1. Risiko tinggi penyebaran infeksi ulang a. Prevensi Primer
1) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, seperti perbaikan kondisi rumah yang pengab, lantai yang berdebu, pengadaan ventilasi.
2) Penjelasan tentang cara-cara penularan Tuberkulosis Paru pada anggota keluarga yang lain
3) Pendidikan kesehatan tentang personal hygiene seperti menutup mulut saat batuk, tidak meludah di sembarang tempat, mencuci tangan sebelum makan.
b. Prevensi Sekunder
1) Pemeriksaan sputum ulang penderita BTA (+)
2) Meningkatkan keteraturan minum obat terhadap penderita agar tidak terjadi putus obat, dan keluarga sebagai pengawas minum obat
3) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus Tuberkulosis Paru sesuai paduan OAT Depkes RI tahun 2001. c. Prevensi Tersier
1) Perhatikan dan intensifikasi pengobatan lanjutan agar terarah dan tidak terjadi penyebaran infeksi
2) Rujukan pada pelayanan kesehatan apabila sudah dilakukan pengobatan dan penderita masih sakit diharapkan keluarga membawa ke Rumah Sakit atau BP4.
3) Menyadarkan masyarakat untuk menerima penderita Tuberkulosis Paru dengan dukungan moral dan tidak mengasingkannya.
2. Pembersihan jalan nafas tidak efektif a. Prevensi Primer
1) Mengidentifikasi tanda dan gejala Tuberkulosis pada penderita tersangka seperti batuk-batuk dan sesak
2) Memperbaiki lingkungan rumah yang kotor, pengab, dan berdebu. b. Prevensi Sekunder
1) Mengkaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan irama, dan kedalaman
2) Ajarkan penderita untuk batuk efektif dan nafas dalam 3) Memberikan penderita untuk minum sedikit 2500 ml/hari
4) Berikan uap air panas atau inhalasi uap dan minyak cucalyptus/vicks vaporub.
5) Berikan obat-obatan tradisional untuk mengencerkan secret misalnya jahe, kencur, bawang putih.
c. Prevensi Tersier
1) Peningkatan peran serta keluarga dalam prevensi sekunder dan memberi dukungan moral pada penderita
2) Rujukan ke pelayanan kesehatan jika keluhan semakin memberat 3. Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas
a. Prevensi Primer
1) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang pentingnya perilaku hidup sehat seperti tidak merokok, menghindari alkohol agar tidak terjadi sesak pada penderita tersebut
2) Perbaikan/modifikasi lingkungan seperti lantai rumah yang berdebu, ventilasi udara yang kurang/rumah yang pengab dan kotor
3) Jelaskan tentang komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita jika kondisi bertambah parah.
b. Prevensi Sekunder
1) Kaji sesak nafas dan adanya peningkatan supaya pernafasan 2) Anjurkan penderita untuk tirah baring dan membatasi aktivitas 3) Libatkan keluarga untuk membantu perawatan diri sesuai
keperluan c. Prevensi Tersier
1) Rujuk penderita untuk melakukan pemeriksaan laboratorium GDA dan pemberian terapi oksigen jika diperlukan di rumah sakit. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a. Prevensi Primer
1) Memberikan penyuluhan tentang pentingnya gizi dan asupan nutrisi bagi penderita Tuberkulosis Paru
2) Ajarkan keluarga menyusun menu seimbang untuk penderita terutama diet TKTP seperti nasi, sayuran hijau, telur, buah-buahan, ikan laut.
b. Prevensi Sekunder
1) Kaji masukan/pengeluaran dan berat badan penderita secara periodik
2) Anjurkan penderita untuk makan sedikit tapi sering bila terjadi anoreksia, mual/muntah
3) Dorong anggota keluarga untuk memberikan makanan/diet bagi penderita Tuberkulosis Paru yaitu tinggi protein dan karbohidrat. c. Prevensi Tersier
1) Berikan antipiretik yang tepat, misalnya Panadol (Paracetamol) atau kompres denan daun dadap serep
2) Rujuk untuk pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, protein serum dan albumin.
5. Kurang pengetahuan tentang aturan tindakan dan pencegahan Tuberkulosis Paru
a. Prevensi Primer
1) Penyuluhan dan pemberian informasi tentang pengertian, gejala-gejala, tindakan, dan pencegahan yang perlu diketahui dan dilakukan secara mandiri oleh anggota keluarga penderita Tuberkulosis Paru
2) Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan tenaga medis
3) Jelaskan tentang jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan Tuberkulosis Paru.
b. Prevensi Sekunder
1) Anjurkan keluarga untuk selalu terlibat dalam perawatan secara mandiri pada penderita, terutama sebagai pengawas minum obat agar penderita tidak putus obat
2) Anjurkan penderita untuk teratur berobat dan meminum obat yang diberikan agar mempercepat penyembuhan
3) Jelaskan tentang efek samping obat yang diminum seperti Rikampicine yang menimbulkan gatal-gatal, kemerahan pada kulit, tidak nafsu makan, mual, warna kemerahan pada urine. 4) Jelaskan tentang lamanya pengobatan agar penderita tidak merasa
cemas
5) Anjurkan untuk tidak merokok dan meminum alkohol. c. Prevensi Tersier
1) Tingkatkan pengetahuan masyarakat tentang penularan, pencegahan dan keteraturan minum obat pada Tuberkulosis Paru 2) Jika terjadi efek samping obat, usahakan ganti dengan obat lain
yang tidak menimbulkan efek samping contohnya efek samping streptomycin yang menimbulkan gangguan keseimbangan dapat diganti dengan Ethambutol
3) Jika efek samping bertambah berat, berikan kartikosteroid (Prednison), infus di UPK perawatan terdekat atau rujuk ke rumah sakit.
6. Intolerasi aktivitas a. Prevensi Primer
1) Penyuluhan kepada masyarakat tentang kelemahan, kelelahan dan nafas pendek pada Tuberkulosis Paru dan jenis-jenis pekerjaan
yang menyebabkan Tuberkulosis Paru seperti kuli bangunan, pegawai pabrik garment
b. Prevensi Sekunder
1) Anjurkan penderita untuk membatasi aktivitas yang berat dan menguras energi, seperti kuli bangunan, buruh pabrik dan pekerjaan naik turun tangga.
2) Anjurkan penderita untuk tirah baring
3) Libatkan keluarga untuk membantu dalam perawatan diri penderita, seperti mengambil obat mengambil makan dan personal hygiene.
c. Prevensi Tersier
1) Penyempurnaan dan intesifikasi pengobatan lanjutan agar terarah dan tidak menimbulkan komplikasi
2) Bila terjadi kelemahan, berikan asupan vitamin B6. 7. Gangguan pola tidur
a. Prevensi primer
Jelaskan pada masyarakat untuk pola istirahat dan tidur yang baik bagi penderita Tuberkulosis Paru dan gangguan tidur di malam hari yang sering dialami penderita
b. Prevensi Sekunder
1) Anjurkan pada penderita untuk banyak istirahat dan tidak terlalu lelah, tidur terlalu larut dan sering begadang di malam hari
3) Anjurkan teknik masase, distraksi sebelum tidur (pijat pada punggung)
4) Usahakan tempat tidur yang nyaman, bersih, tidak tidur di lantai dan dipisahkan dari anggota keluarga lain.
c. Prevensi Tersier
1) Menjelaskan kepada masyarakat tentang pentingnya kebersihan dan modifikasi lingkungan rumah agar nyaman untuk beristirahat terutama tidur.
Konsep Tumbuh Kembang
1. 0-12 bulan
a. Masing-masing tahap terdiri dari dua komponen, yang diharapkan dan yang tidak diharapkan. Perkembangan fase selanjutnya tergantung penyelesaian masalah pada tahap sebelumnya.
1) Trust Vs mistrust/percaya Vs tidak percaya (0-1 tahun)
2) Otonomi Vs malu dan ragu (1-3 tahun)
3) Inisiatif Vs rasa bersalah (3-6 tahun)
4) Industri Vs inforloritas (6 - 12 tahun)
5) Identitas Vs disfungsi peran (12 - 18 tahun).
(Erick Erikson, 1963)
b. Pertumbuhan
Usia 4 - 5 bulan berat badan 2 x BBL (Berat Badan Lahir). Usia 10-12 bulan berat badan 3 x BBL (Berat Badan I.ahir). Panjang badan
lahir kurang lebih 50 cm, pada usia 12 bulan mencapai kurang lebih 75 cm. Lingkar kepala meningkat 1,25 cm per bulan. Pada usia 4-5 bulan belum ada koordinasi menelan saliva sehingga mengalami ngeces, gigi mulai tumbuh 6-7 bulan.
c. Perkembangan
1) Motorik :
Usia 2-3 bulan : Tengkurap, mengangkat kepala, dada ditahan dengan tangan, memasukkan tangan ke mulut.
Usia 4-5 bulan : Dapat duduk dengan kepala tegak, berguling dari terlentang ke tengkurap atau meraih benda dan tangan. Usia 6-7 bulan : memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lain, senang memasukkan kaki ke mulut.
Usia 8-9 bulan : Sudah bisa duduk sendiri, koordinasi tangan ke mulut lebih sering, belajar merangkak, mengambil dengan jari-jari.
Usia 10-12 bulan : Belajar berjalan dengan bantuan, bisa main cilukba.
2) Sensorik :
Usia 2-3 bulan : Bisa mengikuti sinar ke tepi, mendengarkan suara.
Usia 4-5 bulan : Sudah mengenal orang, akomodasi mata (+). Usia 6-7 bulan : Stranger anxiety (cemas dengan hal yang
baru).
Usia 8-9 bulan : Tertarik dengan benda-benda kecil. Usia 10-12 bulan : Sudah bisa memberikan bentuk.
d. Konsep hospitalisasi
1) Bila bayi berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan pembinaan kasih sayangnya dapat terganggu.
2) Pada usia bayi 6 bulan sulit untuk memahami secara maksimal reaksi bayi bila dirawat, karena belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya. Sedangkan bayi diatas 6 bulan banyak menunjukkan perubahan.
3) Pada bayi usia 8 bulan lebih mengenal ibunya sehingga akan terjadi stranger anxiety, sehingga bayi akan menolak orang baru yang belum dikenal.
4) Kecemasan ini dimanifestasikan dengan menangis, marah atau pergerakan yang berlebihan dan bayi merasa memiliki ibunya sehingga jika berpisah dengan ibunya akan terjadi sparation anxiety.
5) Respon bayi terhadap rasa nyeri dapat dilihat melalui ekspresi wajah yang tidak menyenangkan, pergerakan tubuh seperti menggeliat, tersentak atau menangis kuat.