• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan gula darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40 minggu di RS Prikasih Pondok Labu periode Januari-April 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan gula darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40 minggu di RS Prikasih Pondok Labu periode Januari-April 2014"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

USIA 13-40 MINGGU DI RS PRIKASIH PONDOK

LABU PERIODE JANUARI-APRIL 2014

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

Nissa Rizkiani Basri

NIM: 1111103000005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hidayah, inayah serta berbagai kenikmatan yang tidak ternilai harganya berupa iman, islam dan kesehatan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “HUBUNGAN GULA DARAH SEWAKTU DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA WANITA HAMIL USIA 13-40 MINGGU DI RS PRIKASIH PERIODE JANUARI-APRIL 2014”

Penelitian ini dapat disusun berkat adanya kemauan dan bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Selain itu, skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran di Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis masih banyak mengalami kekurangan dan kesulitan, namun berkat bimbingan dari berbagai pihak maka penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah, DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan dan Wakil Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardiani, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter

3. dr. Taufik Zain Sp.OG K.onk selaku pembimbing pertama 4. dr. Nida Farida Sp.M selaku pembimbing kedua

5. Orang tua dan Saudara kandung (Dadang Basri SE MSi, Ir. Hj. Deniwati, MM, Sofia Nurfadilla Basri dan Alzena Araminta Basri)

6. dr. Byar M. Kes selaku Direktur RS Prikasih

(7)

vi

9. Milla, Sarah, dan Eka selaku bidan yang bertugas di Poli Kebidanan RS Prikasih yang membantu peneliti untuk mendapatkan sampel

10.Kak Bayu selaku kaka kelas jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

11.Dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

12.Rekan-rekan seperjuangan PSPD 2011 khususnya teman-teman kelompok skripsi bimbingan dr. Taufik (Rona, Bustomi, Silmi, Gulam, dan Maria) 13.Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi yang

tidak bisa saya sebutkan satu persatu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena faktor keterbatasan yang ada dalam diri penulis, oleh sebab itu penulis mohon saran dan kritik yang membangun dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan rekan-rekan pada khususnya. Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya kepada mereka.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Ciputat, 16 September 2014

(8)

vii

Nissa Rizkiani Basri. Program Studi Pendidikan Dokter. HUBUNGAN GULA DARAH SEWAKTU DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA WANITA HAMIL USIA 13-40 MINGGU DI RS PRIKASIH PERIODE JANUARI-APRIL 2014.2014.

Latar belakang. Berdasarkan struktur anatominya, wanita sangat rentan terjadi infeksi saluran reproduksi salah satunya dapat menimbulkan gejala keputihan atau fluor albus. Fluor albus dibagi menjadi fluor albus fisiologis dan patologis. Pada wanita hamil dikatakan lebih beresiko dan mudah terinfeksi dibandingkan wanita tidak hamil. Pada usia kehamilan 13-40 minggu terjadi perubahan hormonal yang pesat sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula darah. Gula darah yang meningkat dapat memicu pertumbuhan mikroorganisme patogen sehingga menyebabkan fluor albus patologis. Metode. Penelitian dilakukan menggunakan desain cross-sectional dari bulan Januari hingga April 2014 di poliklinik Kebidanan RS Prikasih Pondok Labu dan didapatkan 77 kasus fluor albus dengan usia kehamilan 13-40 minggu. Penarikan sampel kasus menggunakan metode nonprobability jenis consecutive sampling. Hasil. Dari 77 sampel penderita fluor albus, didapatkan 31 orang menderita fluor albus fisiologis dengan persentase 40,3% dan 46 orang fluor albus patologis dengan persentase 59,7%. Distribusi sampel dengan kadar gula darah sewaktu normal (tidak beresiko diabetes melitus gestasional) dan yang beresiko masing-masing sebanyak 72 orang dan 5 orang dengan persentase 93,5% dan 6,5%. Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan antara gula darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40 minggu di RS Prikasih Pondok Labu.

Kata kunci: Kadar gula darah, fluor albus, wanita hamil usia 13-40 minggu.

ABSTRACT

Nissa Rizkiani Basri. Medical Education Study Programme. CORRELATION OF BLOOD SUGAR LEVEL WITH FLUOR ALBUS INCIDENCE IN PREGNANT WOMEN WITH GESTATIONAL AGE BETWEEN 13-40 WEEKS AT PRIKASIH HOSPITAL IN PONDOK LABU FROM JANUARY UNTIL APRIL 2014.2014

(9)

viii

diabetes mellitus) and subjects considered to be at high risk of gestational diabetes mellitus are 72 (93,5%) and 5 (6,5%) respectively. Conclusion. There is no correlation between blood sugar level and fluor albus incidence in pregnant women with gestational age between 13-40 weeks at Prikasih Hospital in Pondok Labu.

(10)

ix 2.1.1 Perubahan Anatomi dan Fisiologi selama Kehamilan...

2.1.2 Fisiologi Kehamilan………..…

2.1.3 Efek Perubahan Hormon selama Kehamilan... 2.1.4 Gula Darah... 2.1.4.1 Proses Metabolisme Glukosa... 2.1.4.2 Pengertian Gula Darah... 2.1.4.3 Kriteria Diagnostik Gula Darah... 2.1.4.4 Kadar Gula Darah Tinggi ... 2.1.4.5 Kadar Gula Darah Rendah………...

2.1.5 Diabetes Melitus………....….

2.1.5.1 Pengertian Diabetes Melitus……… 2.1.5.2 Klasifikasi Diabetes Melitus……… 2.1.5.3 Gambaran Klinis Diabetes Melitus……….…….

(11)

x

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ... 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 3.3 Populasi dan Sampel... 3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi... 3.3.2 Menghitung Besar Sampel... 3.4 Teknik Sampling... 3.5 Identifikasi Variabel... 3.6 Alat dan Bahan .………...

3.7 Cara Kerja Penelitian………..……

3.8 Management Data………...

3.9 Etika...

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian... 4.1.1 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis secara umum……….. 4.1.2 Distribusi karakteristik fluor albus patologis secara umum……….…... 4.1.3 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis menurut usia ibu………….… 4.1.3.1 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari pendidikan 4.1.3.2 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari pekerjaan.. 4.1.3.3 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari usia

Kehamilan………..

4.1.4 Distribusi karakteristik fluor albus patologis menurut usia ibu…………... 4.1.4.1 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari

pendidikan………..

4.1.4.2 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari pekerjaan.. 4.1.4.3 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari usia

kehamilan……… 4.1.5 Distribusi fluor albus menurut Gula Darah Sewaktu dan Hubungan antara

Gula Darah Sewaktu dan Fluor albus………...

4.2 Pembahasan………..

4.2.1 Distribusi fluor albus menurut Gula Darah Sewaktu dan Hubungan antara Gula Darah Sewaktu dan Fluor albus………..…………. 4.2.2 Kajian Islam Mengenai Menjaga Higienitas………..………....

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

(12)

xi

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis secara umum ……...… 41 Tabel 4.2 Distribusi karakteristik fluor albus patologis secara umum……….… 42 Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu pada wanita

hamil usia 13-40 minggu……….……….….…….…. 48 Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan sekret vagina pada wanita hamil usia 13-

40 minggu dengan keluhan keputihan………….……… 48 Tabel 4.5 Hasil pemeriksaan gula darah sewaktu dengan kejadian

(13)

xii

Gambar 2.1 Anatomi Organ Reproduksi Wanita ………. 6

Gambar 2.2 Siklus Ovarium ……….……….11

Gambar 2.3 Tahap-tahap Fertilisasi Sampai Implantasi……….………..13

Gambar 2.4 Kadar hCG dan hCS Selama Kehamilan………13

Gambar 2.5 Kadar Glukosa Wanita Hamil dan Tidak Hamil………...14

Gambar 2.6 Kadar Estrogen dan Progesteron Plasma Selama Kehamilan...16

Gambar 2.7 Proses Anabolisme Glukosa………...18

Gambar 2.8 Proses Glukoneogenesis……….………..18

Gambar 2.9 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus………...20

Gambar 2.10 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus Gestasional………... 24

Gambar 2.11 Alur Diagnosis Abnormal Vaginal Discharge……………….. 28

Gambar 4.1 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis menurut usia ibu……43

Gambar 4.2 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari pendidikan……….………….…44

Gambar 4.3 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari pekerjaan……….………...44 Gambar 4.4 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari usia kehamilan……….….….... 45 Gambar 4.5 Distribusi karakteristik fluor albus patologis menurut usia ibu…...45

Gambar 4.6 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari pendidikan………. 46

Gambar 4.7 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari pekerjaan………...….... 46 Gambar 4.8 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari usia

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pengantar Permohonan ETHICAL CLEARENCE………61

Lampiran 2 Surat Perizinan dari RS Prikasih………62

Lampiran 3 Indikator Pelayanan RS Prikasih………63

Lampiran 4 Karakteristik Demografi……….…69

(15)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Di negara yang berkembang salah satunya negara Indonesia, penyakit akibat infeksi merupakan penyebab tersering. Pada wanita berdasarkan struktur anatominya, mudah terjadi infeksi pada saluran reproduksi, sehingga dapat menimbulkan gejala keputihan atau istilah medisnya yaitu fluor albus. Pada semua wanita pernah mengalami gejala fluor albus. Tiga per empat wanita di dunia mengalami keputihan setidaknya sekali seumur hidupnya.

Pada wanita hamil dikatakan lebih beresiko dan mudah terinfeksi dibandingkan wanita tidak hamil. (1) Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan di India pada tahun 2012, dikatakan bahwa insidensi kandidiasis vaginalis mengalami peningkatan pada wanita hamil sebesar 22,5% dibanding dengan wanita tidak hamil sebesar 16,66%. Dapat dikatakan bahwa semakin bertambahnya usia gestasi, maka semakin meningkatnya kejadian kandidiasis vaginalis. Prevalensi yang terlihat pada kejadian kandidiasis vaginalis untuk trimester pertama sebanyak 18,5%, trimester kedua sebanyak 33,3% dan yang paling tinggi sekitar 48,1% pada trimester ketiga. (2) Oleh karena itu semakin bertambahnya usia gestasi maka wanita hamil lebih sering mengalami gejala fluor albus patologis.

Pada penelitian sebelumnya pada tahun 2007 yang dilakukan di 8 kota di Indonesia yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Medan, Banjarmasin dan Makasar, dari 1000 sampel wanita hamil ditemukan 832 orang (82,3%) yang mengalami keputihan. (3)

(16)

yaitu estrogen dan progesteron, sedangkan penyebab fluor albus patologis biasanya karena adanya suatu infeksi.

Penyebab infeksi yang dapat menimbulkan gejala fluor albus patologis sangat beragam. Salah satu agen infeksius penyebab fluor albus patologis yang sering mengenai manusia adalah infeksi jamur. Beberapa tahun belakangan ini, insidensi penyakit infeksi akibat jamur meningkat. (4) Di dalam tubuh manusia jamur candida merupakan jamur yang bersifat oportunistik. Apabila terdapat faktor-faktor predisposisi yang dapat merubah lingkungan vagina, jamur candida berubah menjadi patogen dan menimbulkan penyakit kandidiasis. Jamur candida dapat hidup sebagai saprofit tanpa menimbulkan kelainan apapun di dalam tubuh manusia. Flora normal di vagina selain jamur candida, didapatkan juga bakteri doderlein lactobacillus. Keduanya berperan penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan di dalam vagina. (5)

Pemeriksaan gula darah sering digunakan untuk diagnosis suatu penyakit. Macam-macam pemeriksaan gula darah salah satunya adalah pemeriksaan gula darah sewaktu. Pemeriksaan ini sering dilakukan oleh pihak medis dan masyarakat karena sangat mudah dan sederhana untuk dilakukan. Menurut Depkes RI, dikatakan bahwa pemeriksaan glukosa darah sewaktu adalah pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut. Gula darah yang melebihi batas normal merupakan resiko seseorang menderita penyakit diabetes melitus.

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Klasifikasi berdasarkan etiologi dari diabetes melitus antara lain DM Tipe 1, DM Tipe 2, Tipe lain, dan Diabetes Melitus Gestasional. (6)

(17)

kehamilan usia trimester III. (7) Hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya resistensi insulin sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula darah. Keadaan ini dinamakan diabetes melitus gestasional. Oleh sebab itu, sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah wanita hamil usia 13-40 minggu.

Diabetes melitus gestasional adalah suatu keadaan dimana terjadi intoleransi glukosa, dimulai pada saat kehamilan atau baru ditemukan pada waktu hamil. Setelah ibu melahirkan, keadaan diabetes melitus gestasional akan kembali ke regulasi glukosa normal.(8) Prevalensi diabetes melitus gestasional sangatlah bevariasi antara 1-14%. Menurut American Diabetes Association (ADA) prevalensi diabetes melitus gestasional pada tahun 2000 sebesar 7% pada kehamilan setiap tahunnya.(7)

Mudah terkena infeksi merupakan salah satu tanda dan gejala pada pasien diabetes melitus atau gestasional dengan peningkatan kadar gula darah. Pada pasien diabetes gestasional dimana terjadi kadar gula darah yang tinggi lebih rentan mengalami infeksi dibanding dengan pasien yang tidak menderita diabetes melitus ataupun gestasional. Kandidiasis paling sering disebabkan oleh candida albicans dan berhubungan dengan kejadian diabetes melitus gestasional serta penggunaan antibiotik yang lama. (9)

(18)

1.2Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan gula darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40 minggu di RS Prikasih Pondok Labu?

1.3Hipotesis

Terdapat hubungan gula darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40 minggu di RS Prikasih Pondok Labu.

1.4Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya hubungan gula darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40 minggu di RS Prikasih Pondok Labu.

1.4.2 Tujuan Khusus

 Untuk mengetahui kadar gula darah sewaktu pada wanita hamil usia 13-40 minggu di RS Prikasih Pondok Labu.

 Untuk mengetahui distribusi frekuensi jenis fluor albus patologis dan fisiologis berdasarkan tanda klinis yang ditemukan.

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

 Penelitian ini dapat menjadi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan modul riset.

 Penelitian ini dapat dijadikan bahan pembelajaran dan pengembangan cara berfikir bagi peneliti untuk dapat melakukan penelitian berikutnya.

1.5.2 Bagi Masyarakat

(19)

 Bagi wanita hamil khususnya, penelitian ini mampu menjelaskan mengenai pentingnya menjaga pola makan dan kebiasaan serta pentingnya melakukan skrining pemeriksaan gula darah pada masa kehamilan.

 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan edukasi mengenai pencegahan fluor albus terutama fluor albus patologis serta tingginya kadar gula darah dengan menghindari faktor-faktor yang dapat meningkatkan resikonya.

1.5.3 Bagi Institusi

 Penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan untuk mengadakan dan mengembangkan penelitian ini lebih lanjut

(20)

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Landasan Teori

2.1.1 Perubahan Anatomi dan Fisiologi selama Kehamilan

Perubahan anatomi dan fisiologi pada wanita hamil sebagian besar sudah terjadi segera setelah fertilasi dan berlanjut terus selama kehamilan. Perubahan-perubahan ini merupakan bagian dari respon terhadap janin dan merupakan suatu reaksi kompensasi terhadap hadirnya janin yang berkembang di dalam rahim wanita hamil.

Gambar 2.1 Anatomi Organ Reproduksi Wanita Sumber: Gerard J. Tortora, 2009

(21)

janin. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar. Pada kehamilan fungsi utama organ ini sebagai tempat janin berkembang.(8) Letak uterus secara fisiologis yaitu antero-versi terhadap rektum dan antero-fleksi terhadap vesika urinaria, sehingga dengan semakin membesarnya ukuran uterus maka akan berdampak pada organ vesika urinaria dan rektum. (10)

Pada vagina akan terlihat berwarna keungu-unguan yang dikenal sebagai tanda Chadwick, hal ini disebabkan adanya peningkatan vaskularisasi dan terjadi hiperemis pada kulit serta otot-otot di vulva dan perineum. Selain itu juga, terjadi peningkatan sekresi vagina yang berasal dari hasil peningkatan produksi asam laktat glikogen yang dihasilkan oleh kerja dari lactobacillus acidophilus. Sekresi vagina akan berwarna putih, menebal dan ph sekitar 3,5-6.(8)

2.1.2 Fisiologi Kehamilan

Kehamilan dapat terjadi akibat proses fertilisasi yaitu penyatuan gamet pria dan wanita dalam keadaan normal terjadi di ampula pada fase ovulasi dalam siklus ovarium. Siklus ovarium terdiri dari 2 fase yaitu fase folikular dan fase luteal. Pada siklus ovarium akan menghasilkan telur matang yang siap untuk ovulasi, setelah itu folikel-folikel yang tertinggal di ovarium akan membentuk korpus luteum. Apabila terjadi pembuahan dan implantasi, maka korpus luteum terus tumbuh. Korpus luteum dapat meningkatkan hormon progesteron serta estrogen untuk mempertahankan kehamilan sampai plasenta yang terbentuk mengambil alih fungsi korpus luteum. (11)

(22)

lapisan sel granulosa berproliferasi membentuk beberapa lapisan mengelilingi oosit. Sel sel granulosa satu dengan lainnya dapat dipisahkan dan membungkus oosit dikenal sebagai zona pelusida. Ketika oosit mulai membesar dan sel granulosa berproliferasi, sel-sel jaringan ikat ovarium berdiferensiasi membentuk lapisan luar sel teka.(11)

Hormon LH (Luteinezing Hormone) yang dihasilkan di hipofisis anterior selama fase folikular, merangsang sel teka di folikel ovarium, akibatnya sel teka mengubah kolesterol menjadi androgen. Androgen akan berdifusi ke dalam sel granulosa sekitar yang memiliki enzim 5-alpha-reductase. FSH (Follicle Stimulating Hormone) akan merangsang sel granulosa di folikel ovarium, sehingga sel granulosa yang memiliki enzim 5-alpha-reductase mengubah androgen menjadi estrogen. Sebagian estrogen tetap berada di dalam folikel membantu pematangan oosit. Sebagian lainnya disekresikan ke dalam darah. Estrogen dan FSH merangsang sel granulosa untuk proliferasi. Apabila produksi estrogen telah mencukupi, hormon ini akan memberikan umpan balik negatif ke hipotalamus untuk menghambat sekresi GnRH sehingga produksi FSH dan LH dihambat. Estrogen juga menghambat secara langsung sel penghasil FSH di hipofisis anterior. Faktor lain yang menyebabkan turunnya FSH yaitu inhibin yang dihasilkan oleh sel-sel folikel. Inhibin menghambat sekresi FSH di hipofisis anterior. Dapat dikatakan bahwa pada fase folikular terjadi penurunan FSH ketika kadar estrogen meningkat. Akan tetapi pada fase folikular tidak didapatkan penurunan LH, karena tidak hanya estrogen saja yang dapat menginhibisi LH tetapi progesteron berperan penting dalam penurunan LH.(11)

(23)

pecah dan mengeluarkan oosit. Tepat sebelum fase ovulasi, estrogen mencapai titik maksimum dan merangsang hipotalamus dan hipofisis anterior untuk sekresi LH, sehingga pada fase ovulasi terjadi lonjakan LH (Luteinezing Hormone) yang mencapai puncaknya. Sekresi inhibin pada fase ovulasi menghambat sel penghasil FSH di hipotalamus anterior. Oleh karena itu pada fase ovulasi hanya LH yang meningkat pesat. Peningkatan estrogen sebelum fase ovulasi juga berperan dalam kontraksi miometrium dan tuba uterin sehingga mempermudah transport sperma menuju tempat pembuahan.(11)

Pecahnya folikel memulai terjadinya fase luteal. Folikel yang pecah membentuk korpus luteum. Korpus luteum mengeluarkan banyak progesteron dan sedikit estrogen ke dalam darah dibawah pengaruh LH (Luteinezing Hormone). Ketika kadar estrogen meningkat pada fase luteal, hormon ini dapat memberikan umpan balik positif ke hipotalamus dan hipofisis anterior sehingga dapat mensekresikan LH dan FSH, tetapi peranan hormon estrogen tidak berefek hal ini disebabkan adanya hormon progesteron yang mendominasi pada fase luteal. Ketika kadar progesteron meningkat, hormon tersebut memberikan umpan balik negatif ke hipotalamus dan hipofisis anterior untuk menurunkan sekresi FSH dan LH. Sehingga pada fase luteal terjadi penurunan FSH dan LH.(11)

(24)
(25)

Gambar 2.2 Siklus Ovarium Sumber: Sherwood, 2010

(26)

prostaglandin dari vesikula seminalis. Dengan adanya mekanisme tersebut, sperma tersebar luas ke kavum uterus. Adanya kontraksi dari otot polos tuba uterina, sperma dapat menuju ampula tempat pembuahan terjadi.(8)

Apabila ovum bertemu sperma di daerah tempat pembuahan, maka sperma dengan mekanisme khususnya harus melewati korona radiata (lapisan sel di luar ovum) dan zona pelusida (merupakan bentuk glikoprotein ekstraselular). Molekul komplemen khusus pada permukaan kepala spermatozoa mengikat ZP3 glikoprotein di zona pelusida. Pengikatan ini membuat akrosom dapat melepaskan enzim yang membantu spermatozoa menembus zona pelusida. Ketika spermatozoa berhasil menembus zona pelusida terjadi reaksi korteks ovum. Glikoprotein di zona pelusida membentuk suatu materi keras dan tidak dapat ditembus oleh spermatozoa. Dalam proses ini bertujuan mencegah ovum yang dibuahi lebih dari satu sperma.(8)

(27)

Gambar 2.3 Tahap-tahap Fertilisasi Sampai Implantasi Sumber: Sherwood, 2010

2.1.3 Efek Perubahan Hormon selama Kehamilan

Gambar 2.4 Kadar hCG dan hCS Selama Kehamilan Sumber: Benson and Pernoll’s, 2001

(28)

dari hormon hCG dapat mempertahankan korpus luteum agar tetap menghasilkan progesteron. Peningkatan hormon hCG berlangsung dari awal kehamilan sampai 11 minggu, setelah itu akan turun karena plasenta sudah mampu untuk mensintesis progesteron dalam mempertahankan janin. Fungsi lainnya dari hormon hCG yaitu maskulinisasi saluran reproduksi dengan merangsang prekursor sel Leydig di testis janin untuk mengeluarkan testosteron.(11)

Hormon hPL (Human Placental Lactogen) atau istilah lainnya hCS (Human Chorionic Somatomammotropin) merupakan hormon protein diproduksi oleh sinsitiotrofoblas. Kadar hormon hPL pada plasma maternal meningkat seiring dengan peningkatan berat badan janin dan berat plasenta. Peningkatan mulai tampak terlihat sejak usia 5 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke 35 atau 4 minggu terakhir kehamilan. Hormon hPL dapat dideteksi mulai hari ke-12 setelah fertilisasi dan dapat dideteksi di urin karena selama 24 jam kurang lebih 300 mikro gram hormon hPL diekskresikan melalui urin. Selain di urin, deteksi hormon hPL dapat di dalam cairan amnion dan sirkulasi janin.(8)

Selama kehamilan mudah terjadi peningkatan kadar gula darah. Hal ini berhubungan dengan berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap insulin. Menurunnya sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sebesar 80%. Hal ini karena adanya hormon hPL yang semakin meningkat sebagai hormon antagonis insulin.(13) Berikut grafik perbedaan kadar glukosa wanita hamil dengan wanita tidak hamil:

(29)

Hormon hPL juga berperan dalam proses lipolisis, yaitu penguraian trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Gliserol yang nantinya diubah menjadi gliseraldehid 3 fosfat. Ketika suplai ATP di dalam sel meningkat, gliseraldehid 3 fosfat diubah menjadi glukosa. Dari pernyataan diatas didapatkan bahwa kadar hormon hPL semakin meningkat seiiring bertambahnya usia kehamilan, sehingga dapat memicu kejadian diabetes melitus dan kehamilan ganda dengan ukuran plasenta yang besar. Sebaliknya kadar hormon hPL yang rendah ditemukan pada preeklampsia, neoplasma trofoblas, dan pertumbuhan janin terhambat.(8)

Hormon CRH (Corticotropin Releasing Hormone) mulai terlihat meningkat pada usia ke-20 minggu kehamilan dan terus semakin meningkat. Hormon CRH disekresikan oleh plasenta bagian janin ke dalam sirkulasi darah ibu dan janin. Hormon CRH berperan dalam pembentukan estrogen plasenta dan merangsang pematangan paru pada janin. Ketika hormon CRH dilepaskan, akan merangsang hipofisis anterior janin untuk mengeluarkan ACTH, selanjutnya merangsang korteks adrenal janin untuk mensekresikan kortisol dan DHEA. Kortisol merangsang paru janin untuk mengeluarkan surfaktan sehingga membantu pematangan paru.(11) Selain itu juga kortisol merangsang proses glukoneogenesis sehingga dapat meningkatkan gula darah.(14)

(30)

hormon progesteron. Kolesterol yang berasal dari plasenta akan menuju korteks adrenal janin kemudian diubah menjadi DHEA (Dehidroepiandrosteron). Hormon Estrogen dapat terbentuk apabila DHEA mencapai plasenta melalui pembuluh darah janin. Secara fisiologis, hormon estrogen akan menghasilkan sekret vagina yang banyak, encer dan jernih, dengan merangsang kelenjar serviks dan dinding rahim untuk mengeluarkan sekret.(11) Hormon Estrogen dapat meningkatkan kelembaban di vagina dan memicu pertumbuhan flora bakteri anaerob menggantikan Lactobacillus, sehingga terjadi perubahan lingkungan vagina. Lactobacillus hidup sebagai flora normal vagina dengan konsentrasi yang tinggi. Hormon progesteron menghasilkan sekret yang lebih kental, lengket dan keruh karena progesteron menyebabkan peningkatan dari kadar glikoprotein pada kelenjar serviks dan dinding rahim.(11) Peningkatan estrogen dan progesteron menyebabkan terganggunya metabolisme karbohidrat dan proses glikogenolisis, sehingga kadar glikogen pada epitel vagina meningkat dan menyebabkan ph vagina menjadi asam sehingga memicu mikroorganisme patogen yaitu jamur dapat tumbuh subur.(4) peningkatan kadar glikogen pada epitel vagina juga merupakan sumber karbon yang baik bagi pertumbuhan jamur.(2)

Gambar 2.6 Kadar Estrogen dan Progesteron Plasma Selama Kehamilan

(31)

2.1.4 Gula Darah

2.1.4.1. Proses metabolisme Glukosa

Apabila glukosa tidak diperlukan segera untuk produksi ATP, maka glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Glikogen merupakan polisakarida bentuk karbohidrat yang tersimpan di dalam tubuh. Hormon insulin yang berasal dari sel beta pankreas, merangsang hepatosit dan otot rangka melaksanakan proses glikogenesis yaitu sintesis glikogen. Tubuh manusia dapat menyimpan sekitar 500 gram glikogen, sekitar 75% pada serat otot rangka dan sisanya di sel hati. Selama glikogenesis, glukosa mengalami fosforilasi menjadi glukosa 6 fosfat oleh enzim heksokinase. Selanjutnya glukosa 6 fosfat mengalami konversi menjadi glukosa 1 fosfat. Glukosa 1 fosfat kemudian menjadi uridin difosfat dan akhirnya membentuk glikogen.(14)

(32)

Gambar 2.7 Proses Anabolisme Glukosa Sumber: Gerrard J. Tortora, 2009

Glukosa juga dapat terbentuk dari sumber yang bukan berasal dari karbohidrat, antara lain dapat dari gliserol yang merupakan bagian dari trigliserida, asam laktat, dan asam amino. Proses ini terjadi di sel hati (hepatosit) dan dinamakan glukoneogenesis. Gliserol dapat diubah menjadi gliseraldehid 3 fosfat lalu diubah lagi menjadi glukosa 6 fosfat sehingga dapat membentuk glukosa di hepatosit dan akhirnya dibawa ke sirkulasi darah. Glukoneogenesis dirangsang oleh kortisol yang merupakan hormon glukokortikoid utama dari korteks adrenal dan oleh glukagon dari sel alfa pankreas.(14)

(33)

2.1.4.2. Pengertian Gula Darah

Gula darah adalah hasil dari simpanan glikogen dalam hepatosit yang kemudian dipecah menjadi glukosa dibantu oleh berbagai macam enzim dan dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Gula darah dapat menghasilkan asam piruvat dan bisa digunakan sebagai energi untuk aktivitas sel.

Gula darah juga merupakan hasil dari proses pembentukan glukosa di sel hati yang bersumber dari bahan non karbohidrat seperti gliserol, asam laktat dan asam amino kemudian menuju ke sirkulasi darah.

2.1.4.3. Kriteria Diagnostik Gula Darah

Berdasarkan rekomendasi dari American Diabetes Association (ADA) yang mengalami perubahan pada tahun 1997, kadar maksimum gula darah puasa mengalami perubahan dari 140 mg/dL menjadi 126 mg/dL, meskipun gula darah 2 jam setelah pemberian 75 gram glukosa oral tetap tidak mengalami perubahan yaitu 200mg/dL.(15)

Diagnosis diabetes, setidaknya ada satu dari kriteria dibawah ini:

 Adanya gejala diabetes yaitu poliuri, polidipsi, berat badan turun tanpa sebab, dll) disertai konsentrasi glukosa plasma 11,1 mmol/L (200mg/dL) setiap 2 jam setelah diberikan tes toleransi glukosa oral (TTGO) sebanyak 75 gram anhydrous glucose in water

 Glukosa plasma puasa sebesar 7,0 mmol/L (126 mg/dL), dengan tidak adanya asupan kalori minimal 8 jam.(15)

(34)

WHO, idealnya pengukuran untuk melihat kadar gula darah digunakan kedua cara tersebut yaitu gula darah puasa dan gula darah 2 jam dengan TTGO. Tetapi menurut ADA untuk skrining seseorang terkena diabetes diutamakan dengan pengukuran gula darah puasa.(15)

Menurut NDDG (National Diabetes Data Group), diagnosis diabetes dapat dilihat dari tanda dan gejala seperti poliuri, polidipsi, ketonuria, berat badan yang menurun cepat, dan adanya peningkatan gula darah berdasarkan fasting plasma glucose (FPG) ≥140 mg/dL (7,8 mmol/L), atau venous plasma glucose ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) setiap 2 jam setelah diberikan 75gr oral glukosa atau secara acak (random) glukosa plasma sebesar ≥200 mg/dL. (16)

Sedangkan kriteria diagnosis Diabetes Melitus menurut PERKENI tahun 2011, tercantum dalam tabel sebagai berikut:

Gambar 2.9 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus Sumber: PERKENI, 2011

(35)

berulang-ulang dan membutuhkan persiapan khusus dalam pelaksanaannya sehingga sangat jarang dilakukan.(6)

2.1.4.4. Kadar Gula Darah Tinggi

Konsentrasi gula darah yang melebihi nilai normal disebut keadaan hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia menunjukkan seseorang tersebut menderita diabetes melitus. Seperti yang sudah dijabarkan diatas bahwa ketika seseorang didapatkan hasil gula darah puasa melebihi 126 mg/dL, atau didapatkan gula darah 2 jam setelah pemberian 75 gram glukosa oral 200 mg/dL atau lebih, dan dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu secara random didapatkan 200 mg/dL maka seseorang tersebut menderita diabetes melitus tetapi tidak terlepas dari gejala-gejala yang dialami.

2.1.4.5. Kadar Gula Darah Rendah

Penurunan kadar glukosa darah dibawah normal disebut sebagai keadaan hipoglikemia. Pada hipoglikemia didapatkan kadar glukosa darah antara 30-50 mg/dL (1,7 sampai 2,8 mmol/L). Glukosa berperan penting sebagai sumber energi. Karbohidrat yang berasal dari makanan merupakan sumber glukosa.(17)

Ketika kadar glukosa darah turun, glukagon yang dihasilkan dari pankreas merangsang hati memecah glikogen, sehingga dapat menghasilkan glukosa dan diedarkan ke pembuluh darah. Glukosa darah kembali ke level normal.(17)

2.1.5 Diabetes Melitus

2.1.5.1. Pengertian Diabetes Melitus

(36)

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.(6)

Menurut World Health Organization (WHO) dikatakan bahwa DM merupakan suatu kumpulan problem anatomi dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor yang mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif serta gangguan fungsi insulin.(18) Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan organ dalam jangka panjang, kegagalan atau disfungsi beberapa organ tubuh. Organ yang terkena terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.(19)

Diabetes melitus merupakan suatu sindrom bersifat kronik progresif dengan terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin sehingga menyebabkan hiperglikemia.

2.1.5.2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Ada 4 jenis diabetes menurut National Diabetes Data Group (NDDG) dan World Health Organization (WHO), yaitu:

1) Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)

(37)

2) Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)

Disebut sebagai Diabetes Melitus tipe 2. Umumnya bervariasi mulai yang dominan pada resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan karena adanya defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Kadar insulin dapat normal, meningkat, atau menurun. Paling banyak Kasus DM tipe 2 adalah hiperinsulinemia dan resistensi insulin. Onset dominan setelah usia 40 tahun tetapi dapat terjadi pada setiap usia. Sangat rawan pada 50% laki laki dan 70% perempuan yang mengalami obesitas.(16)

3) Gestational Diabetes Melitus (GDM)

Terjadi intoleransi glukosa yang muncul selama kehamilan. Pasien dengan diabetes melitus gestasional sebanyak 30% sampai 50% berkembang menjadi diabetes melitus biasanya jenis DM tipe 2.(15)

Komplikasi yang mungkin saja terjadi pada ibu yang mengalami diabetes melitus gestasional sangat bervariasi. Pada ibu akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia, seksio sesarea, dan terjadinya diabetes melitus tipe 2 di kemudian hari. Sedangkan pada janin dapat meningkatkan resiko makrosomia, trauma persalinan, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, hipokalsemia, polisitemia, hiperbilirubinemia neonatal, sindrom distress respirasi (SDR), serta meningktanya mortalitas atau kematian janin.(8)

(38)

Karakteristik diabetes melitus gestasional berhubungan dengan usia tua, obesitas, riwayat keluarga yang memiliki diabetes. Onset diabetes melitus gestasional biasanya pada trimester kedua atau ketiga.(15)

Pengukuran gula darah pada wanita hamil salah satunya pengukuran gula darah sewaktu (GDS). Pengukuran gula darah sewaktu dilakukan pada pembuluh darah kapiler. Apabila didapatkan hasil pemeriksaan gula darah sewaktu <125 mg/dL dikatakan negatif atau tidak beresiko diabetes melitus gestasional, sedangkan jika hasil pemeriksaan gula darah sewaktu >126 mg/dL dikatakan positif atau beresiko terkena diabetes mellitus gestasional.(21)

Berikut kriteria diagnosis diabetes melitus gestasional:

Gambar 2.10 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus Gestasional sumber: Maureen I, 2002

4) Diabetes sekunder untuk kondisi lainnya

Berhubungan dengan penyakit pankreas, gangguan hormonal, obat-obatan atau paparan kimia, reseptor insulin yang tidak normal dan penyakit genetik tertentu.(16)

2.1.5.3. Gambaran Klinis Diabetes Melitus

(39)

dan lebih khas pada diabetes melitus tipe 1. Gejala-gejala dari diabetes melitus tipe 1 antara lain yaitu poliuri, polidipsi, polifagia, penurunan berat badan, lelah, kram, konstipasi, penglihatan buram, dan kandidiasis.(15) Pasien yang terkena DM tipe 1 dalam jangka waktu lama rentan mengalami komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular seperti arteri koronari, penyakit jantung, penyakit pembuluh darah perifer.(15)

Gejala pada DM tipe 2 tidak berbeda dengan tipe lainnya. Onset munculnya yang dapat membedakan dengan DM tipe lainnya. Pada kebanyakan kasus dapat terdiagnosis DM tipe 2 biasanya setelah muncul komplikasi. Resiko dari DM tipe 2 adalah aterosklerosis yang secara umum berhubungan dengan hipertensi, hiperlipidimia, dan obesitas.(15) Banyak pasien dengan DM tipe 2 meninggal akibat komplikasi kardiovaskular dan gagal ginjal.(15)

Menurut PERKENI tahun 2011, seseorang yang mengalami DM memiliki keluhan klasik seperti: polifagia, poliuria, polidipsia, berat badan yang turun tanpa sebab. Selain keluhan klasik, terdapat juga keluhan lainnya dapat berupa: mata kabur, gatal, pruritus vulva pada wanita, disfungsi ereksi pada pria, badan lemah, dan kesemutan.(6)

2.1.6 Fluor albus

2.1.6.1 Pengertian

(40)

Beberapa keputihan ada yang termasuk normal atau fisiologis tergantung pada usia, pengguna kontrasepsi, siklus menstruasi, dan level estrogen.(9) Sebagian perempuan terganggu dengan keputihan yang tidak terlalu banyak sementara perempuan lainnya mengatakan bahwa keputihan yang banyak masih merupakan gejala normal.(22)

2.1.6.2 Epidemiologi

Fluor albus adalah salah satu dari berbagai macam gejala yang menandakan telah terjadinya infeksi pada organ reproduksi melalui vagina disebut sebagai fluor albus patologis. Data epidemiologi dari penelitian sebelumnya dikatakan bahwa prevalensi keputihan karena infeksi pada wanita hamil didapatkan sebanyak 50% kandidiasis, 23% trikomoniasis, 9% bakterial vaginosis, 7% gonorrhea, 9% klamidia, 7% sifilis. (23)

Umumnya fluor albus paling sering terjadi pada usia reproduktif. Pada wanita hamil fluor albus lebih sering terjadi daripada wanita tidak hamil. Penyebabnya karena terjadi peningkatan dari hormon kehamilan sehingga memicu kelembaban vagina. Selain itu terjadi perubahan ekosistem vagina yang disebabkan karena bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan laktobasilus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina. (24)

2.1.6.3 Etiologi

Fluor albus fisiologis

Penyebab Fluor albus fisiologis sering terjadi karena pengaruh perubahan hormonal terutama saat siklus menstruasi, stress emosional, status nutrisi, kehamilan, pengguna obat-obatan seperti pil kontrasepsi, dan rangsangan seksual.(25)

(41)

Penyebab fluor albus patologis dapat berupa infeksi, adanya benda asing maupun keganasan.(26)

Prilaku higienitas yang buruk dapat menyebabkan timbulnya fluor albus patologis. Hal ini disebabkan karena organ reproduksi sangat rentan untuk terkena infeksi apabila tidak dirawat kebersihannya. Higienitas diri adalah kebersihan dan kesehatan diri seseorang yang bergantung pada tingkah laku sehari-hari.(27) Beberapa contoh menjaga higienitas adalah ketika membersihkan vagina sebaiknya dari bagian depan ke belakang sehingga kuman tidak berpindah masuk ke vagina, memakai handuk kering atau tissu setelah buang air kecil atau besar.

2.1.6.4 Gejala Klinis

Fluor albus fisiologis

Fluor albus yang normal atau fisiologis biasanya cairan vaginanya berwarna bening, tidak mengeluarkan bau, jumlahnya tidak berlebihan, dan tidak menimbulkan suatu keluhan seperti gatal, nyeri, rasa panas dan sebagainya. Cairan vagina tersebut mengandung epitel vagina, cairan transudasi dari dinding vagina, mukus yang disekresi dari endoserviks serta mengandung berbagai mikroorganisme terutama Lactobacilus.(26)

Fluor albus patologis

(42)

Gambar 2.11 Alur Diagnosis Abnormal Vaginal Discharge sumber: British Infection Association, 2002

Kandidiasis vaginalis

Sebanyak 70%-90% kasus disebabkan oleh candida albicans. Sisanya disebabkan oleh spesies non albicans, yang tersering yaitu candida glabrata. (29) Di dalam tubuh manusia jamur candida dapat hidup sebagai saprofit tidak menimbulkan gejala ataupun kelainan. Akan tetapi ketika terdapat faktor-faktor predisposisi yang merubah lingkungan vagina, maka jamur candida menjadi patogen dan dapat menimbulkan penyakit kandidiasis.(5)

Kandidiasis biasanya terjadi pada wanita yang memiliki kadar estrogen meningkat. Oleh karena itu paling sering terjadi pada usia reproduktif dan selama kehamilan. Penggunaan obat-obat antibiotik dan kortikosteroid, immunokompromise, diabetes melitus, infeksi HIV merupakan faktor predisposisi.(30)

(43)

kehamilan, dapat meningkatkan kadar glikogen di vagina yang merupakan sumber karbon untuk pertumbuhan candida. (2)

Gejala dari infeksi kandidiasis vagina meliputi: gatal disekitar vulva, terdapat nyeri di sekitar vulva, adanya keputihan berwarna putih susu tidak berbau, adanya superfisial dyspareunia. Adapun tanda yang terlihat berupa: vulva eritem, adanya lesi satelit di kulit sekitar vulva, adanya edema dan fissura pada vulva.(29)

Untuk menegakkan diagnosis digunakan pemeriksaan laboratorium dengan mengambil swab vagina atau swab serviks, kemudian diletakkan di objek glass dan diberikan KOH 10%. Hasil positif jika ditemukan hifa atau budding yeast. Pemeriksaan yang paling akurat dengan kultur di medium sabouraud dextrose agar.

2.1.6.5 Diagnosis

Anamnesis

Berisi identitas pasien termasuk usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, tempat tinggal, riwayat higienitas, jumlah, bau, warna fluor albus, pengguna obat antibiotik atau kortikosteroid, penyakit yang diderita, dan keluhan keluhan lainnya.

Pemeriksaan fisik

Inspeksi daerah vulva untuk melihat keputihan yang nyata, vulvitis, ulkus, lesi atau perubahan lainnya dan lakukan pemeriksaan spekulum untuk melihat dinding vagina, servix, warna, konsistensi dan banyaknya fluor albus.

Laboratorium

(44)

Whiff test dan pH test dapat digunakan sebagai nilai diagnostik pada pemeriksaan spekulum ketika fasilitas mikroskopis tidak tersedia. Whiff test positif apabila adanya bau amis ketika sekret vagina dicampur dengan KOH 10% pada glass objek.(28) pH test dapat diukur menggunakan kertas pH, sehingga dapat mengetahui kadar keasaman vagina.

2.2 KERANGKA KONSEP

Keterangan:

DMG: Diabetes Melitus Gestasional

Variabel Independet

Gula Darah Sewaktu (tidak beresiko DMG atau beresiko DMG)

Variabel Dependent

(45)

2.3 KERANGKA TEORI

Wanita hamil usia 13-40 minggu

Hormon-hormon antagonis insulin Ketika suplai ATP di sel

meningkat

Menghasilkan sekret yang berlebih

Fluor albus Nutrisi yang baik bagi pertumbuhan jamur

(46)

2.4 DEFINISI OPERASIONAL

Variabel Pengukur Alat ukur Cara Pengukuran Skala Pengukuran Kadar gula

darah sewaktu (variable independent)

(47)

33

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional untuk mengetahui hubungan gula darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40 minggu di RS Prikasih Pondok Labu periode Januari-April 2014.

3.2Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu :

 Pengambilan sampel dilakukan mulai Januari 2014 sampai April 2014

 Pengambilan sampel dilakukan setiap minggu tepatnya hari senin jam 18.00-22.30, hari jumat jam 16.00-19.00 dan hari sabtu jam 10.00-21.00

Tempat Penelitian :

 Poliklinik Kebidanan RS Prikasih Pondok Labu

3.3Populasi dan Sampel

Populasi Target : Pasien ibu hamil usia 13-40 minggu dengan keluhan keputihan

(48)

3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

 Kriteria Inklusi : Ibu hamil usia tiga belas minggu sampai empat puluh minggu pasien poli kebidanan RS Prikasih Pondok Labu dengan keluhan keputihan dan telah setuju untuk diteliti.

 Kriteria Eksklusi : Ibu hamil usia tiga belas minggu sampai empat puluh minggu pasien poli kebidanan RS Prikasih Pondok Labu dan telah setuju untuk diteliti, namun karena satu dan hal lain tidak dapat diteliti lebih lanjut, seperti:

- Memiliki penyakit diabetes melitus

- Memiliki riwayat keluarga yang menderita diabetes melitus tipe 2

3.3.2 Menghitung Besar Sampel

Penelitian ini adalah analitik kategorik-kategorik tidak berpasangan, maka penentuan besar sampel menggunakan rumus:

N1 = N2 = ( √ √ )

Z = deviat baku alfa Z = devita baku beta

P2= proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya P1= proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgment peneliti

Q2= 1 - P2 Q1= 1 - P1

P1 - P2= selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna P= proporsi total = ( P1 + P2 )/2

(49)

 P2 didapatkan dari penelitian sebelumnya sebesar 17,6% yaitu 0,176

 Q2 = 1 – P2

Q2 = 1 – 0,176 = 0,824

 P1 = ( P1– P2 ) + P2 P1 = 0,2 + 0,176 = 0,376

 Q1 = 1 – P1

Q1 = 1 – 0,376 = 0,624

 P = P1 + P2/2

P = 0,376 + 0,176/2 = 0,276

 Q = 1 – P

Q = 1 – 0,276 = 0,724

 Z = 5% = 1,960

 Z

N1 = N2 = ( √ √ )

√ √

√ √

(50)

= 77,5

Dengan menggunakan rumus yang sudah dijabarkan diatas, maka besar sampel yang didapat sejumlah 77 orang

3.4Teknik Sampling

Pemilihan sampel dengan metode non probability sampling jenis consecutive sampling, yaitu semua subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.

3.5Identifikasi Variabel

 Variable bebas (independent) : Kadar gula darah sewaktu pada wanita hamil usia 13-40 minggu

 Variable terikat (dependent) : Kejadian fluor albus

3.6Alat dan Bahan Penelitian

 Alat:

Gluko test GlucoDr, lancet steril, test strips, kapas kering, kapas alkohol, sarung tangan, swab atau lidi kapas steril, kaca objek,

speculum grave, KOH 10%, tisu, masker, alat tulis, kamera  Bahan :

(51)

3.7Cara Kerja Penelitian

Pasien ibu hamil usia 13-40 minggu di Poli Kebidanan RS Prikasih yang memiliki keluhan keputihan

Dilakukan pengisian inform consent

Dilakukan wawancara untuk mendapatkan data demografi: identitas dan riwayat penyakit DM

Dilakukan pengambilan gula darah sewaktu dengan gluko test GlucoDr

GDS < 125 mg/dl (tidak beresiko DMG)

Pengujian swab vagina di objek glass dengan KOH 10% (whiff test)

Fluor albus patologis Fluor albus fisiologis

Analisis data Tinjau berdasarkan

warna

Bau amis (+) Bau amis (-) Selanjutnya dilakukan pengambilan sekret vagina

dengan cara swab vagina

GDS > 126 mg/dl (beresiko DMG)

(52)

 Pengambilan swab vagina

1) Pasien ditidurkan terlentang dengan kedua lutut ditekut (posisi lithotomi) 2) Vagina pasien dibuka dengan menggunakan speculum grave

3) Pada fornik anterior atau posterior dilakukan usap vagina dengan swab atau dua lidi kapas steril

4) Hasil swab vagina, diukur berdasarkan: - Warna sekret vagina

- Dioleskan pada glass object lalu diberikan KOH 10% dan dirasakan adanya bau spesifik (whiff test)

 Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu

1) Kadar gula darah pasien diperiksa dengan alat gluko test GlucoDr 2) Gluko test GlucoDr disesuaikan dengan kode test strips

3) Test strips dimasukkan ke alat gluko test GlucoDr sesuai dengan petunjuk lalu ditunggu keluar kode dan tanda tetes darah

4) Ujung jari diusap dengan kapas alcohol lalu ditusuk dengan lancet steril 5) Tetes darah pertama diusap dengan kapas kering

6) Tetes darah berikutnya dihisapkan ke ujung test strips

7) Hasil akan tertera dalam alat gluko test GlucoDr dalam waktu 7 detik

3.8Management Data

1. Identifikasi subjek

Subjek yang akan dijadikan sampel di identifikasi sesuai kebutuhan penelitian. Pada penelitian ini berdasarkan rumus besar sampel, akan digunakan 77 sebagai sampel baik kriteria inklusi dan eksklusi yaitu ibu hamil usia 13-40 minggu dengan keluhan keputihan dan telah setuju untuk diteliti serta tidak memiliki riwayat baik pasien dan keluarga diabetes melitus.

2. Inform Consent

(53)

3. Pengamatan pada Sampel

 Data penerimaan pasien di poli kebidanan RS Prikasih, Pondok Labu  Melakukan pengecekan data inform consent

 Melakukan pengamatan hasil wawancara untuk mendapatkan data identitas berupa usia ibu, usia kehamilan, status paritas, riwayat diabetes melitus sebelumnya, pekerjaan, pendidikan

 Melakukan pengecekan hasil pemeriksaan gula darah sewaktu dan swab vagina (warna, bau)

4. Analisis data setelah pengumpulan data selesai

Teknik pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Program for Social Science) for Windows versi 16,0. Data disajikan dalam bentuk narasi, teks, tabel dan grafik. Analisis data menggunakan Teknik Analisis Chi Kuadrat (Chi Square). Data didistribusikan dalam kelompok-kelompok yang telah ditentukan pada definisi operasional variabel penelitian. Kemudian dilakukan analisis univariat untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi frekuensi karakteristik responden. Selanjutnya dilakukan analisis bivariat untuk menilai hubungan dengan variabel dependent dan independent.

3.9 Etika

 Sebelum melakukan penelitian, sebaiknya peneliti meminta izin secara tertulis kepada subjek yang terkait dengan penelitian yang dibuat peneliti

 Peneliti akan menjelaskan mengenai tujuan penelitian kepada subjek dan hal apa saja yang akan dilakukan kepada subjek

(54)

 Subjek peneliti memiliki hak autonomy untuk menerima atau menolak diikutsertakan dalam penelitian

 Para subjek yang diteliti akan selalu dijaga kerahasiaannya mengenai hasil yang didapat

 Apabila suatu saat subjek menyatakan diri tidak dapat mengikuti lebih lanjut dalam penelitian ini, maka peneliti tidak akan

menuntut hal apapun dari subjek

(55)
(56)

41

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS Prikasih Pondok Labu terhitung dari bulan January sampai April 2014. Selama penelitian ini, didapatkan sebanyak 77 wanita hamil usia 13-40 minggu yang berkunjung ke Poli Kebidanan RS Prikasih dengan keluhan keputihan. Sehingga didapatkan sebanyak 77 sampel yang memenuhi kriteria baik inklusi atau eksklusi dan dilakukan pemeriksaan sekret vagina serta pengambilan gula darah sewaktu.

4.1.1 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis secara umum

Sebanyak 31 sampel wanita hamil yang mengalami fluor albus fisiologis, usia penderita terbanyak adalah antara 26-30 tahun sebanyak 35,5% dan usia kehamilan terbanyak pada trimester III sebanyak 61,3%. Tingkat pendidikan terbanyak masing-masing 48,4% yaitu tingkat pendidikan tinggi (diploma atau sarjana) dan menengah (SMP atau SMA) dan frekuensi fluor albus fisiologi terbanyak pada sampel yang tidak bekerja sebanyak 58,1%.

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis secara umum

Variabel Frekuensi Presentase (%)

Usia ibu Mean dan standart

(57)

36-40 5 16,1 % Sumber: Data primer tahun 2014

4.1.2 Distribusi karakteristik fluor albus patologis secara umum

Sebanyak 46 sampel wanita hamil yang mengalami fluor albus patologis, usia penderita terbanyak adalah antara 26-30 tahun sebanyak 45,7% dan usia kehamilan terbanyak pada trimester III sebanyak 71,7%. Tingkat pendidikan terbanyak yaitu pada tingkat pendidikan tinggi (diploma atau sarjana) sebanyak 60,9% dan frekuensi fluor albus patologis terbanyak pada sampel yang bekerja sebanyak 60,9%.

Tabel 4.2 Distribusi karakteristik fluor albus patologis secara umum

Variabel Frekuensi Presentase (%)

(58)

22,6%

4.1.3 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis menurut usia ibu

Usia penderita terbanyak yang mengalami fluor albus fisiologis adalah antara 26-30 tahun yaitu sebanyak 11 orang (35,5%) sedangkan paling sedikit pada usia >35 tahun sebanyak 5 orang (16,1%).

Gambar 4.1 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis menurut usia ibu

(59)

4.1.3.1 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari

pendidikan

Usia penderita terbanyak dari fluor albus fisiologis adalah antara 26-30 tahun sebanyak 11 orang (35,5%). Dari 11 orang, yang memiliki tingkat pendidikan menengah (SMA atau SMP) sebanyak 3 orang (27,2%) dan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi (diploma atau sarjana) sebanyak 8 orang (72,7%).

Gambar 4.2 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari pendidikan

4.1.3.2 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari

pekerjaan

Usia penderita terbanyak dari fluor albus fisiologis adalah antara 26-30 tahun sebanyak 11 orang (35,5%). Dari 11 orang, yang memiliki pekerjaan dan bekerja aktif sebanyak 6 orang (54,5%) dan yang tidak memiliki pekerjaan sebanyak 5 orang (45,4%).

(60)

4.1.3.3 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari usia

kehamilan

Usia penderita terbanyak dari fluor albus fisiologis adalah antara 26-30 tahun sebanyak 11 orang (35,5%). Dari 11 orang, sebanyak 4 orang (36,3%) termasuk ke dalam kategori trimester II dan sebanyak 7 orang (63,6%) termasuk ke dalam kategori trimester III.

Gambar 4.4 Distribusi fluor albus fisiologis menurut usia ibu ditinjau dari usia kehamilan

4.1.4 Distribusi karakteristik fluor albus patologis menurut usia

ibu

Usia penderita terbanyak yang mengalami fluor albus patologis adalah antara 26-30 tahun yaitu sebanyak 21 orang (45,7%) sedangkan paling sedikit terdapat pada usia >35 tahun sebanyak 4 orang (8,7%).

(61)

4.1.4.1 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari

pendidikan

Usia penderita terbanyak dari fluor albus patologis adalah antara 26-30 tahun sebanyak 21 orang (45,7%). Dari 21 orang, yang memiliki tingkat pendidikan menengah didapatkan sebanyak 8 orang (38%) dan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi sebanyak 13 orang (61,9%).

Gambar 4.6 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari pendidikan

4.1.4.2 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari

pekerjaan

Usia penderita terbanyak dari fluor albus fisiologis adalah antara 26-30 tahun sebanyak 21 orang (45,7%). Dari 21 orang, yang memiliki pekerjaan dan bekerja aktif didapatkan sebanyak 13 orang (61,9%) dan yang tidak memiliki pekerjaan sebanyak 8 orang (38%).

(62)

4.1.4.3 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari usia

kehamilan

Usia penderita terbanyak dari fluor albus patologis adalah antara 26-30 tahun sebanyak 21 orang (45,7%). Dari 21 orang, sebanyak 2 orang (9,5%) termasuk ke dalam kategori trimester II dan sebanyak 19 orang (90,4%) termasuk ke dalam kategori trimester III.

Gambar 4.8 Distribusi fluor albus patologis menurut usia ibu ditinjau dari usia kehamilan

4.1.5 Distribusi fluor albus menurut Gula Darah Sewaktu dan Hubungan

antara Gula Darah Sewaktu dan Fluor albus

Hasil penelitian yang dilaksanakan di RS Prikasih Pondok Labu pada bulan Januari sampai April 2014, didapatkan sebanyak 77 wanita hamil usia 13 sampai 40 minggu memiliki keluhan keputihan. Dari 77 wanita hamil tersebut, dijadikan sampel untuk mendapatkan kadar gula darah sewaktu dan sekret vagina sehingga akhirnya diperoleh sebanyak 77 data primer.

Sekret vagina yang didapat langsung diamati berdasarkan warna. Selanjutnya sekret vagina dioleskan di glass object untuk diuji apakah terdapat bau amis atau tidak dengan penetesan KOH 10% yang disebut dengan whiff test. Whiff test dikatakan positif jika menghasilkan bau amis, hal ini disebabkan karena adanya bahan volatile amines setelah diteteskan KOH 10%. Volatile amines tidak ditemui pada sekret vagina normal. Adanya volatile amines pada sekret vagina menandakan bahwa seseorang tersebut terkena bakterial vaginosis, serta adanya suatu

(63)

interaksi Gardnerella dan bakteri anaerob Mobiluncus.(31) Dari pemeriksaan ini, peneliti dapat mendiagnosis seseorang tersebut terkena fluor albus fisiologis atau patologis.

Hasil penelitian yang diperoleh disajikan dalam beberapa tabel berikut ini:

Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu pada wanita hamil usia 13-40 minggu.

Kadar gula darah sewaktu

Median (Q 25% - Q 75%) Jumlah

<125 mg/dl 93 (80-106) 72 orang (93,5%)

>126 mg/dl 5 orang (6,5%)

Total 77 orang (100,0%)

Sumber : Data primer tahun 2014

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pada wanita hamil usia 13-40 minggu yang kadar gula darah sewaktunya berada pada kisaran normal atau termasuk ke dalam kategori tidak beresiko diabetes melitus gestasional (<125 mg/dl) lebih banyak daripada yang kadar gula darah sewaktunya diatas kisaran normal atau termasuk ke dalam kategori beresiko diabetes melitus gestasional (>126 mg/dl), yaitu masing-masing 72 orang (93,5%) dan 5 orang (6,5%).

Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan sekret vagina pada wanita hamil usia 13- 40 minggu dengan keluhan keputihan

Sekret vagina Jumlah

Fluor albus fisiologis 31orang (40,3%) Fluor albus patologis 46 orang (59,7%)

Total 77 orang (100,0%)

(64)

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pada wanita hamil usia 13-40 minggu yang mengalami fluor albus patologis lebih banyak dibandingkan dengan fluor albus fisiologis, yaitu masing-masing 46 orang (59,7%) dan 31 orang (40,3%).

Tabel 4.5 Hasil pemeriksaan gula darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada sekret vagina wanita hamil usia 13-40 minggu

Sekret vagina Sumber : Data primer tahun 2014

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa pada wanita hamil usia 13-40 minggu yang mengalami fluor albus fisiologis, kadar gula darah sewaktunya lebih banyak berada dalam kisaran normal atau termasuk kategori tidak beresiko diabetes melitus gestasional daripada yang berada diatas kisaran normal atau beresiko diabetes melitus gestasional. Demikian pula sebaliknya, pada wanita hamil usia 13-40 minggu yang mengalami fluor albus patologis, kadar gula darah sewaktunya lebih banyak berada dalam kisaran normal atau termasuk kategori tidak beresiko diabetes melitus gestasional daripada yang berada diatas kisaran normal.

(65)

Hasil ini menunjukkan bahwa nilai p value lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan gula darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40 minggu di RS Prikasih Pondok Labu.

4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Distribusi fluor albus menurut Gula Darah Sewaktu dan Hubungan

antara Gula Darah Sewaktu dan Fluor albus

Hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan di RS Prikasih Pondok Labu dengan 77 sampel wanita hamil usia 13-40 minggu terdiri atas 31 orang yang mengalami fluor albus fisiologis dan 46 orang yang mengalami fluor albus patologis. Hal ini berarti bahwa dari 77 wanita hamil usia 13-40 minggu, yang mengalami fluor albus patologis lebih besar dibandingkan fluor albus fisiologis yakni (59,7%) dan (40,3%) (tabel 4.4).

(66)

Penelitian ini juga mendapatkan hasil bahwa kadar gula darah sewaktu pada wanita hamil usia 13-40 minggu yang berada dalam kisaran normal atau tidak beresiko diabetes melitus gestasional sebanyak 72 sampel dan kadar gula darah sewaktu yang berada diatas kisaran normal atau beresiko diabetes melitus gestasional sebanyak 5 sampel dari 77 sampel (tabel 4.3). Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa 28 orang yang mengalami fluor albus fisiologis dengan kadar gula darah sewaktu dalam kisaran normal dan 44 orang yang mengalami fluor albus patologis dengan kadar gula darah sewaktu dalam kisaran normal juga, serta didapatkan 3 orang yang mengalami fluor albus fisiologis dengan kadar gula darah sewaktu berada diatas kisaran normal dan 2 orang yang mengalami fluor albus patologis dengan kadar gula darah sewaktu diatas kisaran normal.

Setelah dilakukan analisis data dengan Uji Chi Kuadrat (Chi Square), dengan taraf signifikansi 0,05 sehingga didapatkan nilai p value sebesar 0,387 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara gula darah sewaktu dengan kejadian fluor albus pada wanita hamil usia 13-40 minggu di RS Prikasih Pondok Labu.

(67)

dengan penelitian sebelumnya ini berbeda, hal ini dikarenakan sampel yang diambil peneliti adalah wanita hamil usia 13-40 minggu yang memiliki banyak faktor perancu sehingga menyebabkan kejadian fluor albus baik fisiologis ataupun patologis.

Secara teori, pada wanita hamil terutama mulai dari trimester dua terjadi peningkatan hormon-hormon kehamilan. Hormon hPL (Human Placental Lactogen) mulai meningkat pada usia 5 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke 35 atau 4 minggu terakhir kehamilan. Seiring dengan bertambahnya usia kehamilan serta meningkatnya berat badan janin dan plasenta, kadar hPL dalam plasma maternal semakin meningkat. Hormon hPL berperan dalam proses lipolisis,(8) yaitu penguraian trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Gliserol kemudian diubah menjadi gliseraldehid 3 fosfat. Pada saat sel membutuhkan banyak ATP, gliseraldehid 3 fosfat dipecah menjadi glukosa yang kemudian akan dibawa ke dalam sel - sel organ tubuh. Disamping itu juga sifat dari hormon hPL yaitu sebagai hormon antagonis insulin, maka dapat menyebabkan penuruan sensitivitas jaringan terhadap insulin sebesar 80%, sehingga wanita hamil usia trimester dua keatas cenderung mengalami peningkatan kadar gula darah.(13)

(68)

peningkatan kadar gula darah pada wanita hamil mulai dari usia trimester dua.

Gula darah yang meningkat merupakan nutrisi yang baik bagi mikroorganisme patogen terutama adalah jamur.(4) Dengan meningkatnya gula darah maka semakin meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme patogen di vagina sehingga menyebabkan fluor albus patologis. Dari teori yang sudah dijabarkan diatas, hal-hal tersebut yang melatarbelakangi adanya hubungan dalam penelitian ini.

Pada penelitian ini didapatkan hasil sebanyak 77 sampel wanita hamil usia 13-40 minggu yang berkunjung ke poli kebidanan RS Prikasih Pondok Labu dengan keluhan keputihan, didapatkan sebanyak 28 sampel yang mengalami fluor albus fisiologis dengan kadar gula darah sewaktu dalam kisaran normal dan sebanyak 44 sampel yang mengalami fluor albus patologis dengan kadar gula darah sewaktu juga dalam kisaran normal.

(69)

Lingkungan vagina menjadi berubah salah satunya ph menjadi terganggu sehingga pertumbuhan mikroorganisme patogen semakin meningkat. Tubuh melakukan mekanisme pertahanan dengan memfagositosis mikroorganisme patogen dan menghasilkan sekret yang berlebih, sehingga seseorang tersebut mengalami fluor albus patologis. Terbukti pada penelitian ini didapatkan usia kehamilan terbanyak yang terkena fluor albus patologis di RS Prikasih adalah pada trimester ketiga yaitu sebesar 71,7%. Hal ini didukung pada penelitian sebelumnya di RSUD Arifin Achmad Pekan Baru tahun 2012 didapatkan persentasi fluor albus patologis berupa Bacterial Vaginosis paling banyak pada usia kehamilan 28-40 minggu sebanyak 64,7%.(32)

Faktor lainnya yang mempengaruhi terjadinya fluor albus patologis adalah usia ibu. Hal ini kemungkinan karena aktifitas seksual akan banyak didapatkan pada usia reproduksi yang sehat yaitu 20-34 tahun. Seperti pada penelitian di RSUD Arifin Achmad Pekan Baru tahun 2012 didapatkan presentasi fluor albus patologis berupa Bakterial Vaginosis pada wanita hamil paling banyak adalah pada usia 20-34 sebanyak 82,4% dan usia penderita fluor albus patologis terbanyak di RSU Dr. Kariadi Semarang tahun 2004 adalah pada usia 30-34 tahun sebanyak 19,2%.(26) Hal ini terbukti pada hasil penelitian di RS Prikasih didapatkan frekuensi fluor albus patologis terbanyak adalah pada usia 26-30 tahun sebanyak 45,7%.

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik fluor albus fisiologis secara umum ……...…  41
Gambar 2.1 Anatomi Organ Reproduksi Wanita
Gambar 2.2 Siklus Ovarium
Gambar 2.3 Tahap-tahap Fertilisasi Sampai Implantasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Guna menghindari kesalahan penafsiran dan meluasnya pembahasan mengenai karya tugas akhir yang bertema “Busana Karakter Pocahontas” maka di sini akan dibahas mengenai

Konsumsi pakan yang mengandung bungkil biji jarak fermentasi secara biologis jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi pakan kontrol maupun dengan pakan yang mengandung

How is the badness of capital punishment in King’s The Green Mile contextualized with the situation and condition of America during the Depression Era and with the world in

Setelah mengadakan observasi mahasiswa dapat belajar banyak dari proses pembelajaran yang sesungguhnya di MAN Yogyakarta II. Setelah itu mahasiswa mengikuti

Dari hasil pengujian pada analsisis jalur menunjukkan bahwa adanya pengaruh secara signifikan antara beauty vlogger (X) terhadap minat beli (Z) melalui brand image (Y)

jumlah; b) Excludable consumption, yaitu konsumsi suatu barang dapat dibatasi hanya pada mereka yang memenuhi persyaratan tertentu (biasanya harga); c) Rivalrous

2017 İlkokul Sosyal Bilgiler Dersi Öğretim Programı hedeflerine ilişkin öğretmen görüşleri, Tablo 1'deki verilere bağlı olarak değerlendirildiğinde;

Hasil sampling yang dilakukan selama bulan Juli sampai dengan Desember 2016 didapatkan rasio kelamin udang P.indicus jantan dan betina di sebelah utara Brebes yaitu 1:4,4,