• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORITIS

2.2. Kualitas Pelayanan

2.2.3.1. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas

Christian Gronroos mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu :

1. Menjaga dan memperhatikan , bahwa pelanggan akan merasakan karyawan dan sistem operasional yang ada dapat menyelesaikan problem mereka.

2. Spontanitas, dimana karyawan menunjukkan keinginan untuk menyelesaikan masalah pelanggan.

3. Penyelesaian masalah, karyawan yang berhubungan langsung dengan pelanggan harus memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas

berdasarkan standar yang ada, termasuk pelatihan yang diberikan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.

4. Perbaikan, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan harus mempunyai personel yang dapat menyiapkan usaha-usaha khusus untuk mengatasi kondisi tersebut.

Sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas kepuasan pelanggan (jasa) yang di kembangkan pertama kali pada tahun 1985 oleh Zeithaml, Berry dan Parasuraman meliputi 10 dimensi, yaitu :

1. Tangibles : keberadaan fisik pemberi pelayanan, meliputi tempat parkir, fasilitas gedung, tata letak dan tampilan barang, kenyamanan fasilitas fisik, peralatan dan perlengkapan modern.

2. Reliability : mencakup 2 hal pokok,yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability).Hal ini berarti perusahaan memberikan pelayanan (jasa) nya secara tepat sejak saat pertama (right in the firts time).Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya.

3. Responsiveness : pelayanan yang baik harus disertai dengan tingkat keikutsertaan /keterlibatan dan daya adaptasi yang tinggi, yaitu membantu dengan segera memecahkan masalah.

4. Competence : pelayanan yang baik harus di dasarkan kepada kecakapan/keterampilan yang tinggi.

5. Access : meliputi memberikan/menyediakan keinginan pelanggan dan pelayanan yang mudah dihubungi.

6. Courtesy : pelayanan yang baik harus disertai dengan sikap keramahan, kesopanan kepada pihak yang dilayani.

7. Communication : pelayanan yang baik harus didasarkan kepada kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pihak yang di layani.

8. Credibility : pelayanan yang baik harus dapat memberikan rasa kepercayaan yang tinggi kepada pihak yang di layani.

9. Security : pelayanan yang baik harus memberikan rasa aman kepada pihak yang di layani dan membebaskan dari segala resiko atau keragu-raguan pelanggan.

10.Understanding The Customer : pelayanan yang baik harus didasarkan kepada kemampuan menanggapi atau rasa pengertian kepada keinginan pihak yang dilayani.

Dalam pengembangan selanjutnya pada tahun 1990, kualitas pelayanan (jasa) dikelompokkan ke dalam 5 dimensi oleh Parasuraman et.all,yaitu :

1. Bukti Langsung (Tangible), yaitu : sebagai fasilitas yang dapat dilihat dan di gunakan perusahaan dalam upaya memenuhi kepuasan pelanggan,seperti gedung kantor, peralatan kantor, penampilan karyawan dan lain lain.

2. Kendala (Reliability), yaitu : kemampuan memberikan pelayanan kepada pelanggan sesuai dengan yang di harapkan, seperti kemampuan dalam menempati janji, kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan untuk meminimumkan kesalahan.

3. Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu sebagai sikap tanggap, mau mendengarkan dan merespon pelanggan dalam upaya memuaskan pelanggan, misalnya : mampu memberikan informasi secara benar dan tepat, tidak menunjukan sikap sok sibuk dan mampu memberikan pertolongan dengan segera.

4. Jaminan (Assurance), yaitu : kemampuan karyawan dalam menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan melalui pengetahuan,kesopanan serta menghargai perasaan pelanggan.

5. Kepedulian/Empati (Emphaty), yaitu : kemampuan atau kesediaan karyawan memberikan perhatian yang bersifat pribadi, seperti bersikap ramah, memahami kebutuhan dan peduli kepada pelanggannya.

2.2.3.2. Mengukur Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu pelayanan yang dirasakan (perceived service) dan pelayanan yang diharapkan (expected service). Apabila pelayanan yang dirasakan lebih kecil dari pada yang diharapkan, para pelanggan tidak tertarik pada penyedia layanan yang bersangkutan, sedangkan bila pelayanan yang dirasakan lebih besar dari apa yang diharapkan, ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia pelayanan itu lagi. Penelitian mengenai customer – perceived quality pada industri jasa oleh Leonard L Berry A Parasuraman, dan Valerie A Zeithaml (1995), mengidentifikasikan “Lima kesenjangan yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa.” yaitu :

1. Kesenjangan tingkat kepentingan konsumen dan persepsi manajemen. Pada kenyataannya pihak manajemen suatu organisasi tidak selalu dapat

merasakan atau memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana pelayanan seharusnya didesain dan jasa – jasa pendukung (sekunder) apa saja yang diinginkan oleh konsumen.

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap tingkat kepentingan konsumen dan spesifikasi kualitas pelayanan. Kadang kala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu : tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas pelayanan, kurangnya sumber daya dan karena adanya kelebihan permintaan.

3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadi kesenjangan ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja yang melampaui batas, ketidakmampuan memenuhi standar kinerja, atau bahkan ketidakmampuan memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.

4. Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan, pernyataan dan janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi oleh organisasi adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi, yang menyebabkan terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas pelayanan. 5. Kesenjangan antara pelayanan yang dirasakan dan pelayanan yang

pelayanan yang dirasakan dibandingkan dengan kinerja pelayanan yang diharapkan.

Cara mengukur kualitas layanan dapat berfokus pada dua macam riset,yaitu riset konsumen dan risset non-konsumen. Riset konsumen mengkaji perspektif konsumen mengenai kekuatan dan kelemahan perushaan, serta meliputi aspek-aspek seperti komplain konsumen, survei purna jual, wawancarakelompok fokus, dan kualitas pelyanan. Sedangkan riset non-konsumen berfokus pada perspektif karyawan mengenai kelemahan dan kekuatan perusahaan, serta kinerja karyawan, dan juga dapat menilai kinerja pesaing dan dapat dijadikan

basis perbandingan (Tjiptono,2002:294).

2.2.3.3 Kualitas Pelayanan Menurut Harapan Pelanggan (Customer Expectation)

Sebelum diuraikan lebih lanjut tentang pengertian harapan pelanggan, terlebih dahulu penulis mengemukakan definisi tentang pelanggan, dimana yang dimaksud dengan pelanggan menurut Francis Buttle dalam konteks bisnis ke bisnis (B2B), adalah sebuah organisasi perusahaan atau sebuah institusi, sedangkan pelanggan dalam konteks bisnis ke konsumen (B2C) adalah konsumen akhir, yakni seorang individu atau sebuah keluarga. Kualitas layanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada harapan pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukan berdasarkan sudut pandang produsen, melainkan berdasarkan sudut pandang harapan pelanggan. Lebih lanjut Valarie A.Zeithaml dan Mary Jo Bitner mendefinisikan harapan pelanggan sebagai berikut ” Customer expectations are the standards of or reference points for

performance againts which service experiences are compared and are often formulated in terms of what customer believes should or will happen”. Artinya adalah bahwa harapan pelanggan merupakan standar acuan yang menjadi petunjuk bagi pelanggan sebelum membeli suatu produk dalam menilai kinerja produk tersebut.

Menurut Valarie A.Zeithaml dan Mary Jo Bitner ada 2 level dari harapan pelanggan, yaitu :

1. Desired service

Suatu level yang merupakan harapan dari pelanggan mengenai pelayanan yang mereka inginkan. Level ini merupakan perpaduan antara kepercayaan tentang ”yang diterima” (can be) dan ”yang seharusnya diterima”(should be).

2. Adequate service

Suatu tingkatan dimana pelanggan akan menerima pelayanan. Dan juga pada level ini merupakan kemampuan dari pihak manajemen untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan. Dalam tingkatan ini pelanggan akan mendapatkan pelayanan yang cukup.

Dokumen terkait