• Tidak ada hasil yang ditemukan

Film Ayat Ayat Cinta : “Booming nya” Film Religi Islam

Sejak tahun 2000an, film Indonesia banyak mengadirkan film-film bertemakan cinta, karena mengikuti arus perkembangan anak-anak muda yang identik dengan percintaan. Diawali dengan film Ada Apa Dengan Cinta ? (2002) dimana film tersebut menceritakan tentang kisah percintaan antara Rangga dan Cinta yang diperankan oleh Nicholas Saputra dan Dian Sastrowardoyo. Cerita cinta tersebut dibalut dengan cerita anak SMA, dimana Cinta (Dian Sastro) dan Rangga (Nicholas) sama-sama suka menulis

57

puisi, dan mereka mulai menjalin cinta. Masalah timbul ketika Alya, sahabat Cinta yang mencoba bunuh diri karena masalah keluarga dan Cinta tidak bisa menolong karena sering kencan dengan Rangga. Masalah lagi timbul ketika Cinta dijauhi oleh sahabat-sahabatnya dan diminta untuk melupakan Rangga. Singkat cerita, Rangga akhirnya ingin pergi ke Amerika, mengetahui hal itu Cinta menyusulnya di bandara, setelah mereka bertemu Rangga memberikan sebuah Buku yang isinya di halaman terakhir terdapat puisi yang berisi tentang Cinta, dan di tulisan terakhir mengatakan bahwa Rangga akan kembali sebelum bulan purnama.58

Film ini mempunyai cerita tersendiri dimana sutradara, Rudi Soedjarwo, mampu memnghadirkan film yang patut untuk dijadikan komoditi sehingga para kaum muda bisa ikut meramaikan bioskop yang belakangan digemari oleh kaum muda. Tebukti dengan diputarnya film tersebut, berhasil ditonton lebih dari 1,3 juta penonton.59

Setelah film yang cukup laris dipasaran tersebut, terdapat pula film

Ayat-Ayat Cinta. Ceritanya berdasarkan novel yang telah disebutkan di atas. Alasan film ini juga menjadi penting untuk dibahas karena film ini mampu menjadikan Islam sebagai wadh yang cocok untuk disandingkan dengan fenomena yang sedang hangat dibicarakan, yaitu tentang percintaan dan poligami.

Film Ayat-Ayat Cinta merupakan salah satu film Indonesia yang telah mendorong perdebatan di kalangan aktivis feminis dan ahli budaya mengenai masalah hubungan gender, dengan referensi khusus untuk poligami dalam Islam. Ayat-Ayat Cinta berurusan dengan sejumlah isu sensitif seperti perlakuan Islam terhadap wanita dan poligami. Beberapa orang menyebutkan bahwa film ini mendukung poligami dan penggambaran stereotipikal perempuan sebagai pasif, ekspresif dan bergantung. Afriadi menyatakan bahwa Ayat-Ayat Cinta justru mendukung poligami sebagai

58

Sinopsis dari Wikipedia. Diakses pada 28 Maret 2018 pukul 15.20.

59

masih dipraktekkan oleh Muslim konservatif. Iswarini dalam menganalisis novel Ayat-Ayat Cinta, menunjukkan bahwa penulis novel mencoba untuk mendomestikasi peran wanita dengan memberi label dan mengklasifikasikan perempuannya karakter sebagai wanita buruk atau baik, sementara juga menempatkan agama sebagai hanya satu klaim kebenaran yang diwakili oleh tradisionalis. Namun, orang lain menyatakan bahwa Ayat-Ayat Cinta

cenderung mewakili nilai-nilai kapitalis daripada islam. Syam berpendapat bahwa beberapa adegan dalam film tidak layak dalam ajaran Islam dan tabu, seperti adegan ciuman dan bulan madu.60

Dan film tersebut juga mengalahkan banyak film-film Hollywood di box office,mendapatkan audiens lebih dari 4 juta orang. Ayat-AyatCinta

dengan jelas menempatkan simbol-simbol Islam ke depan, seperti menyajikan ayat-ayatdari Al Qur'an, berjilbab, dan seterusnya. SejakOrde Baru runtuh pada tahun 1998, telah terjadikecenderungan baru tentang kehidupan beragama yang tidak dapat dipisahkan dariproduksi film. Kecenderungan baru ini terlihat pada kebangkitan Islamkonservativisme atau fundamentalis Muslim dan Islam liberal. Namun,di Indonesia Islam moderat diakui sebagai masih dominan.61

Film ini menjadi histori tersendiri, mengingat film ini berhasil meraih jumlah penonton yang relatif sukses yakni sebanyak tiga juta penonton hanya dalam tiga minggu pertama sejak film itu diputar. Pencapaian lain dari film ini adalah film ini disaksikan oleh masyarakat dari berbagai kelas dalam masyarakat, yang menarik adalah film ini berhasil membawa komunitas religiusuntuk pergi ke bioskop.62 Bukti lain kesuksesan dari film Ayat-Ayat Cinta adalah film ini mampu menggandakan pita film sebanyak 100 copy. Sebuah angka yang fenomenal untuk ukuran film nasional. Karena rata-rata film Indonesia paling banyak hanya dicetak

60

Lukman Hakim, Conservative Islam Turn Or Popular Islam ? an Analysis of the Film Ayat-Ayat Cinta. Jurnal: Al-Jami’ah vol. 48, No. 1, 2010, hlm. 103-104.

61

Ibid, hlm. 104.

62

10-20 copy. Bahkan film-film utama Hollywood pun paling banyak dicetak sebanyak 60-70 copy.63

Film ini, menurut Presiden SBY, menunjukkan bagaimana mengapresiasikan nilai-nilai yang lebih dari sekedar simbol-simbol sehingga masyarakat dunia dapat hidup berdampingan dalam perbedaan. Ia juga menyebutkan, saat ini (pada periode 2008) negara Indonesia bersama dengan negara lain sedang membangun kebersamaan guna menghindari perpecahan. Disisi lain, Islam banyak disalahartikan, ini adalah bagian pelajaran bagi semua Muslim bahwa Islam adalah peace, love, tolerance, and harmony dan Islam benci kekerasan.64

Dalam situasi seperti inilah film Ayat-Ayat Cinta menjadi sebuah karya yang memiliki nilai jual yang besar. Fim ini menjadi titik temu dari berbagai gejala yang memperlihatkan fenomena mainstreaming dalam diskusi mengenai budaya populer Islam. Bentuk sinema menjadi sesuatu yang bukan kebetulan, dan juga dapat memberikan wacana budaya populer Islam ini menjadi demikian luas dan masif.

Fase ini aka segera tampak dengan membanjirya film-film bernuansa Islam ke bioskop pada tahun-tahun mendatang. Pembanjiran itu datang dari dua arah. Pertama, para pelaku industri film akan membuat deretan epigon karena melirik dari kesuksesan film AAC. Kedua, terbukanya pasar penonton Islam akan merangsang para pelaku baru dalam dunia film. Mereka percaya akan ada penonto muslim yang siap untuk diberi sajian film-filmIslami.65

63

ungkap Manoj, dalam Koran Kompas, edisi 2 Maret 2018, hlm. 21.

64

Koran Republika, edisi 30 Maret 2008, hlm. B1.

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa uraian di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa kemunculan film religi Islam di Indonesia bukan hanya tumbuh dan berkembang serta merta, namun mengalami perkembangan yang cukup signifikan bahwa industri film sendiri di wilayah Hidia Belanda mulai berdiri pada tahun 1926, yaitu perusahaan NV Java Film Company yang didirikan oleh L. Heuveldorp dari Batavia dan G. Krugers dai Bandung, dengan film pertamanya berjudul Loetoeng Kasaroeng buatan L. Hoveldorp. Pada tahun 1930, muncul perusahaan yang menjadi cikal-bakal terbentuknya Java Industrial Film, perusahaan tersebut yaitu Cino Motion Pictures oleh The Teng Chun yang sudah berpengalaman dalam urusan bisnis film. Perusahaan Cino Motion Pictures memproduksi film dengan cerita Thionghoa, antara lain : Sam Pek Eng Tay (1931), Pat Bie To (1932),

Pat Kiam Hiap (1933), serta Ouw Phe Tjoa(1934). Setelah memproduksi film tersebut, The Teng Chun mengganti nama perusahaan tersebut menjadi

Java Industrial Film pada 1935. Kemudian perusahaannya meneruskan produksi-produksi film klasik Tionghoa, seperti Lima Siloeman Tikoes

(1935), Pan Sie Tong (1935), The Pat Kai Kawin (1935), Ouw Phe Tjoa II

(1936), dan Hong Lian Sie (1937). Pada tahun 1937, perusahaan ANIF (Algemeene Nederlandsch Indie Film Syndicaat) dengn sutradaranya Albert Balink, memproduksi sebuah film Terang Boelan yang sangat laku di pasaran, karena komposisi sistem bintangnya dan adegan-adegan yang disukai publik pada masa itu. Adegan seperti nyanyian, lelucon, perkelahian, dan keajaiban adalah yang paling banyak disukai publik penikmat film.

Kemudian dilanjutkan pada masa penjajahan Jepang yang mulai mempropagandakan film untuk kepentingan politik mereka. Film-film yang

diputar haruslah melalui badan sensor mereka (Nippon Eigha) yang mempuyai syarat yaitu; film haruslah mempunyai unsur membangun, menghilangkan budaya-budaya yang mencirikan budaya Barat, film haruslah sopan, dan film yang dipertontonkan adalah tentang kebudayaan Jepang mengenai norma-norma yang ada di Jepang dan juga bala tetaranya yang dianggap kuat mengalahkan lawannya. Setelah Indonesia merdeka, film-film nasional mulai bermunculan, utamaya film yang dianggap Islami pada era Orde Lama, film Titian Serambut dibelah Tujuh (1959) karya Asrul Sani, yang juga merupakan film bernuansa Islami. Film ini bercerita tentang seorang guru beragama Islam yang mencoba mengajar di desa lain. Di desa tersebut guru Ibrahim (nama tokoh utama film tersebut) mulai mendapat beberapa rintangan mulai dari ancaman oleh guru agama sesepuh desa tersebut, ancaman jika menolong Halimah (orang yang dianggap gila oleh penduduk setempat karena sering bertingkah laku tidak wajar), padahal Halimah seperti itu karena trauma mendapat fitnah dan hampir menjadi korban pemerkosaan. Dengan diputarnya film tersebut, Asrul Sani, Sutradara film tersebut berusaha menunjukkan bahwa komoditas agama Islam pun dapat direalisasikan dalam media film. Film ini juga mengajarkan tentang akhlak terpuji walaupun banyak rintangan yang guru alami dalam film tersebut.

Kemudian disusul pula pembuatan film pada masa Orde Baru, yaitu film yang sangat fenomenal, film Sunan Kalijaga (1983) yang hingga saat ini masih dipertontonkan di beberapa daerah untuk mengenang jasa para tokoh penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Film ini juga mengajarkan tentang toleransi dalam beragama, dimana Islam datang adalah untuk membawa kedamaian untuk kita semua, bukan malah merusak suatu kebudayaan sebelumnya. Namun pada era reformasi hingga saat ini, film- film religi yang ditampilkan lebih menonjolkan unsur percintaan, karena mengikuti budaya populer yang berkembang, seperti dalam film Ayat-Ayat Cinta (2008) yang mencapai angka tiga juta penoton dalam satu minggu pertama. Ini menunjukkan bagaimana perkembangan film religi Islam

menjadi suatu kajian yag menarik, mulai dari akhlak-akhlak terpuji yang diajarkan dalam agaman Islam menjadi dominasi percintaan sesuai dengan ajaran agama Islam pula.

B. Saran

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan diskusi tentang wacana keislaman dalam bingkai film religi Islam dari tahun 1959 hingga 2008. Besar harapannya para pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang apa yang sedikit saya singgug mengenai perkembangan film religi di Indonesia, dan harapannya pula akan ada kajian lanjutan megenai perkembangan film religi Islam di tahun-tahun berikutnya.

Daftar Pustaka

Biran, Misbach Yusa. 2009. Sejarah Film 1900-1950. Cet. II. Jakarta : Komunitas Bambu dan Dewan Kesenian Jakarta.

Bakhtiar, Amsal. 2009. Filsafat Agama; Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia.Jakarta: Rajawali Pers.

Kuntowijoyo. 2001. Muslim tanpa Masji. Bandung : Mizan.

Daliman, A. 2012. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta : Ombak. Eneste, Pamusuk. 1991.Novel dan Film. Flores: Penerbit Nusa Indah. Hutari, Fandy. 2011. Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal. Yogyakarta :

INSISTPress.

Abdullah, Taufik, dkk. 1993. Film Indonesia Bagian I (1900-1950). Jakarta : Perum Percetakan Negara RI.

Kristanto, JB. 2007. Katalog Film Indonesia 1926-2007. Jakarta : Nalar. Amura, H. 1989. Perfilman Indonesia dalam Era Orde Baru. Jakarta :

Lembaga Komunikasi Massa Islam Indonesia.

Madjid, Nurcholis. 1970.Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat. Jakarta: Penerbit Islamic Research Center. Effendy, Bahtiar. 1998. Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan

Izharuddin, Alicia. 2017. Gender and Islam in IndonesianCinema. Kuala Lumpur: Palgrave Macmillan.

Gronemenyer, Andrea. 1998. Film.New York: Barron’s Educational Series,

Inc.

Amin, Samsul Munir, 2009, Ilmu Dakwah, Jakarta, Amzah.

Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Juz III, (Mesir: Isa Bab al-Halaby,tt.).Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Endaswara, Suwardi. (2013). Foklor Nusantara : Hakekat, Bentuk, dan Fungsi, Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Kurasawa, Eiko. Film as Propaganda Media in Java under the Japanese, 1942-1945. In Japanese Culture Policies in South East Asia during Word War II, ed. By Grant K. Goodman

Fatimah, Nur. Produksi Film Dokumenter Religi: Bukan Seperti Miskin Tidak Seperti Kaya. 2015. Semarang:IAIN Walisongo.

Fauziyah, Sifaul. Representasi Pesan Sedekah dalam Film Kun Fayakun. (2012). Yogyakarta : Fakultas Dakwah dan komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga.

http://digilib.uinsby.ac.id/878/

Musikaning Raras, Lianita. Film Musikal Dokumeter “Generasi Biru”:

Sebuah Tinjauan Semiotika Umberto Eco. (2010). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Abdul Malik Syam, Zaka. Analisis Wacana Film Titian Serambut dibelah Tujuh Karya Chaerul Umam. (2010). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

Putra, Okrisal Eka.Jurnal Dakwah: Hubungan Islam dan Politik Masa Orde Baru. vol.IX No. 2. Juli-Desember 2008.

e-journal.uajy.ac.id/821/3/2TA11217.

Muhlisiun, Arda. Jurnal Panggung: Film “Darah dan Do’a” sebagai

Wacana Film Nasional Indonesia, Vol. 26 No. 3. September 2016. Rusdiarti, SR. Film Horor Indonesia: Dinamika Genre.

Hakim, Lukman. Conservative Islam Turn Or Popular Islam ? an Analysis of the Film Ayat-Ayat Cinta. Jurnal: Al-Jami’ah vol. 48 No. 1. 2010. Thohier, Mahmud. Kajian Islam Tentang Akhlak dan Karakteristiknya,

(Jurnal Sosial dan Pembangunan: Volume XXIII No. 1 Januari- Maret 2007). LPPM-UNISBA.

Setyorini, Fitri Sari dan Nurrohim. Millati, Journal of Islamic Studies and HumanitiesVol. 3, No. 1, Juni 2018:Analisis Historis terhadap Corak Kesenian Islam Nusantara. Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humuniora, IAIN Salatiga.

Lampiran 3 : Berita tentang film Sunan Kalijagamenawarkan kerukunan beragama

Lampiran 4 : Berita tentang film Sunan Kalijaga mendapat dukungan dari MUI

Lampiran 7 : Berita tentang film Ayat-Ayat Cinta mengajarkan toleransi

Lampiran 9 : Berita tentang film Ayat-Ayat Cinta ditonton di Belanda

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Curriculum Vitae

I. Data Pribadi

1. Nama : Edo Nabil Arovi

2. Tempat dan Tanggal Lahir : Kudus, 21 Desember 1996

3. Jenis Kelamin : Laki-Laki

4. Agama : Islam

5. Status Pernikahan : Belum Kawin

6. Warga Negara : Indonesia

7. Alamat KTP : RT: 02/RW: 02, Kota, Kudus

8. Alamat Sekarang : RT: 02/RW: 02, Kota, Kudus

9. Nomor Telepon / HP : 085740120140

10. e-mail : edonabil@gmail.com

11. Kode Pos : 59317

II. Pendidikan Formal :

Periode

(Tahun) Sekolah / Institusi Alamat

Jenjang Pendidikan

2002 - 2008 SD NU NAWA KARTIKA

Langgar Dalem, Kota,

Kudus SD 2008 - 2011 MTs NEGERI 1 KUDUS Prambaan Lor, Kaliwungu, Kudus SMP 2011 - 2014 SMK NU MAARIF KUDUS Prambatan Kidul, Kaliwungu, Kudus SMK

2014 - 2018 IAIN Salatiga Salatiga, Jawa Tengah S1

Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Salatiga, 08 Okober 2018

Dokumen terkait