• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem dapat dibagi atas tiga bagian yaitu input, proses dan output. Informasi yang diterima input memberikan pengetahuan baru pada sistem tersebut dan akan direspon dengan suatu aksi oleh sistem tersebut, proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan output. Pada suatu sistem tertutup, output yang dihasilkan akan memberikan informasi baru kepada input. Apabila output yang dihasilkan dianggap masih berbeda dari output yang diinginkan maka sistem akan memproses kembali hingga output yang dihasilkan sama dengan output yang diinginkan. Rantai lingkar arus informasi dari input – proses – output - input ini disebut feedback loop, oleh karena itu sistem tertutup disebut juga sebagai feedback systems seperti pada Gambar 5 (Martin, 1997). Feedback dapat bersifat positif atau negatif yang disebut sebagai feedback positif dan feedback negatif.

Gambar 5. Feedback loop dalam suatu sistem

Input Proses Output

Feedback positif akan terjadi jika peningkatan dari suatu variabel akan menyebabkan peningkatan lebih lanjut dari variabel tersebut. Dengan demikian feedback positif adalah suatu proses yang bersifat memperkuat atau mengembangkan. Contoh dari feedback positif adalah pertumbuhan bakteri E. coli dalam botol (Gambar 6). Bakteri E. Coli berkembang biak dengan membelah diri sehingga semakin banyak bakteri yang ada maka semakin cepat pertumbuhannya mengikuti pola pertumbuhan eksponensial. Dengan demikian feedback positif merupakan feedback yang mendorong pertumbuhan terus menerus dari sistem tersebut.

Gambar 6. Feedback positif kecepatan reproduksi bakteri E.Coli

Feedback negatif akan terjadi jika peningkatan dari suatu varabel akan menyebabkan penurunan dari variabel tersebut. Dengan demikian feedback negatif adalah suatu proses yang mendorong terjadinya keseimbangan dan kestabilan sistem. Sebagai contoh dari feedback negatif adalah kecepatan produksi suatu pabrik (Gambar 7). Apabila produk yang telah dihasilkan masih jauh dari target stok produk yang ditetapkan maka proses produksi akan dijalankan dengan cepat. Akan tetapi semakin banyak produk yang telah dihasilkan sehingga perbedaan antara stok yang ada dan target stok produk yang ditetapkan semakin kecil maka kecepatan proses produksi semakin menurun.

Suatu sistem yang komplek akan selalu merupakan kombinasi dari feedback positif dan feedback negatif. Akan tetapi suatu sistem dapat pula gagal dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan karena (Coyle, 1996) : (1) Jika sistem itu dirancang dengan tidak baik sehingga output yang diharapkan tidak

+

Jumlah Bakteri

Kecepatan Reproduksi

terjadi; (2) Hubungan antara bagian dalam sistem tidak berjalan dengan baik; (3) Adanya eksternal shock yang diluar kemampuan sistem untuk merespon atau menerimanya; (4) Tujuan yang ditetapkan memang tidak mungkin tercapai karena dirancang dengan tidak baik; dan (5) Kebijakan yang dirancang untuk menyesuaikan sistem dengan perubahan internal ataupun eksternal yang terjadi dirancang dengan tidak baik.

Gambar 7. Feedback negatif kecepatan produksi

Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang membahas pembiayaan usaha dengan pola syariah diantaranya analisis pembiayaan sistem bagi hasil dan bagi resiko dengan pola mudarabah untuk usaha tambak udang (Widiyanto, 1996). Teknik analisis yang digunakan analisis chi kwadrat, ekonometrik dan fungsi produksi Cobb Douglas. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan nisbah bagi hasil untuk investor 26,5% dan untuk petambak 73,5% dari hasil panen dan biaya operasional konsultan dibebankan kepada petambak kurang menguntungkan petambak yang ditunjukkan dengan ROR pada musim pertama sebesar 6% dan pada musim kedua sebesar –14%. Hasil analisis dengan fungsi produksi menunjukkan bahwa faktor yang dominan mempengaruhi keuntungan adalah tenaga kerja dan pengalaman petambak.

Utomo (2003) mengkaji pola pembiayaan usaha kecil agroindustri dengan pola konvensional dan pola syariah. Analisis yang digunakan analisis chi

Target Jumlah Stok Kecepatan Produksi Jumlah Produk Selisih

-

kwadrat, analisis regresi dan analisis profitabilitas. Hasil analisis pada pembiayaan usahatani jahe seluas 50 ha menunjukkan bahwa untuk satu kali musim tanam, dengan pola pembiayaan syariah mudharabah, dengan nisbah bagi hasil 60% dari hasil panen untuk bank dan 40% untuk pengusaha menunjukkan gross profit 66,67%, R/C 0,11, ROR on loan 11,75% dan net B/C pengusaha – 0,05. Pembiayaan usaha yang sama jika dilakukan dengan sistem konvensional dengan tingkat suku bunga 20% pertahun memberikan nilai R/C 0,21, ROR on loan 20,54% dan net B/C pengusaha –0,36. Sedangkan untuk dua kali musim panen, dengan pola pembiayaan syariah mudarabah, net B/C pengusaha naik menjadi 1,36 dan net B/C untuk bank syariah 1,37. Pembiayaan yang sama jika dilakukan dengan sistem konvensional memberikan hasil net B/C pengusaha 1,105 dan net B/C bank sebesar 1,21.

Orgianus (2004) merekayasa model bagi hasil dan bagi resiko pembiayaan usaha kecil dan menengah agroindustri dengan pola syariah. Analisis yang digunakan adalah analisis peluang, AHP, dan teori akuntansi syariah. Model sistem penentuan rasio bagi hasil dan bagi resiko untuk investor yang diusulkan adalah hasil gabungan (union) share pembiayaan oleh investor dengan bobot resiko dari setiap komponen pembiayaan usaha yang didapat dengan metode AHP berdasarkan gabungan pendapat para ahli. Verifikasi model dilakukan pada agroindustri kentang yang terdiri dari pembiayaan usahatani kentang, usaha kentang segar kemasan dan usaha keripik kentang. Hasil verifikasi didapat nisbah bagi hasil untuk investor untuk pembiayaan usahatani kentang berkisar dari 78,86% jika pembiayaan dilakukan dengan pola mudarabah hingga 22,82% jika investor hanya membiayai biaya tenaga kerja penanaman. Nisbah bagi hasil untuk investor untuk pembiayaan usaha kentang segar kemasan berkisar dari 63,34% jika investor melakukan pembiayaan mudarabah hingga 15,65% jika investor hanya membiayai biaya tetap investasi pabrik. Sedangkan nisbah bagi hasil untuk investor untuk pembiayaan usaha keripik kentang berkisar dari 93,25% jika investor melakukan pembiayaan mudarabah hingga 21,83% jika investor hanya membiayai komponen biaya investasi penyusutan dan perawatan.

Dari ketiga penelitian terdahulu diatas, penelitian Widiyanto (1996) dan Utomo (2003) hanya mengkaji pengaruh pembiayaan pola syariah terhadap pendapatan pengusaha dan investor. Kedua penelitian ini tidak mengkaji bagaimana nisbah bagi hasil dan bagi resiko ditentukan. Sedangkan penelitian Orgianus (2004) mengajukan model penentuan bagi hasil, akan tetapi model yang dikembangkan bersifat statik dan resiko dihitung hanya berdasarkan pendapat ahli untuk komponen-komponen pembiayaan yang ada. Resiko perubahan dinamis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha belum diperhitungkan pada model bagi hasil yang diusulkan.

Metode Prakiraan

Metode prakiraan dari suatu data deret waktu dilakukan berdasarkan sifat perilaku kejadian pada masa lalu. Dengan kata lain pada metode prakiraan ini perilaku kejadian masa lalu dianggap akan tetap tejadi dimasa depan. Sebagai contoh, apa bila perilaku kejadian dimasa lalu didominasi oleh pengaruh trend yang meningkat maka diharapkan dimasa datang pengaruh tersebut tetap ada. Contoh lain, jika dimasa lalu perilaku kejadian dipengaruhi oleh suatu sifat

cyclical, maka dimasa depan sifat cyclical masih akan mempengaruhi sifat kejadian variabel tersebut. Dengan demikian jika perilaku sistematik ini terjadi maka kita dapat membangun suatu prakiraan data deret waktu dengan meniru perilaku kejadian masa lalu.

Metode Pemulusan. Salah satu teknik prakiraan suatu data deret waktu adalah dengan teknik pemulusan (smoothing). Teknik pemulusan ini berguna untuk lebih memudahkan dalam menganalisis, menginterpretasi dan membuat prakiraan data deret waktu. Dengan pemulusan maka fluktuasi jangka pendek dapat dieliminasi. Pemulusan juga dapat digunakan untuk menghilangkan pengaruh sifat musiman. Dalam teknik pemulusan, model deret waktu dianggap sebagai model yang deterministik, atau dengan kata lain model tersebut tidak dibangun oleh sebuah proses yang random (stochastic). Berikut ini akan diuraikan beberapa teknik pemulusan.

Rata-rata bergerak tunggal (Single moving average). Teknik rata-rata

bergerak tunggal membuat nilai prakiraan sebagai rata-rata dari n data sebelumnya, dengan kata lain nilai data deret waktu ke-t adalah rata-rata dari nilai deret waktu ke t-1 sampai t-n dimana n adalah ordo dari rata-rata bergerak tunggal yang telah ditentukan. Notasi MA(12), sebagai contoh, berarti rata-rata bergerak tunggal dengan ordo 12. Semakin besar ordo yang dipakai, semakin kuat pengaruh pemulusannya yang berarti semakin hilangnya fluktuasi jangka pendek yang terjadi dalam deret waktu tersebut.

Pemulusan eksponensial tunggal (Single exponential smoothing). Teknik ini memodifikasi teknik rata-rata bergerak tunggal dengan memberi bobot yang

lebih besar pada data terbaru dalam mempengaruhi nilai prakiraan. Dengan kata lain pengaruh nilai observasi terbaru terhadap nilai prakiraan diberi bobot yang lebih besar dan semakin kebelakang sepanjang periode yang telah ditentukan bobot tersebut semakin menurun secara eksponensial. Nilai awal bobot pengaruh (α) ditentukan dengan nilai 0 < α < 1.

Pemulusan eksponensial ganda (Double exponential smoothing). Teknik

ini menerapkan proses pemulusan eksponensial kedua pada hasil proses pemulusan eksponensial tunggal. Dengan demikian teknik ini memberikan pemulusan yang lebih kuat dengan tetap memberikan bobot pengaruh lebih besar pada nilai observasi terbaru dalam menentukan nilai prakiraan.

Pemulusan eksponensial ganda – Holt. Teknik pemulusan ini selain menghilangkan pengaruh fluktuasi jangka pendek juga memiliki kemampuan untuk menghilangkan pengaruh trend. Penghilangan pengaruh trend menggunakan parameter yang tersendiri sehingga diperlukan dua persamaan. Nilai prakiraan didapat dari hasil pemulusan n nilai observasi terbaru untuk menghilangkan pengaruh fluktuasi jangka pendek ditambah pengaruh trend.

Pemulusan eksponensial triple - Brown (Triple exponential smoothing). Apabila trend yang terjadi pada nilai deret waktu hasil observasi bersifat kuadratik, maka pemakaian pemulusan eksponensial ganda maupun rata-rata bergerak ganda tidak dapat menangkap sifat trend ini. Teknik pemulusan eksponensial triple – Brown dapat menangkap tipe trend kuadratik ini.

Pemulusan eksponensial triple – Winter. Teknik-teknik pemulusan diatas tidak ada yang dapat memuluskan faktor musiman sehingga jika ada faktor tersebut dalam pola data deret waktun maka hasil prakiraannya akan buruk. Salah satu teknik untuk mengatasi faktor musiman ini adalah dengan pemulusan eksponensial triple – Winter. Teknik pemulusan ini meggunakan tiga persamaan pemulusan yaitu pemulusan untuk unsur fluktuasi jangka pendek, trend dan musiman.

Teknik pemulusan relatif mudah digunakan untuk melakukan prakiraan, akan tetapi teknik ini hanya dapat digunakan untuk data deret waktu yang bersifat deterministik dan ordo pemulusannya bersifat coba-coba.

Metode ARIMA. Untuk data deret waktu yang bersifat stokastik, metode ARIMA dapat digunakan untuk melakukan prakiraan. Dalam metode ini suatu data deret waktu dianggap merupakan suatu integrasi antara proses autoregresif

dan proses rata-rata bergerak (moving average) (Makridarkis,et al. 1999).

Autoregresif adalah suatu model hubungan ketergantungan antar variabel yang sama yang hanya dipisahkan oleh lag waktu. Sedangkan rata-rata bergerak adalah hubungan antar komponen galat yang berurutan. Model umum ARIMA adalah:

ARIMA (p,d,q) (P,D,Q)S

p = ordo proses autoregresif

d = tingkat deret pembeda agar data bersifat stationer q = ordo proses rata-rata bergerak

P = ordo proses autoregresif untuk data musiman D = indeks kecenderungan untuk data musiman Q = ordo rata-rata bergerak untuk data musiman S = panjang periode musiman

Tahap pelaksanaan metode ARIMA terdiri dari tiga tahap yaitu, tahap identifikasi dan estimasi parameter untuk menentukan ordo autoregresif, tingkat deret pembeda agar didapat data yang stationer dan ordo proses rata-rata bergerak, tahap diagnosa untuk memverifikasi bahwa model yang dibangun memang sudah sesuai dan tahap implementasi untuk melakukan prakiraan.

Identifikasi kestationerian data dilakukan dengan mencari nilai autokorelasi lag waktu ke-k (rk), jika nilai rk secara statistik tidak sama dengan nol maka data dikatakan tidak stationer sehingga harus distationerkan dengan memakai pembedaan (diferencing). Identifikasi proses autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai autokorelasi, autokorelasi parsial dan garis spektrum dari data yang telah distationerkan. Jika nilai rk sama dengan nol maka tidak ada autokorelasi, jika autokorelasi parsial ordo pertama nyata maka terdapat autokorelasi dengan ordo satu, sedangkan jika autokorelasi parsial ordo pertama dan kedua nyata maka terdapat aotokorelasi dengan ordo dua. Identifikasi proses rata-rata bergerak dilakukan dengan melihat nilai autokorelasi, autokorelasi parsial dan garis spektrum dari data yang telah distationerkan. Jika nilai rk sama

dengan nol maka data tidak dibangkitkan oleh rata-rata bergerak, jika autokorelasi ordo pertama nyata maka data dibangkitkan oleh rata-rata bergerak ordo satu, jika nilai autokorelasi ordo pertama dan kedua nyata maka data dibangkitkan oleh rata-rata bergerak ordo kedua.

Metode ARIMA lebih baik dibandingkan metode pemulusan karena dapat digunakan untuk data deret waktu yang bersifat stokastik dan penentuan ordo dilakukan melalui suatu perhitungan. Akan tetapi metode ini menjadi kurang menarik untuk dipakai dalam suatu program prakiraan harga yang akan dipakai oleh pemakai yang awam terhadap statistik karena teknik penentuan ordo autoregresif, ordo rata-rata bergerak dan penentuan sifat kestationeran data yang agak rumit.

Metode Fourier. Metode ini adalah salah satu cara menganalisis data deret waktu dengan mengurai data tersebut kedalam himpunan gelombang sinus pada frekuensi yang berbeda. Metode ini sangat berguna untuk menetapkan sidat random dan sifat musiman dalam suatu data deret waktu. Tiga aspek dalam setiap gelombang sinus adalah panjang gelombang yaitu jarak antara satu puncak dengan puncak lainnya dan berbanding terbalik denga frekuensi, amplitudo yaitu tinggi gelombang yang mencerminkan kuatnya gelombang dan fase yaitu perpindahan horizontal suatu gelombang. Suatu data deret waktu dapat didekomposisikan kedalam beberapa gelombang sinus pada frekuensi, amplitudo dan fase tertentu dengan menggunakan pencocokan kuadrat terkecil. Data deret waktu sebanyak n pengamatan dapat dicocokan dengan paling banyak (n-1)/2 gelombang sinus jika n ganjil atau dengan (n-2)/2 gelombang sinus jika n genap. Rumus metode fourier adalah:

k fit fit

Yt = α0 + Σ b1i sin --- 2 π + b2ι cos --- 2 π

i =1 n n

α0 = Intercept

k = jumlah gelombang sinus

b1i dan b2i = koefisien fourier gelombang ke-i

fi = jumlah frekwensi dari gelombang ke-i

Jaringan Syaraf Tiruan. Jaringan syaraf tiruan adalah sistem pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi. Belum ada definisi baku tentang jaringan syaraf tiruan, namun Haykin (1999) mendefinisikan jaringan syaraf tiruan sebagai prosesor yang terdistribusi secara paralel, terbuat dari unit-unit yang sederhana dan memiliki kemampuan untuk menyimpan pengetahuan yang diperoleh secara eksperimental dan siap dipakai untuk berbagai tujuan. Jaringan syaraf tiruan meniru jaringan syaraf biologi dalam dua hal, pertama, pengetahuan diperoleh jaringan dari lingkungan melalui proses pembelajaran. Kedua, kekuatan hubungan antar sel syaraf (neuron) yang disebut bobot-bobot sinaptik digunakan untuk menyimpan pengetahuan yang diperoleh jaringan. Dengan kemampuannya untuk menyimpan pengetahuan dari kejadian dimasa lalu melalui proses pembelajaran, jaringan syaraf tiruan dapat digunakan untuk memprakirakan kejadian dimasa akan datang berdasarkan pola kejadian yang ada dimasa lampau.

Sebuah jaringan syaraf tiruan dapat ditentukan oleh tiga hal yaitu pertama, pola rangkaian neuron-neuron dalam jaringan yang disebut dengan arsitektur jaringan. Kedua, algoritma untuk menentukan bobot penghubung yang disebut dengan algoritma pembelajaran. Ketiga, fungsi dari masukan yang akan diterima oleh neuron yang disebut dengan fungsi aktivasi (Fausett, 1994).

Gambar 8. Arsitektur jaringan layar tunggal X1 Xi Xn Y1 Yi Ym Wi1 Wm1 W1i Wii Wmi W1n Win Wmn W11

Dua bentuk arsitektur jaringan yang sering dipergunakan dalam jaringan syaraf tiruan adalah jaringan layar tunggal dan jaringan layar jamak (Siang 2005). Jaringan layar tunggal adalah suatu jaringan dimana input neuron dihubungkan langsung dengan outputnya. Bentuk jaringan tunggal dengan n masukan dan m keluaran dapat dilihat pada Gambar 8.

Besaran wij pada Gambar 8 adalah bobot hubungan antara masukan kej dengan keluaran ke i. Bobot-bobot ini saling independen dan selama proses pembelajaran bobot-bobot tersebut akan dimodifikasi untuk mendapatkan keakuratan hasil

Gambar 9. Arsitektur Jaringan Layar Jamak

Jaringan layar jamak adalah perluasan dari jaringan layar tunggal. Dalam jaringan layar jamak selain unit masukan dan unit keluaran ada unit lain yang

disebut layar tersembunyi (hidden layers) yang terletak antara unit masukan

dengan unit keluaran. Jumlah layar tersembunyi dan jumlah neuron disetiap layar tersembunyi dapat bervariasi untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Bentuk jaringan layar jamak dengan n masukan, satu layar tersembunyi dengan tiga neuron dan i keluaran dapat dilihat pada Gambar 9. Jaringan layar jamak dapat menyelesaikan masalah yang lebih komplek dibandingkan jaringan layar tunggal, meskipun proses pelatihannya lebih komplek dan lebih lama.

X1 Xi Xn Z1 Zi Zm v11 vi1 vm1 v1i vii vmi v1n vin vmn Y1 Yi W11 Wi1 W1i Wii W1m Wim

Algoritma pembelajaran adalah algoritma dimana sebuah jaringan syaraf tiruan dapat dilatih untuk mempelajari data historis yang ada. Dengan pembelajaran ini pengetahuan yang terdapat pada data historis dapat diserap oleh jaringan dan direpresentasikan pada nilai-nilai bobot hubungannya. Ada dua macam algoritma pembelajaran yaitu pembelajaran dengan supervisi dan pembelajaran tanpa supervisi. Pada pembelajaran dengan supervisi terdapat target keluaran yang dipakai untuk melatih jaringan hingga diperoleh nilai-nilai bobot hubungan yang diinginkan. Selama dalam proses pembelajaran, keluaran yang dihasilkan akan diperbandingkan dengan target keluaran dan perbedaan yang ada digunakan sebagai alat koreksi nilai-nilai bobot hubungan. Sedangkan pada proses pembelajaran tanpa supervisi, tidak ada target keluaran yang akan mengarahkan perubahan nilai-nilai bobot dalam proses pembelajaran. Perubahan nilai bobot hubungan dilakukan berdasarkan parameter tertentu dan jaringan dimodifikasi menurut ukuran parameter tersebut.

Fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam jaringan syaraf tiruan adalah fungsi identitas, fungsi binary sigmoid atau disebut juga logistik sigmoid, dan fungsi bipolar sigmoid atau disebut juga fungsi hyperbolic tangent. Umumnya fungsi aktivasi yang dipergunakan disetiap layar sama, walaupun ini tidak harus.

Fungsi aktivasi identitas adalah suatu fungsi linear f(x) = x. Hal ini berarti keluaran yang dihasilkan adalah jumlah perkalian antara nilai-nilai bobot hubungan dengan nilai-nilai masukannya. Akan tetapi pada jaringan dengan layar jamak biasanya fungsi aktivasi yang dipakai adalah fungsi aktivasi non- linear seperti binary sigmoid dan bipolar sigmoid. Fungsi binary sigmoid adalah fungsi yang memiliki range nilai 0 sampai 1. Rumus fungsi ini adalah:

1 F(x) =

1+ e-x

Sedangkan fungsi bipolar sigmoid memiliki range nilai –1 sampai 1 dengan rumus fungsinya adalah:

2

F(x) = - 1 1+ e-x

Jaringan syaraf tiruan propagasi balik (backpropagation) adalah suatu bentuk jaringan syaraf buatan yang ditemukan oleh Rumelhart, et. al. (1986) dan banyak dipergunakan saat ini termasuk untuk prakiraan. Hal ini karena propagasi balik dapat menyelesaikan pemilahan pola-pola yang tidak linear. Arsitektur jaringan syaraf tiruan propagasi balik adalah jaringan recurrent dengan satu atau lebih layar. Sedangkan fungsi aktivasi yang digunakan haruslah yang fungsi yang kontinu, dapat mudah diturunkan dan fungsi yang tidak turun. Fungsi aktivasi binary sigmoid dan bipolar sigmoid sering digunakan dalam propagasi balik ini. Algoritma pembelajaran dari propagasi balik ini adalah:

1. Tentukan matrik masukan (x) dan matrik target keluaran (T).

2. Inisialisasi, yaitu menentukan bentuk jaringan termasuk jumlah layar dan

jumlah neuron ditiap layar, dan menetapkan nilai-nilai awal bobot hubungan (wij) dan learning rate (lr).

3. Pembelajaran jaringan

Perhitungan maju:

Keluaran dari layar tersembunyi jika memakai aktivasi binary sigmoid:

1

A1 =

1 + e – Σ xi wij

Keluaran hasil jaringan jika aktivasi layar keluaran memakai binary sigmoid:

1

A2 =

1 + e – Σ A1i wij

Galat (E) dan jumlah kuadrat galat (SSE) didefinisikan sebagai berikut: E = T – A2 SSE = Σ E2 Perhitungan Balik: D2 = A2 x (1-A2) x E dw2 = dw2 + (lr x D2 x A1) D1 = A1 x (1-A1) x (w2 x D2)

dw1 = dw1 + (lr x D1 x P) w2 = w2 + dw2

w1 = w1 + dw1

4. Setiap satu siklus langkah pembelajaran pada langkah ketiga disebut sebagai satu epoch. Langkah pembelajaran ini diulang berkali-kali sampai mencapai jumlah epoch tertentu atau sampai tercapai nilai SSE yang diinginkan.

5. Hasil akhir pembelajaran jaringan adalah didapatkannya nilai-nilai bobot hubungan wij yang kemudian disimpan untuk pengujian dan untuk penggunaan mencari prakiraan.

Perancangan arsitektur jaringan syaraf tiruan propagasi balik biasanya sangat tergantung dari masalah yang akan diselesaikan. Jika masukan berdimensi besar atau jumlah keluaran yang diinginkan banyak, maka diperlukan neuron yang banyak pada layar tersembunyi atau diperlukan beberapa layar tersembunyi ( Siang, 2005).

Teknik Optimasi Fibonacci

Optimalisasi adalah suatu proses untuk mendapatkan suatu penyelesaian yang optimum dari berbagai alternatif penyelesaian. Dalam suatu sistem yang bersifat holistik, sibernetik dan efektif yang melibatkan berbagai aktor dengan berbagai kepentingan, penyelesaian yang optimum berarti suatu kondisi yang memberikan nilai maksimal atau nilai minimal yang dapat memenuhi berbagai kepentingan terebut secara seimbang melalui suatu trade-off kepentingan antar aktor-aktor tersebut. Akan tetapi suatu sistem dapat dioptimalisasi hanya jika sistem tersebut memang memiliki lebih dari satu alternatif penyelesaian dan jika fungsi sasaran dapat didefinisikan secara unik yang memenuhi kriteria-kriteria yang ada dalam sistem tersebut.

Secara umum ada dua cara mencari optimasi suatu sistem yaitu dengan metode analitik dan dengan metode numerik. Penyelesaian dengan metode analitik lebih bersifat umum daripada penyelesaian dengan metode numerik yang hanya dapat diterapkan pada kasus perkasus.

Metode analitik dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah linear maupun masalah non-linear. Penyelesaian masalah linear dapat dilakukan melalui metode linear programming dengan teknik grafik, teknik simplex atau

teknik transportasi. Sedangkan penyelesaian masalah non-linear dapat dilakukan dengan metode turunan parsial atau metode pengali Lagrange.

Gambar 10. Algoritma teknik optimasi fibonacci

Metode numerik dapat digunakan untuk mencari optimasi suatu sistem melalui pembuatan model dari sistem tersebut. Model suatu sistem yang dapat

Mulai

Tentukan:

Fungsi objektif F(X); Batasan awal a1<X<b1;

Tingkat akurasi (β); n = 1 / β; Bilangan fibonacci ke n (Fn); L1 = b1 – a1; k = 0

Hitung:

lk = (Fn-(k+1) / Fn-(k-1)) Lk; X1 = ak + lk; X2 = bk - lk F(X1) dan F(X2)

Titik optimasi (X) = ak+1

Stop k = k + 1 F(X1) < F(X2) ak+1 = ak ; bk+1 = X2 ak+1 = X1 ; bk+1 = bk Lk+1 < β

Dokumen terkait