• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAUN ANGSANA (Pterocarpus indicus Willd) DENGAN PROBIOTIK TERHADAP KANDUNGAN SERAT KASAR DAN PROTEIN KASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAUN ANGSANA (Pterocarpus indicus Willd) DENGAN PROBIOTIK TERHADAP KANDUNGAN SERAT KASAR DAN PROTEIN KASAR"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAUN ANGSANA

(Pterocarpus indicus Willd) DENGAN PROBIOTIK

TERHADAP KANDUNGAN SERAT KASAR

DAN PROTEIN KASAR

Oleh:

MERWIN YOSIA ANDREAS

NIM 061111093

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

   

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAUN ANGSANA

(Pterocarpus indicus Willd) DENGAN PROBIOTIK

TERHADAP KANDUNGAN SERAT KASAR

DAN PROTEIN KASAR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Pada

Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga

Oleh

MERWIN YOSIA ANDREAS NIM 061111093

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Iwan Sahrial Hamid, M.Si.,drh) (Dr. Benjamin Chr. Tehupuring, M.Si.,drh)

(3)

 

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi berjudul:

Pengaruh Waktu Fermentasi Daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan Probiotik Terhadap Kandungan Serat Kasar dan Protein Kasar

Tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan

di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali

yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surabaya, 19 Agustus 2015

(4)

   

Telah dinilai pada Seminar Hasil Penelitian

Tanggal : 4 Agustus 2015

KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN

Ketua : Tri Nurhajati, MS.,drh

Sekretaris : Prof. Dr. Koesnoto Supranianondo, MS.,drh

Anggota : Dr. Ngakan Made Rai Widjaja, MS.,drh

Pembimbing Utama : Dr. Iwan Sahrial Hamid, M.Si.,drh

(5)

 

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Agustus 2015

KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Tri Nurhajati, MS.,drh

Anggota : Prof. Dr. Koesnoto Supranianondo, MS.,drh

Dr. Ngakan Made Rai Widjaja, MS.,drh

Dr. Iwan Sahrial Hamid, M.Si.,drh

Dr. Benjamin Chr. Tehupuring, M.Si.,drh

Surabaya, tanggal 19 Agustus 2015 Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Airlangga Dekan,

(6)

   

EFFECT OF FERMENTATION TIME ANGSANA LEAVES (Pterocarpus indicus Willd) WITH PROBIOTICS AGAINST CRUDE FIBER AND

CRUDE PROTEIN CONTENT Complete study randomized design with four treatments and five replications. Four treatment groups consisting of P0: 500 g angsana leaves without fermentation, P1: one day 500 g angsana leaves fermented with probiotic, P2: two days 500 g angsana leaves fermented with probiotic, P3: three days 500 g angsana leaves fermented with probiotic. Proximate analysis conducted after Angsana leaves are fermented for one, two and three days according to treatment of facultative anaerobes and P0 as the control. Data were analyzed by analysis of variance followed by Duncan's Multiple Range Test. The lowest concentration of crude fiber content was 27,81% in P3 decrease from originally (P0) 29,96% and the highest concentration of crude protein content was 25,33% in P3 increase from originally (P0) 23,77%. The conclusion of this research was fermentation time effect of angsana leaves with probiotic can decrease crude fiber and increase the crude protein.

(7)

 

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat yang

dilimpahkan sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan skripsi

dengan judul Pengaruh Waktu Fermentasi Daun Angsana (Pterocarpus

indicus Willd) dengan Probiotik Terhadap Kandungan Serat Kasar dan Protein Kasar.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Dr. Hj

Romziah Sidik, Ph.D.,drh Atas kesempatan mengikuti pendidikan di Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Dr. Iwan Sahrial Hamid, M.Si.,drh selaku pembimbing utama dan

Dr. Benjamin Chr. Tehupuring, M.Si.,drh selaku pembimbing serta, atas segala

bimbingan nasehat saran serta motivasi belajar sampai dengan selesainya skripsi

ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada

beliau.

Prof. dr. Herry Agoes Hermadi, M.Si.,drh selaku dosen wali atas segala

nasehat dan motivasi yang diberikan kepada penulis, semoga Tuhan Yang Maha

Esa melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau. Tri Nurhajati, MS.,drh selaku ketua

penguji, Prof. Dr. Koesnoto Supranianondo, MS.,drh selaku sekretaris penguji,

Dr. Ngakan Made Rai Widjaja, MS.,drh selaku anggota penguji, atas bimbingan,

nasehat dan saran yang diberikan untuk perbaikan kekurangan skripsi ini, semoga

(8)

   

Terima kasih kepada dosen-dosen yang selama ini dengan ikhlas

memberikan ilmu yang tak terhingga kepada penulis. Seluruh Staf departemen

Peternakan Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga atas

bantuan dan bimbingan dalam penelitian ini. Terima kasih kepada staff

perpustakaan yang telah membantu penulis dalam mencari literatur, semoga

Tuhan Yang Maha Esa akan memberikan limpahan rahmat-Nya kepada mereka

semua, amin.

Bapak Muky Andreas dan Ibu Soemarni S.Pd serta Saudara ku Medwin

Sabiantana SE., Mervin Sendyanata, Mahendra Windyarta yang telah memberikan

doa, semangat, dorongan untuk keberhasilan putranya. Ucapan terima kasih tidak

sebanding dengan kerja keras dan pengorbanan beliau, semoga Tuhan Yang Maha

Esa membukakan pintu maaf dan melimpahkan segala rahmat dan kasih-Nya.

Teman-teman seperjuangan yang sangat saya cintai, Bimo, Tomo (Fikri),

Umam, Fahmi Fandi, Mukhib, Zuhdi, Agwin, Ruli, Faisal, Firman, Bagas, Nazar,

Belga, Tika, Enggar, Indah, Puspa, Soffy, Aghnia, Ghozi, Rosita, Bunga, Allyt,

Topik, Lesty, Chuko, Titah, Bogin, Lala, Amrizal, Astrid, Imas, Kurnia, Siska,

Rizal S., Rian, Dandy, Wulan, Riza, Ninik dan teman-teman semua angkatan

2011 (ANDALAS) khususnya kelas A, adik-adik tingkat angkatan 2012 dan 2013

khususnya Zulfikar, Agung P., Nafi, Aldilia, Berlian dan Bima. Pak Djat, Pak

Budi, Pak Sam, Mas Yuan, Mas Aditya Kusuma, keluarga besar KMPV Unggas

(9)

 

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian skripsi

ini, penulis mengharap kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Surabaya, 19 Agustus 2015

(10)

 

1.1 Latar Belakang Penelitian... 1

(11)

 

2.4

2.5

2.3.5 Saccharomyces cerevisiae…………...……….

2.3.6 Mineral dan vitamin……….. Analisa Proksimat……….……….. 2.4.1 Analisa Serat Kasar...………. a. Selulosa... b. Hemiselulosa... c. Lignin... 2.4.2 Analisa Protein Kasar..………. 2.4.3 Analisa Bahan Kering...………... Gula...………..…….

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 24

3.2 Materi Penelitian... 24

3.2.1 Alat penelitian... 24

3.2.2 Bahan penelitian... 25

3.3 Metode Penelitian... 3.3.1 Fermentasi daun angsana………... 25 25 3.4 Rancangan Penelitian... 27

(12)

   

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 4.1

4.2

Komposisi mineral probiotik......

Rerata kandungan serat kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik berdasarkan persen bahan kering... Rerata kandungan protein kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik berdasarkan persen bahan kering...

12

30

(13)

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 2.2 3.1 4.1

4.2

Daun angsana... Makroskopis daun angsana...………... Diagram prosedur penelitian... Diagram kandungan serat kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik (%BK)... Diagram kandungan protein kasar daun Angsana yang difermentasi dengan probiotik (%BK)...

8 9 29

31

(14)

   

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Analisis serat kasar daun angsana...50

2. Analisis protein kasar daun angsana... ...52

3. Hasil analisis proksimat kandungan serat kasar dan

protein kasar daun angsana terfermentasi probiotik...54

4. Hasil Analisis proksimat kadungan serat kasar daun angsana

terfermentasi probiotik berdasarkan bahan kering (%BK)...56

5. Hasil Analysis of Variance (ANOVA) kandungan serat kasar daun angsana

terfermentasi probiotik (%BK)...57

6. Hasil Analisis proksimat kadungan protein kasar daun angsana

terfermentasi probiotik berdasarkan bahan kering (%BK)...58

7. Hasil Analysis of Variance (ANOVA) kandungan protein kasar daun

angsana terfermentasi probiotik (%BK)...69

(15)

 

SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG

ANOVA : Analysis of Variance

RAL : Rancangan Acak Lengkap

BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen

cm : sentimeter

CO2 : carbon dioxide (karbon dioksida)

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Strategi untuk meraih keberhasilan pada usaha beternak memerlukan

adanya asupan teknologi, pemberdayaan pada sisi pengelolaan (management), dan

aspek pemuliabiakan (breed) ternak. Namun, faktor yang paling mengemuka di

dalam kegiatan beternak yang realistis adalah memberikan asupan pakan yang

konsisten baik secara kuantitas maupun kualitas (Bamualim, 2011). Upaya untuk

mengurangi biaya pakan sebagian peternak menggunakan bahan pakan alternatif

sebagai pengganti bahan pakan. Dalam pemilihan bahan pakan yaitu mudah

didapat, harganya murah, kandungan nutrisi tinggi dan tidak bersaing dengan

manusia (Handajani dan Widodo, 2010).

Salah satu contoh bahan pakan alternatif yang dimanfaatkan secara

optimal adalah daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) (Sudiana dkk., 2012).

Limbah daun angsana digunakan sebagai pupuk kompos yang dikelola oleh Dinas

Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya dan dalam pembuatan pupuk kompos

tersebut memerlukan waktu yang cukup lama. Produksi limbah daun angsana

mencapai 126 m3 per hari di dapatkan dari berbagai wilayah Surabaya (Wito,

2015).

Hasil uji fitokimia yang telah dilakukan dari serbuk simplisia daun

angsana menunjukkan hasil yang positif yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, dan

terpenoid (Aprilia, 2014). Tanin yang merupakan zat anti nutrisi yang dapat

mempengaruhi fungsi asam amino dan kegunaan dari protein (U.S. Department of

(17)

2

 

yang tidak melebihi tingkat optimum, tanin memiliki efek positif, yaitu sebagai

senyawa untuk menghindari terjadinya kembung pada ternak dan membantu usus

mencerna serta menyerap protein secara langsung, dengan membentuk ikatan

tanin-protein yang dapat mencegah degradasi protein di dalam rumen (Mangan,

1988). Pakan utama ternak ruminansia, hijauan atau limbah pertanian seperti daun

angsana, memiliki kadar serat kasar yang tinggi. Komponen terbesar dari serat

kasar adalah berupa dinding sel yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin

(Church and Pond, 1988). Kandungan serat kasar yang tinggi menyebabkan

rendahnya nilai kecernaan pakan karena keberadaan lignin. Lignin berada dalam

tanaman bersama-sama selulosa dan hemiselulosa dan berikatan membentuk

komponen yang disebut lignoselulosa dan lignohemiselulosa (Tillman dkk.,

1991).

Daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) sebagai pakan hijauan

berprotein dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan pakan untuk ternak

(Rahmansyah dkk., 2013). Peningkatan nilai gizi pakan dapat dilakukan dengan

perlakuan fisik, kimiawi, dan biologik. Perlakuan secara fisik yaitu dengan

pemotongan dan penggilingan hanya memudahkan ternak untuk mengkonsumsi

pakan tetapi tidak meningkatkan kandungan nutrisinya. Perlakuan secara kimiawi

dengan cara penambahan bahan kimia membutuhkan biaya yang besar dan waktu

yang relatif lama, selain itu beberapa bahan kimia dapat mencemari lingkungan

karena bersifat polutan. Perlakuan secara biologik dilakukan dengan fermentasi

yang memanfaatkan jasa mikroorganisme seperti jamur dan bakteri. Cara

(18)

3

 

meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan dapat menghilangkan zat anti nutrisi yang

terkandung dalam bahan mentah dan membutuhkan waktu relative pendek

(Howard et al., 2003). Lama waktu proses fermentasi, mempengaruhi kesempatan

mikroorganisme berkembangbiak semakin banyak (Astawan, 2008).

Probiotik adalah food additive berupa mikroba hidup menguntungkan

(Afrianto dan Liviawaty, 2005), didefinisikan sebagai substrat mikroorganisme,

yang diberikan kepada ternak lewat pakan dan memberikan efek positif dengan

cara memperbaiki keseimbangan mikroorganisme alami di dalam saluran

pencernaan (Estrada, 1997). Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh

waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan probiotik

komersil (SOC®) yang mengandung bakteri Lactobacillus sp, Azotobacter sp,

Pseudomonas aeruginosa, Bacillus sp dan jamur Saccharomyces sp (Widhartono,

dkk., 2009). Penggunaan mikroorganisme sesulolitik berperan memproduksi

enzim endo 1,4 ß glukonase, ekso 1,4 ß glukonase dan ß glukosidase, ketiga

enzim tersebut dapat memecah komponen serat kasar menjadi karbohidrat terlarut

(Howard et al., 2003). Enzim protease merupakan enzim bakteri proteolitik yang

mengkatalisis pemutusan ikatan peptida pada protein dihasilkan oleh bakteri

proteolitik (Susanti, 2003).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian tentang pengaruh

waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan probiotik

(19)

4

 

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd)

dengan probiotik berpengaruh terhadap kandungan serat kasar ?

2. Apakah waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd)

dengan probiotik berpengaruh terhadap kandungan protein kasar ?

1.3 Landasan Teori

Pastura dan hijauan segar merupakan bahan pakan dalam bentuk

daun-daunan, dan kadang masih bercampur dengan ranting dan bunganya. Daun

angsana sebagai pakan hijauan berprotein dapat dimanfaatkan sebagai sumber

hijauan pakan untuk ternak (Rahmansyah dkk., 2013). Serat kasar adalah bagian

dari bahan pakan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang

digunakan untuk rnenentukan kadar serat kasar, yaitu asarn sulfat (H2S04 1,25 %)

dan natriurn hidroksida (NaOH 1,25 %) (Muchtadi, 2001). Fermentasi

menggunakan bantuan mikroorganisme dapat digunakan untuk mengolah bahan

pakan yang sulit dicerna menjadi lebih mudah dicerna (Sundstol and Coxworth,

1997).

Waktu fermentasi berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme.

Semakin lama fermentasi, maka mikroorganisme semakin aktif artinya

berkembang biak, semakin banyak jumlahnya, sehingga mempunyai kemampuan

untuk memecah substrat semakin besar (Kunaepah 2008). Semakin lama

(20)

5

 

berkembangbiak semakin banyak, sehingga kemampuan mikroba memecah

glukosa menghasilkan metabolit primer (asam laktat dan alkohol) dan metabolit

sekunder (aktivitas antibakteri dan polifenol), semakin banyak (Astawan, 2008).

Pemilihan glukosa dikarenakan glukosa adalah gula dalam bentuk sederhana yang

dapat langsung dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya

(Kunaepah, 2008). Penambahan larutan gula pada proses fermentasi dilakukan

untuk merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang terkandung dalam

probiotik. Larutan fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan

gula dan probiotik.

Probiotik adalah mikroba hidup menguntungkan pada makhluk hidup,

yang bermanfaat untuk memperbaiki keseimbangan mikroba di dalam saluran

pencernaan, hal ini terjadi karena mikroba tersebut akan menghasilkan enzim

(Afrianto dan Liviawaty, 2005) dan memberikan pengaruh positif terhadap

fisiologi dan kesehatan inangnya. Senyawa-senyawa racun yang dihasilkan pada

metabolisme bakteri probiotik seperti asam laktat, hidrogen peroksida, bakteriosin

yang bersifat antimikroba dan antibiotik mampu menekan pertumbuhan bakteri

patogen (Yulinery et al., 2006). Enzim selulase dihasilkan oleh bakteri dan jamur

yang bersifat selulolitik untuk menurunkan serat kasar (Mc Donald et al., 1995).

Enzim protease dihasilkan oleh bakteri yang bersifat proteolitik untuk

meningkatkan protein kasar (Priskila, 2007). Salah satu fungsi protease yaitu

berperan dalam degradasi protein menjadi asam amino, sehingga pakan ternak

(21)

6

 

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Membuktikan waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd)

dengan probiotik menurunkan kandungan serat kasar.

2. Membuktikan waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd)

dengan probiotik meningkatkan kandungan protein kasar.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

pembaca dan peternak mengenai manfaat waktu fermentasi daun angsana

(Pterocarpus indicus Willd) dengan probiotik menurunkan kandungan serat kasar

dan meningkatkan protein kasar.

1.6 Hipotesis

1. Waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan

probiotik menurunkan kandungan serat kasar.

2. Waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan

(22)

   

BAB 2 TINJAUANPUSTAKA

2.1 Tanaman Angsana (Pterocarpus indicus Willd)

Angsana (Pterocarpus indicus Willd) memiliki nama lain yaitu

Pterocarpus wallichii Wight and Arn; P zollingeri Miq.; P papuanus F. V.

Mueller, P Vidalinus Rolfe. termasuk kedalam famili Fabaceae (Papilionoideae).

Beberapa nama lain untuk tanaman Cendana Merah, Sono kembang, Angsana

(Jawa Tengah, Malaysia, Singapura), Pradoo (Thailand.), Narra (Filipina), Asan

(Aceh), Sena (Batak Karo dan Lampung), Hasona (Batak Toba), Sena (Gayo),

Sanakembang (Sunda), Sana (Madura), Ingi (Seram), Lala (Ambon), Lana (Bum),

Lina (Halmahera), Ligua (Ternate), Sana (Sasak), Nara (Bima), Ai Kenawa

(Sumba), Kenaha (Solor), Kalai (Alor), Tonala (Gorontalo), Yonoba (Buol),

Patene (Makasar), dan Candana (Bugis) (Direktorat Perbenihan Tanaman

Kehutanan, 2002).

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Angsana

Berdasarkan taksonominya, Angsana digolongkan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Rosales

Famili : Leguminoceae

Genus : Pterocarpus

(23)

8  

 

2.1.2 Morfologi Tanaman Angsana (Pterocarpus indicus Willd)

Tanaman angsana (Pterocarpus indicus Willd) merupakan pohon meranggas,

tinggi mencapai 30 – 40 m dan memiliki diameter batang 2 m. Kayu

mengeluarkan eksudat merah gelap yang disebut ‘kino’ atau darah naga. Daun

majemuk dengan 5 – 11 Ciri morfologi angsana diantaranya daun berseling, anak

daun 5-13, bentuk bulat telur, memanjang, meruncing, tumpul, mengkilat. Daging

daun angsana lebih tebal daripada daun glondongan. Bunganya berbentuk

kupu-kupu berwarna kuning, buah berupa buah polong bersayap dengan biji 1-3 buah.

Tumbuhan ini terdapat dibeberapa Negara terutama Asia Tenggara seperti

Malaysia, Singapura, Filipina, Brunai, Thailand dan Indonesia (Antari dan

Sundra, 2002).

(24)

9  

 

2.1.3 Makroskopis Daun Angsana

Daun angsana berbentuk bulat memanjang, diameter panjang 6-12 cm,

diameter lebar 3-5 cm, berwarna hijau, ujung daun meruncing, pertulangan daun

menyirip, permukaan daun mengkilap dan pinggir daun rata (Aprilia, 2014).

Pengamatan makroskopis daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dapat dilihat

pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Makroskopis daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) (Aprilia, 2014). angsana beserta tangkai daun, termasuk daun majemuk, diameter horisontal 17,5 cm dan vertikal 28,5 cm (Aprilia, 2014).

2.2 Fermentasi

Fermentasi adalah proses pengubahan bahan organik menjadi bentuk lain

dengan nilai tambah menggunakan bantuan mikroorganisme (Trisnadjaya dan

Subroto, 1996). Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh

enzim beberapa bakteri, khamir dan jamur (Hidayat dkk., 2006). Proses

fermentasi terjadi melalui serangkaian reaksi biokimiawi yang mengubah bahan

kering menjadi energi (panas), molekul air (H2O) dan CO2. Fermentasi

(25)

10  

 

membentuk CO2 hasil katabolisme gula. Prinsip fermentasi adalah memisahkan

selulosa dari lignin (Sundstol and Coxworth, 1997). Perubahan bahan kering dapat

terjadi karena pertumbuhan mikroorganisme (bakteri asam laktat), proses

dekomposisi substrat dan perubahan kadar air. Perubahan kadar air terjadi akibat

evaporasi, hidrolisis substrat atau produksi air metabolik (Gervais, 2008).

Fermentasi sebagai proses penguraian substrat oleh aktivitas enzim mikroba.

Proses ini dapat berlangsung secara aerob maupun anaerob tergantung mikroba

yang melakukannya (Gandjar, 1995).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi antara lain

waktu, air, suhu, pH, fermentator, susunan bahan dasarnya dan adanya zat yang

bersifat pendukung (Rahayu dan Sudarmadji, 1989). Kandungan air yang optimal

pada bahan dalam keadaaan segar berkisar antara 60-70% atau 65% (Ikhsan,

2002). Hampir semua mikroorganisme tumbuh baik jika pH pakan antara 6,6-7,5

(netral). Suhu dan pH yang ekstrim dapat merusak protein dan menghentikan

aktifitas enzim yang dihasilkan mikroba, oleh sebab itu dalam melakukan

fermentasi harus diperhatikan kebutuhan lingkungan masing-masing

mikroorganisme serta waktu optimum untuk terjadinya proses fermentasi yang

baik (Setyono dkk., 2009). Tujuan perlakuan fermentasi pada pakan hijauan

adalah memecah ikatan kompleks lignin selulosa dan kandungan selulosa dipecah

(26)

11  

 

2.3 Probiotik

Probiotik merupakan pakan tambahan yang berisi viaber (hidup) dan

bersifat tidak patogen. Probiotik adalah produk yang tersusun oleh mikroba atau

pakan alami mikroskopis yang bersifat menguntungkan dan memberi dampak

bagi peningkatan keseimbangan mikroba saluran pencernaan hewan inangnya

(Irianto, 2003). Probiotik pada ternak ruminansia telah diaplikasikan baik pada

saluran pencernaan bagian depan maupun saluran pencernaan bagian belakang.

Probiotik yang diaktifkan di saluran pencernaan bagian depan lebih populer

disebut probiotik jamur yang berfungsi untuk membantu membentuk ekosistem

rumen yang stabil dan membantu pencernaan serat (Pamungkas dan Anggraeny,

2006). Bakteri selulolitik dari cairan rumen adalah Nitrosomonas europae,

Bacillus sphaericus, Cellulomonas cellulans, Cytophaga hutchinsoi,

Acidothermus cellulyticus, Lactobacillus acidophilus, Cellvibrio mixtus (Lamid,

dkk., 2011) dan Saccharomyces sp termasuk jamur selulolitik (Tawwa et al.,

2008). Bakteri proteolitik adalah bakteri dari genus Pseudomonas, Proteus

(Schelgel and Schmidt, 1994) Streptobacillus, Staphylococcus, Streptococcus

(Akmal dan Romita, 1996 ) dan Azotobacter (Puspitasari, dkk., 2012). Kandungan

probiotik terdiri dari berbagai bakteri seperti Lactobacillus sp, Azotobacter sp,

Pseudomonas aeruginosa, Bacillus sp terdapat pula jamur Saccharomyces sp serta

mineral mix dan vitamin (Widhartono dkk, 2009). Komposisi mineral probiotik

(27)

12  

 

Tabel 2.1 Komposisi Mineral Probiotik (Widhartono dkk., 2009).

Mineral Kadar

mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok

bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat

mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri

ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan.Bakteri Lactobacillus sp. ini

termasuk gram positif, tidak berspora, tidak motil oleh flagel peritrichous,

fakultatif anaerob, kadang-kadang mikroaerofilik, sedikit tumbuh di udara tapi

bagus pada keadaan di bawah tekanan oksigen rendah, dan beberapa anaerob pada

(28)

13  

 

Lactobacillus sebagai probiotik alternatif penurun kolesterol memiliki

kemampuan bertahan terhadap garam empedu, kondisi asam, mampu

menghambat bakteri pathogen, tahan terhadap antibiotik dan dapat mengikat

kolesterol dengan menempel pada epitel dinding saluran pencernaan. Diberi nama

demikian karena bakteri ini mengubah laktosa dan gula menjadi asam laktat.

(Hood dan Zottola, 1998).

2.3.2 Azotobacter sp

Bakteri Azotobacter adalah spesies rizobakteri yang dikenal sebagai agen

penambat nitrogen yang mengkonversi di nitrogen (N2) ke dalam bentuk

ammonium (NH3), yang mampu menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup

tinggi. Pada medium yang sesuai, Azotobacter mampu menambat 10-20 mg

nitrogen. Bakteri dari famili Azotobacteraceae merupakan sebagian besar dari

bakteri pemfiksasi nitrogen yang hidup bebas. Organisme ini memiliki sifat dapat

menghambat pertumbuhan jamur (fungistatik) bahkan jamur tertentu yang sangat

patogen (Wedhastri, 2002).

Bakteri ini juga memiliki potensi mengekskresikan asam lemak

(Suryatmana dkk., 2006). Asam lemak berfungsi sebagai biosurfaktan karena

merupakan senyawa amfifatik yang memiliki gugus liofobik dan liofilik. Sel

Azotobacter berukuran besar dengan bentuk batang, banyak isolat hampir

seukuran khamir, dengan diameter 2-4 µm atau lebih, biasanya polimorfik. Pada

media yang mengandung karbohidrat, kapsul tambahan atau lapisan lendir

diproduksi oleh bakteri pengikat nitrogen yang hidup bebas ini. Meskipun

(29)

14  

 

yaitu enzim yang mengkatalisis pengikatan N2¬, bersifat sensitif terhadap O2.

Azotobacter diduga mempunyai kapsul lendir yang tebal membantu melindungi

enzim nitrogenase dari O2 (Vater et al., 2002).

Azotobacter dapat tumbuh pada berbagai macam jenis karbohidrat,

alkohol, dan asam organik. Metabolisme senyawa karbon teroksidasi sempurna,

sedangkan asam atau produk fermentasi yang lain jarang dihasilkan. Seperti

halnya bakteri berendospora, kista Azotobacter resisten terhadap proses

pengeringan, penghancuran mekanik, ultraviolet, dan radiasi. Namun, tidak seperti

endospora, kista Azotobacter tidak resisten terhadap panas dan tidak mengalami

dormansi secara lengkap (Madigan et al., 2009).

2.3.3 Pseudomonas aeruginosa

Bakteri ini adalah bakteri yang bersifat negatif karena dapat menyebabkan

penyakit dan infeksi pada hewan dan manusia. Bakteri ini dapat ditemukan di

tanah dan air. Pada hewan bakteri ini dapat menyebabkan kerusakan saraf

terutama pada hewan yang memiliki kekebalan tubuh yang rendah. Meskipun

bakteri ini bersifat negative akan tetapi bermanfaat sebagai pengurai sisa-sisa

makanan atau kotoran (Mayasari, 2006).

Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2

µm. Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang

membentuk rantai yang pendek. P. aeruginosa termasuk bakteri gram negatif.

Bakteri ini bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu

memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/karbohidrat lain, tidak

(30)

15  

 

(flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak. Bakteri ini dapat tumbuh di

air suling dan akan tumbuh dengan baik dengan adanya unsur N dan C. Suhu

optimum untuk pertumbuhan P. aeruginosa adalah 42o C (Trelia, 2004).

2.3.4 Bacillus sp

Bacillus sp merupakan bakteri berbentuk batang, tergolong bakteri gram

positif, motil, menghasilkan spora yang biasanya resisten pada panas, bersifat

aerob (beberapa spesies bersifat anaerob fakultatif), katalase positif, dan oksidasi

bervariasi. Genus Bacillus mempunyai sifat fisiologis yang menarik karena

tiap-tiap jenis mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, diantaranya : (1) mampu

mengdegradasi senyawa organik seperti protein, pati, selulosa, hidrokarbon dan

agar, (2) mampu menghasilkan antibiotik; (3) berperan dalam nitrifikasi dan

dentrifikasi; (4) pengikat nitrogen; (5) bersifat khemolitotrof, aerob atau fakutatif

anaerob, asidofilik, psikoprifilik, atau thermofilik (Claus and Berkeley, 1986).

2.3.5 Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae biasanya digunakan untuk industri fermentasi

yang mengandung immunostimulan seperti ß-glucan, mannan oligosaccharides

dan anti kanker. Saccharomyces cerevisiae merupakan jenis fungi yang banyak

digunakan dalam pakan ternak. Saccharomyces cerevisiae mempunyai

karakteristik khusus dalam pakan ternak karena kemampuannya memproduksi

asam glutamat yang dapat meningkatkan palatability pakan. Berbeda dengan

bakteri, fungi merupakan mikroorganisme yang mempunyai tingkat resisten

(31)

16  

 

tinggi dan dapat hidup pada kondisi keasaman dengan pH 1,5 di samping itu

mudah dikembangbiakkan. Pemberian Saccharomyces cerevisie dapat

meningkatkan daya cerna protein dan serat seperti selulosa dan hemiselulosa

(Tawwa et al., 2008).

2.3.6 Mineral dan vitamin

Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses

pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena

itulah disebut abu. Semua mikroorganisme memerlukan mineral tertentu untuk

pertumbuhan dan metaboilisme. Pada banyak media terdiri dari komponen,

magnesium, phosphor, potassium, sulfur, kalsium dan klorine. Beberapa

mikroorganisme dari komponen sel tidak lengkap dan kemudian diperlukannya

suatu pembentukan yang disebut faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan

biasanya memerlukan vitamin, tetapi mungkin juga memerlukan asam amino,

asam lemak atau sterol. Pemakaian vitamin sangat penting mengingat bahwa jika

hanya menggunakan satu vitamin mungkin lebih ekonomis dari pada

menggunakan vitamin kompleks ( Stanbury,1984 ). Vitamin B adalah vitamin

yang larut dalam air dan memainkan peran penting dalam metabolism sel.

Penambahan mineral salah satunya untuk menunjang pertumbuhan kapang

dengan memberikan mineral tambahan agar ketersediaan mineral kapang, dapat

terjamin sehingga dapat melakukan metabolismenya dengan baik dan dapat

memproduksi enzim dengan aktivitas terbaik (Thenawidjaja, 1986). Surisdiarto

(2003) yang menyatakan adanya penurunan kadar abu setelah fermentasi

(32)

17  

 

Penambahan mineral untuk meningkatkan pertumbuhan kapang dan produksi

protein sudah umum dilakukan untuk produk fermentasi (Ramos-Valdivia et al.

1983 dan Sani et al. 1992).Vitamin adalah zat katalitik yang tidak dapat disintesis

oleh tubuh dalam metabolismenya dan harus tersedia dari luar. Kebutuhan vitamin

pada ternak terutama digunakan untuk pertumbuhan, kesehatan, konversi ransum,

reproduksi dan pemeliharaan (Sunita, 2004).

2.4 Analisa Proksimat

Bahan makanan ternak akan selalu terdiri dari zat-zat makanan yang

terutama diperlukan oleh ternak dan harus kita sediakan. Zat makanan utama

antara lain protein, lemak dan karbohidrat perlu diketahui sebelum menyusun

ransum. Untuk itu perlu dilakukan analisa laboratorium guna mengetahuinya.

Henneberg dan Stohmann dari Weende Experiment Station di Jerman membagi

pakan menjadi 6 (enam) fraksi, yaitu : kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar,

serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N) (Tim Laboratorium Ilmu

dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, 2012).

Untuk melakukan analisa proksimat bahan harus bentuk tepung dengan

ukuran maksimum 1 mm. Bahan berkadar air tinggi misalnya rumput segar perlu

diketahui dahulu berat awal (segar), berat setelah penjemuran/pengeringan oven

70 0C agar dapat dihitung komposisi zat makanan dari rumput dalam keadaan

segar dan kering matahari (Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas

(33)

18  

 

2.4.1 Analisa Serat Kasar

Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi dari karbohidrat yang

tidak larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan masing-masing 30

menit. Termasuk dalam komponen serat kasar ini adalah campuran hemisellulosa,

sellulosa dan lignin yang tidak larut. Dalam analisa ini diperoleh fraksi lignin,

sellulosa dan hemisellulosa yang justru perlu diketahui komposisinya khusus

untuk hijauan makanan ternak atau umumnya pakan berserat. Untuk memperoleh

data yang akurat tentang lignin dan sellulosa dilakukan dengan metode analisa

serat Van Soest. (Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas

Peternakan IPB, 2012).

Serat kasar merupakan senyawa karbohidrat yang tidak dapat dicerna,

fungsi utamanya untuk mengatur kerja usus. Karbohidrat terdiri atas serat kasar

dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) (Afrianto dan Liviawati, 2005).

Komponen utama serat kasar adalah selulosa, terdapat sebagian besar pada

dinding sel kayu. Kadar serat kasar tinggi dalam hijauan kering dan rendah dalam

butiran-butiran (Anggorodi, 1994). Komposisi serat dalam pakan ternak sangat

bervariasi, tergantung pada bahan dasar yang digunakan untuk menyusun pakan

tersebut. Kandungan serat dalam pakan juga berbeda tergantung pada jenis hewan

yang mengkonsumsinya, misalnya pada unggas dibedakan berdasarkan jenis dan

usianya. Sedangkan untuk pakan ruminansia kandungan seratnya relatif lebih

tinggi.

Serat kasar bagi ruminansia digunakan sebagai sumber energi utama dan

(34)

19  

 

metabolisme tubuh sehingga perlu diketahui kecernaannya dalam tubuh ternak.

Ruminansia dapat mencerna serat dengan baik, dimana 70 - 80 % dari kebutuhan

energinya berasal dari serat (Ranjhan, 1997). Pemberian serat kasar pada

ruminansia dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gangguan pada proses

metabolisme tubuh (Afrianto dan Liviawati, 2005).

Serat ataupun senyawa-senyawa yang termasuk dalam serat mempunyai sifat

kimia yang tidak larut dalam air, asam atau basa meskipun dengan pemanasan

atau hidrolisis (Kantasubrata dan Sumartini, 1989). Penentuan komposisi serat

merupakan hal yang umum dilakukan disamping penetapan protein, lemak,

karbohidrat atau mineral. Analisis serat kasar mempunyai peranan penting dalam

menentukan pakan ternak terutama untuk ruminansia.

Kandungan serat kasar dapat diketahui dengan diekstrasi lemaknya dengan

soxlet. Bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam

larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut kedua larutan tersebut disebut

sebagai serat kasar (Handajani dan Widodo, 2010). Serat kasar adalah serat

tumbuhan yang tidak larut dalam air yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan

lignin (Nainggolan dan Adimunca, 2005).

a. Selulosa

Selulosa adalah senyawa organik terbanyak di alam karena hampir 50 %

zat organic dalam tumbuh-tumbuhan terdiri dari selulosa. Selulosa terdapat

terutama di dalam dinding sel dan bagian tumbuh-tumbuhan yang berkayu

(Tillman dkk., 1991). Selulosa berisi heksosa tetapi sukar dicerna, formula

(35)

20  

 

enzim selulase yang diproduksi oleh bakteri rumen, menghasilkan selubiosa yang

kemudian dihidrolisis oleh enzim ß glukosidase menghasilkan glukosa. Introduksi

bakteri selulolitik yang memiliki keunggulan dalam mencerna serat, diharapkan

dapat meningkatkan kecernaan serat kasar pakan yang pada gilirannya diikuti oleh

peningkatan produksi asam lemak terbang sebagai hasil akhir fermentasi serat.

Hasil akhir pencernaan selulosa adalah asam-asam lemak terbang (Volatile Fatty

Acid) yang terdiri dari campuran asam asetat, asam propionat dan asam butirat.

(Anggorodi, 1994).

b. Hemiselulosa

Hemiselulosa termasuk heteropolisakarida, yaitu golongan polisakarida

yang akan menghasilkan monosakarida yang berbeda bila dihidrolisa (Anggorodi,

1994). Hemiselulosa mengandung substansi araban, xylan dan heksosa yang lebih

tahan terhadap zat-zat kimia dibanding selulosa (Maynard and Loosli, 1996).

Hemiselulosa sama seperti selulosa, dihidrolisis oleh enzim yang dihasilkan oleh

mikroba dalam saluran pencernaan yaitu enzim hemiselulase. Hasil akhir

fermentasinya adalah asam-asam lemak terbang (Volatile Fatty Acid) (Tillman

dkk., 1991).

c. Lignin

Lignin adalah bagian yang bersifat kayu dari tanaman-tanaman seperti

tongkol, sekam, dan bagian yang berserat dari akar, batang dan daun, mengandung

zat komplek yang tidak dapat dicerna. Lignin mengandung karbon, hydrogen, dan

oksigen, tetapi proporsi karbon lebih tinggi daripada karbohidrat. Nitrogen

(36)

21  

 

yang terdapat bersama dengan selulosa di dalam dinding sel tumbuhan (Robinson,

1995).

Lignin merupakan bagian atau kesatuan dalam karbohidrat tetapi bukan

termasuk dalam karbohidrat. Lignin bersama-sama dengan selulosa dan

hemiselulosa membentuk ikatan yang disebut lignoselulosa dan lignohemiselulosa

yang mempunyai koefisien cerna rendah karena lignin berfungsi sebagai

penghambat pencernaan. Lapisan matriks dari dinding sel tanaman muda terdiri

dari selulosa san hemiselulosa, tetapi pada tanaman tua matriks tersebut dilapisi

dengan lignin (Tillman dkk., 1991). Lignin sangat tahan terhadap setiap degradasi

kimia, termasuk degradasi enzimatik. Pertambahan umur tanaman menyebabkan

proses lignifikasi meningkat sehingga kadar lignin semakin tinggi dan daya cerna

tanaman makin rendah (Anggorodi, 1994).

2.4.2 Analisa Protein Kasar

Pengertian protein kasar adalah semua zat yang mengandung nitrogen.

Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10% (kisaran 13-

19%). Metode yang sering digunakan dalam analisa protein adalah metode

Kjeldhal yang melalui proses destruksi, destialsi, titrasi dan perhitungan. Dalam

analisis ini yang dianalisis adalah unsur nitrogen bahan, sehingga hasilnya harus

dikalikan dengan faktor protein untuk memperoleh nilai protein kasarnya (Tim

Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, 2012).

Protein adalah senyawa organik kompleks dan merupakan protoplasma

aktif dalam semua sel hidup baik hewan maupun tumbuhan. Protein mengandung

(37)

22  

 

(Widodo dan Paramita, 2010). Protein dibedakan atas protein kasar dan protein

murni. Protein kasar adalah jumlah nitrogen (N) yang diperoleh dengan analisis

proksimat secara Kjedahl dikalikan 6,25 (N x 6,25) yang diasumsikan bahwa

protein mengandung 16% kadar nitrogen (Prakkasi, 1995). Protein murni adalah

protein yang tersusun atas asam-asam amino.

Kualitas protein merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk

mengoptimalkan penggunaan protein dalam pakan. Tinggi rendahnya nilai protein

sebagai zat makanan sangat dipengaruhi oleh banyaknya asam amino yang

membentuknya (Sosroamidjojo dan Soeradji, 1990). Asam amino yang

dibutuhkan ternak ruminansia sebagian dipenuhi dari protein mikroba dan

sebagian lagi dari protein pakan/ransum yang lolos dari fermentasi di dalam

rumen (Siregar, 1996). Hewan selain ruminansia tidak mampu mensintesis asam

amino esensial sendiri, oleh karena itu hewan perlu mendapat asam amino

esensial dari pakan yang diperoleh atau dari mencerna bakteri yang mengandung

zat-zat tersebut dan hanya terdapat di tractus digestifus hewan ruminansia (Sudaro

dan Siriwa, 1997). Protein digunakan untuk memperbaiki protein jaringan dan

untuk pertumbuhan, hal ini disebabkan karena asam amino digunakan secara terus

menerus untuk membentuk protein baru dan mengganti protein yang rusak

(Afrianto dan Liviawaty, 2005).

2.4.3 Analisa Bahan Kering

Analisis kadar air bahan menggunakan oven dengan temperatur sedikit

diatas temperatur didih air yaitu 105 oC. Sampel dimasukan ke dalam oven

(38)

23  

 

dan akhir dalam satuan persen. Umumnya pakan yang telah mengalami

pengeringan matahari/oven 70 0C masih mengandung kadar air. Dari analisis ini

akan diperoleh kadar bahan kering (bahan yang sudah bebas air/uap air) dengan

cara 100% dikurangi dengan kadar air (Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Pakan Fakultas Peternakan IPB, 2012).

2.5 Gula

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan

komoditi perdagangan utama. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi

dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan

digunakan oleh sel. Semakin lama fermentasi dan semakin banyak glukosa yang

ditambahkan, mikroorganisme berkembangbiak semakin banyak, sehingga

kemampuan mikroba memecah glukosa menghasilkan metabolit primer (asam

laktat dan alkohol) dan metabolit sekunder (aktivitas antibakteri dan polifenol),

(39)

 

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan data dan sampel daun angsana dilakukan di Dinas

Kebersihan dan Pertamanan kota Surabaya. Penelitian serta analisis proksimat

serat kasar dan protein kasar dilakukan di Laboratorium Pakan Ternak Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Juni 2015.

3.2Materi Penelitian

3.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah parang, karung, kantong

plastik ukuran 35 cm x 50 cm sebanyak 20 kantong plastik, timbangan, ember

plastik, gelas ukur plastik, sekop kecil, sprayer, pisau, tong plastik, baki,

pengaduk, sarung tangan dan seperangkat alat-alat untuk keperluan analisis

proksimat serat kasar dan protein kasar. Alat-alat analisis proksimat serat kasar

adalah Erlenmeyer 300 cc, Erlenmeyer penghisap, corong Buchner, spatula,

cawan porselen, gelas ukur, corong, timbangan analitik, oven, penangas air,

compressor, eksikator dan tanur listrik. Alat-alat analisis protein kasar

menggunakan Labu Kjeldhal 100 cc, pemanas labu Kjeldhal, spatula, timbangan

elektrik Sartorius, gelas ukur, labu ukur 250 cc, erlenmeyer 100 cc dan 1000 cc,

(40)

25

 

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun angsana segar

yang diperoleh dari rumah kompos Dinas Kebersihan dan Pertamanan Surabaya

sebanyak 10 kg, jumlah sampel adalah 20 kantong, setiap sampel berisi 500 gram

daun angsana. Probiotik (SOC®) dan larutan air gula sebagai bahan fermentasi,

serta bahan-bahan kimia untuk keperluan analisis proksimat serat kasar dan

protein kasar.

Bahan-bahan analisis proksimat serat kasar (H2SO4 0,3 N, NaOH 1,5 N,

HCL 0,3 N, Aceton dan H2O panas). Bahan-bahan analisis proksimat protein kasar

(tablet Kjedhal, H2SO4 pekat, NaOH 40%, asam borat, indicator metil merah,

brom cresol green, H2S04 0,01 N dan aquades).

3.3Metode Penelitian

3.3.1 Fermentasi Daun Angsana

Penelitian dimulai dengan menyiapkan daun angsana segar yang diratakan

pada alas plastik ditempat yang teduh. Daun angsana kemudian dipisahkan dari

tangkai daunnya dan ditimbang 500 gram setiap kantong plastik. Pembuatan bibit

fermentasi dengan menyiapkan gula pasir sebanyak 60 gram yang akan dilarutkan

ke dalam 1 liter air, setelah gula terlarut masukkan probiotik sebanyak 30 ml ke

dalam larutan gula dan tunggu selama 15 menit sehingga mikroorganisme dalam

probiotik dapat berkembangbiak semakin banyak dan menjadi larutan

fermentator. Larutan fermentator diambil sebanyak 10 ml dan diencerkan dengan

(41)

26

 

diperlukan 2 L larutan fermentator dan dapat diencerkan menggunakan air

sebanyak 5 kali larutan fermentasi yang digunakan (Widhartono dkk., 2009).

Penelitian ini menggunakan 500 gram daun tiap perlakuan sehingga diperlukan

larutan fermentator sebanyak 60 ml (10 ml larutan fermentator + 50 ml air).

Larutan fermentasi dicampurkan pada daun angsana secara merata dalam

ember plastik tiap perlakuan kemudian dimasukkan dalam kantong plastik, diikat,

dan diberi lubang-lubang kecil, mengingat kandungan mikroorganisme dalam

probiotik bersifat anaerob fakultatif. Selanjutnya setiap kantong plastik perlakuan

ditandai dengan diberi stiker label, kemudian seluruh kantong dimasukkan ke

dalam tong plastik dan didiamkan selama satu hari, dua hari dan tiga hari sesuai

perlakuan, menurut buku aturan pakai produk, kondisi daun segar atau basah

dapat difermentasi minimal selama satu hari dan maksimal tiga hari.

Setelah proses fermentasi selesai, kantong plastik diambil dari tong

plastik, dibuka dan daun angsana yang telah difermentasi tersebut

diangin-anginkan selama 15 menit, diamati makroskopisnya kemudian diambil sampelnya

untuk dimasukkan lemari pemanas dengan suhu 60 oC selama 24 jam hingga daun

kering seluruhnya untuk menghentikan proses fermentasi. Kemudian daun yang

sudah kering digiling dengan mesin penggiling hingga lembut seperti tepung,

selanjutnya dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan serat kasar dan

(42)

27

 

3.4 Rancangan Penelitian

Metode penelitian ini bersifat eksperimental. Penelitian ini terdiri dari 4

kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ulangan

mendasarkan pada Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rumus yang digunakan

untuk menentukan ulangan yang diberikan adalah:

Keterangan : t = total perlakuan ; n = jumlah ulangan

3.4.1 Perlakuan Penelitian

Perlakuan yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

PO : Tanpa fermentasi daun angsana 500 gram.

P1 : fermentasi satu hari daun angsana 500 gram + larutan fermentator 60 ml.

P2 : fermentasi dua hari daun angsana 500 gram + larutan fermentator 60 ml.

P3 : fermentasi tiga hari daun angsana 500 gram + larutan fermentator 60 ml.

3.5Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tanpa fermentasi dan

waktu fermentasi yaitu 1, 2, dan 3 hari.

3.5.2 Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kandungan serat

kasar dan protein kasar daun angsana yang telah difermentasi.

(43)

28

 

3.5.3 Variabel Kendali

Variabel kendali dalam penelitian ini adalah daun angsana dan

probiotik.

3.5.4 Definisi Operasional

Definisi operasional, fermentator dalam penelitian ini adalah

probiotik komersil yang mengandung bakteri Lactobacillus sp,

Azotobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus sp dan jamur

Saccharomyces sp serta mineral mix dan vitamin (Widhartono dkk, 2009)

ditambahkan pada larutan gula. Cara kerja untuk serat kasar menggunakan

metode analisa serat Van Soest dan untuk protein kasar menggunakan

metote Kjeldhal.

3.6 Analisis Data

Analisis data dengan menggunakan Analisis of Varian (ANOVA) dengan

tingkat kemaknaan 5%. Apabila terbukti bermakna maka dilanjutkan dengan uji

(44)

29

 

3.7 Diagram Prosedur Penelitian

Gambar 3.1 Diagram prosedur penelitian. Daun Angsana (DA)

Dipotong-potong dipisahkan dari tangkai daun

Ditimbang 500 gram untuk setiap kantong plastik

Daun angsana 500 gram Daun angsana 500 gram + larutan fermentasi 60 ml

20 kantong diikat dan di beri lubang – lubang kecil

Tiap kantong dibuka dan diangin-anginkan selama 15 menit

Sampel dimasukkan lemari pemanas suhu 60 oC

(45)

 

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1. Serat Kasar

Hasil analisis proksimat kandungan serat kasar daun angsana yang

difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Lampiran 3. Rerata kandungan

serat kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik berdasarkan persen

bahan kering dan hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

nyata (p < 0,05) diantara perlakuan. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan dapat

dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Rerata Kandungan Serat Kasar Daun Angsana yang Difermentasi

dengan Probiotik Berdasarkan Persen Bahan Kering. Perlakuan

Rerata Kandungan Serat Kasar (% BK)

P0 : Tanpa Fermentasi 29,96 ± 1,16 b

P1 : Fermentasi satu hari 28,03 ± 0,86 a

P2 : Fermentasi dua hari 28,35 ± 1,15 a

P3 : Fermentasi tiga hari 27,81 ± 1,10 a

Keterangan: Superskrip (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

(46)

31

 

26,5 27 27,5 28 28,5 29 29,5 30

P0 P1 P2 P3

Rerata serat kasar ( %BK )

Hasil uji Duncan membuktikan hasil kandungan serat kasar tertinggi

adalah perlakuan PO dan kandungan serat kasar terendah adalah perlakuan P3

yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Perlakuan P1, P2, dan P3

berbeda nyata dengan P0.

Rerata kandungan serat kasar daun angsana berdasarkan persen bahan

kering yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan

Tabel 4.1.

Gambar 4.1. Diagram kandungan serat kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik ( % BK ).

(47)

32

 

4.2. Protein Kasar

Hasil analisis proksimat kandungan protein kasar daun angsana yang

difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Lampiran 3. Rerata kandungan

protein kasar daun angsana berdasarkan persen bahan kering yang difermentasi

dengan probiotik dan hasil uji statistik dengan uji ANOVA menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang nyata ( p < 0,05 ) diantara perlakuan, dimana hasil uji

lanjut dengan uji Duncan, dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Rerata Kandungan Protein Kasar Daun Angsana yang Difermentasi dengan Probiotik Berdasarkan Persen Bahan Kering.

Perlakuan Rerata Kandungan Protein Kasar (% BK)

P0 : Tanpa Fermentasi 23,72± 0,60 a

P1 : Fermentasi satu hari 24,06 ± 0,55 a

P2 : Fermentasi dua hari 24,86 ± 0,66 b

P3 : Fermentasi tiga hari 25,33 ± 0,43 b

Keterangan: Superskrip (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

(48)

33

 

Hasil uji Duncan membuktikan bahwa perlakuan yang menghasilkan

kandungan protein kasar tertinggi adalah P3 dan perlakuan yang menghasilkan

protein kasar terendah adalah PO. Perlakuan PO dan P1 terdapat perbedaan yang

nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Perlakuan P0 tidak terdapat perbedaan yang

nyata dengan perlakuan P1. Perlakuan P2 tidak terdapat perbedaan yang nyata

dengan perlakuan P3.

Rerata kandungan protein kasar daun angsana berdasarkan persen bahan

kering yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan

Tabel 4.2.

Gambar 4.2. Diagram kandungan protein kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik ( % BK )

22,5 23 23,5 24 24,5 25 25,5

P0 P1 P2 P3

Rerata protein kasar ( %BK )

(49)

 

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Serat Kasar

Hasil penelitian pengaruh waktu fermentasi daun angsana dengan

probiotik terhadap kandungan serat kasar membuktikan penurunan kandungan

serat kasar daun angsana yang difermentasi selama satu, dua dan tiga hari. Hasil

Analisis of Varian (ANOVA) (Lampiran 5) dan yang disajikan pada Tabel 4.1,

menunjukkan bahwa waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik satu, dua

dan tiga hari menghasilkan penurunan serat kasar secara bermakna (p<0,05)

dibandingkan dengan tanpa fermentasi. Kandungan serat kasar terendah adalah

saat fermentasi selama tiga hari yaitu 27,81% yang tidak berbeda nyata dengan

fermentasi satu hari yaitu 28,03% dan dua hari 28,35%, namun berbeda nyata

dengan tanpa fermentasi yaitu 29,96%.

Dua hari fermentasi terjadi sedikit peningkatan dari satu hari sebesar

0,32% karena terdapat kemungkinan terikutnya tangkai daun (Gambar 2.2) lebih

banyak dalam proses fermentasi dibanding satu hari fermentasi. Terbentuknya

rongga-rongga udara dalam pembungkusan kantong plastik selama proses

fermentasi akibat tangkai daun sehingga mikroorganisme terganggu

perkembangbiakannya membuat proses fermentasi kurang maksimal. Namun

peningkatan persen serat kasar yang terjadi pada fermentasi dua hari dari satu hari

fermentasi ini bukan merupakan suatu hal yang utama karena hasil penelitian

menunjukan serat kasar pada fermentasi satu, dua dan tiga hari tidak terdapat

(50)

35

 

Probiotik yang ditambahkan pada fermentasi daun angsana dengan waktu

fermentasi satu, dua dan tiga hari diketahui dapat menurunkan serat kasar daun

angsana. Waktu fermentasi satu hari sudah optimal mendegradasi selulosa yaitu

sebesar 28,03% karena tidak berbeda nyata dengan waktu fermentasi dua dan tiga

hari (Lampiran 5). Penurunan serat kasar pada waktu fermentasi satu, dua dan tiga

hari yang berbeda nyata dengan kontrol, menunjukkan terjadinya

perkembangbiakan bakteri dan jamur selulolitik, yang mendegradasi selulosa

sebagai komponen utama serat kasar.

Aktivitas bakteri dan jamur selulolitik yang paling besar adalah pada

waktu fermentasi tiga hari, dilihat dari persentase serat kasar terendah terjadi pada

waktu fermentasi tiga hari yaitu menjadi 27,81%, yang tidak berbeda nyata

dengan lama waktu fermentasi satu dan dua hari. Waktu fermentasi berpengaruh

terhadap aktivitas bakteri dan jamur selulolotik, karena semakin lama waktu

fermentasi, maka bakteri dan jamur semakin aktif berkembangbiak, semakin

banyak jumlahnya, sehingga mempunyai kemampuan untuk menurunkan

kandungan serat kasar semakin besar.

Penurunan kandungan serat kasar daun angsana disebabkan longgarnya

ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa karena probiotik mengandung bakteri

Laktobasillus sp, Azotobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, Basillus sp dan jamur

Saccharomyces sp. Dua dari empat bakteri yaitu Laktobasillus sp, Bacillus sp,

juga jamur Saccharomyces sp merupakan mikroorganime selulolitik, mampu

mendegradasi selulosa yang merupakan komponen utama serat kasar secara

(51)

36

 

selulase. Enzim selulase dihasilkan oleh bakteri dan jamur yang bersifat selulolitik

(Mc Donald et al., 1995). Enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroorganisme

selulolitik, pada bakteri Laktobasillus sp,Bacillus sp dan jamur Saccharomyces sp

merupakan suatu kelompok enzim yang bekerja bertahap atau bersama-sama

mengurai selulosa menjadi glukosa. Ada tiga kelompok enzim utama yang

menyusun selulase yaitu enzim endo 1,4 ß glukonase, ekso 1,4 ß glukonase, dan ß

glukosidase (Grenet and Besle, 1991).

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengaruh waktu satu, dua dan

tiga hari fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan probiotik

yang mengandung mikroorganisme selulolitik yaitu bakteri Laktobasillus sp,

Bacillus sp dan jamur Saccharomyces sp sebagai inokulum pada fermentasi daun

angsana terbukti dapat menurunkan kandungan serat kasar.

5.2. Protein Kasar

Protein adalah zat organik yang mengandung karbon, hidrogen, nitrogen,

eksogen, sulfur, dan fosfor (Murtidjo, 2001). Berdasarkan hasil penelitian waktu

fermentasi daun angsana dengan probiotik terhadap kandungan protein kasar yang

disajikan pada Tabel 4.2 dan hasil Analisis of Varian (ANOVA) pada Lampiran 7

menunjukkan bahwa pada waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik

selama dua dan tiga hari menunjukkan peningkatan protein kasar secara

bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan tanpa fermentasi dan fermentasi satu

hari. Kandungan protein kasar tertinggi pada waktu fermentasi tiga hari sebesar

(52)

37

 

namun berbeda nyata dengan waktu fermentasi satu hari sebesar 24,06% dan

tanpa fermentasi sebagai kontrol 23,72%.

Probiotik yang ditambahkan pada fermentasi daun angsana dengan waktu

fermentasi dua dan tiga hari diketahui dapat meningkatkan protein kasar daun

angsana. Waktu fermentasi dua hari sudah optimal mendegradasi protein yaitu

sebesar 24,86% karena tidak berbeda nyata dengan waktu fermentasi tiga hari,

sedangkan peningkatan protein kasar pada waktu fermentasi satu hari sebesar

24,06% dikatakan belum optimal untuk mendegradasi protein karena tidak

berbeda nyata dengan tanpa fermentasi (Lampiran 7). Persentase protein kasar

tertinggi terjadi pada waktu fermentasi tiga hari yaitu 25,33% lebih tinggi 0,47%

dari waktu fermentasi dua hari, dan waktu fermentasi satu hari yaitu 24,06% lebih

tinggi 0,24% dari tanpa fermentasi. Peningkatan protein kasar ini menunjukkan

terjadinya perkembangbiakan bakteri proteolitik, yang mendegradasi protein

menjadi asam amino.

Aktivitas bakteri proteolitik yang paling besar adalah pada waktu

fermentasi tiga hari, dilihat dari persentase protein kasar tertinggi terjadi pada

waktu fermentasi tiga hari yaitu menjadi 25,33%, yang tidak berbeda nyata

dengan lama waktu fermentasi dua hari. Waktu fermentasi berpengaruh terhadap

aktivitas bakteri proteolitik, karena semakin lama waktu fermentasi, maka bakteri

semakin aktif berkembangbiak, semakin banyak jumlahnya, sehingga mempunyai

kemampuan untuk meningkatkan kandungan protein kasar semakin besar.

Pada penelitian ini probiotik yang digunakan adalah probiotik yang

(53)

38

 

Bacillus sp dan jamur Saccharomyces sp. Dua dari empat bakteri yaitu

Azotobacter sp dan Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri proteolitik, salah

satu enzim yang dihasilkan adalah enzim protease yang mampu memecah protein

menjadi polipeptida, polipeptida akan dipecah menjadi polipeptida yang lebih

sederhana kemudian dipecah lagi menjadi asam amino, sehingga asam amino

tersebut dapat dimanfaatkan mikroba untuk memperbanyak diri. Meningkatnya

jumlah koloni mikroba selama proses fermentasi dapat meningkatkan protein

kasar dari suatu bahan karena mikroba ini merupakan sumber protein sel tunggal.

Protein sel tunggal merupakan istilah yang digunakan untuk protein kasar yang

berasal dari mikroorganisme bersel satu, seperti bakteri (Priskila, 2007), yang

dapat berkembang melalui proses fermentasi dan karbohidrat sederhana pada gula

mampu mendukung pertumbuhan bakteri (Rachmasari, 2011).

Dengan demikian, dalam penelitian ini terjadi peningkatan protein kasar

pada waktu fermentasi dua dan tiga hari yang diakibatkan dari proses perombakan

protein sisa dari daun angsana yang belum bereaksi sehingga protein kasar yang

awalnya pada kontrol 23,72% dan waktu fermentasi satu hari 24,06% mengalami

peningkatan menjadi 24,86% pada waktu fermentasi dua hari dan tiga hari

25,33%. Pada waktu fermentasi dua hari merupakan waktu yang tepat untuk

(54)

39

 

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengaruh waktu dua dan tiga hari

fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan probiotik yang

mengandung mikroorganisme proteolitik yaitu bakteri, Azotobacter sp dan

Pseudomonas aeruginosa sebagai inokulum pada fermentasi daun angsana

(55)

 

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik satu, dua dan tiga hari

menurunkan kandungan serat kasar.

2. Waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik dua dan tiga hari

meningkatkan kandungan protein kasar.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disarankan :

1. Melakukan penelitian lanjut dengan waktu fermentasi yang lebih lama

daun angsana dengan probiotik terhadap kandungan serat kasar dan

protein kasar.

2. Melakukan penelitian waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik

terhadap kandungan abu, lemak kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen

(Beta-N).

3. Melakukan penelitian waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik

mengenai zat antinutrisi, kandungan Pb dan penerapan pada ternak sebagai

hewan coba untuk mengetahui pengaruhnya terhadap konsumsi pakan,

(56)

   

RINGKASAN

Merwin Yosia Andreas.Pengaruh Waktu Fermentasi Daun

Angsana (Pterocarpus indicus Willd) Dengan Probiotik Terhadap Kandungan Serat Kasar dan Protein Kasar”. Penelitian ini dilaksanakan di

bawah bimbingan : Dr. Iwan Sahrial Hamid, M.Si.,drh sebagai Pembimbing

utama dan Dr. Benjamin Chr. Tehupuring, M.Si.,drh sebagai Pembimbing serta.

Strategi untuk meraih keberhasilan pada usaha beternak memerlukan

adanya asupan teknologi, pemberdayaan pada sisi pengelolaan (management), dan

aspek pemuliabiakan (breed) ternak. Namun, faktor yang paling mengemuka di

dalam kegiatan beternak yang realistis adalah memberikan asupan pakan yang

konsisten baik secara kuantitas maupun kualitas (Bamualim, 2011). Upaya untuk

mengurangi biaya pakan sebagian peternak menggunakan bahan pakan alternatif

sebagai pengganti bahan pakan. Dalam bahan pemilihan bahan pakan yaitu mudah

didapat, harganya murah, kandungan nutrisi tinggi dan tidak bersaing dengan

manusia (Handajani dan Widodo, 2010). Salah satu contoh bahan pakan

alternative yang dimanfaatkan secara optimal adalah daun angsana (Sudiana dkk.,

2012). Pakan utama ternak ruminansia, hijauan atau limbah pertanian seperti daun

angsana, memiliki kadar serat kasar yang tinggi. Komponen terbesar dari serat

kasar adalah berupa dinding sel yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin

(Church and Pond, 1988). Serat kasar adalah bagian dari bahan pakan yang tidak

dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk rnenentukan

kadar serat kasar, yaitu asarn sulfat (H2S04 1,25 %) dan natriurn hidroksida

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 2.1  Daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) (Dokumentasi pribadi).
Gambar 2.2  Makroskopis daun angsana (Pterocarpus indicus Willd)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh Fasilitas kerja dan komunikasi kerja terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.. Sharp Electronics Indonesia

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Emisi Formaldehida Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Karton Gelombang Menggunakan Perekat Campuran Melamine Formaldehyde

Penelitian-penelitian terkini berkaitan dengan operator Carleman antara lain oleh Novitskii (1994) memberikan representasi integral dari operator-operator linear

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan protein pada level 20, 30 dan 40% dibandingkan dengan tanpa fermentasi dan level 10%

Untuk dapat menggunakan obat dengan benar konsultasilah dengan apoteker di apotek karena dalam penggunaan obat ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti:. Bila

Arus DC yang dihasilkan oleh generator sinkron magnet permanen sebesar 2,24 Ampere DC dengan tahanan sebesar 100Ω seperti Gambar 8, adapun dengan desain yang sama

Berdasarkan perolehan nilai rata-rata post- test pada kelas eksperimen (XI IPA 2) lebih tinggi dari rata-rata nilai post-test kelas kontrol (XI IPA 3), maka dapat

Penelitian dilakukan dengan menambahkan bahan yaitu zat aditif Super Bond yang berfungsi untuk meningkatkan daya lekat antara aspal dan agregat, dengan variasi kadar 0%,