• Tidak ada hasil yang ditemukan

FISIOLOGI TENGGOROKAN

Dalam dokumen Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9 (Halaman 56-65)

Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan untuk Artikulasi.

57 Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.

 Proses Berbicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.

D.RHINOTONSILOFARINGITIS

Rhinitis

A. Pengertian

Rhinitis adalah inflamasi membrane mukosa hidung yang dikelompokkan rhinitis alergik dan non alergik. Rhinitis non alergik  suatu peradangan pada selaput lendir hidung tanpa latar belakang alergi. Rhinitis alergik  mungkin suatu tanda dari alergi.

58 B. Etiologi

Rhinitis Alergik dapat dibagi :

~ Spesifik yang penyebabnya debu yang penyebabnya debu rumah, bulu binatang, asap rokok, tepung sari, makanan, mainan dan sebagainya.

~ Non-spesifik yang disebabkan oleh gangguan metabolik. Jenis – jenis Rhinitis non-alergika, antara lain :

~ Rinitis Infeksiosa.

Rinitis infeksiosa biasanya disebabkan oleh infeksi pada saluran pernafasan bagian atas, baik oleh bakteri maupun virus.

~ Rinitis Non-Alergika Dengan Sindroma Eosinofilia

Penyakit ini diduga berhubungan dengan kelainan metabolisme prostaglandin. Pada hasil pemeriksaan apus hidung penderitanya, ditemukan eosinofil sebanyak 10-20%.

~ Rinitis Okupasional

Gejala-gejala rinitis hanya timbul di tempat penderita bekerja. Gejala-gejala rinitis biasanya terjadi akibat menghirup bahan-bahan iritan (misalnya debu kayu, bahan kimia). Penderita juga sering mengalami asma karena pekerjaan.

~ Rinitis Hormonal

Beberapa penderita mengalami gejala rinitis pada saat terjadi gangguan pada keseimbangan hormon (misalnya selama kehamilan, hipotiroid, pubertas, pemakaian pil KB).

~ Rinitis Karena Obat-obatan

Obat-obatan yang berhubungan dengan terjadinya rinitis adalah: - ACE inhibitor - reserpin - guanetidin - fentolamin - metildopa - beta-bloker - klorpromazin - gabapentin - penisilamin - aspirin

- obat anti peradangan non-steroid - kokain

59 - estrogen eksogen

- pil KB.

~ Rinitis Gustatorius

Rinitis gustatorius terjadi setelah mengkonsumsi makanan tertentu, terutama makanan yang panas dan pedas.

~ Rinitis Vasomotor

Rinitis vasomotor diyakini merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan sistem parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung. Gejala biasanya dipicu oleh:

- cuaca dingin

- bau yang menyengat - stres

- bahan iritan. C. Patofisiologi

Rangsangan saraf parasimpatis akan menyebabkan terlepasnya asetilkolin, sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah dalm konka serta meningkatkan permiabilitas kapiler dan sekresi kelenjar, sedangkan rangsangan sraaf simpatis mengakibatkan sebaliknya.( kapita)

D. Manifestasi klinik

Manifestasi kliniknya pada umumnya untuk rhinitis adalah gatal pada nasal, hidung tersumbat, beringus, kongesti nasal, bersin-bersin, tinnitus (rasa ada dengung di telinga).

· Rhinitis infeksiosa

Manifestasi klinisnya adalah lendir hidung yang bernanah, yang disertai dengan nyeri dan tekanan pada wajah, penurunan fungsi indera penciuman serta batuk.

· Rhinitis Vasomotor

Hidung tersumbat bergantian kanan dan kiri,disertai bersin, disertai gatal pada mata. gejala memburuk pada pagi hari waku bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga asap rokok dan sebagainya.

E. Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan rhinitis alergik. Pemeriksaan Sitologi hidung sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukan eosinofil dalam jumlah yang banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan, basofil kemungkinan alergi ingestinal dan sel polimorfonuklear menunjukkan infeksi bakteri.

60 Pemeriksaan yang lebih bermakna tes IgE spesifik dengan RAST (radio immunosorbent test) atau ELIZA (enzyme linked immunoassay).

F. Penatalaksanaan

Secara umum, terbagi atas :

- Menghindari kontak alergen penyakit

- Terapi Simtomatis dilakukan dengan pemberian antihistamin. ä PENGKAJIAN

1. Riwayat kesehatan pasien yang lengkap.

Menunjukkan kemungkinan tanda gejala sakit, nyeri sekitar mata dan pada kedua sisi hidung, indra penciuman terganggu, batuk, hidung tersumbat, demam, suara serak, dan rasa tidak nyaman.

Menetapkan kapan gejala mulai timbul, apa yang menjadi pencentusnya, apa yang dapat menghilangkan atau meringankan gejal tersebut dan apa yang memperburuk gejala tersebut merupakan bagian dari pengkajian, juga mengindentifikasi riwayat alergi.

2. Riwayat penyakit pernapasan.

Mengkaji penyakit pernapasan yang pernah diderita, bagaimana pengobatannya, 3. Pola Hidup.

4. Adanya faktor pencetus rhinitis. ä Diagnosa Keperawatan

· Nyeri yang behubungan dengan iritasi jalan napas akibat infeksi.

· Ketidakefektifan bersihan jalan napasyang berhubungan dengan sekresilendir berlebihan akibat inflamasi.

· Defisit pengetahuan mengenai pencegahan infeksi pernapasan atas. Masalah komplikasi pada rhinitis yang tidak ditangani :

▪ Sepsis

▪ Abses peritonilar ▪ Othitis media ▪ Sinusitis

ä Perencanaan dan Implementasi

Tujuan : tujuan utama pasien dapat mencakup pemeliharaan potensi jalan napas, menghilangkan nyeri, dan pengetahuan tentang pencegahan infeksi jalan napas atas dan tidak terdapat komplikasi.

ä Intervensi Keperawatan

61 Infeksi traktus respiratorius atas biasanya menyebabkan gangguan rasa aman dan nyaman. Gangguan rasa aman dan nyaman disebabkan karena rasa tidak enak badan dengan disertai nyeri pada otot-otot hidung, hidung tersumbat, gatal pada hidung, nyeri kepala dan sebagainya. Menyarankan pasien untuk istirahat, hal ini dapat membantu rasa tidak nyaman pada umumnnya. Perawat mengintruksikan pasien tentang teknik hygiene pada mulut dan hidung untuk membantu menghilangkan rasa tidak nyaman setempat dan untuk mencegah penyebaran infeksi.

2. Pembersihan Jalan Napas

penumpukan sekresi lendir dapat menghambat jalan napas pada pasien. Perubahan pola pernapasan dan upaya bernapas yang dibutuhkan untuk dapat melewati sumbatan tersebut menjadi meningkat. Memonitor jumlah pernapasan pasien, gunanya untuk mengetahui status pernapsan pasien. Dan juga terdapat beberapa tindakan yang dapat mengencerkan sekresi antara lain Hydro terapi dengan minum air hangat, menghirup uap air panas. Melembabkan lingkungan dengan vaporizer ruangan juga dapat mengencerkan sekresi dan menguranngi inflamsi membrane mukosa. Pasien diintruksikan istirahat dengan posisi yang nyaman, bila terjadi sesak atur posisi fowler untuk meningkatkan mengembangan paru-paru.

3. Penyuluhan Pasien

Penyuluhan pasien penting dalam mencegah infeksi, penyebaran ke orang lain dan meminimalkan terjadinya komplikasi. Pencegahan infeksi pernapasan atas kebanyakan sulit karena banyak potensi penyebabnya. Patogen yang bertanggung jawab biasanya sukar diidentifikasi dan vaksin belum tentu tersedia. Kondisi alergi, perubahan cuaca, dan beberapa penyakit sistemik mengkin menjadi faktor pencentusnya. mencuci tangan masih merupakan hal penting dalam mencegah penyebaran infeksi.

Perawat mengintruksikan pasien tentang pentingnya menjaga kesehatan dengan baik. Mengkonsumsi makanan yang bergizi, olahraga, istirahat dan tidur yang cukup, pentinng untuk mendukung daya tahan tubuh dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi pernapasan. Instruksi tentang cara pencegahan infeksi silang pada anggota yang lain dengan cara memakai sapu tangan saat bersin, menutup mulut saat batuk dan pembuangan tisu yang baik.

62 4. Instruksikan pasien yang alergik untuk menghindari allergen seperti debu, bulu,

asap dan lain sebagainya.

5. Ajarkan teknik penggunaan obat-obatan seperti sprei dan serosol. ä Evaluasi

 Hasil yang diharapkan

▪ Melaporkan keadaan yang lebih nyaman

Mengikuti tindakan untuk mencapai dengan anangesik, istirahat, kantung panas, dan memperagakan hygiene mulut yang adekuat.

▪ Mempertahankan jalan napas pasien dengan mengatasi sekresi

▪ Mengidentifikasi strategi untuk pencegahan infeksi pernapasan dan reaksi alergi.

▪ Menunjukkan tingkat pengetahuan yang cukup dan melakukan perawatan dini terhadap infeksi pernapasan atas.

▪ Bebas dari tanda dan gejala infeksi.

Menunjukan tanda-tanda vital normal dan bebas dari nyeri pada hidung, nyeri kepala, dan sebagainya.

Faringitis

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Penularan infeksi melalui sekret hidung dan ludah/droplet infection.

Jenis-jenis faringitis: 1. Faringitis Akut

a. Faringitis Viral Etiologi : Rinovirus

Gejala dan Tanda: Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, dan sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. EBV menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak dan terdapat pembesaran kelenjar limfa seluruh tubuh terutama retroservikal dan splenomegali. Sedangkan virus influenza tidak menghasilkan eksudat.

Terapi: Istirahat dan minum cukup, kumur dengan air hangat, analgetika jika perlu dan tablet isap.

63 Etiologi : infeksi Streptococcus hemolitikus grup A

Gejala dan Tanda: Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechie pada palatum dan faring. Kelenjar limfe leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.

Terapi: a) Antibiotik: penicillin G banzatin, amoksisilin, eritromisin, b) Kortikosteroid: deksametason, c) Analgetika, d) Kumur dengan air hangat atau antiseptik.

c. Faringitis fungal d. Faringitis gonorea

2. Faringitis Kronik

Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring, dan debu. a. Faringitis kronik hiperplastik

Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring menjadi tidak rata dan bergranular. Gejala: Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang beriak. Terapi: Pengobatan simtomatis dengan obat kumur atau hisap. Jika perlu dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran.

b. Faringitis kronik atrofi

Sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Gejala dan Tanda: Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau. Tampak mukosa faring ditutupi lendir kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

Terapi: Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofi dan untuk faringitisnya ditambahkan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.

(Rusmarjono dan Efiaty, 2007)

Tonsilitis

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara, tangan, dan ciuman. Terjadi terutama pada anak. Jenis-jenisnya:

1. Tonsilitis Akut a. Tonsilitis viral

Gejala: Lebih menyerupai common cold disertai nyeri tenggorok. Penyebab tersering adalah EBV.

64 Terapi: Istirahat, minum cukup, analgetik, dan antivirus jika gejala berat.

b. Tonsilitis bakterial

Etiologi : kuman grup A Streptococcus β hemoliticus

Gejala dan Tanda: nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam tinggi, lesu, nyeri pada sendi, otalgia. Tampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus (kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas yang tampak sebagai bercak kuning). Kelenjar submandibula bengkak dan nyeri tekan.

Terapi: Antibiotik spektrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat kumur mengandung desinfeksan.

Komplikasi: Otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil, dll. 2. Tonsilitis Membranosa

a. Tonsilitis difteri b. Tonsilitis septik c. Angina Plaut Vincent d. Penyakit kelainan darah

3. Tonsilitis Kronik

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

Gejala dan Tanda : Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan terisi detritus. Ada rasa mengganjal di tenggorok, kering, dan napas berbau.

Terapi : Terapi lokal ditujukan pada hygiene mulut dengan berkumur atau obat isap. Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan jalan napas, serta kecurigaan neoplasma.

65 DAFTAR PUSTAKA

A, Adenan._. Kumpulan kuliah telinga. Bagian THT FK USU/RS Dr.Pirngadi. Medan.

A, Wright. 1997. Anatomy and ultrastructure of the human ear 6th Ed. Great Britain : Butterworth- Heinemann.

Bailey J. Byron, Coffey Amy, R. 1996. Atlas of Head & Neck Surgery-Otolaryngology.

Boeis, Higler, Priest. Fundamental of Otolaryngology, “ A textbook of Ear, Nose, and Throat Disease”, fourth Edition.

E, Hadjar. 1990. Gangguan keseimbangan dan kelumpuhan nervus fasial Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

GF, Moore, dkk. 1989. Anatomy and embryology of the ear Ed. Textbook of otolaryngology and head and neck surgery.New York : Elsevier Science Publishing.

I, Soetirto. 1990. Tuli akibat bising ( Noise induced hearing loss ) Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

JJ, Ballenger. 1994. Aplikasi Kilinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal Edisi ke-13. Jakarta : Binarupa Aksara.

SL, Liston,dan Duvall AJ. 1997. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Soetjipto, Damayanti dan Endang Mangunkusumo.1997. Hidung. Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

Soepardi, Arsyad, SpTHT. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Dalam dokumen Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9 (Halaman 56-65)

Dokumen terkait