• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR. menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium. tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR. menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium. tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001)."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KONSEP DASAR

A. Konsep Tuberkulosis 1. Pengertian

Tuberkulosis pulmoner adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001).

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah (Price & Wilson, 1994).

Klasifikasi tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis dan mikrobiologis :

a. Tuberkulosis paru b. Bekas tuberculosis paru

c. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :

1) TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain positif)

2) TB paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain meragukan)

(2)

2. Anatomi dan Fisiologi

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga hidung). Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan eshopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang laring (laring-faringeal).

Laring (tenggorok) terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebrata servikalis dan masuk ke dalam trachea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran.

Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronchus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak tetap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

(3)

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebra torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronchus-bronchus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronchus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus bawah. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus. Yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronchiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Saluran-saluran udara ke bawah sampai tingkat bronchibiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronchiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, assinus atau

(4)

kadang disebut lobulus primer memiliki tangan kira-kira 0,5-1,0 cm. terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.

Proses fisiologi pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dan otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) antara darah sistemik dan sel-sel jaringan. (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan

(5)

distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah respimi atau respirasi interna menipakkan stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk mendapatkan energi, dan karbondioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru. (4) Transportasi, yaitu tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.

Secara garis besar bahwa paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer ke darah vena dan mengeluarkan gas karbondioksida dari alveoli ke udara atmosfer

b. Menyaring bahan beracun dari sirkulasi c. Reservoir darah

(6)

3. Etiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). (Suyono, et. al, 2001).

4. Patofisiologi

Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri, basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan pembuluh darah ke area paru lain dan bagian tubuh lainnya.

Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia.

Massa jaringan paru / granuloma (gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif. Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, memebentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat sistem imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon

(7)

memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak mengakibatkan bronkopneumonia lebih lanjut (Smeltzer & Bare, 2001).

5. Manifestasi Klinik

Gambaran klinis tuberculosis mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif. Bila timbul infeksi aktif klien biasanya memperlihatkan gejala : batuk purulen produktif disertai nyeri dada, demam (biasanya pagi hari), malaise, keringat malam, gejala flu, batuk darah, kelelahan, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan (Corwin, 2001).

6. Penatalaksanaan a. Pengobatan

Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi cepat M. tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi.

Jenis dan dosis OAT : 1) Isoniazid (H)

Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai

(8)

ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.

2) Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten). Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.

3) Pirazinamid (P)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia.

4) Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.

5) Ethambutol (E)

Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun optic neuritis.

(9)

b. Pembedahan

Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.

c. Pencegahan

Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis, mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.

7. Prioritas Keperawatan TB Paru

Mempertahankan oksigenasi adekuat, mencegah penyebaran infeksi, mendukung perilaku mempertahankan kesehatan, meningkatkan strategi koping efektif, memberi informasi tentang proses penyakit / prognosis dan kebutuhan pengobatan.

8. Komplikasi

Penderita TB paru antara lain:

a. Pendarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

(10)

b. Penyebaran infeksi ke organ lain

Misalnya : otak, jantung persendian, ginjal aslinya. 9. Fokus Pengkajian Keperawatan

Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:

a. Aktivitas/istirahat: Gejala:

1) Kelelahan umum dan kelemahan 2) Dispnea saat kerja maupun istirahat

3) Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat

4) Mimpi buruk Tanda:

1) Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja 2) Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut) b. Sirkulasi

Gejala: 1) Palpitasi Tanda:

1) Takikardia, disritmia

2) Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)

3) Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal

(11)

4) Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara dalam mediatinum)

5) TD: hipertensi / hipotensi 6) Distensi vena jugularis c. Integritas ego:

Gejala:

1) Gejala-gejala stres yang berhubungan lamanya perjalanan penyakit, masalah keuangan, perasaan tidak berdaya/putus asa, menurunnya produktivitas.

Tanda:

1) Menyangkal (khususnya pada tahap dini) 2) Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel.

3) Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut) d. Makanan dan cairan:

Gejala:

1) Kehilangan napsu makan 2) Penurunan berat badan Tanda:

1) Turgor kulit buruk, kering, bersisik

2) Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan e. Nyeri dan Kenyamanan:

Gejala:

(12)

2) Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin menyebar ke bahu, leher atau abdomen.

Tanda:

1) Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah. f. Pernapasan:

Gejala:

1) Batuk (produktif atau tidak produktif) 2) Napas pendek

3) Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi Tanda:

1) Peningkatan frekuensi pernapasan

2) Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat 3) Pengembangan dada tidak simetris

4) Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax perkusi hiperresonan di atas area yang telibat.

5) Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral 6) Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi

7) Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (crackels posttussive)

8) Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak darah

(13)

g. Keamanan: Gejala:

1) Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi sekunder.

Tanda:

1) Demam ringan atau demam akut. h. Interaksi Sosial:

Gejala:

1) Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular

2) Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

i. Penyuluhan/pembelajaran: Gejala:

1) Riwayat keluarga TB

2) Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk 3) Gagal untuk membaik/kambuhnya TB

(14)

Tes Diagnostik

Tes diagnostik yang dilakukan diuraikan pada tabel berikut: Jenis Pemeriksaan Interpretasi Hasil Sputum:

-Kultur

-Ziehl-Neelsen

Tes Kulit (PPD, Mantoux, Vollmer)

Foto thorax

Histologi atau kultur jaringan (termasuk bilasan lambung, urine, cairan serebrospinal, biopsi kulit)

Mycobacterium tuberculosis positif pada tahap aktif, penting untuk menetapkan diagnosa pasti dan melakukan uji kepekaan terhadap obat.

BTA positif

Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak berarti untuk menunjukkan keaktifan penyakit.

Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru, simpanan kalsium lesi sembuh primer, efusi cairan, akumulasi udara, area cavitas, area fibrosa dan penyimpangan struktur mediastinal.

Hasil positif dapat menunjukkan serangan ekstrapulmonal

(15)

Biopsi jarum pada jaringan paru Darah: -LED -Limfosit -Elektrolit

-Analisa Gas Darah

Tes faal paru

Positif untuk gralunoma TB, adanya giant cell menunjukkan nekrosis.

Indikator stabilitas biologik penderita, respon terhadap pengobatan dan predeksi tingkat penyembuhan. Sering meningkat pada proses aktif.

Menggambarakan status imunitas penderita (normal atau supresi)

Hiponatremia dapat terjadi akibat retensi cairan pada TB paru kronis luas.

Hasil bervariasi tergantung lokasi dan beratnya kerusakan paru

Penurunan kapasitas vital,

peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total, penurunan saturasi oksigen sebagai akibat dari infiltrasi parenkim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyaki pleural

(16)

10. Pathway

Mycobacterium tuberculosis

Airbone / inhalasi droplet

Saluran pernafasan

Saluran pernafasan atas

Bakteri yang besar bertahan di bronkus

Peradangan bronkus

Penumpukan sekret

Efektif Tidak efektif

Sekret keluar saat batuk Batuk terus menerus Terhisap orang sehat Resiko penyebaran infeksi Sekret sulit dikeluarkan Obstruksi Sesak nafas Gangguan pola nafas tidak efektif

Saluran pernafasan bawah

Paru-paru Alveolus Terjadi perdarahan Alveolus mengalami konsolidasi dan eksudasi Gangguan pertukaran gas

Penyebaran bakteri secara limfa hematogen Keletihan Anoreksia malaese mual muntah Demam Peningkatan suhu tubuh Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan Intoleransi aktivitas Bersihan jalan nafas tidak efektif

(17)

11. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan upaya batuk buruk

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kekurangan upaya batuk

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru. Kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.

e. Gangguan pada istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigenasi untuk aktivitas

g. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan jalan interpretasi inibrasi, keterbatasan kognitif

h. Risiko tinggi infeksi terhadap penyebaran berhubungan dengan pertahanan primer adekuat, kerusakan jaringan penekanan proses inflamasi, malnutrisi

12. Fokus Intervensi dan Rasional

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan upaya batuk buruk

(18)

Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif

Kriteria hasil : Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan sekret tanpa bantuan

Intervensi :

1) Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kelemahan dan penggunaan otot bantu.

Rasional : Peningkatan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis, ronchi, mengi menunjukkan akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan. 2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat

karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis

Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputum berdarah kental / darah cerah (misal efek infeksi, atau tidak kuatnya hidrasi).

3) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi

Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.

4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan

(19)

Rasional : Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.

5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 m / hari kecuali kontra indikasi

Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membantu untuk mudah dikeluarkan.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kekurangan upaya batuk

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali aktif

Kriteria hasil : Dispnea berkurang, frekuensi, irama dan kedalaman dan pernafasan normal

Intervensi :

1) Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot aksesoris, catat setiap perubahan

Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan dan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.

2) Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi

Rasional : Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan purulen diduga terjadi sebagai masalah sekunder.

(20)

3) Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler) Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal

upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret.

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru, kerusakan membran alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal

Tujuan : Tidak ada tanda-tanda dispnea

Krireria hasil : Melaporkan tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkan perbaikan ventilasi dan O2 jaringan adekuat dengan AGP dalam rentang normal, bebes dari gejala, distres pernafasan.

Intervensi :

1) Kaji dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.

Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas nekrosis effure pleural untuk fibrosis luas.

2) Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku

Rasional : Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat mengganggu O2 organ vital dan jaringan.

(21)

3) Tunjukkan/dorong bernafas dengan bibir selama endikasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah

kolaps atau penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurunkan nafas pendek.

4) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien sesuai keperluan

Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.

5) Kolaborasi medis dengan pemeriksaan ACP dan pemberian oksigen

Rasional : Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu pengenceran sekret.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, anoreksia, ketidakcukupan nutrisi

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan nutrisi)

Kriteria hasil : Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan melakukan perilaku atau perubahan pola hidup.

(22)

Intervensi :

1) Catat status nutrisi pasien dari penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangannya berat badan, riwayat mual atau muntah, diare.

Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat / luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.

2) Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai. Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan

pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.

3) Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat, awasi frekuensi, volume konsistensi feces. Rasional : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi

area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan atau penggunaan nutrien.

4) Dorong dan berikan periode istirahat sering.

Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan meningkat saat demam.

5) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.

Rasional : Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.

(23)

6) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein. Rasional : Masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu

atau kebutuhan energi dari makan-makanan banyak dari menurunkan iritasi gaster.

7) Kolaborasi, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet. Rasional : Bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi

adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.

e. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk.

Tujuan : Agar pola tidur terpenuhi.

Kriteria hasil : Pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun. Intervensi :

1) Diskusikan perbedaan individual dalam kebutuhan tidur berdasarkan hal usia, tingkat aktivitas, gaya hidup tingkat stress. Rasional : Rekomendasi yang umum untuk tidur 8 jam tiap

malam nyatanya tidak mempunyai fungsi dasar ilmiah individu yang dapat rileks dan istirahat dengan mudah memerlukan sedikit tidur untuk merasa segar kembali dengan bertambahnya usia, waktu tidur. Total secara umum menurun, khususnya tidur tahap IV dan waktu tahap meningkat.

2) Tingkatkan relaksasi, berikan lingkungan yang gelap dan terang, berikan kesempatan untuk memilih penggunaan bantal, linen dan

(24)

pastikan ventilasi ruangan baik, tutup pintu ruangan bila klien menginginkan.

Rasional : Tidur akan sulit dicapai sampai tercapai relaksasi, lingkungan rumah sakit dapat mengganggu relaksasi. f. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan

inadekuat oksigen untuk aktivitas.

Tujuan : Agar aktivitas kembali efektif.

Kriteria hasil : Pasien mampu melakukan ADL-nya secara mandiri dan tidak kelelahan setelah beraktivitas.

Intervensi :

1) Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen seperti merokok. suhu sangat ekstrim, berat badan kelebihan, stress.

Rasional : Merokok, suhu ekstrim dan stress menyebabkan vasokastriksi yang meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen, berat badan berlebihan, meningkatkan tahapan perifer yang juga meningkatkan beban kerja jantung.

2) Secara bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan toleransi.

Rasional : Mempertahankan pernafasan lambat, sedang dan latihan yang diawasi memperbaiki kekuatan otot asesori dan fungsi pernafasan.

(25)

3) Memberikan dukungan emosional dan semangat

Rasional : Rasa takut terhadap kesulitan bernafas dapat menghambat peningkatan aktivitas.

4) Setelah aktivitas kaji respon abnormal untuk meningkatkan aktivitas.

Rasional : Intoleransi aktivitas dapat dikaji dengan mengevaluasi jantung sirkulasi dan status pernafasan setelah beraktivitas.

g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan salah satu interprestasi informasi, keterbatasan kognitif, tidak lengkap informasi yang ada.

Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah tentang penyakit TB Paru.

Kriteria hasil : Pasien menyatakan mengerti tentang penyakit TB Paru.

Intervensi :

1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar

Rasional : Belajar tergantung pada emosi dari kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.

2) Berikan instruksi dan informasi tertulis pada pasien untuk rujukan contoh: jadwal obat.

(26)

Rasional : Informasi tertulis menentukan hambatan pasien untuk mengingat sejumlah besar informasi pengulangan menguatkan belajar

3) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama, dikaji potensial interaksi dengan obat atau subtansi lain.

Rasional : Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien..

4) Dorong untuk tidak merokok.

Rasional : Meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TBC tetapi meningkatkan disfungsi pernafasan.

5) Kaji bagaimana yang ditularkan kepada orang lain

Rasional : Pengetahuan dapat menurunkan resiko penularan atau reaktivitas ulang juga komperkasi sehubungan dengan reaktivitas.

h. Risiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas ulang berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan jaringan, penekanan proses inflamasi, mal nutrisi.

Tujuan : Tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran.

Kriteria hasil : Pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko penyebaran infeksi, melakukan perubahan pola hidup

(27)

Intervensi :

1) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa. Rasional : Membantu pasien menyadari / menerima perlunya

mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang atau komplikasi serta membantu pasien atau orang terdekat untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.

2) Identifikasi orang lain yang beresiko, missal: anggota keluarga, sahabat karib / teman.

Rasional : Orang-orang yang terpejan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran / terjadinya infeksi. 3) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, missal: masker atau

isolasi pernafasan.

Rasional : Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular.

4) Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat, dorong untuk mengulangi demonstrasi.

(28)

5) Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.

Rasional : Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

6) Dorong memilih mencerna makanan seimbang, berikan makan sering, makanan kecil pada jumlah, makanan besar yang tepat.

Rasional : Adanya anoreksia (malnutrisi sebelumnya, merendahkan tahapan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan, makanan kecil dapat meningkatkan pemasukan semua.

B. Konsep Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Menurut Departemen Kesehatan RI (1988) yang dikutip oleh Effendy (1998), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Menurut Friedman (1998), keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.

(29)

Menurut Bailon dan Maglaya (1989) yang dikutip oleh Effendy (1998), keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan, atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

Berdasarkan ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah suatu unit terkecil yang terdiri dari dua orang atau lebih yang tinggal di satu tempat/rumah, saling berinteraksi satu sama lain, mempunyai peran masing-masing dan mempertahankan suatu kebudayaan. 2. Struktur Keluarga

Menurut Effendy (1998) struktur keluarga terdiri dari bermacam- macam, diantaranya adalah :

a. Patrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

b. Matrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi di mana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

c. Matrilokal : adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

d. Patrilokal : adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

(30)

e. Keluarga Kawinan : adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami istri.

3. Tipe/Bentuk Keluarga

a. Keluarga Inti (Nuclear family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

b. Keluarga Besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya, nenek, kakek, keponakan, sepupu, paman, bibi, dan sebagainya.

c. Keluarga Berantai (Serial Family), adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari 1 kali dan merupakan satu keluarga inti.

d. Keluarga Duda/Janda (Single Family), adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.

e. Keluarga Berkomposisi (Composite), adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.

f. Keluarga Kabitas (Cahabitation), adalah dua orang yang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

4. Fungsi Keluarga

Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut : a. Fungsi Biologis

1) Untuk meneruskan keturunan. 2) Memelihara dan membesarkan anak.

(31)

3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

4) Memelihara dan merawat anggota keluarga. b. Fungsi Psikologis

1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman.

2) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga. 3) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga. 4) Memberikan identitas keluarga.

c. Fungsi Sosialisasi

1) Membina sosialisasi pada anak.

2) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

3) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. d. Fungsi Ekonomi

1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya. e. Fungsi Pendidikan

1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat, minat yang dimilikinya.

(32)

2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan sewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.

3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya. 5. Tugas Perkembangan Keluarga

a. Pasangan baru menikah (pasangan baru) 1) Membina hubungan intim yang memuaskan. 2) Menetapkan tujuan bersama.

3) Mengembangkan hubungan dengan keluarga keluarga lain, teman, dan kelompok sosial.

4) Mendiskusikan rencana memiliki anak.

b. Keluarga dengan menanti kelahiran / bayi baru lahir 1) Mempersiapkan menjadi orang tua.

2) Tugas masing-masing dan tanggung jawab. 3) Persiapan biaya.

4) Adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga baru, interaksi keluarga, hubungan seksual dan kegiatan sehari - hari. 5) Pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua. c. Keluarga dengan anak usia prasekolah

1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misal kebutuhan tempat tinggal, privacy dan rasa aman.

2) Membantu anak untuk bersosialisasi.

3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain (tua) juga harus terpenuhi.

(33)

4) Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam atau keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar).

5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (biasanya keluarga mempunyai tingkat kerepotan yang tinggi).

6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.

7) Merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.

d. Keluarga dengan anak usia sekolah

1) Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah dan lingkungan lebih luas (yang tidak/kurang diperoleh dari sekolah atau masyarakat).

2) Mempertahankan keintiman pasangan.

3) Memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan kesehatan anggota keluarga.

e. Keluarga dengan remaja

1) Memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggungjawab mengingat remaja adalah seorang dewasa muda dan memiliki otonomi.

2) Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga.

3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua. Hindarkan terjadinya perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.

(34)

4) Mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.

f. Keluarga dengan anak-anak dewasa awal (pelepasan)

1) Memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjadi keluarga besar.

2) Mempertahankan keintiman pasangan.

3) Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat.

g. Keluarga usia pertengahan

1) Mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan.

2) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.

3) Mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-anaknya dan sebaya.

4) Meningkatkan keakraban pasangan. 5) Partisipasi aktifitas sosial.

h. Keluarga usia lanjut

1) Mempertahankan suasana kehidupan kehidupan rumah tangga yang saling menyenangkan pasangannya.

2) Adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi ; kehilangan pasangan, kekuatan fisik dan penghasilan keluarga.

(35)

4) Mempertahankan kontak dengan anak cucu. 5) Mempertahankan kontak dengan masyarakat.

6) Melakukan life review masa lalu. 6. Tugas Kesehatan Keluarga

Tugas keluarga dalam bidang kesehatan menurut Friedman (1981) yang dikutip oleh Effendy (1998), yaitu :

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya. b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.

c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.

d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.

C. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Masalah TB Paru Menurut Friedman

1. Pengkajian

a. Identifikasi Data

Daftar nama-nama anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah, Alamat tempat tinggal keluarga.

(36)

b. Komposisi keluarga

1) Umur penderita Tuberkulosis Paru, seringkali berasal dari usia produktif (15 – 60 tahun) (Soeparman, Sarwono Waspadji, 1990). Angka tertinggi pada wanita ditemukan pada usia 40 – 50 tahun, sedangkan laki-laki usia lebih dari 65 tahun.

2) Jenis kelamin, pada wanita angka pravelensinya masih lebih rendah dan meningkatnya juga lebih sedikit dibandingkan laki-laki (Crofton, John, 1998).

3) Jenis pekerjaan yang berat akan lebih tinggi terjadinya Tuberkulosis Paru, seperti : tukang batu, kuli, dan buruh bangunan.

c. Tipe keluarga

Garis keturunan atau silsilah keluarga dari tiga generasi apakah ada yang menderita penyakit Tuberkulosis Paru.

d. Latar belakang budaya

Adat istiadat di tempat tinggal keluarga, suku bangsa, agama, sosial, budaya, rekreasi, kegiatan pendidikan, kebiasaan makan dan berpakaian. Adanya pengaruh budaya pada peran keluarga dan kekuatan struktur, bentuk rumah, bahasa yang digunakan sehari-hari, komunikasi dalam keluarga, penggunaan tempat pelayanan kesehatan. e. Pola spiritual

Agama yang dianut dalam keluarga dan kegiatan agama yang aktif diikuti.

(37)

f. Status sosial ekonomi budaya 1) Penghasilan keluarga

Dampak keluarga yang berpenghasilan kurang atau kepala keluarga yang tidak mampu bekerja lagi, mudah terserang Tuberkulosis Paru karena keadaan gizi menurun dan daya tahan tubuh semua anggota keluarga rendah. Sehingga kemungkinan terserang Tuberkulosis Paru sangat besar. Sedangkan penderita Tuberkulosis Paru memerlukan perawatan yang lama, rutin, dan biaya untuk pengobatan.

2) Pendidikan

Keadaan ekonomi yang rendah sangat berkaitan dengan masalah pendidikan, ini disebabkan karena ketidakmampuan keluarga dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi dan kurangnya pengetahuan tentang masalah Tuberkulosis Paru pada salah satu anggota keluarga, sehingga tidak mampu merawat penderita dengan baik yang mengakibatkan kondisi bertambah buruk, dan timbul komplikasi.

g. Aktivitas rekreasi keluarga

Identifikasi aktivitas dalam keluarga, frekuensi aktivitas tiap anggota keluarga dan penggunaan waktu senggang.

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

a) Tahap perkembangan setiap anggota keluarga dari yang usia bayi sampai lanjut usia

(38)

b) Riwayat keluarga sebelumnya

Riwayat kesehatan dalam keluarga adakah anggota keluarga yang pernah menderita penyakit kronis, penyakit menular atau penyakit yang sifatnya herediter, misalnya DM, hipertensi, jantung, hepatitis, tuberculosis. Dan bagaimana perawatan dari keluarga, pengobatan, serta tindakan medis yang telah didapatkan.

3. Pengkajian Lingkungan a. Karakteristik rumah

Lingkungan perumahan yang kumuh, berdebu, kurang ventilasi, penerangan yang tidak adekuat, keadaan kamar tidur yang pengab karena sinar matahari tidak dapat masuk, kasur yang tidak pernah dijemur merupakan faktor-faktor yang menyebabkan kuman-kuman Tuberkulosis mudah menyebar dan menular.

b. Macam lingkungan tempat tinggal

Tempat tinggal yang sempit, padat, sanitasi yang tidak terjaga, polusi udara juga menjadi potensi tersebarnya Tuberkulosis Paru.

c. Karakteristik hubungan dengan tetangga dan masyarakat Penderita Tuberkulosis Paru cenderung merasa rendah diri dalam pergaulan dengan tetangga dan masyarakat, oleh karena itu penderita tidak perlu dikucilkan atau diasingkan. Jika rajin memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan secara berkala dan minum obat secara teratur, maka penderita dapat disembuhkan.

(39)

d. Mobilitas geografis keluarga

Status rumah yang dihuni oleh keluarga apakah rumah sendiri atau menyewa, sudah berapa lama tinggal di daerah tersebut, dan pindah dari daerah mana.

e. Interaksi keluarga dengan masyarakat 1) Fasilitas sosial dan kesehatan

Fasilitas kesehatan yang tidak memadai dan tidak terjangkau menjadi kendala dalam kelangsungan pengobatan penderita Tuberkulosis Paru, karena fasilitas kesehatan seperti puskesmas tempat yang dapat digunakan untuk berobat.

2) Fasilitas transportasi

Transportasi merupakan saran yang penting dan sangat diperlukan agar penderita mendapatkan pelayanan kesehatan dengan segera. Ketiadaan sarana transportasi menjadikan masyarakat enggan berkunjung ke pelayanan kesehatan sehingga kondisi akan semakin memburuk.

f. Sistem pendukung dalam keluarga

Dukungan keluarga untuk penderita dengan memberikan motivasi dan semangat agar penderita tertib minum obat, rajin memeriksakan diri, penyediaan gizi yang sesuai anjuran. Adanya sistem pendukung dalam keluarga diharapkan membantu proses kesembuhan.

(40)

4. Struktur Keluarga a. Pola komunikasi

Bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari di dalam keluarga dan waktu yang sering digunakan untuk berkomunikasi. b. Struktur peran

Apakah keluarga sudah menjalankan perannya dalam keluarga dengan baik dan sesuai dengan fungsinya. Seorang penderita Tuberkulosis akan mengalami perubahan kapasitas fisik dalam melaksanakan peran, karena merasa tidak mampu menjalankan perannya misalnya sebagai seorang kepala keluarga yang tidak bisa bekerja lagi, sehingga penghasilan keluarga menurun.

c. Struktur Kekuatan keluarga

Sejauh mana keluarga mampu mengambil keputusan dengan tepat dalam mengatasi masalah Tuberkulosis Paru yang ada di keluarga. d. Nilai dan norma keluarga

Persepsi keluarga terhadap masalah kesehatan yang terjadi di keluarga dalam hal ini Tuberkulosis Paru.

5. Fungsi Keluarga a. Fungsi afektif

Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif, merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga sehingga saling pengertian satu sesama lain dalam menumbuhkan

(41)

keharmonisan dalam keluarga terutama anggota keluarga yang menderita Tuberkulosis Paru (Effendy, Nasrul, 1998).

b. Fungsi sosialisasi

Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anggota keluarganya menjadi anggota masyarakat yang baik, mampu menyesuaikan diri dan dapat berinteraksi dengan lingkungan (Effendy, Nasrul, 1998).

c. Fungsi kesehatan

1) Mengenal masalah kesehatan

Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah sejauh mana pengetahuan keluarga tentang masalah kesehatan yang terjadi dalam keluarga dalam hal ini Tuberkulosis Paru.

2) Pola nutrisi

Kebiasaan makan dalam keluarga sangat mempengaruhi penularan Tuberkulosis Paru. Jika ada anggota keluarga yang menderita Tuberkulosis Paru, maka keluarga harus memperhatikan gizi yaitu tinggi kalori tinggi protein, memisahkan peralatan makan penderita seperti piring, sendok, gelas agar tidak terjadi penularan pada anggota keluarga yang lain (Nadesul, Handrawan, 1996). 3) Pola istirahat dan tidur

Kebiasaan tidur menjadi satu dengan penderita, tidur di lantai tanpa alas atau kasur akan memperparah keadaan. Seorang penderita Tuberkulosis Paru biasanya mengalami kesulitan tidur

(42)

pada malam hari, demam, dan berkeringat banyak (Doenges, 2000).

4) Pola aktivitas

Aktivitas kerja yang berlebihan tanpa istirahat juga akan memperparah keadaan, karena penderita cenderung mengalami kelemahan, kelelahan umum, nafas pendek, nyeri dada, dan sesak nafas (Doenges, 2000).

5) Kebiasaan mengkonsumsi obat

Kebiasaan mengkonsumsi alkohol, tembakau yang berlebihan juga menyebabkan Tuberkulosis Paru bertambah parah.

6) Pola perawatan diri

Kebiasaan meludah di sembarang tempat tidak menggunakan tempat khusus, tidak menutup mulut saat batuk atau bersin, tidak meninggalkan kebiasaan merokok, tidak cuci tangan sebelum makan, merupakan kebiasaan-kebiasaan hidup tidak sehat yang dapat menyebabkan penularan Tuberkulosis Paru.

7) Lingkungan

Masalah kebersihan lingkungan juga sangat menunjang tesebarnya Tuberkulosis Paru terutama polusi udara karena salah satu cara penularan Tuberkulosis adalah melalui droplet.

8) Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit-penyakit infeksi yang pernah diderita oleh keluarga, misalnya : demam thipoid, tuberculosis, hepatitits, diare, penyakit kulit.

(43)

9) Pelayanan kesehatan yang pernah diterima 10) Persepsi terhadap pelayanan kesehatan 6. Koping Keluarga

a. Stressor yang sering muncul dalam keluarga b. Respon keluarga terhadap stressor

c. Koping yang digunakan dalam mengatasi stressor 7. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

1) Observasi penampilan umum penderita : tubuh kurus, postur tubuh cenderung membungkuk, dan tampak lemah.

2) Observasi kulit : Pucat. Turgor buruk, kering/bersisik 3) Batuk berdahak (produktif/non produktif)

4) Sesak nafas, gelisah/distraksi

5) Berhati-hati pada area yang sakit, terutama pada daerah dada b. Palpasi dada

1) Pengembangan paru yang tidak simetris (efusi pleural) 2) Nyeri dada

c. Perkusi dada

Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural)

d. Auskultasi paru dan dada

Kaji frekuensi pernafasan, irama kedalaman, bunyi nafas tidak normal (ronchi, mengi atau stridor).

(44)

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Kultur sputum : positif untuk Mycobacterium Tuberkulosis pada tahap aktif penyakit

b. Zient Neelsen : Positif untuk basil asam cepat

c. Tes kulit (PPD, Mantoux) : reaksi positif (area indurasi 10 mm/lebih besar, terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intradermal antigen)

d. Foto thorak : dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau efusi cairan.

D. Masalah Keperawatan Yang Muncul Pada Klien Tuberkulosis Paru Di Keluarga

1. Risiko tinggi infeksi (penyebaran/aktivasi ulang) (Doenges, 2000) 2. Pembersihan jalan nafas tidak efektif (Doenges, 2000)

3. Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas (Doenges, 2000)

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Doenges, 2000)

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan (Doenges, 2000)

6. Intoleransi aktivitas (Carpenito, Lynda Juall, 1997) 7. Gangguan pola tidur (Carpenito, Lynda Juall, 1997)

E. Fokus Intervensi

1. Risiko tinggi penyebaran infeksi ulang a. Prevensi Primer

(45)

1) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, seperti perbaikan kondisi rumah yang pengab, lantai yang berdebu, pengadaan ventilasi.

2) Penjelasan tentang cara-cara penularan Tuberkulosis Paru pada anggota keluarga yang lain

3) Pendidikan kesehatan tentang personal hygiene seperti menutup mulut saat batuk, tidak meludah di sembarang tempat, mencuci tangan sebelum makan.

b. Prevensi Sekunder

1) Pemeriksaan sputum ulang penderita BTA (+)

2) Meningkatkan keteraturan minum obat terhadap penderita agar tidak terjadi putus obat, dan keluarga sebagai pengawas minum obat

3) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus Tuberkulosis Paru sesuai paduan OAT Depkes RI tahun 2001. c. Prevensi Tersier

1) Perhatikan dan intensifikasi pengobatan lanjutan agar terarah dan tidak terjadi penyebaran infeksi

2) Rujukan pada pelayanan kesehatan apabila sudah dilakukan pengobatan dan penderita masih sakit diharapkan keluarga membawa ke Rumah Sakit atau BP4.

3) Menyadarkan masyarakat untuk menerima penderita Tuberkulosis Paru dengan dukungan moral dan tidak mengasingkannya.

(46)

2. Pembersihan jalan nafas tidak efektif a. Prevensi Primer

1) Mengidentifikasi tanda dan gejala Tuberkulosis pada penderita tersangka seperti batuk-batuk dan sesak

2) Memperbaiki lingkungan rumah yang kotor, pengab, dan berdebu. b. Prevensi Sekunder

1) Mengkaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan irama, dan kedalaman

2) Ajarkan penderita untuk batuk efektif dan nafas dalam 3) Memberikan penderita untuk minum sedikit 2500 ml/hari

4) Berikan uap air panas atau inhalasi uap dan minyak cucalyptus/vicks vaporub.

5) Berikan obat-obatan tradisional untuk mengencerkan secret misalnya jahe, kencur, bawang putih.

c. Prevensi Tersier

1) Peningkatan peran serta keluarga dalam prevensi sekunder dan memberi dukungan moral pada penderita

2) Rujukan ke pelayanan kesehatan jika keluhan semakin memberat 3. Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas

a. Prevensi Primer

1) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang pentingnya perilaku hidup sehat seperti tidak merokok, menghindari alkohol agar tidak terjadi sesak pada penderita tersebut

(47)

2) Perbaikan/modifikasi lingkungan seperti lantai rumah yang berdebu, ventilasi udara yang kurang/rumah yang pengab dan kotor

3) Jelaskan tentang komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita jika kondisi bertambah parah.

b. Prevensi Sekunder

1) Kaji sesak nafas dan adanya peningkatan supaya pernafasan 2) Anjurkan penderita untuk tirah baring dan membatasi aktivitas 3) Libatkan keluarga untuk membantu perawatan diri sesuai

keperluan c. Prevensi Tersier

1) Rujuk penderita untuk melakukan pemeriksaan laboratorium GDA dan pemberian terapi oksigen jika diperlukan di rumah sakit. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

a. Prevensi Primer

1) Memberikan penyuluhan tentang pentingnya gizi dan asupan nutrisi bagi penderita Tuberkulosis Paru

2) Ajarkan keluarga menyusun menu seimbang untuk penderita terutama diet TKTP seperti nasi, sayuran hijau, telur, buah-buahan, ikan laut.

b. Prevensi Sekunder

1) Kaji masukan/pengeluaran dan berat badan penderita secara periodik

(48)

2) Anjurkan penderita untuk makan sedikit tapi sering bila terjadi anoreksia, mual/muntah

3) Dorong anggota keluarga untuk memberikan makanan/diet bagi penderita Tuberkulosis Paru yaitu tinggi protein dan karbohidrat. c. Prevensi Tersier

1) Berikan antipiretik yang tepat, misalnya Panadol (Paracetamol) atau kompres denan daun dadap serep

2) Rujuk untuk pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, protein serum dan albumin.

5. Kurang pengetahuan tentang aturan tindakan dan pencegahan Tuberkulosis Paru

a. Prevensi Primer

1) Penyuluhan dan pemberian informasi tentang pengertian, gejala-gejala, tindakan, dan pencegahan yang perlu diketahui dan dilakukan secara mandiri oleh anggota keluarga penderita Tuberkulosis Paru

2) Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan tenaga medis

3) Jelaskan tentang jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan Tuberkulosis Paru.

b. Prevensi Sekunder

1) Anjurkan keluarga untuk selalu terlibat dalam perawatan secara mandiri pada penderita, terutama sebagai pengawas minum obat agar penderita tidak putus obat

(49)

2) Anjurkan penderita untuk teratur berobat dan meminum obat yang diberikan agar mempercepat penyembuhan

3) Jelaskan tentang efek samping obat yang diminum seperti Rikampicine yang menimbulkan gatal-gatal, kemerahan pada kulit, tidak nafsu makan, mual, warna kemerahan pada urine. 4) Jelaskan tentang lamanya pengobatan agar penderita tidak merasa

cemas

5) Anjurkan untuk tidak merokok dan meminum alkohol. c. Prevensi Tersier

1) Tingkatkan pengetahuan masyarakat tentang penularan, pencegahan dan keteraturan minum obat pada Tuberkulosis Paru 2) Jika terjadi efek samping obat, usahakan ganti dengan obat lain

yang tidak menimbulkan efek samping contohnya efek samping streptomycin yang menimbulkan gangguan keseimbangan dapat diganti dengan Ethambutol

3) Jika efek samping bertambah berat, berikan kartikosteroid (Prednison), infus di UPK perawatan terdekat atau rujuk ke rumah sakit.

6. Intolerasi aktivitas a. Prevensi Primer

1) Penyuluhan kepada masyarakat tentang kelemahan, kelelahan dan nafas pendek pada Tuberkulosis Paru dan jenis-jenis pekerjaan

(50)

yang menyebabkan Tuberkulosis Paru seperti kuli bangunan, pegawai pabrik garment

b. Prevensi Sekunder

1) Anjurkan penderita untuk membatasi aktivitas yang berat dan menguras energi, seperti kuli bangunan, buruh pabrik dan pekerjaan naik turun tangga.

2) Anjurkan penderita untuk tirah baring

3) Libatkan keluarga untuk membantu dalam perawatan diri penderita, seperti mengambil obat mengambil makan dan personal hygiene.

c. Prevensi Tersier

1) Penyempurnaan dan intesifikasi pengobatan lanjutan agar terarah dan tidak menimbulkan komplikasi

2) Bila terjadi kelemahan, berikan asupan vitamin B6. 7. Gangguan pola tidur

a. Prevensi primer

Jelaskan pada masyarakat untuk pola istirahat dan tidur yang baik bagi penderita Tuberkulosis Paru dan gangguan tidur di malam hari yang sering dialami penderita

b. Prevensi Sekunder

1) Anjurkan pada penderita untuk banyak istirahat dan tidak terlalu lelah, tidur terlalu larut dan sering begadang di malam hari

(51)

3) Anjurkan teknik masase, distraksi sebelum tidur (pijat pada punggung)

4) Usahakan tempat tidur yang nyaman, bersih, tidak tidur di lantai dan dipisahkan dari anggota keluarga lain.

c. Prevensi Tersier

1) Menjelaskan kepada masyarakat tentang pentingnya kebersihan dan modifikasi lingkungan rumah agar nyaman untuk beristirahat terutama tidur.

Konsep Tumbuh Kembang

1. 0-12 bulan

a. Masing-masing tahap terdiri dari dua komponen, yang diharapkan dan yang tidak diharapkan. Perkembangan fase selanjutnya tergantung penyelesaian masalah pada tahap sebelumnya.

1) Trust Vs mistrust/percaya Vs tidak percaya (0-1 tahun)

2) Otonomi Vs malu dan ragu (1-3 tahun)

3) Inisiatif Vs rasa bersalah (3-6 tahun)

4) Industri Vs inforloritas (6 - 12 tahun)

5) Identitas Vs disfungsi peran (12 - 18 tahun).

(Erick Erikson, 1963)

b. Pertumbuhan

Usia 4 - 5 bulan berat badan 2 x BBL (Berat Badan Lahir). Usia 10-12 bulan berat badan 3 x BBL (Berat Badan I.ahir). Panjang badan

(52)

lahir kurang lebih 50 cm, pada usia 12 bulan mencapai kurang lebih 75 cm. Lingkar kepala meningkat 1,25 cm per bulan. Pada usia 4-5 bulan belum ada koordinasi menelan saliva sehingga mengalami ngeces, gigi mulai tumbuh 6-7 bulan.

c. Perkembangan

1) Motorik :

Usia 2-3 bulan : Tengkurap, mengangkat kepala, dada ditahan dengan tangan, memasukkan tangan ke mulut.

Usia 4-5 bulan : Dapat duduk dengan kepala tegak, berguling dari terlentang ke tengkurap atau meraih benda dan tangan. Usia 6-7 bulan : memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lain, senang memasukkan kaki ke mulut.

Usia 8-9 bulan : Sudah bisa duduk sendiri, koordinasi tangan ke mulut lebih sering, belajar merangkak, mengambil dengan jari-jari.

Usia 10-12 bulan : Belajar berjalan dengan bantuan, bisa main cilukba.

2) Sensorik :

Usia 2-3 bulan : Bisa mengikuti sinar ke tepi, mendengarkan suara.

(53)

Usia 4-5 bulan : Sudah mengenal orang, akomodasi mata (+). Usia 6-7 bulan : Stranger anxiety (cemas dengan hal yang

baru).

Usia 8-9 bulan : Tertarik dengan benda-benda kecil. Usia 10-12 bulan : Sudah bisa memberikan bentuk.

d. Konsep hospitalisasi

1) Bila bayi berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan pembinaan kasih sayangnya dapat terganggu.

2) Pada usia bayi 6 bulan sulit untuk memahami secara maksimal reaksi bayi bila dirawat, karena belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya. Sedangkan bayi diatas 6 bulan banyak menunjukkan perubahan.

3) Pada bayi usia 8 bulan lebih mengenal ibunya sehingga akan terjadi stranger anxiety, sehingga bayi akan menolak orang baru yang belum dikenal.

4) Kecemasan ini dimanifestasikan dengan menangis, marah atau pergerakan yang berlebihan dan bayi merasa memiliki ibunya sehingga jika berpisah dengan ibunya akan terjadi sparation anxiety.

5) Respon bayi terhadap rasa nyeri dapat dilihat melalui ekspresi wajah yang tidak menyenangkan, pergerakan tubuh seperti menggeliat, tersentak atau menangis kuat.

Gambar

Foto thorax

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hari Valentine mengalami polemik pro dan kontra di sejumlah tokoh Islam seperti yang tertulis di artikel yang berjudul “MUI Haramkan Valentine” yang diambil

Ap uro Oreun/wen(oen) ap koobi eolgol makki (maju kaki kanan/kiri dengan kuda-kuda Ap uro Oreun/wen(oen) ap koobi eolgol makki (maju kaki kanan/kiri dengan

Penyebaran bisa ter$adi kebanyakan dari he"an an$ing melalui gigitan he"an penderita tersebut atau kontak langsung dengan air liur dari he"an yang menderita

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa remaja memiliki tingkat stres kategori sedang yaitu sebanyak 56 responden (77,8%), sejalan dengan penelitian sebelumnya

Belanja Bahan Produk/Material Keperluan Kegiatan 1 kegaitan x 150.000.000,00 = 150.000.000,00 Belanja Bahan Produk/Material Keperluan Kegiatan di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan

Setelah Wajib Pajak UMKM selesai menghitung besaran uang tebusan dan telah memiliki bayangan nominalnya, maka langkah selanjutnya adalah mengisi lampiran lembar "surat

Perusahaan I Rekanan yang pernah mensuply barang I jasa rehabilitasi backwash filter minimal 1 kali dibuktikan dengan dokumen kontrak I PO beserta dokumen SA Penerimaan

a. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau asset kepada bank. Jika bank menerima permohonan perjanjian ia harus membeli terlebih dahulu