• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.2 Materi Penelitian

3.3.1 Fermentasi daun angsana

Penelitian dimulai dengan menyiapkan daun angsana segar yang diratakan pada alas plastik ditempat yang teduh. Daun angsana kemudian dipisahkan dari tangkai daunnya dan ditimbang 500 gram setiap kantong plastik. Pembuatan bibit fermentasi dengan menyiapkan gula pasir sebanyak 60 gram yang akan dilarutkan ke dalam 1 liter air, setelah gula terlarut masukkan probiotik sebanyak 30 ml ke dalam larutan gula dan tunggu selama 15 menit sehingga mikroorganisme dalam probiotik dapat berkembangbiak semakin banyak dan menjadi larutan fermentator. Larutan fermentator diambil sebanyak 10 ml dan diencerkan dengan air 50 ml mengacu pada buku aturan pakai produk, setiap 100 kg bahan fermentasi

26  

diperlukan 2 L larutan fermentator dan dapat diencerkan menggunakan air sebanyak 5 kali larutan fermentasi yang digunakan (Widhartono dkk., 2009). Penelitian ini menggunakan 500 gram daun tiap perlakuan sehingga diperlukan larutan fermentator sebanyak 60 ml (10 ml larutan fermentator + 50 ml air).

Larutan fermentasi dicampurkan pada daun angsana secara merata dalam ember plastik tiap perlakuan kemudian dimasukkan dalam kantong plastik, diikat, dan diberi lubang-lubang kecil, mengingat kandungan mikroorganisme dalam probiotik bersifat anaerob fakultatif. Selanjutnya setiap kantong plastik perlakuan ditandai dengan diberi stiker label, kemudian seluruh kantong dimasukkan ke dalam tong plastik dan didiamkan selama satu hari, dua hari dan tiga hari sesuai perlakuan, menurut buku aturan pakai produk, kondisi daun segar atau basah dapat difermentasi minimal selama satu hari dan maksimal tiga hari.

Setelah proses fermentasi selesai, kantong plastik diambil dari tong plastik, dibuka dan daun angsana yang telah difermentasi tersebut diangin- anginkan selama 15 menit, diamati makroskopisnya kemudian diambil sampelnya

untuk dimasukkan lemari pemanas dengan suhu 60 oC selama 24 jam hingga daun

kering seluruhnya untuk menghentikan proses fermentasi. Kemudian daun yang sudah kering digiling dengan mesin penggiling hingga lembut seperti tepung, selanjutnya dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan serat kasar dan protein kasar.

27  

3.4 Rancangan Penelitian

Metode penelitian ini bersifat eksperimental. Penelitian ini terdiri dari 4

kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ulangan mendasarkan pada Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rumus yang digunakan untuk menentukan ulangan yang diberikan adalah:

Keterangan : t = total perlakuan ; n = jumlah ulangan

3.4.1 Perlakuan Penelitian

Perlakuan yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: PO : Tanpa fermentasi daun angsana 500 gram.

P1 : fermentasi satu hari daun angsana 500 gram + larutan fermentator 60 ml. P2 : fermentasi dua hari daun angsana 500 gram + larutan fermentator 60 ml. P3 : fermentasi tiga hari daun angsana 500 gram + larutan fermentator 60 ml.

3.5Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tanpa fermentasi dan waktu fermentasi yaitu 1, 2, dan 3 hari.

3.5.2 Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kandungan serat kasar dan protein kasar daun angsana yang telah difermentasi.

28  

3.5.3 Variabel Kendali

Variabel kendali dalam penelitian ini adalah daun angsana dan probiotik.

3.5.4 Definisi Operasional

Definisi operasional, fermentator dalam penelitian ini adalah

probiotik komersil yang mengandung bakteri Lactobacillus sp,

Azotobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus sp dan jamur

Saccharomyces sp serta mineral mix dan vitamin (Widhartono dkk, 2009) ditambahkan pada larutan gula. Cara kerja untuk serat kasar menggunakan

metode analisa serat Van Soest dan untuk protein kasar menggunakan

metote Kjeldhal.

3.6 Analisis Data

Analisis data dengan menggunakan Analisis of Varian (ANOVA) dengan

tingkat kemaknaan 5%. Apabila terbukti bermakna maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Kusriningrum, 2008).

29  

3.7 Diagram Prosedur Penelitian

Gambar 3.1 Diagram prosedur penelitian. Daun Angsana (DA)

Dipotong-potong dipisahkan dari tangkai daun

Ditimbang 500 gram untuk setiap kantong plastik

Daun angsana 500 gram Daun angsana 500 gram + larutan fermentasi 60 ml

20 kantong diikat dan di beri lubang – lubang kecil

Tiap kantong dibuka dan diangin-anginkan selama 15 menit

Sampel dimasukkan lemari pemanas suhu 60 oC

Analisi proksimat untuk kandungan serat kasar, protein kasar, dan bahan kering   Analisis Data P3 Waktu fermentasi 3 hari anaerob fakultatif (5 ulangan) P2 Waktu fermentasi 2 hari anaerob fakultatif (5 ulangan) P1 Waktu fermentasi 1 hari anaerob fakultatif (5 ulangan) P0 Waktu Tanpa Fermentasi (5 ulangan) Data

 

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1. Serat Kasar

Hasil analisis proksimat kandungan serat kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Lampiran 3. Rerata kandungan serat kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik berdasarkan persen bahan kering dan hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05) diantara perlakuan. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Rerata Kandungan Serat Kasar Daun Angsana yang Difermentasi

dengan Probiotik Berdasarkan Persen Bahan Kering. Perlakuan

Rerata Kandungan Serat Kasar (% BK)

P0 : Tanpa Fermentasi 29,96 ± 1,16 b

P1 : Fermentasi satu hari 28,03 ± 0,86 a

P2 : Fermentasi dua hari 28,35 ± 1,15 a

P3 : Fermentasi tiga hari 27,81 ± 1,10 a

Keterangan: Superskrip (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

31   26,5 27 27,5 28 28,5 29 29,5 30 P0 P1 P2 P3

Rerata serat kasar ( %BK )

Hasil uji Duncan membuktikan hasil kandungan serat kasar tertinggi adalah perlakuan PO dan kandungan serat kasar terendah adalah perlakuan P3 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Perlakuan P1, P2, dan P3 berbeda nyata dengan P0.

Rerata kandungan serat kasar daun angsana berdasarkan persen bahan kering yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.1.

Gambar 4.1. Diagram kandungan serat kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik ( % BK ).

32  

4.2. Protein Kasar

Hasil analisis proksimat kandungan protein kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Lampiran 3. Rerata kandungan protein kasar daun angsana berdasarkan persen bahan kering yang difermentasi dengan probiotik dan hasil uji statistik dengan uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata ( p < 0,05 ) diantara perlakuan, dimana hasil uji lanjut dengan uji Duncan, dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Rerata Kandungan Protein Kasar Daun Angsana yang Difermentasi dengan Probiotik Berdasarkan Persen Bahan Kering.

Perlakuan Rerata Kandungan Protein Kasar (% BK)

P0 : Tanpa Fermentasi 23,72± 0,60 a

P1 : Fermentasi satu hari 24,06 ± 0,55 a

P2 : Fermentasi dua hari 24,86 ± 0,66 b

P3 : Fermentasi tiga hari 25,33 ± 0,43 b

Keterangan: Superskrip (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

33  

Hasil uji Duncan membuktikan bahwa perlakuan yang menghasilkan kandungan protein kasar tertinggi adalah P3 dan perlakuan yang menghasilkan protein kasar terendah adalah PO. Perlakuan PO dan P1 terdapat perbedaan yang nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Perlakuan P0 tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan perlakuan P1. Perlakuan P2 tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan perlakuan P3.

Rerata kandungan protein kasar daun angsana berdasarkan persen bahan kering yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Tabel 4.2.

Gambar 4.2. Diagram kandungan protein kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik ( % BK )

22,5 23 23,5 24 24,5 25 25,5 P0 P1 P2 P3

Rerata protein kasar ( %BK )

 

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Serat Kasar

Hasil penelitian pengaruh waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik terhadap kandungan serat kasar membuktikan penurunan kandungan serat kasar daun angsana yang difermentasi selama satu, dua dan tiga hari. Hasil

Analisis of Varian (ANOVA) (Lampiran 5) dan yang disajikan pada Tabel 4.1, menunjukkan bahwa waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik satu, dua dan tiga hari menghasilkan penurunan serat kasar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan tanpa fermentasi. Kandungan serat kasar terendah adalah saat fermentasi selama tiga hari yaitu 27,81% yang tidak berbeda nyata dengan fermentasi satu hari yaitu 28,03% dan dua hari 28,35%, namun berbeda nyata dengan tanpa fermentasi yaitu 29,96%.

Dua hari fermentasi terjadi sedikit peningkatan dari satu hari sebesar 0,32% karena terdapat kemungkinan terikutnya tangkai daun (Gambar 2.2) lebih banyak dalam proses fermentasi dibanding satu hari fermentasi. Terbentuknya rongga-rongga udara dalam pembungkusan kantong plastik selama proses

fermentasi akibat tangkai daun sehingga mikroorganisme terganggu

perkembangbiakannya membuat proses fermentasi kurang maksimal. Namun peningkatan persen serat kasar yang terjadi pada fermentasi dua hari dari satu hari fermentasi ini bukan merupakan suatu hal yang utama karena hasil penelitian menunjukan serat kasar pada fermentasi satu, dua dan tiga hari tidak terdapat perbedaan yang nyata (0> 0,05).

35  

Probiotik yang ditambahkan pada fermentasi daun angsana dengan waktu fermentasi satu, dua dan tiga hari diketahui dapat menurunkan serat kasar daun angsana. Waktu fermentasi satu hari sudah optimal mendegradasi selulosa yaitu sebesar 28,03% karena tidak berbeda nyata dengan waktu fermentasi dua dan tiga hari (Lampiran 5). Penurunan serat kasar pada waktu fermentasi satu, dua dan tiga

hari yang berbeda nyata dengan kontrol, menunjukkan terjadinya

perkembangbiakan bakteri dan jamur selulolitik, yang mendegradasi selulosa sebagai komponen utama serat kasar.

Aktivitas bakteri dan jamur selulolitik yang paling besar adalah pada waktu fermentasi tiga hari, dilihat dari persentase serat kasar terendah terjadi pada waktu fermentasi tiga hari yaitu menjadi 27,81%, yang tidak berbeda nyata dengan lama waktu fermentasi satu dan dua hari. Waktu fermentasi berpengaruh terhadap aktivitas bakteri dan jamur selulolotik, karena semakin lama waktu fermentasi, maka bakteri dan jamur semakin aktif berkembangbiak, semakin banyak jumlahnya, sehingga mempunyai kemampuan untuk menurunkan kandungan serat kasar semakin besar.

Penurunan kandungan serat kasar daun angsana disebabkan longgarnya ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa karena probiotik mengandung bakteri

Laktobasillus sp, Azotobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, Basillus sp dan jamur

Saccharomyces sp. Dua dari empat bakteri yaitu Laktobasillus sp, Bacillus sp,

juga jamur Saccharomyces sp merupakan mikroorganime selulolitik, mampu

mendegradasi selulosa yang merupakan komponen utama serat kasar secara enzimatis. Proses degradasi secara enzimatis terjadi dengan adanya enzim

36  

selulase. Enzim selulase dihasilkan oleh bakteri dan jamur yang bersifat selulolitik

(Mc Donald et al., 1995). Enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroorganisme

selulolitik, pada bakteri Laktobasillus sp,Bacillus sp dan jamur Saccharomyces sp

merupakan suatu kelompok enzim yang bekerja bertahap atau bersama-sama mengurai selulosa menjadi glukosa. Ada tiga kelompok enzim utama yang menyusun selulase yaitu enzim endo 1,4 ß glukonase, ekso 1,4 ß glukonase, dan ß glukosidase (Grenet and Besle, 1991).

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengaruh waktu satu, dua dan

tiga hari fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan probiotik

yang mengandung mikroorganisme selulolitik yaitu bakteri Laktobasillus sp,

Bacillus sp dan jamur Saccharomyces sp sebagai inokulum pada fermentasi daun angsana terbukti dapat menurunkan kandungan serat kasar.

5.2. Protein Kasar

Protein adalah zat organik yang mengandung karbon, hidrogen, nitrogen, eksogen, sulfur, dan fosfor (Murtidjo, 2001). Berdasarkan hasil penelitian waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik terhadap kandungan protein kasar yang

disajikan pada Tabel 4.2 dan hasil Analisis of Varian (ANOVA) pada Lampiran 7

menunjukkan bahwa pada waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik selama dua dan tiga hari menunjukkan peningkatan protein kasar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan tanpa fermentasi dan fermentasi satu hari. Kandungan protein kasar tertinggi pada waktu fermentasi tiga hari sebesar 25,33% tidak berbeda nyata dengan waktu fermentasi dua hari yaitu 24,86%,

37  

namun berbeda nyata dengan waktu fermentasi satu hari sebesar 24,06% dan tanpa fermentasi sebagai kontrol 23,72%.

Probiotik yang ditambahkan pada fermentasi daun angsana dengan waktu fermentasi dua dan tiga hari diketahui dapat meningkatkan protein kasar daun angsana. Waktu fermentasi dua hari sudah optimal mendegradasi protein yaitu sebesar 24,86% karena tidak berbeda nyata dengan waktu fermentasi tiga hari, sedangkan peningkatan protein kasar pada waktu fermentasi satu hari sebesar 24,06% dikatakan belum optimal untuk mendegradasi protein karena tidak berbeda nyata dengan tanpa fermentasi (Lampiran 7). Persentase protein kasar tertinggi terjadi pada waktu fermentasi tiga hari yaitu 25,33% lebih tinggi 0,47% dari waktu fermentasi dua hari, dan waktu fermentasi satu hari yaitu 24,06% lebih tinggi 0,24% dari tanpa fermentasi. Peningkatan protein kasar ini menunjukkan terjadinya perkembangbiakan bakteri proteolitik, yang mendegradasi protein menjadi asam amino.

Aktivitas bakteri proteolitik yang paling besar adalah pada waktu fermentasi tiga hari, dilihat dari persentase protein kasar tertinggi terjadi pada waktu fermentasi tiga hari yaitu menjadi 25,33%, yang tidak berbeda nyata dengan lama waktu fermentasi dua hari. Waktu fermentasi berpengaruh terhadap aktivitas bakteri proteolitik, karena semakin lama waktu fermentasi, maka bakteri semakin aktif berkembangbiak, semakin banyak jumlahnya, sehingga mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kandungan protein kasar semakin besar.

Pada penelitian ini probiotik yang digunakan adalah probiotik yang

38  

Bacillus sp dan jamur Saccharomyces sp. Dua dari empat bakteri yaitu

Azotobacter sp dan Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri proteolitik, salah satu enzim yang dihasilkan adalah enzim protease yang mampu memecah protein menjadi polipeptida, polipeptida akan dipecah menjadi polipeptida yang lebih sederhana kemudian dipecah lagi menjadi asam amino, sehingga asam amino tersebut dapat dimanfaatkan mikroba untuk memperbanyak diri. Meningkatnya jumlah koloni mikroba selama proses fermentasi dapat meningkatkan protein kasar dari suatu bahan karena mikroba ini merupakan sumber protein sel tunggal. Protein sel tunggal merupakan istilah yang digunakan untuk protein kasar yang berasal dari mikroorganisme bersel satu, seperti bakteri (Priskila, 2007), yang dapat berkembang melalui proses fermentasi dan karbohidrat sederhana pada gula mampu mendukung pertumbuhan bakteri (Rachmasari, 2011).

Dengan demikian, dalam penelitian ini terjadi peningkatan protein kasar pada waktu fermentasi dua dan tiga hari yang diakibatkan dari proses perombakan protein sisa dari daun angsana yang belum bereaksi sehingga protein kasar yang awalnya pada kontrol 23,72% dan waktu fermentasi satu hari 24,06% mengalami peningkatan menjadi 24,86% pada waktu fermentasi dua hari dan tiga hari 25,33%. Pada waktu fermentasi dua hari merupakan waktu yang tepat untuk meningkatkan kandungan protein kasar daun angsana.

39  

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengaruh waktu dua dan tiga hari

fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan probiotik yang

mengandung mikroorganisme proteolitik yaitu bakteri, Azotobacter sp dan

Pseudomonas aeruginosa sebagai inokulum pada fermentasi daun angsana terbukti dapat menigkatkan kandungan protein kasar.

 

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik satu, dua dan tiga hari

menurunkan kandungan serat kasar.

2. Waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik dua dan tiga hari

meningkatkan kandungan protein kasar.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disarankan :

1. Melakukan penelitian lanjut dengan waktu fermentasi yang lebih lama

daun angsana dengan probiotik terhadap kandungan serat kasar dan protein kasar.

2. Melakukan penelitian waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik

terhadap kandungan abu, lemak kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N).

3. Melakukan penelitian waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik

mengenai zat antinutrisi, kandungan Pb dan penerapan pada ternak sebagai hewan coba untuk mengetahui pengaruhnya terhadap konsumsi pakan, nilai kecernaan, dan peningkatan berat badan.

   

RINGKASAN

Merwin Yosia Andreas.Pengaruh Waktu Fermentasi Daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd) Dengan Probiotik Terhadap Kandungan Serat Kasar dan Protein Kasar”. Penelitian ini dilaksanakan di bawah bimbingan : Dr. Iwan Sahrial Hamid, M.Si.,drh sebagai Pembimbing utama dan Dr. Benjamin Chr. Tehupuring, M.Si.,drh sebagai Pembimbing serta. Strategi untuk meraih keberhasilan pada usaha beternak memerlukan

adanya asupan teknologi, pemberdayaan pada sisi pengelolaan (management), dan

aspek pemuliabiakan (breed) ternak. Namun, faktor yang paling mengemuka di

dalam kegiatan beternak yang realistis adalah memberikan asupan pakan yang konsisten baik secara kuantitas maupun kualitas (Bamualim, 2011). Upaya untuk mengurangi biaya pakan sebagian peternak menggunakan bahan pakan alternatif sebagai pengganti bahan pakan. Dalam bahan pemilihan bahan pakan yaitu mudah didapat, harganya murah, kandungan nutrisi tinggi dan tidak bersaing dengan manusia (Handajani dan Widodo, 2010). Salah satu contoh bahan pakan alternative yang dimanfaatkan secara optimal adalah daun angsana (Sudiana dkk., 2012). Pakan utama ternak ruminansia, hijauan atau limbah pertanian seperti daun angsana, memiliki kadar serat kasar yang tinggi. Komponen terbesar dari serat kasar adalah berupa dinding sel yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Church and Pond, 1988). Serat kasar adalah bagian dari bahan pakan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk rnenentukan kadar serat kasar, yaitu asarn sulfat (H2S04 1,25 %) dan natriurn hidroksida (NaOH 1,25 %) (Muchtadi, 2001).

42  

Perlakuan secara biologik dilakukan dengan fermentasi yang

memanfaatkan jasa mikroorganisme seperti jamur dan bakteri (Howard et al.,

2003). Lama waktu proses fermentasi, mempengaruhi kesempatan

mikroorganisme berkembangbiak semakin banyak (Astawan, 2008). Probiotik

adalah food additive berupa mikroba hidup menguntungkan (Afrianto dan

Liviawaty, 2005), didefinisikan sebagai substrat mikroorganisme, yang diberikan kepada ternak lewat pakan dan memberikan efek positif dengan cara memperbaiki keseimbangan mikroorganisme alami di dalam saluran pencernaan (Estrada, 1997).

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa waktu fermentasi daun

angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan probiotik pada fermentasi daun

angsana menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan protein kasar. Daun angsana dengan kandungan serat kasar rendah dan protein kasar tinggi dapat menjadi alternatif pakan ternak yang mudah dicerna dan baik dikonsumsi. Peranan probiotik dalam proses fermentasi adalah mendegradasi selulosa yaitu

bakteri Laktobasillus sp, Basillus sp dan jamur Saccharomyces sp yang bersifat

selulolitik mampu memproduksi enzim endo 1,4 ß glukonase, ekso 1,4 ß glukonase, dan ß glukosidase. Ketiga enzim tersebut diatas dapat memecah

komponen serat kasar menjadi karbohidrat terlarut (Howard et al., 2003), enzim

protease merupakan enzim proteolitik yang mengkatalisis pemutusan ikatan peptida pada protein dihasilkan oleh bakteri proteolitik (Susanti, 2003),

43  

kandungan protein kasar pakan meningkat karena bakteri mengandung nitrogen (Schelgel and Schmidt, 1994).

Penelitian serta analisis proksimat serat kasar dan protein kasar daun angsana diakukan di Laboratorium Pakan Ternak Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Penelitian ini melibatkan empat kelompok dengan masing- masing kelompok terdiri dari lima ulangan berdasarkan kepada Rancangan Acak Lengkap (RAL). P0: daun angsana 500 gram tanpa perlakuan fermentasi, P1: daun angsana 500 gram + larutan fermentasi 60 ml di fermentasi 1 hari, P2: daun angsana 500 gram + larutan fermentasi 60 ml di fermentasi 2 hari, P3: daun angsana 500 gram + larutan fermentasi 60 ml di fermentasi 3 hari.

Analisis data dengan menggunakan Analisis of Varian (ANOVA) dengan tingkat

kemaknaan 5% (Kusriningrum, 2008).

Konsentrasi terendah dari kandungan serat kasar adalah 27,81% pada P3 menurun dari kontrol (P0) 29,96% dan konsentrasi tertinggi dari kandungan protein kasar adalah 25,33 % pada P3 meningkat dari kontrol (P0) 23,77%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik satu, dua dan tiga hari menurunkan kandungan serat kasar berbeda nyata dengan tanpa fermentasi, sedangkan waktu dua dan tiga hari meningkatkan kandungan protein kasar berbeda nyata dengan tanpa dan satu hari fermentasi.

 

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 2005. Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 2: 136- 148

Akmal, A. H. dan A. Romita. 1996. Isolasi Mikroba Tanah Penghasil Antibiotika dan Sampel Tanah pada Lokasi Penumpukan Sampah. Cermin Dunia Kedokteran. 108: 199-645

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.84: 270-274

Antari, A.A. dan I.K. Sundra. 2002. Kandungan Timah Hitam (Plumbum) pada Tanaman Peneduh Jalan di Kota Denpasar. Jurnal Lingkungan.UNUD. 3: 1-6

Aprilia, M. 2014. Efektivitas Pemberian Ekstrak Air Daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd) dan Metformin Terhadap Histopatologi Jaringan Adiposa Tikus Diabetes yang Diinduksi Aloksan. Fakultas Farmasi Universitas Widya Mandala. Surabaya.1: 69-79

Astawan M.2008. Brem. (http://cybermed.cbn.net). Diakses 2 Juli 2015.

Bamualim, A. M. 2011. Pengembangan Teknologi Pakan Sapi Potong di Daerah Semi-arid Nusa Tenggara. Pengembangan Inovasi Pertanian 4: 175- 188. Church, D.C and W.G. Pond. 1988. Basic Animal Nutrition on Feeding Third

Edition. John Wiley and Sons, New York. 13,5,117

Claus, D. and C. W. Berkeley. 1986. The genus Bacillus. In: Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Vol 2. Sneath PHA (Ed). Williams, Wilkins, Baltimore. 34: 1105-1139.

Direktorat Perbenihan Tanaman Kehutanan. 2002. Informasi Singkat Benih. Bandung: Indonesia Forest Seed Project 7: 35-44

Estrada, A. 1997 . Advances in Feed Products Through Probiotics . Feed Notes. A Publication of the Prairie Feed Resource Center. University of Saskatchevan. Canada.

Firmansyah, M., 2009. Mikrobiologi Lingkungan. Riau. 3: 204-212

Gandjar, L. 1995. The Role of Rhyzopus Species for Community and Industry. Indonesia foot and Nutrition Progress, 2: 51-56.

45  

Gervais, P. 2008. Water relations in solid state fermentation. In: A. Pandey, C. R. Soccol, & C. Larroche (Eds). Current Developments in Solid-state

Fermentation. Asiatech Publisher Inc., New Delhi.

Grenet, E. and J. M. Besle. 1991. Microbes and degradation. In (Jouany, JP. Ed)

Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion. Institute National De La Recherche Agronomique. Paris.

Handajani, H. dan W. Widodo. 2010. Nutrisi Ikan. UMM Press. Malang. 3: 270- 271

Haryanto, B., A. Thalib, dan Isbandi. 1998. Pemanfaatan Probiotik dalam upaya peningkatan efisiensi fermentasi pakan di dalam rumen. Balitnak, Ciawi. Bogor.

Hidayat, N., C. P. Masdiana dan S. Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta. 8: 223-227

Hood, S.K. and E. A. Zottola. 1998. Effect of Low pH on the Ability of

Lactobacillus acidophilus to Survey and Adherence to Human Intestinal Cells. Journal of Food Science 5: 114-116.

Howard, R. L., E. Abotsi, E. L. Jansen van Rensburg, and S. Howard. 2003. Lignocellulose biotechnology: Issues of Bioconversion and Enzyme Production. Afr. J. Biotechnol. 2: 602-619.

Ikhsan, M. 2002. Teknik Fermentasi Hijauan Makanan Ternak Pikiran Rakyat. Cyber Media. http://pikiran-rakyat.com. [15Maret 2015]

Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Kantasubrata, J. dan S. Sumartini. 1989. Analisis serat. Diktat Kursus Latihan Teknik Analisa dan Perawatan Peralatan Laboratorium. Puslitbang Kimia Terapan LIPI-Bandung. Hal. 8-12.

Kunaepah, U. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Glukosa Terhadap Aktifitas Antibakteri Polifenol Total dan Mutu Kimia Kefir Susu Kacang Merah. Universitas Diponegoro. Semarang

Kurniawati, W. 2008. Implementasi Hasil Penelitian Biologi. Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Skripsi.

Kusriningrum, R.S. 2008. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press, Surabaya. 82.

46  

Lamid, M., T. P. Nugroho, S. Chusniati. dan K. Rochinan. 2011. Eksplorasi Bakteri Selulolitik Asal Cairan Rumen Sapi Potong sebagai Bahan Inokulum Limbah Pertanian. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya

Madigan, T. Michael, M. John, Martinko, V. Paul, Dunlap, and P. D. Clark. 2009. Brock Biology of Microorganism. Pearson International Edition : San Fransisco. 12 : 32-33

Mangan, J.L. 1988 Nutritional effects of tannins in animal feeds. Cambridge University Press. Cambride 32: 77-82

Mayasari, E. 2006. Pseudomonas aeruginosa; Karakteristik, Infeksi, dan

Penanganan. Sumatra Utara. 5: 24-27

Dokumen terkait