• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

H. Leverage

2. Financial Leverage

Leverage yang di gunakan dalam penelitian ini adalah leverage

keuangan (financial leverage).

Struktur modal perusahaan yang dioperasionalisasikan sebagai Total hutang dibagi total aktiva. Rumus untuk menghitung financial

leverage adalah (Weston dan Thomas, 1997 :19)

Total Hutang

Financial Leverage =

Total Aktiva

3. Data dan Waktu Penelitian a. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan merupakan data Cross Section karena hanya mengacu pada tahun 2008, data diambil dari website internet indonesia.com serta situs-situs lain yang mendukung penelitian.

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai dari bulan Maret 2009 sampai dengan bulan Juni 2009.

4. Populasi dan Target Populasi 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang

go public di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008. Akhir tahun 2008

perusahaan manufaktur adalah 137, terbagi dalam 18 kelompok. Hasil ringkasan dapat dilihat di Tabel 1.2.

Tabel 1.2

Perusahaan Manufaktur di BEI Tahun 2008

No Jenis Usaha Jumlah

1 Food and Baverage 20

2 Tubacco Manufactures 4

3 Textile and Garment 21

4 Lumber and Woods Products 5

5 Paper and Allied Products 5

6 Chemical and Allied Product 8

7 Adhesive 4

8 Plastics and Glass products 13

9 Cement 3

10 Metal and Allied Products 11

11 Fabricated Metal Products 2

12 Stone, Clay, Glass and Concrete Products 4

13 Cable 6

14 Electronic and Office Equipment 5 15 Automotive and Allied Products 11

16 Photographic Equipment 3

17 Pharmaceuticals 9

18 Consumer Goods 3

Total 137

Sumber : Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2008

Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa jenis usaha yang jumlahnya terbesar dalam kelompok usaha manufaktur adalah kelompok Textile and Garment yakni berjumlah 21 perusahaan dan kelompok usaha

jenis usaha yang paling sedikit adalah Fabricated Metal Products yang berjumlah 2 perusahaan.

2. Target Populasi

Target populasi merupakan penentuan beberapa perusahaan yang layak untuk dilakukan penelitian dengan menetapkan kriteria-kriteria tertentu sebagai syarat penentuan target.

Target populasi dalam penelitian ini adalah :

1. Perusahaan manufaktur yang membuat laporan keuangan yang dipublikasikan secara luas pada saat periode penelitian selama tahun 2008.

2. Perusahaan telah membayar dividen selama periode penelitian yakni tahun 2008.

3. Listing di Bursa efek Indonesia sampai tahun 2008.

4. Jumlah sampel adalah 59 perusahaan selama periode penelitian. Berikut ini merupakan populasi sasaran penelitian perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa efek Indonesia periode 2008 :

Tabel 1.3

Perusahan Manufaktur

No Kode Nama Perusahaan

1 AQUA PT. Aqua Golden Missisippi, Tbk 2 BATA PT. Sepatu BATA, Tbk

3 UNVR PT. Unilever Indonesia, Tbk 4 UNTR PT. United Tractors, Tbk 5 PBRX PT. Pan Brithers Textille, Tbk 6 INDF PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk 7 GJTL PT. Gajah Tunggal, Tbk

8 GGRM PT. Gudang Garam, Tbk 9 GDYR PT. Good Year, Tbk

10 CLPI PT. Colorpark Indonesia, Tbk. 11 ASGR PT. Astra Graphia, Tbk 12 TURI PT. Tunas Ridean, Tbk 13 IGAR PT. Kageo Igarjaya, Tbk

14 ALMI PT. Alumindo Light Metal Inds, Tbk 15 FAST PT. Fast Food Indonesia, Tbk

16 SCCO PT. Supreme Cable Manufacturing, Tbk 17 LION PT. Lion Metal Work, Tbk

18 LMSH PT. Lion Mesh Prima, Tbk 19 MAIN PT. Malindo Feedmil, Tbk 20 TCID PT. mandom Indonesia, Tbk 21 SMGR PT. Semen Gresik (Persero), Tbk 22 SOBI PT. Sorini Corporation, Tbk

23 AMFG PT. Ashimas Flat Glass Co Ltd, Tbk 24 UNIC PT. Unggul Indah Cahaya, Tbk 25 TRST PT. Trias Sentosa, Tbk

26 TOTO PT. Surya TOTO Indonesia, Tbk 27 TBLA PT. Tunas Baru Lampung, Tbk 28 SMSM PT. Selamat Sempurna, Tbk 29 MRCK PT. Merck Indonesia, Tbk 30 DELTA PT. Delta Djakarta, Tbk 31 MYOR PT. Mayora Indah, Tbk 32 KAEF PT. Kimia Farma, Tbk 33 INDR PT. Indorama Syntetic, Tbk 34 HEXA PT. Hexindo adhiperkasa, Tbk 35 HMSP PT. H. M Sampoerna, Tbk 36 FASW PT. Fajar Surya Wisesa, Tbk 37 DYNA PT. Dynaplast, Tbk

38 BRNA PT. Berlina, Tbk 39 CTBN PT. Citra Tubindo, Tbk

No Kode Nama Perusahaan 40 ASII PT. Astra Internasional, Tbk 41 ARNA PT. arwana Citra Mulia, Tbk 42 DVLA PT. Darya Varia Laboratoria, Tbk 43 FPNI PT. Titan Kimia Nusantara, Tbk 44 IKBI PT. Sumi Indokabel, Tbk

45 INTP PT. Idocement Tunggal perkasa, Tbk 46 INDS PT. Indospring, Tbk

47 KLBF PT. Kalbe Farma, Tbk

48 MLBI PT. Multi Bintang Indonesia, Tbk 49 MRAT PT. Mustika Ratu, Tbk

50 PSDN PT. Prashida Aneka Niaga, Tbk

51 PROD PT. Sara Lee Body Care Indonesia, Tbk 52 BRAM PT. Indo Kordsa, Tbk

53 RMBA PT. Bentoel International Inv, Tbk 54 SQBI PT. Bristol Myers SQUIBB, Tbk 55 APEX PT. Apexindo Pratama Duta, Tbk 56 DPNS PT. Duta Pertiwi Nusantara, Tbk 57 INCO PT. Inernational Nickel Indonesia, Tbk 58 ITMG PT. Indo Tambang Raya Megah, Tbk 59 JTPE PT. Jasuindo Tiga Perkasa, Tbk

Sumber : www.kompas.com (21 April, pukul 10.00 wib)

5. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan merupakan data yang diperoleh berdasarkan hasil publikasi oleh Bursa Efek Indonesia yaitu laporan keuangan, sejarah perusahaan, jurnal, literatur ilmiah, penelitian terdahulu, laporan-laporan yang dipublikasikan serta data-data yang diperoleh dari media internet.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Documentary Historical. Metode ini adalah metode yang menggunakan dokumen-dokumen sebagai alat pengumpulan data. (Sigit, 1999 : 76). Penelitian ini juga menggunakan dokumen-dokumen publik yang di ambil dari situs internet yakni Indonesia.com dan juga melalui buku-buku referensi.

7. Metode Analisis Data.

Metode analisis merupakan cara atau tehnik dalam mengkaji data yang terkumpul dalam hubungannya dengan hipotesis. Sesuai dengan masalah dan rangkaian hipotesis, metode analisis yang digunakan adalah :

a. Metode analisis statistik Deskriptif

Statistik deskriptif berkaitan dengan pengumpulan dan peringkat data yang menggambarkan karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Analisis ini untuk menjelaskan karakteristik sampel terutama mencakup mean, standar error, mean, nilai ekstrim yaitu nilai minimum dan nilai maksimum serta standar deviasi.

b. Pengembangan Model Analisis

Model analisis yang digunakan adalah analisis Regresi Berganda. Model analisis ini di gunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara variabel independen (X1 dan X2 ) terhadap variabel dependen (Y). Teknik perhitungan dilakukan dengan menggunakan formulasi statistik yang menghubungkan satu variabel dependen

dengan beberapa variabel independen dalam satu model prediktif tunggal dengan hipotesis yang diuji. Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan bantuan program software SPSS 15.0 for windows

(Statistical Package for Social Scince)

Dalam hal ini, persamaan regresi yang dipakai adalah persamaan regresi berganda untuk dua prediktor. (Salvatore, 2005 : 173). Yakni sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + e Di mana :

Y : Dividend Payout Ratio a : Konstanta

X1 : Kepemilikan Saham Minoritas X2 : Financial Leverage

b1,2 : Koefesien regresi variabel X1,2

e : Kesalahan Pengganggu (Standard error)

c. Uji Asumsi Statistik 1. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2005 : 110). Jika terdapat normalitas, maka residual akan terdistribusi secara normal dan independen. Model yang paling baik adalah distribusi data

normal atau mendekati normal. Uji ini dilakukan melalui

Kolmogorov Smirnov.

2. Uji Multikolinieritas

Uji bertujuan untuk menguji apakah dalam model dalam sebuah regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2005 : 91). Hubungan independen inilah yang disebut dengan multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala Multikolinieritas dapat dilihat dari besarnya nilai variabel inflation factor (VIF) dengan ketentuan :

Bila VIF > 10 maka terdapat Multikolinieritas Bila VIF < 10 maka tidak terdapat Multikolinieritas 3. Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan unruk menguji apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (periode sebelumnya) (Ghozali, 2005 : 95). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa autokorelasi terjadi jika observasi yang berturut-turut sepanjang waktu mempunyai korelasi antara satu dengan yang lainnya. Jika terjadi autokorelasi maka dikatakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.

Untuk menditeksi gejala autokorelasi digunakan Durbin

Watson (DW) statistik, sebagai Rule of thumb nilai yang

menunujukkan gejala autokorelasi yang tidak berbahaya atau tidak ada autokorelasi adalah :

Tabel 1.4

Mekanisme Tes Durbin Watson

Durbin Watson Keputusan

dU < DW < (4- dU) Terima hipotesis nol. Tidak terdapat autokorelasi baik positif maupun negatif (4-dU) < DW < (4-dL) Inconclusive

(4-dL) < DW < 4 Tolak Hipotesis nol. Terdapat autokorelasi negative

dL < DW < dU Inconclusive

0 < DW < dL Tolak Hipotesis nol. Terdapat autokorelasi positif

Sumber : Ekonometrika Dasar (Gujarati, 1995 : 217) 4. Uji Heteroskedastisitas.

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2005 : 105). Jika varians dari residual suatu pengamatan kepengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas. Jika varians berbeda maka disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Model regresi yang sudah memenuhi syarat asumsi klasik

tersebut akan digunakan untuk menganalisis, melaui pengujian sebagai berikut :

a) Koefesien Determinasi (R2)

Koefesien determinan ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan variabel-variabel bebas dalam menerangkan variasi variabel terikat. Koefesien determinan (R2) ini berkisar antara nol sampai dengan satu (0≤R 2≤1), dimana semakin tinggi R2 (mendekati 1), berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat dan apabila nilai R2 = 0 menunjukkan variabel bebas secara keseluruhan tidak dapat menjelaskan variabel terikat.

b) Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi dari seluruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat adalah :

H0 : b1=b2=b3 = 0 (Kepemilikan saham minoritas dan

financial leverage tidak berpengaruh secara simultan

terhadap dividend payout ratio di Bursa Efek Indonesia). Ha : tidak semua bi (b1,b2,b3) sama dengan nol (Lind, A. Marchal, dan Wathen, 2008) maka dianggap variabel independen telah memenuhi model penelitian terhadap varabel dependen.

Pegaruh variabel independen terhadap dependen diuji dengan tingkat kepercayaan (confidence interval) 95 % atau

= 5%. Untuk menguji apakah hipotesis ditolak digunakan statistic F (F test). Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak, dan Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima.

c) Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Satistik t)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel bebas secara individual (parsial) terhadap variabel terikat.

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H0 : bi = 0, (Kepemilikan saham minoritas dan financial

leverage tidak berpengaruh secara parsial terhadap dividend payout ratio di Bursa Efek Indonesia)

Ha : bi ≠ 0, (Kepemilikan saham minoritas dan financial

leverage berpengaruh secara parsial terhadap dividend payout ratio di Bursa Efek Indonesia)

Pada penelitian ini nilai thitung akan dibandingkan dengan ttabel pada tingkat signifikan = 5%. Jika thitung < ttabel, maka H0 diterima atau Ha ditolak, sedangkan thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima.

Cara lain adalah dengan membandingkan t sig dengan (alpha). Bila t sig > mak a H0 diterima dan Ha ditolak, sedangkan jika t sig < maka H0 ditolak dan Ha diterima.

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian terdahulu dilakukan oleh Lesmana (2006) yang berjudul “Analisis Hubungan Kepemilikan saham Minoritas terhadap Dividend Payout

Ratio dengan laba sebagai Variable Pemoderasi yang terdaftar di Bursa Efek

Jakarta”. Dalam penelitiannya, menguji hubungan antara laba dan kepemilikan saham minoritas terhadap dividend payout ratio dengan menggunakan data akuntansi 2000-2003 dari 41 perusahaan. Hipotesis yang diajukan adalah interaksi antara laba dan kepemilikan minoritas memiliki hubungan yang positif terhadap

dividend payout ratio. Penelitian ini menggunakan variable dependen dividend Payout Ratio (DPR), dengan variable independennya adalah Kepemilikan Saham

Minoritas (public), Earning per Share (EPS), Interaksi antara public dengan EPS (public*EPS), size perusahaan (Ln TA) dan leverage. Hasil dari penelitian ini adalah tidak ada yang memiliki hubungan secara signifikan terhadap Dividend

Payout Ratio kecuali variabel leverage yang memiliki hubungan secara signifikan

dengan tingkat nilai t sebesar -0.27 dengan nilai signifikansi t sebesar 0.010 dan signifikan pada tingkat signifikansi pada =0.05.

Peneliti selanjutnya adalah Hariani (2006) yang berjudul “Pengaruh Interaksi antara Kepemilikan Saham Minoritas dengan Earning per Share terhadap Kebijakan Dividen (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang listing di Bursa Efek Jakarta). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang listing di BEJ selama periode penelitian yaitu

1999-2003, di mana dari 153 perusahaan manufaktur diperoleh sampel sebanyak 37 perusahaan.

Berdasarkan analisis regresi, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa interaksi kepemilikan saham minoritas dengan EPS berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan. dividen, yang berarti semakin banyak kepemilikan saham minoritas akan menurunkan DPR, seiring dengan meningkatnya EPS. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan teori yang diajukan, di mana interaksi antara kepemilikan saham minoritas dengan EPS berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian ini yang tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya dapat dikarenakan adanva kepemilikan saham minoritas yang juga dimiliki oleh direksi dan dewan komisaris. Selain itu, lemahnya voting of power rnenyebabkan pemegang saham minoritas yang merasa tidak terlindungi hak-haknya dengan kepemilikan saham yang kecil dan tersebar, sebagaimana pemegang saham publik, kesulitan untuk menuntut hak pemegang saham berupa dividen seiring meningkatnya EPS.

Bozeck (2007) dalam penelitiannya yang berjudul : “analyze the relation

between ownership concentration and corporate government practice of agroup of Canadian companies listed on the Toronto Stock Exchange” menengarai

mengenai hubungan antara konsentrasi kepemilikan saham dengan corporate

governance. Penelitian ini dilakukan untul menganalisis hubungan antara

konsentrasi kepemilikan saham minoritas tarhadap corporate government, yang dilakukan pada 244 perusahaan di Kanada dan telah terdaftar di Toronto stock

exchange pada tahun 2002. Secara keseluruhan, hipotesis yang diajukan adalah

pemegang saham minoritas berpengaruh negatif signifikan terhadap corporate

governance.

B. Pengertian Dividen

Menurut Sartono (1995 : 273) dividen merupakan bagian laba yang dibagikan kepada para pemegang saham suatu Perseroan Terbatas (PT) sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki. Selain itu, dividen dapat juga berarti dana yang merupakan bagian dari keuntungan perusahaan yang diperoleh dari penghasilan atau dari penjualan suatu harta benda yang selanjutnya harus dibagikan atau didistribusikan kepada para pemegang saham.

Dividen merupakan aliran kas berupa imbalan yang dibayar perusahaan atau emiten kepada pemegang saham atau investor. Sunarto dan Kartika (2003) menyatakan bahwa dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba yang ditahan (retained earning) yang digunakan sebagai cadangan perusahaan.

1. Kebijakan Dividen dalam Praktik

a. Pada praktiknya perusahaan cenderung memberikan dividen dengan jumlah yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Kebijakan ini kemungkinan besar disebabkan oleh asumsi bahwa :

1) Investor melihat kenaikan dividen sebagai suatu tanda baik bahwa perusahaan memiliki prospek cerah, demikian sebaliknya. Hal ini membuat perusahaan lebih senang mengambil jalan aman yaitu tidak menurunkan pembayaran dividen.

2) Investor cenderung lebih menyukai dividen yang tidak berfluktuasi (dividen yang stabil).

b. Menjaga kestabilan dividen tidak berarti menjaga Dividend Payout

Ratio tetap stabil karena jumlah nominal dividen juga tergantung pada

penghasilan bersih perusahaan (EAT). Jika DPR dijaga kestabilannya, misalnya ditetapkan sebesar 50 % dari waktu ke waktu, tetapi EAT berfluktuasi, maka pembayaran dividen juga akan berfluktuasi.

c. Pada umumnya perusahaan akan menaikkan dividen hingga suatu tingkatan dimana mereka yakin dapat mempertahankannya dividen masa mendatang. Artinya jika terjadi kondisi yang terburuk sekalipun, perusahaan masih dapat mempertahankan pembayaran dividen – nya. d. Pada prakteknya ada perusahaan yang menggunakan model “residual

dividend” dimana dividen ditentukan dengan cara :

1) Mempertimbangkan kesempatan investasi perusahaan.

2) Mempertimbangkan target struktur modal perusahaan untuk menentukan besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk investasi. 3) Memanfaatkan laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan akan

modal sendiri tersebut semaksimal mungkin. 4) Membayar dividen hanya jika ada sisa laba.

C. Pengertian Dividend Payout Ratio

Menurut Martono (2001:253) Dividend payout ratio merupakan perbandingan antara dividend per share (DPS) dengan earning per share (EPS). Sedangkan menurut Suad (2001 : 316) perusahaan hanya dapat membagikan

dividen semakin besar jika perusahaan mampu menghasilkan laba yang semakin besar, jika laba yang dihasilkan besarnya tetap, perusahaan tidak bisa membagikan dividen yang makin besar karena hal ini berarti perusahaan akan membagikan modal sendiri. Menurut Sartono (2000 : 232) dividend payout ratio adalah perbandingan antara dividen yang dibagikan dengan laba bersih yang didapatkan dan biasanya disajikan dalam bentuk prosentase. Semakin tinggi

dividend payout ratio akan menguntungkan para investor tetapi dari pihak

perusahaan akan memperlemah Internal Financial karena memperkecil laba ditahan. Tetapi sebaliknya dividend payout ratio semakin kecil akan merugikan investor (para pemegang saham) tetapi internal financial perusahaan akan semakin kuat. Dividend payout ratio dapat diukur sebagai dividen yang dibayarkan dibagi dengan laba yang tersedia untuk pemegang saham umum. Perusahaan uang mempunyai risiko tinggi cenderung untuk membayar dividend

payout ratio lebih kecil supaya nanti tidak memotong dividen jika laba yang

diperoleh turun. Untuk perusahaan yang berisiko tinggi, probabilitas untuk mengalami laba yang menurun adalah tinggi (Martono 2001:253). Deviden pay

out ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Dividen per lembar saham DPR =

Laba per lembar saham

Dividend payout ratio merupakan perbandingan antara DPS dengan EPS,

jadi perspektif yang dilihat adalah pertumbuhan dividend per share (DPS) terhadap pertumbuhan earning per share (EPS).

Menurut Ang (2005: 88) Rasio pembayaran dividen atau dividend payout

ratio melihat bagian earning (pendapatan) yang dibayarkan sebagai dividen

kepada investor. Bagian lain yang tidak dibagikankan diinvestasikan kembali ke perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai rasio pembayaran dividen yang rendah, sebaliknya perusahaan yang tingkat pertumbuhannya rendah akan mempunyai rasio yang tinggi. Pembayaran dividen merupakan bagian dari kebijakan dividen perusahaan.

D. Dividen per Share (DPS)

Menurut Van Horne (2004) dividen saham hanyalah merupakan pembayaran saham tambahan saham biasa pada pemegang saham. Dividen saham tersebut tidak lebih dari rekapitulasi perusahaan, proporsi kepemilikan dari pemegang saham tetap tidak berubah. Secara teoritis, dividen saham bukan sesuatu yang menyangkut nilai bagi para investor. Investor menerima sertifikat saham tambahan tetapi kepemilikan proposional investor atas perusahaan tersebut tidak berubah. Harga pasar saham akan menurun secara proporsional sehingga nilai tunai saham mereka tetap sama. Apabila pemegang saham ingin menjual sahamnya untuk memperoleh penghasilan, maka dividen saham lebih memudahkan penjualan tersebut. Tentunya, tanpa dividen saham para pemegang saham dapat juga menjual sebagian saham yang dimiliki untuk memperoleh penghasilan.

Dividen Per Share (DPS) merupakan total semua dividen yang dibagikan

pada tahun buku sebelumnya, baik dividen intern, dividen total atau dividen saham Ang (1997). Dividen saham merupakan pembayaran tambahan saham

biasa kepada pemegang saham. Dividen saham hanya menunjukkan perubahan pembukuan dalam perkiraan ekuitas pemegang saham pada neraca perusahaan. Proporsi kepemilikan saham dalam perusahaan tetap sama. Akuntansi membedakan dividen saham menjadi dividen saham persentase kecil dan dividen persentase besar (Van Horne dan Wachowicz Jr, 1998 : 21).

Menurut (Darmadji, 2001 : 55) dividen merupakan pembagian sisa laba perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham, atas persetujuan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Dividen itu sendiri dalam bentuk tunai (cash

dividen) ataupun dividen saham (stock dividen). Sedangkan menurut Keown

(2000) kebijakan dividen perusahaan meliputi dua komponen dasar, yaitu : 1. Rasio Pembayaran Dividen

Rasio pembayaran dividen menunjukkan jumlah dividen yang dibayarkan relatif terhadap pendapatan perusahaan. Contohnya, jika dividen per lembar saham adalah $2 dan pendapatan per saham adalah $ 4, rasio pembayaran adalah 50 persen ($2 : $4).

2. Stabilitas Dividen Sepanjang Waktu

Stabilitas dividen sama pentingnya pada investor dengan jumlah dividen yang diterima. DPS menggambarkan besarnya jumlah pendapatan per lembar saham yang akan didistribusikan pada para pemegang saham biasa. DPS bisa didapat dari rumus :

Jumlah dividen yang dibayarkan DPS =

Dengan merumuskan kebijakan dividen, manajer keuangan menghadapi

trade off. Dengan mengasumsikan manajemen sudah memutuskan berapa banyak

diinvestasikan dan memilih paduan hutang dan modalnya untuk mendanai investasi ini, keputusan untuk membayar dividen yang besar berarti secara simultan memutuskan untuk menahan sedikit laba, jikalau ada. Ini nantinya menghasilkan ketergantungan yang lebih besar pada pendanaan perusahaan, pembayaran dividen yang kecil akan berarti penahanan laba yang tinggi dengan lebih sedikit kebutuhan dana modal yang dihasilkan dari luar.

E. Earning (Laba)

Laba adalah darah kehidupan dari suatu perusahaan. Tanpa laba, maka tidak akan ada perusahaan. Kerangka dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) yang juga mengacu pada frame work for the prepration

and the International Acounting (IASC) menyebutkan beberapa hal mengenai

penghasilan menurut (SAK, 1999:12) antara lain : Pada paragraf 69

Penghasilan bersih (laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai dasar bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi (Return on

Investment) atau penghasilan per saham (Eraning per Share) unsur yang

langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan dan beban.

Pada Paragraf 70

Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama penambahan suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukkan atau

penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang menyebabkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Defenisi penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gains), pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, jasa (fees), bunga dividen, royalti dan sewa.

1. Pengertian Earning Per Share

Menurut Darmadji dan Hendy M (2001) pengertian earning per share atau EPS yaitu merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (laba) yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar sahamnya. Laba merupakan alat ukur utama kesuksesan suatu perusahaan, karena itu para pemodal seringkali memusatkan perhatian pada besarnya earning per share (EPS) dalam melakukan analisis saham. Semakin tinggi nilai EPS tentu saja

Dokumen terkait