BAB II TINJAUAN PUSTAKA
B. Sektoral Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
5. Industri Barang Konsumsi
produk berupa, makanan dan minuman, rokok, farmasi, kosmetik dan keperluan rumah tangga, serta peralatan rumah tangga.
6) Property, Real Estate dan Konstruksi Bangunan adalah sektor jasa dalam Bursa Efek Indonesia, yang dimana sektor ini menghasilkan jasa berupa, perumahan, perhotelan, serta kontruksi dan bangunan
7) Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi adalah sektor jasa dalam Bursa Efek Indonesia, yang dimana sektor ini menghasilkan jasa berupa, energi, infrastruktur transportasi, telekomunikasi, transportasi, serta konstruksi non-bangunan.
8) Keuangan adalah sektor jasa dalam Bursa Efek Indonesia, yang dimana sektor ini menghasilkan jasa berupa, perbankan, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, serta asuransi.
9) Perdagangan, Jasa dan Investasi adalah sektor jasa dalam Bursa Efek Indonesia, yang dimana sektor ini menghasilkan jasa berupa, perdagangan barang besar, eceran, restoran, hotel dan pariwisata,
advertising, printing dan media, kesehatan, jasa komputer, serta perusahaan investasi.
F. Leverage
Hadirnya leverage dalam struktur modal sebuah perusahaan menandakan perusahaan tersebut menghimpun pendanaan dari luar
perusahaan dengan harapan meningkatkan laba perusahaan kedepannya.
Leverage adalah suatu tingkat kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva dan atau dana yang mempunyai beban tetap (hutang
dan atau saham istimewa) dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan
untuk memaksimalkan kekayaan pemilik perusahaan.
Definisi leverage menurut Sartono (2008:257) : “Leverage adalah penggunaan aset dan sumber dana (source of funds) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar meningkatkan
keuntungan potensial pemegang saham”. Adapun definisi leverage
menurut Sudana (2011:165) : “Leverage merupakan penggunaan aset atau dana yang kemudian akibat dari penggunaan dana tersebut perusahaan
harus mengeluarkan biaya tetap atau membayar beban tetap”. Dan definisi
Leverage menurut Sutrisno (2012:217) : “Rasio Leverage menunjukan
seberapa besar kebutuhan dana perusahaann dibelanjai dengan hutang”.
Sedangkan menurut Sawir (2005:13) “Rasio Leverage mengukur tingkat solvabilitas, rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi segala kewajiban finansialnya seandainya perusahaan tersebut
pada saat itu likuidasi”.
Berdasarkan definisi di atas, bahwa leverage merupakan penggunaan dari sejumlah asset atau dana oleh suatu perusahaan dimana dalam penggunaan asset tersebut perusahaan harus mengeluarkan beban biaya tetap, dan penggunaan dari asset tersebut ditujukan agar dapat meningkatkan keuntungan potensial bagi pemegang saham.
G. Operating Leverage
Operating leverage menurut Irawati (2006:173) : “Penggunaan aktiva dengan biaya tetap yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan
yang cukup untuk menutup biaya tetap dan variabel serta dapat
meningkatkan profitabilitas”. Adapun definisi operating leverage menurut Syamsuddin (2001:107) : “Operating Leverage adalah kemampuan perusahaan di dalam menggunakan fixed operating cost untuk memperbesar pengaruh dari perubahan volume penjualan terhadap earning
before interest and taxes (EBIT)”. Teori tersebut menjelaskan Operating Leverage adalah suatu penggunaan aktiva yang menimbulkan beban tetap operasional.
Perusahaan yang menggunakan biaya tetap dalam proporsi yang
tinggi dikatakan menggunakan operating leverage yang tinggi. Dapat dikatakan, Degree of Operating Leverage (DOL) untuk perusahaan tersebut tinggi. Perubahan penjualan yang kecil akan mengakibatkan
perubahan pendapatan yang tinggi (lebih sensitif). Jika perusahaan
mempunyai Degree of Operating Leverage yang tinggi, tingkat penjualan yang tinggi akan menghasilkan pendapatan yang tinggi. Tetapi sebaliknya,
jika tingkat penjualan turun secara signifikan, perusahaan tersebut akan
mengalami kerugian.
Adapun kegunaan dari operating leverage yaitu untuk mengukur perubahan atau penjualan terhadap keuntungan operasi perusahaan.
Operating leverage sebagai alat untuk mengukur perubahan laba operasi sebagai akibat perubahan penjualan, sehingga perusahaan dapat
mengetahui keuntungan operasi perusahaan.
H. Financial Leverage
Financial leverage terjadi akibat penggunaan sumber dana yang berasal dari hutang, sehingga menyebabkan perusahaan harus menanggung
hutang serta dibebani oleh biaya bunganya.
Financial leverage menurut Warsono (2003:217) : “Sebagai
pengaruh perubahan dalam laba sebelum bunga dan pajak terhadap EPS”.
Adapun definisi financial leverage menurut Sartono (2008:263) :
“Penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan beranggapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar dari pada
beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia
bagi pemegang saham”.
Financial leverage timbul karena adanya kewajiban-kewajiban finansial yang bersifat tetap (fixed financial charges) yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Perusahaan menggunakan dana dengan
beban tetap dikatakan menghasilkan leverage yang menguntungkan (favorable financial leverage) atau efek yang positif kalau pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar daripada beban
tetap dari penggunaan dana tersebut. Sebaliknya financial leverage itu merugikan (unfavorable leverage) kalau perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan dari penggunaan dana tersebut sebanyak beban
tetap yang harus dibayar.
Bedasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
finacial leverage merupakan usaha memperbesar efek perubahan atas laba sebelum bunga dan pajak atau Earning Before Interests and Taxes (EBIT) terhadap Earning Per Share atau pendapatan per saham.
I. Combination Leverage
Combination leverage adalah pengaruh perubahan penjualan terhadap laba setelah pajak untuk mengukur secara langsung efek
perubahan penjualan terhadap perubahan laba rugi pemegang saham
dengan Degree of Combination Leverage (DCL) yang di defenisikan sebagai persentase perubahan pendapatan per lembar saham sebagai akibat
persentase perubahan penjualan. Menurut Sartono (2008:267) :
“Combination leverage terjadi apabila perusahaan memiliki baik operating leverage maupun financial leverage dalam usahanya untuk meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham biasa”. Adapun definisi combination leverage menurut Syamsuddin (2011:120) : “Combination Leverage
merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam menggunakan biaya tetap
operasional dan biaya tetap finansial untuk memperbesar pengaruh
perubahan volume penjualan terhadap pendapatan per lembar saham”.
J. Earning Per Share
Earning per share (EPS) atau laba per lembar saham adalah tingkat keuntungan bersih untuk tiap lembar sahamnya yang mampu diraih
perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Adapun definisi Earning per share menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006:195) : “Rasio yang
menunjukan bagian laba untuk setiap saham yang diperoleh investor”.
Adapun definisi Earning Per Share menurut Widoatmodjo (2007:102) :
“Earning Per Share adalah rasio pendapatan setelah pajar dengan jumlah
saham beredar”.
Earnings Per Share yang tinggi menunjukkan kinerja perusahaan yang baik, dan hal ini tentu saja akan menarik minat para pemegang saham
operasi perusahaan akan dibagikan kepada para pemegang saham, karena
hal ini akan diputuskan berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham
tentang kebijakan pembagian dividen.
Berdasarkan pengertian diatas penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa Earning Per Share (EPS) adalah rasio untuk mengukur keuntungan yang diterima dari setiap per lembar saham nya.
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia
Secara historis, bursa efek telah hadir jauh sebelum Indonesia
merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial
Belanda dan tepatnya pada 1912 di Batavia. Bursa efek ketika itu didirikan
oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial
atau VOC. Meskipun bursa efek telah ada sejak 1912, perkembangan dan
pertumbuhan bursa efek tidak berjalan seperti diharapkan, bahkan pada
beberapa periode kegiatan bursa efek mengalami kevakuman. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia I dan II, perpindahan
kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik
Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek
tidak dapat berjalan normal.
Jumlah perusahaan di Bursa Efek Indonesia yang memperoleh
pernyataan efektif menawarkan saham dan obligasi kepada masyarakat
umum dari 1977 sampai dengan 15 Februari 2018 sebanyak 568 emiten
dan diklasifikasikan ke dalam 9 sektor yang di dasarkan klasifikasi industri
yang di tetapkan oleh NEJ yang disebut JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification). Adapun sektor dan jumlah emiten dapat dilihat pada tabel 3.1:
Tabel 3.1 Bursa Efek Indonesia Sektor dan Jumlah Emiten
2018
SEKTOR JUMLAH EMITEN
Pertanian 21
Pertambangan 41
Industri Dasar dan Kimia 69
Aneka Industri 43
Industri Barang Konsumsi 44 Property, Real Estate dan Konstruksi Bangunan 64 Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi 60
Keuangan 95
Perdagangan, Jasa dan Investasi 129
TOTAL 566
Sumber : Bursa Efek Indonesia, 2018
Bursa Efek Indonesia bersama seluruh pelaku pasar modal terus
mempersiapkan diri demi meningkatkan daya saing di tingkat regional.
Persiapan meliputi seluruh aspek pasar modal, yaitu aspek infrastruktur,
aspek penawaran dan aspek permintaan. Persaiapan dan pengembangan
terbaru yang dilakukan oleh BEI adalah mengembangkan pelaporan
perusahaan tercatat dan anggota bursa dengan berbasis Extensible Bussines Reporting Language (EBRL).
B. Sektoral Yang Terdaftar dperi Bursa Efek Indonesia 1. Pertanian
Sektor Pertanian memiliki 5 sub-sektor yang terdaftar, diantaranya
sub-sektor tanaman pangan berjumlah 1 perusahaan, sub-sektor
ada perusahaan yang terdaftar, sub-sektor perikanan berjumlah 3
perusahaan, sub-sektor kehutanan belum ada perusahaan yang
terdaftar, dan terdapat 1 perusahaan di sub-sektor lainnya.
2. Pertambangan
Sektor Pertambangan memiliki 4 sub-sektor yang terdaftar,
diantaranya sub-sektor batubara berjumlah 22 perusahaan, sub-sektor
minyak dan gas bumi berjumlah 7 perusahaan, sub-sektor logam dan
mineral lainnya berjumlah 10 perusahaan, dan sub-sektor batu-batuan
berjumlah 2 perusahaan.
3. Indutri Dasar dan Kimia
Sektor Industri Dasar dan Kimia memiliki 8 sub-sektor yang
terdaftar, diantaranya sektor semen berjumlah 6 perusahaan,
sub-sektor keramik, porselin dan kaca berjumlah 7 perusahaan, sub-sub-sektor
logam dan sejenisnya berjumlah 16 perusahaan, sub-sektor kimia
berjumlah 11 perusahaan, sub-sektor plastik dan kemasan berjumlah
14 perusahaan, sektor pakan ternak berjumlah 4 perusahaan,
sektor kayu dan pengolahannya berjumlah 2 perusahaan, dan
sub-sektor pulp dan kertas berjumlah 9 perusahaan.
4. Aneka Industri
Sektor Aneka Industri memiliki 6 sub-sektor yang terdaftar,
diantaranya sub-sektor mesin dan alat berat berjumlah 3 perusahaan,
sektor otomotif dan komponen berjumlah 13 perusahaan,
kaki berjumlah 2 perusahaan, sub-sektor kabel berjumlah 6
perusahaan, dan sub-sektor elektonika berjumlah 1 perusahaan.
5. Industri Barang Konsumsi
Sektor Industri Barang Konsumsi memiliki 5 sub-sektor yang
terdaftar, diantaranya sub-sektor makanan dan minuman berjumlah 18
perusahaan, sub-sektor rokok berjumlah 4 perusahaan, sub-sektor
farmasi berjumlah 11 perusahaan, sub-sektor kosmetik dan keperluan
rumah tangga berjumlah 6 perusahaan, dan sub-sektor peralatan rumah
tangga berjumlah 4 perusahaan, serta terdapat 1 perusahaan di
sub-sektor lainnya.