• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

Setiap rhizosfir suatu tanaman dalam suatu ekosistem memiliki berbagai jenis mirkroorganisme termasuk CMA. Masing-masing ekosistem mangandung jenis CMA yang beragam dan untuk mengetahui jenis CMA tersebut perlu diadakan kegiatan isolasi dan karakterisasi spora CMA. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengkarakterisasi CMA dari tiga lokasi perkebunan kelapa sawit yaitu pada tanah PMK bekas hutan, PMK bekas kebun karet, dan gambut bekas hutan. Sampel tanah yang diamati berasal dari ketiga jenis tanah tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap jenis tanah hanya ditemukan dua genus CMA yaitu Glomus dan Acaulospora. Jenis CMA di rizosfir kelapa sawit yang ditanam pada tanah PMK bekas hutan diperoleh sembilan jenis CMA (lima tipe Acaulospora dan empat tipe Glomus), di tanah PMK bekas kebun karet sembilan jenis CMA (tujuh tipe Glomus dan dua tipe Acaulospora) dan di tanah gambut bekas hutan diperoleh 12 jenis CMA (tujuh tipe Glomus dan lima tipe Acaulospora). CMA di rizosfir kelapa sawit yang ditanam pada tanah PMK bekas hutan didominasi oleh jenis Acaulospora, sedangkan di tanah PMK bekas kebun karet dan tanah gambut bekas hutan didominasi oleh Glomus.

Kata kunci : isolasi, karakterisasi, pemurnian, CMA, PMK, gambut

Abstract

Every rhizosphere of a plant within any ecosystem has various kinds of microorganism, including AMF. Each ecosystem also has different species and strains of AMF, and in order to identify for further use, the isolation and characterization steps of AMF spores are required. The study was conducted on three different locations of oil palm plantation which developed on Red Yellow Podzolic (RYP) of used forest and rubber plantation, and peat of used forest soils. The study had identified that at each soil type was found 2 AMF genus i.e. Glomus and Acaulospora. At oil palm rhizosphere, it was found 9 strains of AMF

9

(5 strains of Acaulospora and 4 strains of Glomus) on RYP of used forest, 9 strains of AMF (7 strains of Glomus and 2 strains of Acaulospora) on RYP of used rubber plantation, and 12 strains of AMF (7 strains of Glomus and 5 strains of Acaulospora) on peat of used forest. In the rhizosphere of oil palms planted in RYP of used forest soil, AMF was dominated by Acaulospora, whereas those in RYP of used rubber plantation and peat of used forest soils, were dominated by Glomus.

Key words: isolation, characterization, purification, AMF, RYP, peat

Pendahuluan

CMA secara taksonomi termasuk ke dalam kelas Zygomycetes, ordo Glomales yang terbagi dalam dua sub-ordo, yaitu Gigasporineae dan Glomineae. Gigasporineae dengan famili Gigasporaceae mempunyai dua genus yaitu,

Gigaspora dan Scutellospora. Glomales mempunyai dua famili yaitu famili Glomaceae dengan genus Glomus dan Sclerocystis, serta famili Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora, dan Entrophospora (Smith & Read, 1997). Dijelaskan lebih lanjut dalam INVAM (2003) bahwa telah ditemukan dua famili tambahan berdasarkan karakteristik DNA yaitu Paraglomaceae dengan genusnya

Paraglomus yang memiliki dua jenis yaitu P. occultum Morton and Redecker dan

P. brasilianum; serta Archaesporaceae dengan genusnya Archaespora yang memiliki tiga jenis yaitu A. trappei, A. leptoticha, A. gerdemani.

CMA berperan penting dalam ekosistem alami maupun ekosistem yang telah dikelola, sebab CMA dapat menguntungkan tanaman dalam hal penyediaan hara, antagonisme bagi organisme parasit akar, sinergisme dengan mikroba tanah lainnya, selain itu terlibat dalam siklus hara, perbaikan struktur tanah (agregasi tanah), alat transpor karbon dari akar tanaman bagi organisme tanah lainnya (Brundrett et al. 1996; Smith dan Smith 1996; Smith & Read 1997). Asosiasi antara CMA dan tanaman inangnya merupakan mekanisme yang sangat penting dalam rangka untuk mengatasi keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan.

CMA ini mempunyai selang ekologis yang luas dan dapat dijumpai dalam sebagian ekosistem yang meliputi semak, sabana (Cuenca & Lovera 1992), arid (Allen & Allen 1992), semi arid (Lee et al. 1996), daerah temperate, tropika

10

(Muthukumar et al. 1996), di daerah antartika (Phipps & Taylor 1996), ekosistem gambut alami (Astiani & Ekamawanti 1996) dan gambut yang sudah terbuka (Ekamawanti et al. 1994; Ervayenri 1998), hutan hujan tropika (Janos & Hartshorn 1997), serta padang rumput (Nadarajah & Nawawi 1997).

Populasi dan keanekaragaman CMA pada tanah-tanah mineral masam di Indonesia cukup tinggi, tetapi umumnya didominasi oleh genus Glomus, Acaulospora, Gigaspora dan Scutellospora. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa setiap jenis tanah dan jenis tanaman memiliki jenis CMA yang berbeda, seperti di pulau Jawa dan Bali ditemukan Acaulospora walkeri yang berasosiasi dengan tanaman kakao (Kramadibrata & Hedger 1990), pada tanah masam di Pondok Gede, Layung Sari, dan Cimatis yang ditumbuhi alang-alang, jagung dan kakao ditemukan Acaulospora, Gigaspora, Glomus dan Scutellospora (Widiastuti & Kramadibrata, 1992), serta di perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara ditemukan Glomus spp., Acaulospora sp., Gigaspora sp. dan Scutellospora sp.

(Puspa & Suwandi 1990).

Menurut Sieverding (1991), berdasarkan nilai pH tanah, CMA yang hidup paling baik pada pH < 5,0 adalah Entrophospora columbiana, pada pH > 5,0 meliputi Glomus mosseae dan Gigaspora margarita serta pada pH 4,0-8,0 terdiri dari Acaulospora myriocarpa, A. longula, A. morrowae, A. scrobiculata, G. aggregatum, G. versiforme dan Scutellospora pellucida. Hasil penelitian Heijne

et al. (1996) menunjukkan bahwa infeksi CMA Glomus fasciculatum menurun dengan menurunnya pH tanah pada perakaran tanaman Arnica montana L.,

Hieracium pilosella L dan Deschampsia flexuosa L.

Acaulospora lebih banyak tersebar pada tanah masam dan Gigaspora sp. lebih umum ada di tanah-tanah masam daripada Glomus sp. Beberapa spora CMA ada yang lebih tahan terhadap keadaan asam dan alumunium tinggi daripada yang lainnya. Acaulospora sp., Gigaspora sp. dan Glomus manihotis termasuk pada jenis CMA yang toleran terhadap keadaan masam dan Al tinggi (Clark 1997).

Di daerah penelitian (tanah PMK bekas hutan yang terletak di PT Rigunas Agri Utama, Kebun Bukit Harapan, Desa Tuo Sumay, Kecamatan Sumay,

11

Kabupaten Tebo; tanah PMK bekas kebun karet (berumur 22-25 tahun) yang terletak di PTP Nusantara VI Kebun Rimbo I, Desa Pematang Sapat, Kecamatan Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo; dan tanah gambut bekas hutan yang terletak di PT Era Sakti Parastama, Desa Sakean, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi) memiliki keadaan lingkungan yang berbeda sehingga kemungkinan juga akan memiliki jenis CMA yang berbeda serta sampai saat ini kemungkinan tersebut belum ada yang melaporkan.

Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengkarakterisasi CMA dari tiga lokasi perkebunan kelapa sawit yaitu pada tanah PMK bekas hutan, tanah PMK bekas kebun karet, dan tanah gambut bekas hutan.