). Imperialisme budaya dapat di ilustrasikan sebagai hubungan dimana sebuah budaya lainnya dengan membangun hubungan yang seolah-olah alamiah terjadi dengan kesepakatan dan ketertarikan (coercion) dalam hal penyebaran idiologi

kebudayaan disuatu Negara. Untuk melakukan hal ini, jepang menggunakan gagasan sof power agar pesan-pesan budaya yang mereka sampaikan dapat diterima dengan sukarela, tanpa adanya paksaan. Penerimaaan indiologi kebudaya tersebut dapat terjadi akibat adanya rasa ketertarikan terhadap konten-konten

budaya yang mereka terima, yang dalam konteks ini adalah anime (animasi)44