• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.3. Fenomena Zona Pengendapan

Beberapa fenomena menarik terbentuk setelah dilakukan pengukuran. Perbedaan SVI yang mencolok pada tiap kondisi membentuk flok-flok yang berbeda. Perbedaan tersebut diidentifikasi menjadi interval zona yang berbeda. Berdasarkan nilai SVI pada konsentrasi awalnya diperoleh asumsi Zona normal mempunyai nilai SVI 70-120 ml/g. Zona antara mempunyai nilai SVI 120-150 ml/g dan Zona Bulking mempunyai SVI > 150 ml/g. Zona interval tersebut dimungkinkan karena perbedaan dominasi mikroorganisme dalam sistem lumpur aktif. Dalam kasus ini rasio antara bakteri pembentuk flok dan bakteri filamen.

Hal ini diperkuat oleh penelitian Jenkins (1993) yang menyatakan ada tiga jenis flok yang berbeda terbentuk dalam sistem lumpur aktif (gambar 5). Setiap jenis flok tersebut mempunyai nilai SVI yang berbeda secara signifikan. Tabel 10 merangkum zona interval yang terbentuk pada masing-masing kondisi.

Tabel 9 Zona pengendapan berdasarkan tipe flok yang berbeda tiap kondisi

Tabel 9 memperlihatkan hubungan yang tidak berbanding lurus antara konsentrasi dan nilai SVI. Semakin tinggi konsentrasi MLSS belum tentu diikuti oleh meningkatnya nilai SVI. Tabel di atas juga memperlihatkan terjadi berbagai karaktristik flok yang berbeda pada setiap kondisi.

IV.3.2. Karakteristik Zona Pengendapan

Tabel 9 mencatat tiga karakteristik zona interval yang berbeda berdasarkan nilai SVI yang diperoleh sebagai berikut :

1. Zona normal

Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, interval zona ini terbentuk berdasarkan nilai SVI yang diperoleh sebesar 75.0 ml/g. Jenkins (1993), menerangkan flok yang terbentuk dengan nilai SVI berkisar antara 70- 120 ml/g adalah flok normal atau flok ideal. Pada flok normal ini pertumbuhan bakteri filamen seimbang dengan bakteri pembentuk flok. Bakteri filamen berada didalam flok, sebagian kecil membentuk juluran keluar dari flok (gambar 5a). Flok yang terbentuk kokoh dan besar sehingga menghasilkan supernatan yang jernih. Gambar 15 dan 16 merupakan pola pengendapan yang termasuk pada zona ini. Hasil ini mengindikasikan bahwa zona normal memperlihatkan kualitas pengendapan lumpur yang sangat baik.

Parameter

Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3

normal antara bulking antara bulking antara antara antara antara

MLSS(mg/l) 4000 4000 4100 6500 5600 7000 8000 8000 8000

SV30(ml/l) 300 490 695 965 960 960 980 980 970

2. Zona antara

Hasil pengamatan pola pengendapan zona antara disajikan pada Gambar 21 dan 22. 0 200 400 600 800 1000 0 20 40 60 80 100 120 140 t(menit) vo lu m e( m L ) x=4.0 g/l x=3.7 g/l x=3.4 g/l x=3.0 g/l x= 2.7 g/l

Gambar 21 Grafik volume lumpur yang mengendap berdasarkan waktu pengendapan pada konsentrasi 2.7 g/l sampai 4.0 g/l.

0 200 400 600 800 1000 1200 0 20 40 60 80 100 120 140 t(menit) vo lu m e (m L ) x=2.4 g/l x=2.0 g/l x=1.5 g/l x=1.0 g/l x=0.5 g/l

Gambar 22 Grafik volume lumpur yang mengendap berdasarkan waktu pengendapan pada konsentrasi 0.5 g/l – 2.4 g/l.

Zona interval ini terbentuk berdasarkan nilai SVI awal yang diperoleh yaitu sebesar 122.5 ml/g. Nilai ini berada pada kisaran zona yang polanya sudah sangat berbeda dengan zona normal sehingga cenderung mempunyai pola yang termasuk dalam zona antara. Zona ini terbentuk dengan nilai SVI berkisar antara 120-150 ml/g. Pada zona ini pertumbuhan bakteri filamen sedikit lebih banyak

dibandingkan dengan bakteri pembentuk flok sehingga kecepatan pengendapannya mulai menurun. Bakteri filamen semakin banyak membentuk juluran keluar dari flok. Flok yang terbentuk mulai rapuh dan ukurannya pun lebih kecil dibanding flok normal. Zona ini merupakan zona transisi dari flok ideal menjadi flok bulking yang sulit mengendap. Perubahan tersebut berimplikasi terhadap kecepatan pengendapan sistem lumpur aktif yang semakin menurun.

Gambar 21 dan 22 memperlihatkan bahwa dibandingkan dengan zona normal maka terjadi penurunan kecepatan pengendapan dibandingkan dengan konsentrasi awalnya secara signifikan. Penurunan kecepatan pengendapan terjadi dikarenakan kondisi mikrobiologis flok yang mulai terjadi ikatan antar flok (bridging) sehingga ruang antar partikel flok menjadi sempit dan mengakibatkan flok lumpur sulit mengendap. Hal ini memperlihatkan lumpur pada zona antara mengendap lebih lambat dibandingkan zona sebelumnya. Berdasarkan konsentrasi awalnya, persentase penurunan volume lumpur > 50 % dicapai maksimal dalam 30 menit dan menjelang berakhirnya tahapan fase transisi.

Pada konsentrasi di atas 2.5 g/l tahapan fase zona dicapai maksimal selama interval 10 menit sedangkan pada konsentrasi di bawah 2.5 g/l mampu dicapai maksimal selama interval kurang dari satu menit. Tahapan fase transisi pada konsentrasi di atas 2.5 g/l dicapai maksimal selama interval 30 menit sedangkan pada konsentrasi di bawah 2.5 g/l tahapan ini mampu dicapai maksimal selama interval 5 menit sebelum keduanya masuk fase pemadatan. Hasil ini mengindikasikan pengendapan lumpur yang terhambat. Ini diakibatkan proses bioflokulasi yang tidak seimbang mulai terjadi. Akan tetapi secara praktis persentase penurunan volume lumpur > 50 % berdasarkan konsentrasi awalnya dalam waktu 30 menit pada zona ini masih dianggap cukup baik dalam operasional proses pengendapan dengan sistem lumpur aktif.

3. Zona Bulking

Hasil pengamatan pola pengendapan zona bulking disajikan pada Gambar 23 dan 24.

0 200 400 600 800 1000 1200 0 20 40 60 80 t (menit) v o lu me (m l) x=4.1 g/l x=3.6 g/l x=3.3 g/l x=3.0 g/l x=2.8 g/l

Gambar 23 Grafik volume lumpur yang mengendap berdasarkan waktu pengendapan pada konsentrasi 2.8 g/l – 4.1 g/l.

0 200 400 600 800 1000 1200 0 20 40 60 80 t (menit) v o lu me ( m l) x=2.5 g/l x=2.0 g/l x=1.5 g/l x=1.1 g/l x=0.7 g/l

Gambar 24 Grafik volume lumpur yang mengendap berdasarkan waktu pengendapan pada konsentrasi 0.6 g/l – 2.0 g/l.

Zona ini terbentuk berdasarkan nilai SVI awal yang diperoleh sebesar 169.5 ml/g. Nilai ini berada pada kisaran zona yang polanya sudah sangat berbeda dengan zona normal ataupun antara sehingga mempunyai pola yang termasuk dalam zona Bulking. Zona ini terbentuk dengan nilai SVI berkisar >150 mg/l. Pada zona ini jumlah bakteri filamen jauh lebih banyak dibandingkan dengan bakteri pembentuk flok baik didalam dan diluar flok (lihat gambar 5c) sehingga menyebabkan kecepatan pengendapannya menurun dengan drastis. Jenskin (1993) menjelaskan bahwa pada zona ini bakteri filamen mnyebabkan

struktur flok menjadi difus dan terjadi ikatan anta flok (bridging) yang menyebabkan flok sukar mengendap.

Pada Gambar 23 dan 24 dapat dilihat bahwa bila dibandingkan dengan zona normal dan zona antara maka terlihat terjadinya penurunan kecepatan pengendapan secara signifikan. Penurunan kecepatan pengendapan dikarenakan kondisi mikrobiologis flok yang terjadi pada zona ini. seringnya terjadi kontak antar partikel flok sehingga banyak terjadi ikatan antar flok (bridging) mengakibatkan flok sulit mengendap. Lapisan yang terbentuk akibat ikatan antar flok tersebut menahan lapisan yang berada di atasnya sehingga kecepatannya berkurang. Pada zona ini terlihat pola pengendapan yang lebih lambat lagi dibandingkan dua zona inteval sebelumnya. Zona bulking mencatat penurunan volume lumpur > 50 % berdasarkan konsentrasi awalnya dicapai maksimal dalam waktu lebih dari 60 menit dan sudah termasuk dalam tahapan fase pemadatan. Pada konsentrasi di atas 2.5 g/l fase zona dicapai maksimal selama inteval 15 menit sedangkan konsentrasi di bawah 2.5 g/l dicapai maksimal selama interval kurang dari 3 menit. Fase transisi pada konsentrasi di atas 2.5 g/l dicapai maksimal selama inteval 30 menit sedangkan pada konsentrasi di bawah 2.5 g/l fase ini mampu dicapai maksimal selama interval 10 menit sebelum keduanya masuk fase pemadatan. Hasil ini mengindikasikan pengendapan lumpur yang buruk.

Dokumen terkait