• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.6 Fluor albus

Fluor albus merupakan keadaan yang paling sering terjadi dan merupakan keluhanan umum yang sering terjadi pada kalangan perempuan di Asia.(22) Fluor albus atau istilah medisnya dari keputihan adalah keluarnya cairan dari vagina dapat terjadi pada semua perempuan baik perempuan hamil atau perempuan tidak hamil. Keputihan pada banyak wanita menyebabkan berbagai macam masalah yaitu ketidaknyamanan, kecemasan sehingga dapat mempengaruhi kualitas kehidupannya.(9)

Beberapa keputihan ada yang termasuk normal atau fisiologis tergantung pada usia, pengguna kontrasepsi, siklus menstruasi, dan level estrogen.(9) Sebagian perempuan terganggu dengan keputihan yang tidak terlalu banyak sementara perempuan lainnya mengatakan bahwa keputihan yang banyak masih merupakan gejala normal.(22)

2.1.6.2 Epidemiologi

Fluor albus adalah salah satu dari berbagai macam gejala yang menandakan telah terjadinya infeksi pada organ reproduksi melalui vagina disebut sebagai fluor albus patologis. Data epidemiologi dari penelitian sebelumnya dikatakan bahwa prevalensi keputihan karena infeksi pada wanita hamil didapatkan sebanyak 50% kandidiasis, 23% trikomoniasis, 9% bakterial vaginosis, 7% gonorrhea, 9% klamidia, 7% sifilis. (23)

Umumnya fluor albus paling sering terjadi pada usia reproduktif. Pada wanita hamil fluor albus lebih sering terjadi daripada wanita tidak hamil. Penyebabnya karena terjadi peningkatan dari hormon kehamilan sehingga memicu kelembaban vagina. Selain itu terjadi perubahan ekosistem vagina yang disebabkan karena bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan laktobasilus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina. (24)

2.1.6.3 Etiologi

Fluor albus fisiologis

Penyebab Fluor albus fisiologis sering terjadi karena pengaruh perubahan hormonal terutama saat siklus menstruasi, stress emosional, status nutrisi, kehamilan, pengguna obat-obatan seperti pil kontrasepsi, dan rangsangan seksual.(25)

Penyebab fluor albus patologis dapat berupa infeksi, adanya benda asing maupun keganasan.(26)

Prilaku higienitas yang buruk dapat menyebabkan timbulnya fluor albus patologis. Hal ini disebabkan karena organ reproduksi sangat rentan untuk terkena infeksi apabila tidak dirawat kebersihannya. Higienitas diri adalah kebersihan dan kesehatan diri seseorang yang bergantung pada tingkah laku sehari-hari.(27) Beberapa contoh menjaga higienitas adalah ketika membersihkan vagina sebaiknya dari bagian depan ke belakang sehingga kuman tidak berpindah masuk ke vagina, memakai handuk kering atau tissu setelah buang air kecil atau besar.

2.1.6.4 Gejala Klinis

Fluor albus fisiologis

Fluor albus yang normal atau fisiologis biasanya cairan vaginanya berwarna bening, tidak mengeluarkan bau, jumlahnya tidak berlebihan, dan tidak menimbulkan suatu keluhan seperti gatal, nyeri, rasa panas dan sebagainya. Cairan vagina tersebut mengandung epitel vagina, cairan transudasi dari dinding vagina, mukus yang disekresi dari endoserviks serta mengandung berbagai mikroorganisme terutama Lactobacilus.(26)

Fluor albus patologis

Fluor albus patologis ditandai dengan adanya perubahan warna atau banyaknya sekret yang dikeluarkan. Tanda dan gejala lain dari fluor albus patologis yaitu adanya rasa gatal, kemerahan, nyeri, peningkatan sekret, menetap, adanya rasa terbakar selama berkemih, warna sekret bervariasi dapat putih seperti keju, abu-abu, kuning, hijau, terdapat bau amis dengan uji whiff test positif.(28)

Gambar 2.11 Alur Diagnosis Abnormal Vaginal Discharge sumber: British Infection Association, 2002

Kandidiasis vaginalis

Sebanyak 70%-90% kasus disebabkan oleh candida albicans. Sisanya disebabkan oleh spesies non albicans, yang tersering yaitu candida glabrata. (29) Di dalam tubuh manusia jamur candida dapat hidup sebagai saprofit tidak menimbulkan gejala ataupun kelainan. Akan tetapi ketika terdapat faktor-faktor predisposisi yang merubah lingkungan vagina, maka jamur candida menjadi patogen dan dapat menimbulkan penyakit kandidiasis.(5)

Kandidiasis biasanya terjadi pada wanita yang memiliki kadar estrogen meningkat. Oleh karena itu paling sering terjadi pada usia reproduktif dan selama kehamilan. Penggunaan obat-obat antibiotik dan kortikosteroid, immunokompromise, diabetes melitus, infeksi HIV merupakan faktor predisposisi.(30)

Sebanyak 75% wanita pernah mengalami kandidiasis vagina selama hidupnya. 10-20% tidak ada gejala dan kejadian meningkat sampai 40% pada kehamilan.(29) Selama periode kehamilan, terjadi peningkatan kadar estrogen. Estrogen yang cukup dapat mendukung pertumbuhan candida dengan mempertahankan pH agar tetap asam dan meningkatkan perlekatan jamur ke sel epitel vagina. Banyaknya kadar estrogen selama

kehamilan, dapat meningkatkan kadar glikogen di vagina yang merupakan sumber karbon untuk pertumbuhan candida. (2)

Gejala dari infeksi kandidiasis vagina meliputi: gatal disekitar vulva, terdapat nyeri di sekitar vulva, adanya keputihan berwarna putih susu tidak berbau, adanya superfisial dyspareunia. Adapun tanda yang terlihat berupa: vulva eritem, adanya lesi satelit di kulit sekitar vulva, adanya edema dan fissura pada vulva.(29)

Untuk menegakkan diagnosis digunakan pemeriksaan laboratorium dengan mengambil swab vagina atau swab serviks, kemudian diletakkan di objek glass dan diberikan KOH 10%. Hasil positif jika ditemukan hifa atau budding yeast. Pemeriksaan yang paling akurat dengan kultur di medium sabouraud dextrose agar.

2.1.6.5 Diagnosis

Anamnesis

Berisi identitas pasien termasuk usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, tempat tinggal, riwayat higienitas, jumlah, bau, warna fluor albus, pengguna obat antibiotik atau kortikosteroid, penyakit yang diderita, dan keluhan keluhan lainnya.

Pemeriksaan fisik

Inspeksi daerah vulva untuk melihat keputihan yang nyata, vulvitis, ulkus, lesi atau perubahan lainnya dan lakukan pemeriksaan spekulum untuk melihat dinding vagina, servix, warna, konsistensi dan banyaknya fluor albus.

Laboratorium

Dilakukan swab vagina untuk mengambil sekret dari fluor albus, kemudian tinjau berdasarkan warna, konsistensi, banyaknya, dan bau yang ditimbulkan pada saat pengambilan.

Whiff test dan pH test dapat digunakan sebagai nilai diagnostik pada pemeriksaan spekulum ketika fasilitas mikroskopis tidak tersedia. Whiff test positif apabila adanya bau amis ketika sekret vagina dicampur dengan KOH 10% pada glass objek.(28) pH test dapat diukur menggunakan kertas pH, sehingga dapat mengetahui kadar keasaman vagina.

Dokumen terkait