• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Pendahuluan

Pasar kakao dunia masih memiliki potensi sangat tinggi yang ditunjukkan oleh peningkatan konsumsi kakao dunia, sehingga Indonesia diharapkan mampu meraih peluang pasar yang ada. Laju peningkatan areal produksi tanaman kakao Indonesia tidak diimbangi dengan keseragaman mutu biji yang dihasilkannya khususnya biji yang difermentasi, sehingga ekspor biji kakao Indonesia kurang memiliki daya saing karena produk biji kakao Indonesia dikenal hanya menjadi bahan campuran di negara-negara industri. Saat ini hanya 15% dari biji kakao produksi Indonesia yang difermentasi (Disbun Jabar 2010; Hasibuan et al. 2012). Oleh karena itu, metode penentuan fermentasi secara cepat dan tepat diperlukan untuk menghasilkan komoditas kakao standar mutu tinggi yang disyaratkan negara konsumen.

Near Infrared Reflectance Spectroscopy (NIRS) telah menjadi salah satu metode non-destruktif yang paling menjanjikan dan dapat digunakan untuk analisis dalam berbagai bidang, termasuk di bidang pertanian. NIRS menjadi lebih populer dan menarik banyak perhatian para peneliti dalam bidang pangan. Komponen dengan prosentase konsentrasi 0.1% dapat dideteksi dan dievaluasi menggunakan NIRS (Cen dan He 2007). Penelitian yang terkait dengan penggunaan NIRS pada produk kakao untuk deteksi tingkat fermentasi sudah dilakukan beberapa peneliti, namun kesemuanya dilakukan pada biji kakao yang telah dibubukkan. Misalnya Aculey et al. (2010) meneliti biji kakao khas negara Ghana yang dibubukkan untuk menentukan tingkat fermentasi berdasarkan analisis senyawa volatile dan pembentukan asam asetat (CH3COOH). Penelitian

lebih luas dilakukan oleh Hue et al. (2014) yang mengumpulkan biji kakao yang telah dibubukkan dari beberapa negara untuk menentukan tingkat fermentasi kakao berdasarkan kandungan amonia (NH3). Pendugaan tingkat fermentasi bisa

didekati juga dengan deteksi kandungan total polifenol khususnya procyanidin

yang hanya sekitar 58% dari kandungan total polifenol dalam biji kakao kering.

Procyanidin digambarkan dengan rantai R-OH seperti pada Gambar 4.1 (Misnawi

31

Gambar 4.1 Rantai kimia procyanidin pada biji kakao (Whiteacre et al. 2003 dan Misnawi 2009)

Pada metode chemometrics, analisis kualitatif juga menjadi bahasan penting di dalam analisis NIRS pada ilmu pangan terutama teknik pengenalan pola salah satunya Principal Component Analysis (PCA). PCA dapat digunakan untuk mengurangi dimensional data yang bertujuan mencari kombinasi linier variabel awal yang menyebabkan sampel berbeda satu sama lain. Sementara untuk memperoleh hasil yang dapat dipercaya, akurat dan stabil banyak penelitian yang terkait penggunaan NIRS memakai pretreatment. Karakteristik biji kakao yang tidak seragam dan kemampuan kerja pretreatment menjadi alasan pemilihan.

Pretreatment Multiplicative Scatter Correction (MSC) dan Standard Normal Variate (SNV) digunakan untuk menghilangkan multiplicative interference pada sebaran, ukuran partikel dan perubahan jarak sinar. Metode ini mampu memperbaiki efek multiplicative dan additive scatter (Cen dan He 2007 dan CAMO 2012).

Secara umum, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menentukan kelompok fermentasi biji kakao utuh secara non-destruktif menggunakan PCA. Pada penelitian ini juga digunakan biji kakao yang dibubukkan sebagai pembanding hasil yang didapat.

4.2 Bahan dan Metode

Sampel Kakao

Penelitian ini menggunakan buah kakao matang varietas Lindak yang merupakan hasil panen dari kebun yang sama. Biji kakao diberi 3 (tiga) macam perlakuan fermentasi yakni non fermentasi 0-3 hari), fermentasi penuh (4-5 hari) dan fermentasi berlebih (7 hari). Proses fermentasi dilakukan dalam peti kayu dangkal ukuran 40 cm x 40 cm x 50 cm. Contoh biji untuk tiap fermentasi diambil dari proses fermentasi yang dimulai pada hari yang sama dalam wadah yang berbeda untuk tiap perlakuan fermentasi. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan pengering mekanis sampai diperoleh biji kakao kering layak simpan. Biji kering disortir lalu dikemas dalam plastik tertutup rapat disimpan dalam pendingan bersuhu di bawah 200C sebelum dibawa ke Göttingen, Jerman.

32

Sesampai di Göttingen-Jerman sampel biji kakao ditimbang masing-masing sekitar 40-45 gram untuk tiap sampel, sehingga didapat kelompok kecil dan dimasukkan ke dalam plastik tertutup rapat dan diberi label nama. Total didapat 72 kelompok sampel biji utuh. Sampel disimpan di ruang dengan suhu kurang dari 200C selama lebih kurang 2 minggu. Bubuk kakao didapat dengan menghancurkan biji kakao dan diayak dengan ayakan berukuran 24 mesh untuk mendapatkan ukuran yang seragam lalu disimpan dalam botol plastik tertutup yang telah diberi label penanda.

Sampel biji utuh dan bubuk biji masing-masing berjumlah 110 dibagi menjadi 2 bagian. Yang pertama disebut sampel set kalibrasi yang akan digunakan untuk melakukan kalibrasi dan yang kedua disebut sampel set prediksi yang akan digunakan untuk menguji hasil pendugaan. Prediksi dilakukan dengan memasukkan sampel independen ke dalam hasil kalibrasi sehingga diperoleh informasi nilai akurasi hasil pengelompokan fermentasi. Sampel dibagi sesuai dengan pembagian 65% kalibrasi dan 35% untuk prediksi, sehingga didapat 72 sampel untuk kalibrasi dan 38 sampel independen untuk prediksi.

Akuisisi Spektrum NIRS

Alat NIRS yang dipakai adalah AntarisTM II Method Development Sampling (MDS). Kalibrasi background/reference dilakukan tiap jam. Proses bekerjanya alat menggunakan intregrating sphere. Pengendalian kerja alat untuk pembuatan

workflow dan menjalankan workflow menggunakan software termo intregation® dan untuk running alat dilakukan oleh termo operation®. Selang panjang gelombang yang dipakai adalah 1000-2500 nm dengan interval 0.4 nm. Workflow

dibuat untuk mengatur alat agar bekerja untuk mengakuisisi spektrum absorban. memindai sampel sebanyak 64 kali lalu merata-ratakan hasilnya, menyimpan hasil pemindaian dalam 3 bentuk file yakni *.SPA. *.JDX dan *.CSV. Spektrum sampel diambil dalam 2 bentuk yakni biji kakao utuh dan biji kakao dibubukkan. Pengambilan spektrum biji kakao utuh dilakukan dengan memasukkan biji kakao dalam petridish dengan cara biji kakao diatur sedemikian rupa sehingga tersusun rapat, berlapis-lapis dan menggunung dengan sedikit mungkin terdapat celah. Selanjutnya petridish di-setting berputar 360 derajat selama proses pemindaian. Sementara untuk kakao dalam bentuk bubuk dilakukan dengan memasukkan bubuk dalam petridish sampai penuh lalu petridish di-setting berputar 360 derajat selama proses pemindaian. Biji kakao utuh dan bubuk kakao untuk sampel yang sama dipindai di hari yang sama.

4.3 Hasil dan Pembahasan

Spektrum Biji Kakao

Spektrum original biji kakao utuh mampu menunjukkan keberadaan

procyanidin dan amonia yang merupakan zat penanda tingkat fermentasi (Gambar 4.2). Puncak yang terbentuk pada spektrum yang menandakan keberadaan

procyanidin dan amonia tampak secara jelas. Pada penelitian terdahulu diketahui bahwa selang panjang gelombang yang diduga berperan memberi informasi untuk keberadaan procyanidin adalah 1400-1480 nm, 1900-2000 nm dan 2060-2160 nm.

33

Gambar 4.2 Letak procyanidin dan amonia pada spektrum biji kakao utuh

Prediksi Fermentasi

Fermentasi merupakan hal penting dalam proses pengolahan biji kakao. Kemampuan NIRS dalam membedakan fermentasi menjadi masalah penting yang membutuhkan solusi. Metode pretreatment yang dipakai untuk membantu kinerja PCA adalah MSC dan SNV karena merujuk pada hasil penelitian pertama yang menunjukkan kedua pretreatment mempunyai kinerja yang baik untuk biji kakao.

Hasil pemindaian untuk biji kakao utuh mendapatkan spektrum asli (raw) yang diplot ke dalam PCA menunjukkan bahwa sebaran data tidak ter-cluster

dengan baik (Gambar 4.3). Selanjutnya spektrum dikoreksi dengan menggunakan MSC dan SNV. Hasilnya dapat dilihat bahwa PCA ditambah SNV mampu membuat data cenderung ter-cluster sesuai dengan perlakuan fermentasi (Gambar 4.4). Hasil yang sama juga bisa dilihat untuk PCA ditambah dengan MSC (Gambar 4.5).

34

Gambar 4.4 Hasil PCA + SNV untuk data kalibrasi biji kakao utuh

Gambar 4.5 Hasil PCA + MSC untuk data kalibrasi biji kakao utuh

Selanjutnya dilakukan prediksi dengan memasukkan data independen sebanyak 38 buah dan diolah dengan PCA. Prediksi untuk PCA+SNV menunjukkan hasil yang memuaskan (Gambar 4.6). Dari 38 data independen, hanya satu data yang meleset yakni satu data fermentasi penuh (F5) masuk ke dalam wilayah untuk data nonfermentasi (F0). Hasil yang memuaskan juga didapat untuk PCA+MSC, yakni hanya satu data yang tidak masuk ke wilayah yang tepat (Gambar 4.7). Jika diperbandingkan antara kalibrasi dan prediksi, maka akan didapat tingkat akurasi prediksi sebesar 97.37% yang artinya dari 38 data independen, hasil prediksi yang tepat adalah sebanyak 37 (Tabel 4.1) data.

35

Gambar 4.6 Hasil PCA + SNV untuk data prediksi biji kakao utuh

Gambar 4.7 Hasil PCA + MSC untuk data prediksi biji kakao utuh Tabel 4.1 Perhitungan akurasi hasil prediksi untuk penggolongan fermentasi biji

kakao utuh baik pada PCA + SNV maupun pada PCA + MSC Jumlah data (justifikasi PCA)

F0 F5 F7 Total Data Juml ah Da ta (visua l) F0 22 0 0 22 F5 1 8 0 9 F7 0 0 7 7 Total data 23 8 7 38

Keterangan : F0 = Nonfermentasi, F5 = Fermentasi penuh, F7 = Fermentasi berlebih

Berikutnya sebagai pembanding, bubuk biji kakao juga diplot dalam PCA dengan menggunakan pretreatment SNV dan MSC. Ternyata hasil yang didapat

36

berbeda dengan biji kakao utuh. Bubuk biji kakao tidak ter-cluster sempurna, baik untuk penggunaan pretreatment SNV (Gambar 4.8) maupun MSC (Gambar 4.9).

Gambar 4.8 Hasil olahan PCA + SNV untuk bubuk kakao

Gambar 4.9 Hasil olahan PCA + MSC untuk bubuk kakao

Penelaahan dengan mencoba melihat loading plot dari hasil PCA + MSC dan PCA + SNV baik untuk biji kakao utuh maupun bubuk biji. Jika diteliti, akan kelihatan bahwa untuk biji kakao utuh, panjang gelombang dominan adalah sekitar 1400-1450 nm, 1900-2000 nm, dan 2100-2200 nm (Gambar 4.10). Getaran yang terjadi antara panjang gelombang 1400-1470 nm dan 1900-2000 menunjukkan ikatan ROH dan H2O, 2100-2200 menunjukkan ikatan ROH dan

NHx. Ikatan organik ROH (penanda keberadaan procyanidin) dan NHx, keduanya

merupakan zat penentu tingkat fermentasi (Whitacre et al. 2003; Cen dan He 2007; Hue et al. 2014).

37

Gambar 4.10 Loading plot hasil analisis pada biji utuh (a) PCA+MSC, (b) PCA+SNV

Selanjutnya untuk bubuk biji, panjang gelombang dominan adalah sekitar 1400-1470 nm, 1900-1930 nm, 2300-2450 nm (Gambar 4.11). Getaran yang terjadi antara 1400-1470 nm dan 1900-2000 nm menunjukkan ikatan H2O dan

ROH sedangkan pada 2300-2400 nm menunjukkan ikatan CHx (lemak). Oleh

karena itu, wajar jika PCA kurang mampu mengelompokkan bubuk biji kakao berdasarkan tingkat fermentasi karena tidak dominannya pengaruh ikatan ROH dan NHx.

Gambar 4.11 Loading plot hasil analisis pada bubuk biji (a) PCA+MSC, (b) PCA+SNV

4.4 Kesimpulan

NIRS dapat digunakan untuk membedakan fermentasi biji kakao utuh dengan menggunakan metode PCA dibantu oleh pretreatment MSC dan SNV. Hasil ini menjadi penting mengingat mayoritas ekspor kakao Indonesia adalah dalam bentuk biji utuh yakni sekitar 82% dari total ekspor nasional. Kemampuan membedakan kelompok fermentasi untuk biji kakao utuh menjadi nilai tambah yang besar dalam mendukung upaya menghasilkan biji kakao bermutu tinggi untuk industri coklat dalam negeri dan ekspor.

1900-2000 nm (a) (b) (a) (b) 1400-1450 nm 2100- 2200 nm 1900-2000 nm 1400-1450 nm 2100- 2200 nm 2300-2400 nm 1400- 1450 nm 2100-2200 nm 2300-2400 nm 1400- 1450 nm 2100-2200 nm

38

5

PREDIKSI KADAR AIR DAN KADAR LEMAK

Dokumen terkait