• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menururt Prescot dan Dunn (1959), etanol dapat diproduksi dari gula melalui fermentasi pada kondisi tertentu. Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol. Etanol merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH. Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses

fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Proses produksi etanol berbahan baku karbohidrat dapat dilihat pada Lampiran 1.

Mikroorganisme yang dipakai dalam fermentasi etanol adalah khamir. Khamir yang biasa digunakan untuk menghasilkan etanol adalah Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae sering dipakai pada fermentasi etanol karena menghasilkan etanol yang tinggi, toleran terhadap kadar etanol yang tinggi, mampu hidup pada suhu tinggi, tetap stabil selama kondisi fermentasi dan dapat bertahan hidup pada pH rendah (Rehm dan Reed, 1981).

Saccharomyces cerevisiae bisa didapatkan dalam bentuk kultur murni maupun dalam bentuk ragi. Menurut Peppler (1973) Saccharomyces cerevisiae bisa diproduksi menjadi ragi, baik untuk pembuatan roti (baker’s yeast) ataupun pada pembuatan minuman beralkohol (brewing yeast dan wine yeast). Kultur Saccharomyces cerevisiae yang berbeda memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda (Cofalec, 2006). Pada pembuatan ragi roti

digunakan Saccharomyces cerevisiae yang memiliki sifat antara lain menghasilkan karbondioksida yang tinggi serta mampu memberikan tekstur dan rasa roti yang baik. Sementara Saccharomyces cerevisiae yang digunakan untuk produksi alkohol memiliki sifat antara lain mampu menghasilkan etanol yang tinggi (Peppler 1989).

Ragi roti mengandung sel hidup (viable cell) Saccharomyces cerevisiae (Retledge, 2001). Ragi roti biasanya berbentuk kering dengan berat kering 95% atau bentuk basah dengan berat kering 25-29%. Ragi roti biasanya digunakan sebagai zat pengembang adonan dan untuk memberikan tekstur serta rasa yang khas pada roti. Sementara itu ragi pada minuman beralkohol (brewing yeast dan wine yeast) digunakan sebagai inokulum pada pembuatan minuman beralkohol. Menurut Peppler (1979) ragi yang paling banyak digunakan dan tersedia banyak di pasaran adalah ragi roti. Galur Saccharomyces cerevisiae yang digunakan berbeda antara ragi roti dan ragi untuk industri alkohol (Retledge, 2001).

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembang-biakannya. Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan adalah karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, zat besi dan magnesium. Unsur karbon banyak diperoleh dari dari gula, sumber nitrogen didapatkan dari amonia, asam amino, peptida, pepton, nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir. Fosfor merupakan unsur penting dalam kehidupan khamir terutama dari pembentukan alkohol dari gula.

Pada permulaan proses fermentasi, khamir memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya sehingga fermentasi terjadi secara aerob. Setelah terbentuk CO2, reaksi akan berubah menjadi anaerob. Alkohol yang terbentuk akan

menghalangi fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13- 15% volume. Konsentrasi alkohol akan menghalangi fermentasi tergantung pada suhu dan jenis khamir yang digunakan (Prescot dan Dunn, 1959).

Khamir tumbuh terbaik pada kondisi aerobik, walaupun demikian beberapa khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik. Proses respirasi pada kondisi aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena tidak tersedia lagi oksigen. Khamir akan selalu berespirasi

pada setiap keadaan yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada respirasi jauh lebih besar dibandingkan energi yang dihasilkan pada fermentasi (Barnett et al., 2000). Bila terdapat udara pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi karbondioksida dan air.

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25o-30oC dan maksimum pada 35oC-47oC. Sedangkan pH optimum adalah 4-5. Batas minimal aw untuk khamir biasa adalah 0.88-0.94 sedangkan untuk khamir

osmofilik dapat tumbuh pada aw yang lebih rendah yaitu sekitar 0.32-0.65.

Namun demikian banyak juga khamir osmofilik yang pertumbuhannya terhenti pada aw 0.78 seperti pada larutan garam ataupun sirup (Frazier dan

Westhoff, 1978).

Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir yang baik adalah pada rentang antara 3-6. Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil samping fermentasi. Nilai pH pertumbuhan berhubungan positif dengan pembentukan asam piruvat. Pada pH tinggi maka lag fase akan lebih singkat dan aktifitas fermentasi akan meningkat. Pengaruh pH pada pertumbuhan khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol. Nilai pH dapat diturunkan menggunakan asam sitrat, sedangkan untuk menaikkan pH dapat digunakan natrium benzoat.

Paturau (1981) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30- 72 jam. Prescott dan Dunn (1959) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol adalah 3-7 hari.

Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir. Enzim yang berperan

dalam pembuatan etanol dari glukosa adalah heksosinase, fosfoheksoisomerase, fosfofruktokinase, aldose, triosefosfat isomerase, gliseraldehid 3 fosfat dehydrogenase, fosfogliserokinase, piruvat karboksilase dan alkohol dehidrogenase.

Secara teoritis konversi molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menururt persamaan Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa 51,1% gula diubah menjadi etanol dan 49.9% diubah menjadi karbondioksida. Akan tetapi hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan. Pada kenyataannya hanya 90-95% dari nilai ini yang dapat dicapai. Konsentrasi alkohol yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan kadar gula. Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu, aerasi, kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey, 1954). Produk samping yang dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat.

Pada kondisi anaerob, metabolisme glukosa menjadi etanol melalui jalur Embden Meyerhoff-Parnas yang merupakan reaki-reaksi fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat, reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terforforilasi, reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi. Skema Embden Meyerhoff-Parnas Pathway dapat dilihat pada Gambar 1.

Glukosa mengalami fosforilasi menjadi glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat. Fruktosa-6-P kemudian diubah menjadi fruktosa 1,6-di-P menggunakan ATP sebagai donor fosfat. Fruktosa-1,6-di-P kemudian dipecah menjadi dua molekul C3 yang terfosforilasi yaitu

dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-P. Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserolfosfat kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder. Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 1,3-di-fosfogliserat kemudian mengalami defosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan aseptor fosfat ADP membentuk ATP. Selanjutnya, 3-P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP. Melalui reaksi dekarboksilasi, asam piruvat akan membentuk

asetaldehid dan CO2 yang kemudian akan mengalami reaksi oksidasi

membentuk etanol.

Gambar 1. Skema Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Prescott dan Dunn, 1959).

ATP ADP ATP ADP

Glukosa Glukosa-6-P Fruktosa-6-P Fruktosa-1,6-Di-P NADH+H+ NAD+ 1.3-Di-P-Asam Gliserat ATP ADP H2O

3-P-Asam Gliserat 2-P-Asam Gliserat Fenol-Asam-Piruvat

CO2

NAD+ NADH+H+ Asam Piruvat Etanol Asetaldehida

Keterangan : ATP = Adenosin Trifosfat ADP = Adenin Difosfat

NAD = Nikotinamida Adenin Dinukleotida NADP = Nikotinamida Adenin Dinukleotida Fosfat NADPH = Nikotinamida Adenin Dinukleotida Tereduksi

Dihidroksi- aseton-Fosfat Gliseraldehid-3-P

Glukosa mengalami fosforilasi menjadi glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat. Fruktosa-6-P kemudian diubah menjadi fruktosa 1,6-di-P menggunakan ATP sebagai donor fosfat. Fruktosa-1,6-di-P kemudian dipecah menjadi dua molekul C3 yang terfosforilasi yaitu

dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-P. Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserolfosfat kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder. Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 1,3-di-fosfogliserat kemudian mengalami defosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan aseptor fosfat ADP membentuk ATP. Selanjutnya, 3-P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP. Melalui reaksi dekarboksilasi, asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang kemudian akan mengalami reaksi oksidasi

membentuk etanol.

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering. Banyaknya suspensi khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar adalah sekitar 1-3 % (Prescott dan Dunn, 1959). Menurut Undekofler dan Hickey (1954) paling sedikit penambahan inokulum aktif pada pembuatan anggur adalah sekitar 1% apabila substrat yang digunakan bersih dan bebas dari khamir yang tidak diinginkan. Sementara itu, Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10% (v/v).

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain. Zat makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon, nitrogen dan mineral terutama fosfat (Casida,1968). Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi komponen penyusun media pertumbuhannya. Pasokan sumber karbon merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal, tetapi pada kenyataannya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum. Jika konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan terhambat (Said, 1987)

Dalam fermentasi skala industri, sumber karbon yang biasanya digunakan adalah karbohidrat yang dapat diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung, serelia, kentang dan sagu. Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi, tongkol jagung, bagas, limbah kayu dan kertas. Sebelum digunakan, bahan- bahan tersebut harus dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto, 1992).

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi diantaranya corn step liquor, ekstrak gandum atau tauge, hidrolisat kasein, dan ekstrak khamir. Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber organik dan anorganik. Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn steep liquor, urea, protein, ekstrak khamir dan tepung ikan, sedangkan sumber nitrogen anorganik adalah gas amonia, amonium hidroksida dan amonium sulfat.

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk fermentasi skala besar adalah garam amonium, urea atau amonia. Pemilihan ammonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga yang relatif murah dan mudah didapatkan. Pupuk NPK dan ZA mempunyai harga yang relatif murah dan mudah didapatkan.

Dokumen terkait