SKRIPSI
PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAUN ANGSANA
(Pterocarpus indicus Willd) DENGAN PROBIOTIK
TERHADAP KANDUNGAN SERAT KASAR
DAN PROTEIN KASAR
Oleh:
MERWIN YOSIA ANDREAS
NIM 061111093
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAUN ANGSANA
(Pterocarpus indicus Willd) DENGAN PROBIOTIK
TERHADAP KANDUNGAN SERAT KASAR
DAN PROTEIN KASAR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Pada
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
Oleh
MERWIN YOSIA ANDREAS NIM 061111093
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Dr. Iwan Sahrial Hamid, M.Si.,drh) (Dr. Benjamin Chr. Tehupuring, M.Si.,drh)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi berjudul:
Pengaruh Waktu Fermentasi Daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan Probiotik Terhadap Kandungan Serat Kasar dan Protein Kasar
Tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan
di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surabaya, 19 Agustus 2015
Telah dinilai pada Seminar Hasil Penelitian
Tanggal : 4 Agustus 2015
KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN
Ketua : Tri Nurhajati, MS.,drh
Sekretaris : Prof. Dr. Koesnoto Supranianondo, MS.,drh
Anggota : Dr. Ngakan Made Rai Widjaja, MS.,drh
Pembimbing Utama : Dr. Iwan Sahrial Hamid, M.Si.,drh
Telah diuji pada
Tanggal : 18 Agustus 2015
KOMISI PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Tri Nurhajati, MS.,drh
Anggota : Prof. Dr. Koesnoto Supranianondo, MS.,drh
Dr. Ngakan Made Rai Widjaja, MS.,drh
Dr. Iwan Sahrial Hamid, M.Si.,drh
Dr. Benjamin Chr. Tehupuring, M.Si.,drh
Surabaya, tanggal 19 Agustus 2015 Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga Dekan,
EFFECT OF FERMENTATION TIME ANGSANA LEAVES (Pterocarpus indicus Willd) WITH PROBIOTICS AGAINST CRUDE FIBER AND
CRUDE PROTEIN CONTENT Complete study randomized design with four treatments and five replications. Four treatment groups consisting of P0: 500 g angsana leaves without fermentation, P1: one day 500 g angsana leaves fermented with probiotic, P2: two days 500 g angsana leaves fermented with probiotic, P3: three days 500 g angsana leaves fermented with probiotic. Proximate analysis conducted after Angsana leaves are fermented for one, two and three days according to treatment of facultative anaerobes and P0 as the control. Data were analyzed by analysis of variance followed by Duncan's Multiple Range Test. The lowest concentration of crude fiber content was 27,81% in P3 decrease from originally (P0) 29,96% and the highest concentration of crude protein content was 25,33% in P3 increase from originally (P0) 23,77%. The conclusion of this research was fermentation time effect of angsana leaves with probiotic can decrease crude fiber and increase the crude protein.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat yang
dilimpahkan sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan skripsi
dengan judul Pengaruh Waktu Fermentasi Daun Angsana (Pterocarpus
indicus Willd) dengan Probiotik Terhadap Kandungan Serat Kasar dan Protein Kasar.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Dr. Hj
Romziah Sidik, Ph.D.,drh Atas kesempatan mengikuti pendidikan di Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Dr. Iwan Sahrial Hamid, M.Si.,drh selaku pembimbing utama dan
Dr. Benjamin Chr. Tehupuring, M.Si.,drh selaku pembimbing serta, atas segala
bimbingan nasehat saran serta motivasi belajar sampai dengan selesainya skripsi
ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada
beliau.
Prof. dr. Herry Agoes Hermadi, M.Si.,drh selaku dosen wali atas segala
nasehat dan motivasi yang diberikan kepada penulis, semoga Tuhan Yang Maha
Esa melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau. Tri Nurhajati, MS.,drh selaku ketua
penguji, Prof. Dr. Koesnoto Supranianondo, MS.,drh selaku sekretaris penguji,
Dr. Ngakan Made Rai Widjaja, MS.,drh selaku anggota penguji, atas bimbingan,
nasehat dan saran yang diberikan untuk perbaikan kekurangan skripsi ini, semoga
Terima kasih kepada dosen-dosen yang selama ini dengan ikhlas
memberikan ilmu yang tak terhingga kepada penulis. Seluruh Staf departemen
Peternakan Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga atas
bantuan dan bimbingan dalam penelitian ini. Terima kasih kepada staff
perpustakaan yang telah membantu penulis dalam mencari literatur, semoga
Tuhan Yang Maha Esa akan memberikan limpahan rahmat-Nya kepada mereka
semua, amin.
Bapak Muky Andreas dan Ibu Soemarni S.Pd serta Saudara ku Medwin
Sabiantana SE., Mervin Sendyanata, Mahendra Windyarta yang telah memberikan
doa, semangat, dorongan untuk keberhasilan putranya. Ucapan terima kasih tidak
sebanding dengan kerja keras dan pengorbanan beliau, semoga Tuhan Yang Maha
Esa membukakan pintu maaf dan melimpahkan segala rahmat dan kasih-Nya.
Teman-teman seperjuangan yang sangat saya cintai, Bimo, Tomo (Fikri),
Umam, Fahmi Fandi, Mukhib, Zuhdi, Agwin, Ruli, Faisal, Firman, Bagas, Nazar,
Belga, Tika, Enggar, Indah, Puspa, Soffy, Aghnia, Ghozi, Rosita, Bunga, Allyt,
Topik, Lesty, Chuko, Titah, Bogin, Lala, Amrizal, Astrid, Imas, Kurnia, Siska,
Rizal S., Rian, Dandy, Wulan, Riza, Ninik dan teman-teman semua angkatan
2011 (ANDALAS) khususnya kelas A, adik-adik tingkat angkatan 2012 dan 2013
khususnya Zulfikar, Agung P., Nafi, Aldilia, Berlian dan Bima. Pak Djat, Pak
Budi, Pak Sam, Mas Yuan, Mas Aditya Kusuma, keluarga besar KMPV Unggas
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian skripsi
ini, penulis mengharap kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Surabaya, 19 Agustus 2015
1.1 Latar Belakang Penelitian... 1
2.4
2.5
2.3.5 Saccharomyces cerevisiae…………...……….
2.3.6 Mineral dan vitamin……….. Analisa Proksimat……….……….. 2.4.1 Analisa Serat Kasar...………. a. Selulosa... b. Hemiselulosa... c. Lignin... 2.4.2 Analisa Protein Kasar..………. 2.4.3 Analisa Bahan Kering...………... Gula...………..…….
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 24
3.2 Materi Penelitian... 24
3.2.1 Alat penelitian... 24
3.2.2 Bahan penelitian... 25
3.3 Metode Penelitian... 3.3.1 Fermentasi daun angsana………... 25 25 3.4 Rancangan Penelitian... 27
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 4.1
4.2
Komposisi mineral probiotik......
Rerata kandungan serat kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik berdasarkan persen bahan kering... Rerata kandungan protein kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik berdasarkan persen bahan kering...
12
30
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 2.2 3.1 4.1
4.2
Daun angsana... Makroskopis daun angsana...………... Diagram prosedur penelitian... Diagram kandungan serat kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik (%BK)... Diagram kandungan protein kasar daun Angsana yang difermentasi dengan probiotik (%BK)...
8 9 29
31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Analisis serat kasar daun angsana...50
2. Analisis protein kasar daun angsana... ...52
3. Hasil analisis proksimat kandungan serat kasar dan
protein kasar daun angsana terfermentasi probiotik...54
4. Hasil Analisis proksimat kadungan serat kasar daun angsana
terfermentasi probiotik berdasarkan bahan kering (%BK)...56
5. Hasil Analysis of Variance (ANOVA) kandungan serat kasar daun angsana
terfermentasi probiotik (%BK)...57
6. Hasil Analisis proksimat kadungan protein kasar daun angsana
terfermentasi probiotik berdasarkan bahan kering (%BK)...58
7. Hasil Analysis of Variance (ANOVA) kandungan protein kasar daun
angsana terfermentasi probiotik (%BK)...69
SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG
ANOVA : Analysis of Variance
RAL : Rancangan Acak Lengkap
BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
cm : sentimeter
CO2 : carbon dioxide (karbon dioksida)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Strategi untuk meraih keberhasilan pada usaha beternak memerlukan
adanya asupan teknologi, pemberdayaan pada sisi pengelolaan (management), dan
aspek pemuliabiakan (breed) ternak. Namun, faktor yang paling mengemuka di
dalam kegiatan beternak yang realistis adalah memberikan asupan pakan yang
konsisten baik secara kuantitas maupun kualitas (Bamualim, 2011). Upaya untuk
mengurangi biaya pakan sebagian peternak menggunakan bahan pakan alternatif
sebagai pengganti bahan pakan. Dalam pemilihan bahan pakan yaitu mudah
didapat, harganya murah, kandungan nutrisi tinggi dan tidak bersaing dengan
manusia (Handajani dan Widodo, 2010).
Salah satu contoh bahan pakan alternatif yang dimanfaatkan secara
optimal adalah daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) (Sudiana dkk., 2012).
Limbah daun angsana digunakan sebagai pupuk kompos yang dikelola oleh Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya dan dalam pembuatan pupuk kompos
tersebut memerlukan waktu yang cukup lama. Produksi limbah daun angsana
mencapai 126 m3 per hari di dapatkan dari berbagai wilayah Surabaya (Wito,
2015).
Hasil uji fitokimia yang telah dilakukan dari serbuk simplisia daun
angsana menunjukkan hasil yang positif yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, dan
terpenoid (Aprilia, 2014). Tanin yang merupakan zat anti nutrisi yang dapat
mempengaruhi fungsi asam amino dan kegunaan dari protein (U.S. Department of
2
yang tidak melebihi tingkat optimum, tanin memiliki efek positif, yaitu sebagai
senyawa untuk menghindari terjadinya kembung pada ternak dan membantu usus
mencerna serta menyerap protein secara langsung, dengan membentuk ikatan
tanin-protein yang dapat mencegah degradasi protein di dalam rumen (Mangan,
1988). Pakan utama ternak ruminansia, hijauan atau limbah pertanian seperti daun
angsana, memiliki kadar serat kasar yang tinggi. Komponen terbesar dari serat
kasar adalah berupa dinding sel yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin
(Church and Pond, 1988). Kandungan serat kasar yang tinggi menyebabkan
rendahnya nilai kecernaan pakan karena keberadaan lignin. Lignin berada dalam
tanaman bersama-sama selulosa dan hemiselulosa dan berikatan membentuk
komponen yang disebut lignoselulosa dan lignohemiselulosa (Tillman dkk.,
1991).
Daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) sebagai pakan hijauan
berprotein dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan pakan untuk ternak
(Rahmansyah dkk., 2013). Peningkatan nilai gizi pakan dapat dilakukan dengan
perlakuan fisik, kimiawi, dan biologik. Perlakuan secara fisik yaitu dengan
pemotongan dan penggilingan hanya memudahkan ternak untuk mengkonsumsi
pakan tetapi tidak meningkatkan kandungan nutrisinya. Perlakuan secara kimiawi
dengan cara penambahan bahan kimia membutuhkan biaya yang besar dan waktu
yang relatif lama, selain itu beberapa bahan kimia dapat mencemari lingkungan
karena bersifat polutan. Perlakuan secara biologik dilakukan dengan fermentasi
yang memanfaatkan jasa mikroorganisme seperti jamur dan bakteri. Cara
3
meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan dapat menghilangkan zat anti nutrisi yang
terkandung dalam bahan mentah dan membutuhkan waktu relative pendek
(Howard et al., 2003). Lama waktu proses fermentasi, mempengaruhi kesempatan
mikroorganisme berkembangbiak semakin banyak (Astawan, 2008).
Probiotik adalah food additive berupa mikroba hidup menguntungkan
(Afrianto dan Liviawaty, 2005), didefinisikan sebagai substrat mikroorganisme,
yang diberikan kepada ternak lewat pakan dan memberikan efek positif dengan
cara memperbaiki keseimbangan mikroorganisme alami di dalam saluran
pencernaan (Estrada, 1997). Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh
waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan probiotik
komersil (SOC®) yang mengandung bakteri Lactobacillus sp, Azotobacter sp,
Pseudomonas aeruginosa, Bacillus sp dan jamur Saccharomyces sp (Widhartono,
dkk., 2009). Penggunaan mikroorganisme sesulolitik berperan memproduksi
enzim endo 1,4 ß glukonase, ekso 1,4 ß glukonase dan ß glukosidase, ketiga
enzim tersebut dapat memecah komponen serat kasar menjadi karbohidrat terlarut
(Howard et al., 2003). Enzim protease merupakan enzim bakteri proteolitik yang
mengkatalisis pemutusan ikatan peptida pada protein dihasilkan oleh bakteri
proteolitik (Susanti, 2003).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian tentang pengaruh
waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan probiotik
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd)
dengan probiotik berpengaruh terhadap kandungan serat kasar ?
2. Apakah waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd)
dengan probiotik berpengaruh terhadap kandungan protein kasar ?
1.3 Landasan Teori
Pastura dan hijauan segar merupakan bahan pakan dalam bentuk
daun-daunan, dan kadang masih bercampur dengan ranting dan bunganya. Daun
angsana sebagai pakan hijauan berprotein dapat dimanfaatkan sebagai sumber
hijauan pakan untuk ternak (Rahmansyah dkk., 2013). Serat kasar adalah bagian
dari bahan pakan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang
digunakan untuk rnenentukan kadar serat kasar, yaitu asarn sulfat (H2S04 1,25 %)
dan natriurn hidroksida (NaOH 1,25 %) (Muchtadi, 2001). Fermentasi
menggunakan bantuan mikroorganisme dapat digunakan untuk mengolah bahan
pakan yang sulit dicerna menjadi lebih mudah dicerna (Sundstol and Coxworth,
1997).
Waktu fermentasi berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
Semakin lama fermentasi, maka mikroorganisme semakin aktif artinya
berkembang biak, semakin banyak jumlahnya, sehingga mempunyai kemampuan
untuk memecah substrat semakin besar (Kunaepah 2008). Semakin lama
5
berkembangbiak semakin banyak, sehingga kemampuan mikroba memecah
glukosa menghasilkan metabolit primer (asam laktat dan alkohol) dan metabolit
sekunder (aktivitas antibakteri dan polifenol), semakin banyak (Astawan, 2008).
Pemilihan glukosa dikarenakan glukosa adalah gula dalam bentuk sederhana yang
dapat langsung dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya
(Kunaepah, 2008). Penambahan larutan gula pada proses fermentasi dilakukan
untuk merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang terkandung dalam
probiotik. Larutan fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan
gula dan probiotik.
Probiotik adalah mikroba hidup menguntungkan pada makhluk hidup,
yang bermanfaat untuk memperbaiki keseimbangan mikroba di dalam saluran
pencernaan, hal ini terjadi karena mikroba tersebut akan menghasilkan enzim
(Afrianto dan Liviawaty, 2005) dan memberikan pengaruh positif terhadap
fisiologi dan kesehatan inangnya. Senyawa-senyawa racun yang dihasilkan pada
metabolisme bakteri probiotik seperti asam laktat, hidrogen peroksida, bakteriosin
yang bersifat antimikroba dan antibiotik mampu menekan pertumbuhan bakteri
patogen (Yulinery et al., 2006). Enzim selulase dihasilkan oleh bakteri dan jamur
yang bersifat selulolitik untuk menurunkan serat kasar (Mc Donald et al., 1995).
Enzim protease dihasilkan oleh bakteri yang bersifat proteolitik untuk
meningkatkan protein kasar (Priskila, 2007). Salah satu fungsi protease yaitu
berperan dalam degradasi protein menjadi asam amino, sehingga pakan ternak
6
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Membuktikan waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd)
dengan probiotik menurunkan kandungan serat kasar.
2. Membuktikan waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd)
dengan probiotik meningkatkan kandungan protein kasar.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pembaca dan peternak mengenai manfaat waktu fermentasi daun angsana
(Pterocarpus indicus Willd) dengan probiotik menurunkan kandungan serat kasar
dan meningkatkan protein kasar.
1.6 Hipotesis
1. Waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan
probiotik menurunkan kandungan serat kasar.
2. Waktu fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan
BAB 2 TINJAUANPUSTAKA
2.1 Tanaman Angsana (Pterocarpus indicus Willd)
Angsana (Pterocarpus indicus Willd) memiliki nama lain yaitu
Pterocarpus wallichii Wight and Arn; P zollingeri Miq.; P papuanus F. V.
Mueller, P Vidalinus Rolfe. termasuk kedalam famili Fabaceae (Papilionoideae).
Beberapa nama lain untuk tanaman Cendana Merah, Sono kembang, Angsana
(Jawa Tengah, Malaysia, Singapura), Pradoo (Thailand.), Narra (Filipina), Asan
(Aceh), Sena (Batak Karo dan Lampung), Hasona (Batak Toba), Sena (Gayo),
Sanakembang (Sunda), Sana (Madura), Ingi (Seram), Lala (Ambon), Lana (Bum),
Lina (Halmahera), Ligua (Ternate), Sana (Sasak), Nara (Bima), Ai Kenawa
(Sumba), Kenaha (Solor), Kalai (Alor), Tonala (Gorontalo), Yonoba (Buol),
Patene (Makasar), dan Candana (Bugis) (Direktorat Perbenihan Tanaman
Kehutanan, 2002).
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Angsana
Berdasarkan taksonominya, Angsana digolongkan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Rosales
Famili : Leguminoceae
Genus : Pterocarpus
8
2.1.2 Morfologi Tanaman Angsana (Pterocarpus indicus Willd)
Tanaman angsana (Pterocarpus indicus Willd) merupakan pohon meranggas,
tinggi mencapai 30 – 40 m dan memiliki diameter batang 2 m. Kayu
mengeluarkan eksudat merah gelap yang disebut ‘kino’ atau darah naga. Daun
majemuk dengan 5 – 11 Ciri morfologi angsana diantaranya daun berseling, anak
daun 5-13, bentuk bulat telur, memanjang, meruncing, tumpul, mengkilat. Daging
daun angsana lebih tebal daripada daun glondongan. Bunganya berbentuk
kupu-kupu berwarna kuning, buah berupa buah polong bersayap dengan biji 1-3 buah.
Tumbuhan ini terdapat dibeberapa Negara terutama Asia Tenggara seperti
Malaysia, Singapura, Filipina, Brunai, Thailand dan Indonesia (Antari dan
Sundra, 2002).
9
2.1.3 Makroskopis Daun Angsana
Daun angsana berbentuk bulat memanjang, diameter panjang 6-12 cm,
diameter lebar 3-5 cm, berwarna hijau, ujung daun meruncing, pertulangan daun
menyirip, permukaan daun mengkilap dan pinggir daun rata (Aprilia, 2014).
Pengamatan makroskopis daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dapat dilihat
pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Makroskopis daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) (Aprilia, 2014). angsana beserta tangkai daun, termasuk daun majemuk, diameter horisontal 17,5 cm dan vertikal 28,5 cm (Aprilia, 2014).
2.2 Fermentasi
Fermentasi adalah proses pengubahan bahan organik menjadi bentuk lain
dengan nilai tambah menggunakan bantuan mikroorganisme (Trisnadjaya dan
Subroto, 1996). Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh
enzim beberapa bakteri, khamir dan jamur (Hidayat dkk., 2006). Proses
fermentasi terjadi melalui serangkaian reaksi biokimiawi yang mengubah bahan
kering menjadi energi (panas), molekul air (H2O) dan CO2. Fermentasi
10
membentuk CO2 hasil katabolisme gula. Prinsip fermentasi adalah memisahkan
selulosa dari lignin (Sundstol and Coxworth, 1997). Perubahan bahan kering dapat
terjadi karena pertumbuhan mikroorganisme (bakteri asam laktat), proses
dekomposisi substrat dan perubahan kadar air. Perubahan kadar air terjadi akibat
evaporasi, hidrolisis substrat atau produksi air metabolik (Gervais, 2008).
Fermentasi sebagai proses penguraian substrat oleh aktivitas enzim mikroba.
Proses ini dapat berlangsung secara aerob maupun anaerob tergantung mikroba
yang melakukannya (Gandjar, 1995).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi antara lain
waktu, air, suhu, pH, fermentator, susunan bahan dasarnya dan adanya zat yang
bersifat pendukung (Rahayu dan Sudarmadji, 1989). Kandungan air yang optimal
pada bahan dalam keadaaan segar berkisar antara 60-70% atau 65% (Ikhsan,
2002). Hampir semua mikroorganisme tumbuh baik jika pH pakan antara 6,6-7,5
(netral). Suhu dan pH yang ekstrim dapat merusak protein dan menghentikan
aktifitas enzim yang dihasilkan mikroba, oleh sebab itu dalam melakukan
fermentasi harus diperhatikan kebutuhan lingkungan masing-masing
mikroorganisme serta waktu optimum untuk terjadinya proses fermentasi yang
baik (Setyono dkk., 2009). Tujuan perlakuan fermentasi pada pakan hijauan
adalah memecah ikatan kompleks lignin selulosa dan kandungan selulosa dipecah
11
2.3 Probiotik
Probiotik merupakan pakan tambahan yang berisi viaber (hidup) dan
bersifat tidak patogen. Probiotik adalah produk yang tersusun oleh mikroba atau
pakan alami mikroskopis yang bersifat menguntungkan dan memberi dampak
bagi peningkatan keseimbangan mikroba saluran pencernaan hewan inangnya
(Irianto, 2003). Probiotik pada ternak ruminansia telah diaplikasikan baik pada
saluran pencernaan bagian depan maupun saluran pencernaan bagian belakang.
Probiotik yang diaktifkan di saluran pencernaan bagian depan lebih populer
disebut probiotik jamur yang berfungsi untuk membantu membentuk ekosistem
rumen yang stabil dan membantu pencernaan serat (Pamungkas dan Anggraeny,
2006). Bakteri selulolitik dari cairan rumen adalah Nitrosomonas europae,
Bacillus sphaericus, Cellulomonas cellulans, Cytophaga hutchinsoi,
Acidothermus cellulyticus, Lactobacillus acidophilus, Cellvibrio mixtus (Lamid,
dkk., 2011) dan Saccharomyces sp termasuk jamur selulolitik (Tawwa et al.,
2008). Bakteri proteolitik adalah bakteri dari genus Pseudomonas, Proteus
(Schelgel and Schmidt, 1994) Streptobacillus, Staphylococcus, Streptococcus
(Akmal dan Romita, 1996 ) dan Azotobacter (Puspitasari, dkk., 2012). Kandungan
probiotik terdiri dari berbagai bakteri seperti Lactobacillus sp, Azotobacter sp,
Pseudomonas aeruginosa, Bacillus sp terdapat pula jamur Saccharomyces sp serta
mineral mix dan vitamin (Widhartono dkk, 2009). Komposisi mineral probiotik
12
Tabel 2.1 Komposisi Mineral Probiotik (Widhartono dkk., 2009).
Mineral Kadar
mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok
bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat
mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri
ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan.Bakteri Lactobacillus sp. ini
termasuk gram positif, tidak berspora, tidak motil oleh flagel peritrichous,
fakultatif anaerob, kadang-kadang mikroaerofilik, sedikit tumbuh di udara tapi
bagus pada keadaan di bawah tekanan oksigen rendah, dan beberapa anaerob pada
13
Lactobacillus sebagai probiotik alternatif penurun kolesterol memiliki
kemampuan bertahan terhadap garam empedu, kondisi asam, mampu
menghambat bakteri pathogen, tahan terhadap antibiotik dan dapat mengikat
kolesterol dengan menempel pada epitel dinding saluran pencernaan. Diberi nama
demikian karena bakteri ini mengubah laktosa dan gula menjadi asam laktat.
(Hood dan Zottola, 1998).
2.3.2 Azotobacter sp
Bakteri Azotobacter adalah spesies rizobakteri yang dikenal sebagai agen
penambat nitrogen yang mengkonversi di nitrogen (N2) ke dalam bentuk
ammonium (NH3), yang mampu menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup
tinggi. Pada medium yang sesuai, Azotobacter mampu menambat 10-20 mg
nitrogen. Bakteri dari famili Azotobacteraceae merupakan sebagian besar dari
bakteri pemfiksasi nitrogen yang hidup bebas. Organisme ini memiliki sifat dapat
menghambat pertumbuhan jamur (fungistatik) bahkan jamur tertentu yang sangat
patogen (Wedhastri, 2002).
Bakteri ini juga memiliki potensi mengekskresikan asam lemak
(Suryatmana dkk., 2006). Asam lemak berfungsi sebagai biosurfaktan karena
merupakan senyawa amfifatik yang memiliki gugus liofobik dan liofilik. Sel
Azotobacter berukuran besar dengan bentuk batang, banyak isolat hampir
seukuran khamir, dengan diameter 2-4 µm atau lebih, biasanya polimorfik. Pada
media yang mengandung karbohidrat, kapsul tambahan atau lapisan lendir
diproduksi oleh bakteri pengikat nitrogen yang hidup bebas ini. Meskipun
14
yaitu enzim yang mengkatalisis pengikatan N2¬, bersifat sensitif terhadap O2.
Azotobacter diduga mempunyai kapsul lendir yang tebal membantu melindungi
enzim nitrogenase dari O2 (Vater et al., 2002).
Azotobacter dapat tumbuh pada berbagai macam jenis karbohidrat,
alkohol, dan asam organik. Metabolisme senyawa karbon teroksidasi sempurna,
sedangkan asam atau produk fermentasi yang lain jarang dihasilkan. Seperti
halnya bakteri berendospora, kista Azotobacter resisten terhadap proses
pengeringan, penghancuran mekanik, ultraviolet, dan radiasi. Namun, tidak seperti
endospora, kista Azotobacter tidak resisten terhadap panas dan tidak mengalami
dormansi secara lengkap (Madigan et al., 2009).
2.3.3 Pseudomonas aeruginosa
Bakteri ini adalah bakteri yang bersifat negatif karena dapat menyebabkan
penyakit dan infeksi pada hewan dan manusia. Bakteri ini dapat ditemukan di
tanah dan air. Pada hewan bakteri ini dapat menyebabkan kerusakan saraf
terutama pada hewan yang memiliki kekebalan tubuh yang rendah. Meskipun
bakteri ini bersifat negative akan tetapi bermanfaat sebagai pengurai sisa-sisa
makanan atau kotoran (Mayasari, 2006).
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2
µm. Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang
membentuk rantai yang pendek. P. aeruginosa termasuk bakteri gram negatif.
Bakteri ini bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu
memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/karbohidrat lain, tidak
15
(flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak. Bakteri ini dapat tumbuh di
air suling dan akan tumbuh dengan baik dengan adanya unsur N dan C. Suhu
optimum untuk pertumbuhan P. aeruginosa adalah 42o C (Trelia, 2004).
2.3.4 Bacillus sp
Bacillus sp merupakan bakteri berbentuk batang, tergolong bakteri gram
positif, motil, menghasilkan spora yang biasanya resisten pada panas, bersifat
aerob (beberapa spesies bersifat anaerob fakultatif), katalase positif, dan oksidasi
bervariasi. Genus Bacillus mempunyai sifat fisiologis yang menarik karena
tiap-tiap jenis mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, diantaranya : (1) mampu
mengdegradasi senyawa organik seperti protein, pati, selulosa, hidrokarbon dan
agar, (2) mampu menghasilkan antibiotik; (3) berperan dalam nitrifikasi dan
dentrifikasi; (4) pengikat nitrogen; (5) bersifat khemolitotrof, aerob atau fakutatif
anaerob, asidofilik, psikoprifilik, atau thermofilik (Claus and Berkeley, 1986).
2.3.5 Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces cerevisiae biasanya digunakan untuk industri fermentasi
yang mengandung immunostimulan seperti ß-glucan, mannan oligosaccharides
dan anti kanker. Saccharomyces cerevisiae merupakan jenis fungi yang banyak
digunakan dalam pakan ternak. Saccharomyces cerevisiae mempunyai
karakteristik khusus dalam pakan ternak karena kemampuannya memproduksi
asam glutamat yang dapat meningkatkan palatability pakan. Berbeda dengan
bakteri, fungi merupakan mikroorganisme yang mempunyai tingkat resisten
16
tinggi dan dapat hidup pada kondisi keasaman dengan pH 1,5 di samping itu
mudah dikembangbiakkan. Pemberian Saccharomyces cerevisie dapat
meningkatkan daya cerna protein dan serat seperti selulosa dan hemiselulosa
(Tawwa et al., 2008).
2.3.6 Mineral dan vitamin
Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses
pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena
itulah disebut abu. Semua mikroorganisme memerlukan mineral tertentu untuk
pertumbuhan dan metaboilisme. Pada banyak media terdiri dari komponen,
magnesium, phosphor, potassium, sulfur, kalsium dan klorine. Beberapa
mikroorganisme dari komponen sel tidak lengkap dan kemudian diperlukannya
suatu pembentukan yang disebut faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan
biasanya memerlukan vitamin, tetapi mungkin juga memerlukan asam amino,
asam lemak atau sterol. Pemakaian vitamin sangat penting mengingat bahwa jika
hanya menggunakan satu vitamin mungkin lebih ekonomis dari pada
menggunakan vitamin kompleks ( Stanbury,1984 ). Vitamin B adalah vitamin
yang larut dalam air dan memainkan peran penting dalam metabolism sel.
Penambahan mineral salah satunya untuk menunjang pertumbuhan kapang
dengan memberikan mineral tambahan agar ketersediaan mineral kapang, dapat
terjamin sehingga dapat melakukan metabolismenya dengan baik dan dapat
memproduksi enzim dengan aktivitas terbaik (Thenawidjaja, 1986). Surisdiarto
(2003) yang menyatakan adanya penurunan kadar abu setelah fermentasi
17
Penambahan mineral untuk meningkatkan pertumbuhan kapang dan produksi
protein sudah umum dilakukan untuk produk fermentasi (Ramos-Valdivia et al.
1983 dan Sani et al. 1992).Vitamin adalah zat katalitik yang tidak dapat disintesis
oleh tubuh dalam metabolismenya dan harus tersedia dari luar. Kebutuhan vitamin
pada ternak terutama digunakan untuk pertumbuhan, kesehatan, konversi ransum,
reproduksi dan pemeliharaan (Sunita, 2004).
2.4 Analisa Proksimat
Bahan makanan ternak akan selalu terdiri dari zat-zat makanan yang
terutama diperlukan oleh ternak dan harus kita sediakan. Zat makanan utama
antara lain protein, lemak dan karbohidrat perlu diketahui sebelum menyusun
ransum. Untuk itu perlu dilakukan analisa laboratorium guna mengetahuinya.
Henneberg dan Stohmann dari Weende Experiment Station di Jerman membagi
pakan menjadi 6 (enam) fraksi, yaitu : kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar,
serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N) (Tim Laboratorium Ilmu
dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, 2012).
Untuk melakukan analisa proksimat bahan harus bentuk tepung dengan
ukuran maksimum 1 mm. Bahan berkadar air tinggi misalnya rumput segar perlu
diketahui dahulu berat awal (segar), berat setelah penjemuran/pengeringan oven
70 0C agar dapat dihitung komposisi zat makanan dari rumput dalam keadaan
segar dan kering matahari (Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas
18
2.4.1 Analisa Serat Kasar
Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi dari karbohidrat yang
tidak larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan masing-masing 30
menit. Termasuk dalam komponen serat kasar ini adalah campuran hemisellulosa,
sellulosa dan lignin yang tidak larut. Dalam analisa ini diperoleh fraksi lignin,
sellulosa dan hemisellulosa yang justru perlu diketahui komposisinya khusus
untuk hijauan makanan ternak atau umumnya pakan berserat. Untuk memperoleh
data yang akurat tentang lignin dan sellulosa dilakukan dengan metode analisa
serat Van Soest. (Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas
Peternakan IPB, 2012).
Serat kasar merupakan senyawa karbohidrat yang tidak dapat dicerna,
fungsi utamanya untuk mengatur kerja usus. Karbohidrat terdiri atas serat kasar
dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) (Afrianto dan Liviawati, 2005).
Komponen utama serat kasar adalah selulosa, terdapat sebagian besar pada
dinding sel kayu. Kadar serat kasar tinggi dalam hijauan kering dan rendah dalam
butiran-butiran (Anggorodi, 1994). Komposisi serat dalam pakan ternak sangat
bervariasi, tergantung pada bahan dasar yang digunakan untuk menyusun pakan
tersebut. Kandungan serat dalam pakan juga berbeda tergantung pada jenis hewan
yang mengkonsumsinya, misalnya pada unggas dibedakan berdasarkan jenis dan
usianya. Sedangkan untuk pakan ruminansia kandungan seratnya relatif lebih
tinggi.
Serat kasar bagi ruminansia digunakan sebagai sumber energi utama dan
19
metabolisme tubuh sehingga perlu diketahui kecernaannya dalam tubuh ternak.
Ruminansia dapat mencerna serat dengan baik, dimana 70 - 80 % dari kebutuhan
energinya berasal dari serat (Ranjhan, 1997). Pemberian serat kasar pada
ruminansia dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gangguan pada proses
metabolisme tubuh (Afrianto dan Liviawati, 2005).
Serat ataupun senyawa-senyawa yang termasuk dalam serat mempunyai sifat
kimia yang tidak larut dalam air, asam atau basa meskipun dengan pemanasan
atau hidrolisis (Kantasubrata dan Sumartini, 1989). Penentuan komposisi serat
merupakan hal yang umum dilakukan disamping penetapan protein, lemak,
karbohidrat atau mineral. Analisis serat kasar mempunyai peranan penting dalam
menentukan pakan ternak terutama untuk ruminansia.
Kandungan serat kasar dapat diketahui dengan diekstrasi lemaknya dengan
soxlet. Bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam
larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut kedua larutan tersebut disebut
sebagai serat kasar (Handajani dan Widodo, 2010). Serat kasar adalah serat
tumbuhan yang tidak larut dalam air yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan
lignin (Nainggolan dan Adimunca, 2005).
a. Selulosa
Selulosa adalah senyawa organik terbanyak di alam karena hampir 50 %
zat organic dalam tumbuh-tumbuhan terdiri dari selulosa. Selulosa terdapat
terutama di dalam dinding sel dan bagian tumbuh-tumbuhan yang berkayu
(Tillman dkk., 1991). Selulosa berisi heksosa tetapi sukar dicerna, formula
20
enzim selulase yang diproduksi oleh bakteri rumen, menghasilkan selubiosa yang
kemudian dihidrolisis oleh enzim ß glukosidase menghasilkan glukosa. Introduksi
bakteri selulolitik yang memiliki keunggulan dalam mencerna serat, diharapkan
dapat meningkatkan kecernaan serat kasar pakan yang pada gilirannya diikuti oleh
peningkatan produksi asam lemak terbang sebagai hasil akhir fermentasi serat.
Hasil akhir pencernaan selulosa adalah asam-asam lemak terbang (Volatile Fatty
Acid) yang terdiri dari campuran asam asetat, asam propionat dan asam butirat.
(Anggorodi, 1994).
b. Hemiselulosa
Hemiselulosa termasuk heteropolisakarida, yaitu golongan polisakarida
yang akan menghasilkan monosakarida yang berbeda bila dihidrolisa (Anggorodi,
1994). Hemiselulosa mengandung substansi araban, xylan dan heksosa yang lebih
tahan terhadap zat-zat kimia dibanding selulosa (Maynard and Loosli, 1996).
Hemiselulosa sama seperti selulosa, dihidrolisis oleh enzim yang dihasilkan oleh
mikroba dalam saluran pencernaan yaitu enzim hemiselulase. Hasil akhir
fermentasinya adalah asam-asam lemak terbang (Volatile Fatty Acid) (Tillman
dkk., 1991).
c. Lignin
Lignin adalah bagian yang bersifat kayu dari tanaman-tanaman seperti
tongkol, sekam, dan bagian yang berserat dari akar, batang dan daun, mengandung
zat komplek yang tidak dapat dicerna. Lignin mengandung karbon, hydrogen, dan
oksigen, tetapi proporsi karbon lebih tinggi daripada karbohidrat. Nitrogen
21
yang terdapat bersama dengan selulosa di dalam dinding sel tumbuhan (Robinson,
1995).
Lignin merupakan bagian atau kesatuan dalam karbohidrat tetapi bukan
termasuk dalam karbohidrat. Lignin bersama-sama dengan selulosa dan
hemiselulosa membentuk ikatan yang disebut lignoselulosa dan lignohemiselulosa
yang mempunyai koefisien cerna rendah karena lignin berfungsi sebagai
penghambat pencernaan. Lapisan matriks dari dinding sel tanaman muda terdiri
dari selulosa san hemiselulosa, tetapi pada tanaman tua matriks tersebut dilapisi
dengan lignin (Tillman dkk., 1991). Lignin sangat tahan terhadap setiap degradasi
kimia, termasuk degradasi enzimatik. Pertambahan umur tanaman menyebabkan
proses lignifikasi meningkat sehingga kadar lignin semakin tinggi dan daya cerna
tanaman makin rendah (Anggorodi, 1994).
2.4.2 Analisa Protein Kasar
Pengertian protein kasar adalah semua zat yang mengandung nitrogen.
Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10% (kisaran 13-
19%). Metode yang sering digunakan dalam analisa protein adalah metode
Kjeldhal yang melalui proses destruksi, destialsi, titrasi dan perhitungan. Dalam
analisis ini yang dianalisis adalah unsur nitrogen bahan, sehingga hasilnya harus
dikalikan dengan faktor protein untuk memperoleh nilai protein kasarnya (Tim
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, 2012).
Protein adalah senyawa organik kompleks dan merupakan protoplasma
aktif dalam semua sel hidup baik hewan maupun tumbuhan. Protein mengandung
22
(Widodo dan Paramita, 2010). Protein dibedakan atas protein kasar dan protein
murni. Protein kasar adalah jumlah nitrogen (N) yang diperoleh dengan analisis
proksimat secara Kjedahl dikalikan 6,25 (N x 6,25) yang diasumsikan bahwa
protein mengandung 16% kadar nitrogen (Prakkasi, 1995). Protein murni adalah
protein yang tersusun atas asam-asam amino.
Kualitas protein merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk
mengoptimalkan penggunaan protein dalam pakan. Tinggi rendahnya nilai protein
sebagai zat makanan sangat dipengaruhi oleh banyaknya asam amino yang
membentuknya (Sosroamidjojo dan Soeradji, 1990). Asam amino yang
dibutuhkan ternak ruminansia sebagian dipenuhi dari protein mikroba dan
sebagian lagi dari protein pakan/ransum yang lolos dari fermentasi di dalam
rumen (Siregar, 1996). Hewan selain ruminansia tidak mampu mensintesis asam
amino esensial sendiri, oleh karena itu hewan perlu mendapat asam amino
esensial dari pakan yang diperoleh atau dari mencerna bakteri yang mengandung
zat-zat tersebut dan hanya terdapat di tractus digestifus hewan ruminansia (Sudaro
dan Siriwa, 1997). Protein digunakan untuk memperbaiki protein jaringan dan
untuk pertumbuhan, hal ini disebabkan karena asam amino digunakan secara terus
menerus untuk membentuk protein baru dan mengganti protein yang rusak
(Afrianto dan Liviawaty, 2005).
2.4.3 Analisa Bahan Kering
Analisis kadar air bahan menggunakan oven dengan temperatur sedikit
diatas temperatur didih air yaitu 105 oC. Sampel dimasukan ke dalam oven
23
dan akhir dalam satuan persen. Umumnya pakan yang telah mengalami
pengeringan matahari/oven 70 0C masih mengandung kadar air. Dari analisis ini
akan diperoleh kadar bahan kering (bahan yang sudah bebas air/uap air) dengan
cara 100% dikurangi dengan kadar air (Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Pakan Fakultas Peternakan IPB, 2012).
2.5 Gula
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan
komoditi perdagangan utama. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi
dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan
digunakan oleh sel. Semakin lama fermentasi dan semakin banyak glukosa yang
ditambahkan, mikroorganisme berkembangbiak semakin banyak, sehingga
kemampuan mikroba memecah glukosa menghasilkan metabolit primer (asam
laktat dan alkohol) dan metabolit sekunder (aktivitas antibakteri dan polifenol),
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan data dan sampel daun angsana dilakukan di Dinas
Kebersihan dan Pertamanan kota Surabaya. Penelitian serta analisis proksimat
serat kasar dan protein kasar dilakukan di Laboratorium Pakan Ternak Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Juni 2015.
3.2Materi Penelitian
3.2.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah parang, karung, kantong
plastik ukuran 35 cm x 50 cm sebanyak 20 kantong plastik, timbangan, ember
plastik, gelas ukur plastik, sekop kecil, sprayer, pisau, tong plastik, baki,
pengaduk, sarung tangan dan seperangkat alat-alat untuk keperluan analisis
proksimat serat kasar dan protein kasar. Alat-alat analisis proksimat serat kasar
adalah Erlenmeyer 300 cc, Erlenmeyer penghisap, corong Buchner, spatula,
cawan porselen, gelas ukur, corong, timbangan analitik, oven, penangas air,
compressor, eksikator dan tanur listrik. Alat-alat analisis protein kasar
menggunakan Labu Kjeldhal 100 cc, pemanas labu Kjeldhal, spatula, timbangan
elektrik Sartorius, gelas ukur, labu ukur 250 cc, erlenmeyer 100 cc dan 1000 cc,
25
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun angsana segar
yang diperoleh dari rumah kompos Dinas Kebersihan dan Pertamanan Surabaya
sebanyak 10 kg, jumlah sampel adalah 20 kantong, setiap sampel berisi 500 gram
daun angsana. Probiotik (SOC®) dan larutan air gula sebagai bahan fermentasi,
serta bahan-bahan kimia untuk keperluan analisis proksimat serat kasar dan
protein kasar.
Bahan-bahan analisis proksimat serat kasar (H2SO4 0,3 N, NaOH 1,5 N,
HCL 0,3 N, Aceton dan H2O panas). Bahan-bahan analisis proksimat protein kasar
(tablet Kjedhal, H2SO4 pekat, NaOH 40%, asam borat, indicator metil merah,
brom cresol green, H2S04 0,01 N dan aquades).
3.3Metode Penelitian
3.3.1 Fermentasi Daun Angsana
Penelitian dimulai dengan menyiapkan daun angsana segar yang diratakan
pada alas plastik ditempat yang teduh. Daun angsana kemudian dipisahkan dari
tangkai daunnya dan ditimbang 500 gram setiap kantong plastik. Pembuatan bibit
fermentasi dengan menyiapkan gula pasir sebanyak 60 gram yang akan dilarutkan
ke dalam 1 liter air, setelah gula terlarut masukkan probiotik sebanyak 30 ml ke
dalam larutan gula dan tunggu selama 15 menit sehingga mikroorganisme dalam
probiotik dapat berkembangbiak semakin banyak dan menjadi larutan
fermentator. Larutan fermentator diambil sebanyak 10 ml dan diencerkan dengan
26
diperlukan 2 L larutan fermentator dan dapat diencerkan menggunakan air
sebanyak 5 kali larutan fermentasi yang digunakan (Widhartono dkk., 2009).
Penelitian ini menggunakan 500 gram daun tiap perlakuan sehingga diperlukan
larutan fermentator sebanyak 60 ml (10 ml larutan fermentator + 50 ml air).
Larutan fermentasi dicampurkan pada daun angsana secara merata dalam
ember plastik tiap perlakuan kemudian dimasukkan dalam kantong plastik, diikat,
dan diberi lubang-lubang kecil, mengingat kandungan mikroorganisme dalam
probiotik bersifat anaerob fakultatif. Selanjutnya setiap kantong plastik perlakuan
ditandai dengan diberi stiker label, kemudian seluruh kantong dimasukkan ke
dalam tong plastik dan didiamkan selama satu hari, dua hari dan tiga hari sesuai
perlakuan, menurut buku aturan pakai produk, kondisi daun segar atau basah
dapat difermentasi minimal selama satu hari dan maksimal tiga hari.
Setelah proses fermentasi selesai, kantong plastik diambil dari tong
plastik, dibuka dan daun angsana yang telah difermentasi tersebut
diangin-anginkan selama 15 menit, diamati makroskopisnya kemudian diambil sampelnya
untuk dimasukkan lemari pemanas dengan suhu 60 oC selama 24 jam hingga daun
kering seluruhnya untuk menghentikan proses fermentasi. Kemudian daun yang
sudah kering digiling dengan mesin penggiling hingga lembut seperti tepung,
selanjutnya dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan serat kasar dan
27
3.4 Rancangan Penelitian
Metode penelitian ini bersifat eksperimental. Penelitian ini terdiri dari 4
kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ulangan
mendasarkan pada Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rumus yang digunakan
untuk menentukan ulangan yang diberikan adalah:
Keterangan : t = total perlakuan ; n = jumlah ulangan
3.4.1 Perlakuan Penelitian
Perlakuan yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
PO : Tanpa fermentasi daun angsana 500 gram.
P1 : fermentasi satu hari daun angsana 500 gram + larutan fermentator 60 ml.
P2 : fermentasi dua hari daun angsana 500 gram + larutan fermentator 60 ml.
P3 : fermentasi tiga hari daun angsana 500 gram + larutan fermentator 60 ml.
3.5Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tanpa fermentasi dan
waktu fermentasi yaitu 1, 2, dan 3 hari.
3.5.2 Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kandungan serat
kasar dan protein kasar daun angsana yang telah difermentasi.
28
3.5.3 Variabel Kendali
Variabel kendali dalam penelitian ini adalah daun angsana dan
probiotik.
3.5.4 Definisi Operasional
Definisi operasional, fermentator dalam penelitian ini adalah
probiotik komersil yang mengandung bakteri Lactobacillus sp,
Azotobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus sp dan jamur
Saccharomyces sp serta mineral mix dan vitamin (Widhartono dkk, 2009)
ditambahkan pada larutan gula. Cara kerja untuk serat kasar menggunakan
metode analisa serat Van Soest dan untuk protein kasar menggunakan
metote Kjeldhal.
3.6 Analisis Data
Analisis data dengan menggunakan Analisis of Varian (ANOVA) dengan
tingkat kemaknaan 5%. Apabila terbukti bermakna maka dilanjutkan dengan uji
29
3.7 Diagram Prosedur Penelitian
Gambar 3.1 Diagram prosedur penelitian. Daun Angsana (DA)
Dipotong-potong dipisahkan dari tangkai daun
Ditimbang 500 gram untuk setiap kantong plastik
Daun angsana 500 gram Daun angsana 500 gram + larutan fermentasi 60 ml
20 kantong diikat dan di beri lubang – lubang kecil
Tiap kantong dibuka dan diangin-anginkan selama 15 menit
Sampel dimasukkan lemari pemanas suhu 60 oC
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1. Serat Kasar
Hasil analisis proksimat kandungan serat kasar daun angsana yang
difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Lampiran 3. Rerata kandungan
serat kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik berdasarkan persen
bahan kering dan hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
nyata (p < 0,05) diantara perlakuan. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rerata Kandungan Serat Kasar Daun Angsana yang Difermentasi
dengan Probiotik Berdasarkan Persen Bahan Kering. Perlakuan
Rerata Kandungan Serat Kasar (% BK)
P0 : Tanpa Fermentasi 29,96 ± 1,16 b
P1 : Fermentasi satu hari 28,03 ± 0,86 a
P2 : Fermentasi dua hari 28,35 ± 1,15 a
P3 : Fermentasi tiga hari 27,81 ± 1,10 a
Keterangan: Superskrip (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
31
26,5 27 27,5 28 28,5 29 29,5 30
P0 P1 P2 P3
Rerata serat kasar ( %BK )
Hasil uji Duncan membuktikan hasil kandungan serat kasar tertinggi
adalah perlakuan PO dan kandungan serat kasar terendah adalah perlakuan P3
yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Perlakuan P1, P2, dan P3
berbeda nyata dengan P0.
Rerata kandungan serat kasar daun angsana berdasarkan persen bahan
kering yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan
Tabel 4.1.
Gambar 4.1. Diagram kandungan serat kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik ( % BK ).
32
4.2. Protein Kasar
Hasil analisis proksimat kandungan protein kasar daun angsana yang
difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Lampiran 3. Rerata kandungan
protein kasar daun angsana berdasarkan persen bahan kering yang difermentasi
dengan probiotik dan hasil uji statistik dengan uji ANOVA menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata ( p < 0,05 ) diantara perlakuan, dimana hasil uji
lanjut dengan uji Duncan, dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Rerata Kandungan Protein Kasar Daun Angsana yang Difermentasi dengan Probiotik Berdasarkan Persen Bahan Kering.
Perlakuan Rerata Kandungan Protein Kasar (% BK)
P0 : Tanpa Fermentasi 23,72± 0,60 a
P1 : Fermentasi satu hari 24,06 ± 0,55 a
P2 : Fermentasi dua hari 24,86 ± 0,66 b
P3 : Fermentasi tiga hari 25,33 ± 0,43 b
Keterangan: Superskrip (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
33
Hasil uji Duncan membuktikan bahwa perlakuan yang menghasilkan
kandungan protein kasar tertinggi adalah P3 dan perlakuan yang menghasilkan
protein kasar terendah adalah PO. Perlakuan PO dan P1 terdapat perbedaan yang
nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Perlakuan P0 tidak terdapat perbedaan yang
nyata dengan perlakuan P1. Perlakuan P2 tidak terdapat perbedaan yang nyata
dengan perlakuan P3.
Rerata kandungan protein kasar daun angsana berdasarkan persen bahan
kering yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan
Tabel 4.2.
Gambar 4.2. Diagram kandungan protein kasar daun angsana yang difermentasi dengan probiotik ( % BK )
22,5 23 23,5 24 24,5 25 25,5
P0 P1 P2 P3
Rerata protein kasar ( %BK )
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Serat Kasar
Hasil penelitian pengaruh waktu fermentasi daun angsana dengan
probiotik terhadap kandungan serat kasar membuktikan penurunan kandungan
serat kasar daun angsana yang difermentasi selama satu, dua dan tiga hari. Hasil
Analisis of Varian (ANOVA) (Lampiran 5) dan yang disajikan pada Tabel 4.1,
menunjukkan bahwa waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik satu, dua
dan tiga hari menghasilkan penurunan serat kasar secara bermakna (p<0,05)
dibandingkan dengan tanpa fermentasi. Kandungan serat kasar terendah adalah
saat fermentasi selama tiga hari yaitu 27,81% yang tidak berbeda nyata dengan
fermentasi satu hari yaitu 28,03% dan dua hari 28,35%, namun berbeda nyata
dengan tanpa fermentasi yaitu 29,96%.
Dua hari fermentasi terjadi sedikit peningkatan dari satu hari sebesar
0,32% karena terdapat kemungkinan terikutnya tangkai daun (Gambar 2.2) lebih
banyak dalam proses fermentasi dibanding satu hari fermentasi. Terbentuknya
rongga-rongga udara dalam pembungkusan kantong plastik selama proses
fermentasi akibat tangkai daun sehingga mikroorganisme terganggu
perkembangbiakannya membuat proses fermentasi kurang maksimal. Namun
peningkatan persen serat kasar yang terjadi pada fermentasi dua hari dari satu hari
fermentasi ini bukan merupakan suatu hal yang utama karena hasil penelitian
menunjukan serat kasar pada fermentasi satu, dua dan tiga hari tidak terdapat
35
Probiotik yang ditambahkan pada fermentasi daun angsana dengan waktu
fermentasi satu, dua dan tiga hari diketahui dapat menurunkan serat kasar daun
angsana. Waktu fermentasi satu hari sudah optimal mendegradasi selulosa yaitu
sebesar 28,03% karena tidak berbeda nyata dengan waktu fermentasi dua dan tiga
hari (Lampiran 5). Penurunan serat kasar pada waktu fermentasi satu, dua dan tiga
hari yang berbeda nyata dengan kontrol, menunjukkan terjadinya
perkembangbiakan bakteri dan jamur selulolitik, yang mendegradasi selulosa
sebagai komponen utama serat kasar.
Aktivitas bakteri dan jamur selulolitik yang paling besar adalah pada
waktu fermentasi tiga hari, dilihat dari persentase serat kasar terendah terjadi pada
waktu fermentasi tiga hari yaitu menjadi 27,81%, yang tidak berbeda nyata
dengan lama waktu fermentasi satu dan dua hari. Waktu fermentasi berpengaruh
terhadap aktivitas bakteri dan jamur selulolotik, karena semakin lama waktu
fermentasi, maka bakteri dan jamur semakin aktif berkembangbiak, semakin
banyak jumlahnya, sehingga mempunyai kemampuan untuk menurunkan
kandungan serat kasar semakin besar.
Penurunan kandungan serat kasar daun angsana disebabkan longgarnya
ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa karena probiotik mengandung bakteri
Laktobasillus sp, Azotobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, Basillus sp dan jamur
Saccharomyces sp. Dua dari empat bakteri yaitu Laktobasillus sp, Bacillus sp,
juga jamur Saccharomyces sp merupakan mikroorganime selulolitik, mampu
mendegradasi selulosa yang merupakan komponen utama serat kasar secara
36
selulase. Enzim selulase dihasilkan oleh bakteri dan jamur yang bersifat selulolitik
(Mc Donald et al., 1995). Enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroorganisme
selulolitik, pada bakteri Laktobasillus sp,Bacillus sp dan jamur Saccharomyces sp
merupakan suatu kelompok enzim yang bekerja bertahap atau bersama-sama
mengurai selulosa menjadi glukosa. Ada tiga kelompok enzim utama yang
menyusun selulase yaitu enzim endo 1,4 ß glukonase, ekso 1,4 ß glukonase, dan ß
glukosidase (Grenet and Besle, 1991).
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengaruh waktu satu, dua dan
tiga hari fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan probiotik
yang mengandung mikroorganisme selulolitik yaitu bakteri Laktobasillus sp,
Bacillus sp dan jamur Saccharomyces sp sebagai inokulum pada fermentasi daun
angsana terbukti dapat menurunkan kandungan serat kasar.
5.2. Protein Kasar
Protein adalah zat organik yang mengandung karbon, hidrogen, nitrogen,
eksogen, sulfur, dan fosfor (Murtidjo, 2001). Berdasarkan hasil penelitian waktu
fermentasi daun angsana dengan probiotik terhadap kandungan protein kasar yang
disajikan pada Tabel 4.2 dan hasil Analisis of Varian (ANOVA) pada Lampiran 7
menunjukkan bahwa pada waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik
selama dua dan tiga hari menunjukkan peningkatan protein kasar secara
bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan tanpa fermentasi dan fermentasi satu
hari. Kandungan protein kasar tertinggi pada waktu fermentasi tiga hari sebesar
37
namun berbeda nyata dengan waktu fermentasi satu hari sebesar 24,06% dan
tanpa fermentasi sebagai kontrol 23,72%.
Probiotik yang ditambahkan pada fermentasi daun angsana dengan waktu
fermentasi dua dan tiga hari diketahui dapat meningkatkan protein kasar daun
angsana. Waktu fermentasi dua hari sudah optimal mendegradasi protein yaitu
sebesar 24,86% karena tidak berbeda nyata dengan waktu fermentasi tiga hari,
sedangkan peningkatan protein kasar pada waktu fermentasi satu hari sebesar
24,06% dikatakan belum optimal untuk mendegradasi protein karena tidak
berbeda nyata dengan tanpa fermentasi (Lampiran 7). Persentase protein kasar
tertinggi terjadi pada waktu fermentasi tiga hari yaitu 25,33% lebih tinggi 0,47%
dari waktu fermentasi dua hari, dan waktu fermentasi satu hari yaitu 24,06% lebih
tinggi 0,24% dari tanpa fermentasi. Peningkatan protein kasar ini menunjukkan
terjadinya perkembangbiakan bakteri proteolitik, yang mendegradasi protein
menjadi asam amino.
Aktivitas bakteri proteolitik yang paling besar adalah pada waktu
fermentasi tiga hari, dilihat dari persentase protein kasar tertinggi terjadi pada
waktu fermentasi tiga hari yaitu menjadi 25,33%, yang tidak berbeda nyata
dengan lama waktu fermentasi dua hari. Waktu fermentasi berpengaruh terhadap
aktivitas bakteri proteolitik, karena semakin lama waktu fermentasi, maka bakteri
semakin aktif berkembangbiak, semakin banyak jumlahnya, sehingga mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan kandungan protein kasar semakin besar.
Pada penelitian ini probiotik yang digunakan adalah probiotik yang
38
Bacillus sp dan jamur Saccharomyces sp. Dua dari empat bakteri yaitu
Azotobacter sp dan Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri proteolitik, salah
satu enzim yang dihasilkan adalah enzim protease yang mampu memecah protein
menjadi polipeptida, polipeptida akan dipecah menjadi polipeptida yang lebih
sederhana kemudian dipecah lagi menjadi asam amino, sehingga asam amino
tersebut dapat dimanfaatkan mikroba untuk memperbanyak diri. Meningkatnya
jumlah koloni mikroba selama proses fermentasi dapat meningkatkan protein
kasar dari suatu bahan karena mikroba ini merupakan sumber protein sel tunggal.
Protein sel tunggal merupakan istilah yang digunakan untuk protein kasar yang
berasal dari mikroorganisme bersel satu, seperti bakteri (Priskila, 2007), yang
dapat berkembang melalui proses fermentasi dan karbohidrat sederhana pada gula
mampu mendukung pertumbuhan bakteri (Rachmasari, 2011).
Dengan demikian, dalam penelitian ini terjadi peningkatan protein kasar
pada waktu fermentasi dua dan tiga hari yang diakibatkan dari proses perombakan
protein sisa dari daun angsana yang belum bereaksi sehingga protein kasar yang
awalnya pada kontrol 23,72% dan waktu fermentasi satu hari 24,06% mengalami
peningkatan menjadi 24,86% pada waktu fermentasi dua hari dan tiga hari
25,33%. Pada waktu fermentasi dua hari merupakan waktu yang tepat untuk
39
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengaruh waktu dua dan tiga hari
fermentasi daun angsana (Pterocarpus indicus Willd) dengan probiotik yang
mengandung mikroorganisme proteolitik yaitu bakteri, Azotobacter sp dan
Pseudomonas aeruginosa sebagai inokulum pada fermentasi daun angsana
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik satu, dua dan tiga hari
menurunkan kandungan serat kasar.
2. Waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik dua dan tiga hari
meningkatkan kandungan protein kasar.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disarankan :
1. Melakukan penelitian lanjut dengan waktu fermentasi yang lebih lama
daun angsana dengan probiotik terhadap kandungan serat kasar dan
protein kasar.
2. Melakukan penelitian waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik
terhadap kandungan abu, lemak kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
(Beta-N).
3. Melakukan penelitian waktu fermentasi daun angsana dengan probiotik
mengenai zat antinutrisi, kandungan Pb dan penerapan pada ternak sebagai
hewan coba untuk mengetahui pengaruhnya terhadap konsumsi pakan,
RINGKASAN
Merwin Yosia Andreas. “Pengaruh Waktu Fermentasi Daun
Angsana (Pterocarpus indicus Willd) Dengan Probiotik Terhadap Kandungan Serat Kasar dan Protein Kasar”. Penelitian ini dilaksanakan di
bawah bimbingan : Dr. Iwan Sahrial Hamid, M.Si.,drh sebagai Pembimbing
utama dan Dr. Benjamin Chr. Tehupuring, M.Si.,drh sebagai Pembimbing serta.
Strategi untuk meraih keberhasilan pada usaha beternak memerlukan
adanya asupan teknologi, pemberdayaan pada sisi pengelolaan (management), dan
aspek pemuliabiakan (breed) ternak. Namun, faktor yang paling mengemuka di
dalam kegiatan beternak yang realistis adalah memberikan asupan pakan yang
konsisten baik secara kuantitas maupun kualitas (Bamualim, 2011). Upaya untuk
mengurangi biaya pakan sebagian peternak menggunakan bahan pakan alternatif
sebagai pengganti bahan pakan. Dalam bahan pemilihan bahan pakan yaitu mudah
didapat, harganya murah, kandungan nutrisi tinggi dan tidak bersaing dengan
manusia (Handajani dan Widodo, 2010). Salah satu contoh bahan pakan
alternative yang dimanfaatkan secara optimal adalah daun angsana (Sudiana dkk.,
2012). Pakan utama ternak ruminansia, hijauan atau limbah pertanian seperti daun
angsana, memiliki kadar serat kasar yang tinggi. Komponen terbesar dari serat
kasar adalah berupa dinding sel yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin
(Church and Pond, 1988). Serat kasar adalah bagian dari bahan pakan yang tidak
dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk rnenentukan
kadar serat kasar, yaitu asarn sulfat (H2S04 1,25 %) dan natriurn hidroksida