• Tidak ada hasil yang ditemukan

Basirun dalam Rafiek membagi Folklore dalam tiga bahagian yaitu : 1. Folklore lisan atau verbal folklore

Bentuk folklore lisan murni lisan. Yang termasuk dalam Folklore lisan antara lain :

a. Bahasa rakyat (logat), julukan, pangkat tradisional dan titik kebangsawan b. Ungkapan tradisional seperti pribahasa, pepatah dan pameo

c. Pertanyaan tradisional seperti teka-teki

d. Puisi rakyat seperti pantun, gurindam, dan syair

e. Cerita prosa rakyat seperti mitos, lengenda dan dongeng 2. Folklore sebahagian lisan (partly verbal folklore)

Bentuk Folklore sebahagian lisan merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan seperti kepercayaan, permainan rakyat, tari rakyat adat-istiadat, upacara, pesta rakyat dan lain-lain

3. Folklore bukan lisan

Bentuk Folklore bukan lisan diajarkan secara lisan. Bentuk ini dibagi dalam dua kelompok :

a. Material, seperti arsitektur rakyat, kerajinan rakyat, pakaian danperhiasan tubuh adat, makanan dan minum-minuman serta adat tradisional

b. Folklore bukan lisan non material termasuk gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi dan musik rakyat

Di dalam bukunya Teori Sastra : Kajian Teori dan Praktek Rafiak memberikan pengertian cerita rakyat antara lain adalah penyebarannya dan pewarisannya dilakukan secara lisan. Cerita rakyat bersifat tradisional diantara komunitas tertentu. Cerita rakyat ada dalam versi berbeda yang diakibatkan oleh penyebarannya dari mulut ke mulut, cerita rakyat bersifat anonim dan mempunyai bentuk berpola. Lebih lanjut Rafiek menyatakan bahwa cerita rakyat mempunyai kegunaan dan fungsi dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat bersifat pralogis yaitu sesuai dengan logika umum dan merupakan milik bersama dari kolektif tertentu dan bersifat polos dan lugu.

Dananjaya (1986:20) memberi ciri-ciri cerita rakyat sebagai berikut :

a. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan yaitu disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya b. Cerita rakyat bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif atau

dalam bentuk standar. Disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi)

c. Cerita rakyat ada dalam versi atau varian yang berbeda. Hal ini adalah akibat penyebarannya dari mulut ke mulut, sehingga mudah mengalami perubahan, biarpun perubahan ini biasanya hanya bagian luar, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan.

d. Cerita rakyat bersifat anonim

e. Cerita rakyat biasanya mempunyai bentuk berpola dan menggunakan kata- kata klise dan ungkapan tradisional, ulangan-ulangan dan kalimat serta kata pembuka dan penutup yang baku

f. Cerita rakyat mempunyai fungsi dalam kehidupan bersama suatu terpendam g. Cerita rakyat menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal karena

pencipta pertama tidak dikenal lagi sehingga setiap anggota kolektif merasa menjadi pemilikny

h. Cerita rakyat bersifat spontan dan lugu. Ini diakibatkan sifat cerita rakyat yang merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.

Cerita perkawinan sumbang dapat dikatakan adalah mitos karena mempunyai sifat pengulangan atau repetitive dari motifnya. Repetisi atau repetition menjadi suatu karakter dari mitos. Dalam cerita Batak Toba motif ini diulang-ulang dalam banyak cerita rakyat yang sebahagian menjadi objek penelitian selanjutnya. Hal lain yang mendukung sumbang adalah mitos karena cerita tersebut di dukung dan diyakini masyarakat Batak Toba. Fakta bahwa ada peninggalan cerita sumbang yang dapat dianggap sebagai bukti bahwa cerita itu benar-benar terjadi, memperkuat sumbang dalam cerita rakyat adalah mitos.

Dundes memberian daftar hal-hal yang termasuk cerita rakyar antara lain myth, legend, folktales, jokes, proberbs, riddles, chants, charms, blessing, insult, retorts, taunts, teases, toast, tongue twisters, greeting, leavetaking, formula (1965:108)

Mitos atau cerita yang menjadi objek penelitian selanjutnya menjadi bahagian dari cerita rakyat karena pengarang tidak dikenal atau anonimus, disampaikan secara turun-temurun dan secara lisan dan mengandung sifat atau karakter cerita rakyat yang lain .

2.2.5 Struktur

Struktur adalah cara dimana bahagian dihubungkan, diatur dan diorganiser satu sama lain dalam suatu pengaturan yang tertentu.

Dalam A Handbook to Literature dikatakan: “Structure is the planned

framework of a piece of literature, sometime referred to as structural features. The term usually is applied to the general plan or outline. In a narrative the plot itself is the structural element”(Hammon,1993 :499 ).

(Struktur adalah kerangka suatu karya sastra yang direncanakan, kadang- kadang dihubungkan dengan ciri-ciri yang bersifat struktural. Istilah ini biasanya diaplikasikan pada rencana umum atau garis besar. Dalam sebuah karya naratif, plot itu sendiri merupakan elemen yang bersifat struktural )

Michael Lane dalam bukunya Structuralism, A Reader (1970:29) mengatakan:

”A structure is a set of any element between which or between certain.

Selanjutnya dia mengatakan, ”....The structuralism is a method whose

primary intention is to permit the investigator to go beyond a pure discription of what is percieves or experiance in the direction of the quality of rationality which underlies the social phenomena in which he is concerned”.

(Strukturalisme adalah suatu metode yang tujuan utamanya adalah memberi peluang kepada peneliti untuk berusaha lebih dari sekedar meneliti diskripsi sederhana dari apa yang dipersepsikan atau dialami dalam suatu

arah kualitas rasionalitas yang mendasari penomena sosial dimana dia sangat perduli).

2.2.6 Makna

Makna adalah pemahaman yang baik tentang sesuatu. Dalam karya sastra Richard dalam Hammon (1993:309) membedakan empat aspek makna yakni:

sense, the denotative massage that one is trying to communicate; (2) feeling, none attitute toward the sense; (3) tone, one’s attitute toward the audience; and (4) intention, the effect one consciously or unconciously intends through what is said,how one feels about it, and the attitute one takes toward the audience.

(1) makna, pesan denotatif yang hendak disampaikan oleh seseorang; (2) perasaan, yakni sikap seseorang terhadap pesan konotatif; (3) nada, yakni sikap seseorang terhadap pendengar atau pembaca dan (4) tujuan, yakni akibat yang sadar atau tidak sadar diinginkan melalui apa yang dikatakan, bagaimana perasaan seseorang tentang hal tersebut, dan sikap seseorang terhadap pendengar atau pembaca.

Dengan kata lain “meaning can be seen as of two kinds, denotation and

conotation” (terdapat dua jenis makna, makna denotasi dan makna konotasi), untuk

karya sastra terdapat juga empat makna yang mungkin timbul yakni “the literal, the

allegorical, the tropological or moral and the analogical or spritual. (harafiah, allegoris,

tropologis atau moral dan makna analogis).

Mengenai makna Levi Strauss ( 1978:12) mengatakan :

”Absolutely impossible to conceive of meaning without order. There is something very curious in semantic, that the word meaning is probably , in the whole language the word meaning of which is the most difficult to find.What does to mean to mean. It seem to me that the only answer we can give is that to mean is mean the ability of any kind of data to be translated in different language. I do not mean a different language like French or German, but different words on a different level”

artinya. Apakah arti meaning. Untuk saya jawaban satu-satunya yang dapat kita berikan adalah to mean artinya adalah kemampuan setiap jenis data untuk diterjemahkan kedalam bahasa yang berbeda. Yang saya maksud bukan bahasa yang berbeda seperti bahasa Jerman dan Perancis, tetapi kata-kata yang berbeda pada tingkatan yang berbeda.

Pengertian makna dalam pembahasan mitos adalah kemampuan setiap jenis data untuk diterjemahkan kedalam bahasa yang berbeda dan secara menyeluruh memberikan totalitas makna.

2.2.7 Fungsi

Mircea Eliade dalam Susanto (1987:92) mengatakan bahwa fungsi mitos yang paling utama adalah menentukan contoh atau model bagi semua tindakan manusia, baik dalam upacara-upacara maupun dalam kegiatan sehari-hari yang bermakna seperti pekerjaan, pendidikan seksualitas, makan, dan sebagainya.

Lebih lanjut Mircea dalam Susanto (1987:92) mengatakan bahwa mitos berfungsi membentuk suatu pengetahuan esoteris, pengetahuan yang hanya dikenal oleh orang-orang tertentu. Mitos juga berfungsi sebagai sarana penyembuhan.

Durkheim dalam Brown (1965:179) memberikan defenisi fungsi sebagai: ”....the corresfondence between it and the needs of the social organism. Sedangkan Proff (1975:21) mengatakan bahwa fungsi: ”....is understood as an act of character

defined from the point of view of its significance for the course of action”

Malinowski mengatakan bahwa fungsi dari unsur kebudayan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan naluri manusia dan kebudayaan itu sendiri. Menurut Malinowski (1974:87) seperti penganut fungsionalime yang lain mitos berfungsi sebagai :

“....a warrant, a charter, and even a practical guide to the activities with

wich it is connected. Mitos merupakan” active parts of culture like commands, deeds, or guarantees, certifying that some sort of social arrangement is legitimate; mitos merupakan” backbone of primitive culture”

(bahagian kebudayaan yang aktif seperti perintah, kesepakatan, atau jaminan yang meyatakan bahwa beberapa jenis tatanan sosial adalah masuk akal; mitos merupakan tulang punggung budaya primitif).

Fungsi mitos adalah bagaimana mitos sebagai bahagian dari kebudayaan memenuhi kebutuhan manusia primitif Batak Toba.

Dokumen terkait