• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. METODE PENELITIAN

2. Formulasi Minuman Fungsional

Formulasi minuman fungsional dilakukan dengan menggunakan bantuan program Design Expert 7 (DX 7). Terdapat dua variabel yang dilakukan pada tahap formulasi ini, yaitu jumlah tepung bekatul yang ditambahkan serta jumlah karagenan yang digunakan. Sebelum mendapatkan formula yang akan dibuat, terlebih dahulu dilakukan penetapan formula dasar yang terdiri susu skim, maltodekstrin, sukrosa, serta flavor. Formula dasar ini kemudian digunakan untuk menentukan batas atas dan bawah dari kedua variabel yang digunakan.

Rentang variabel kemudian dimasukkan ke dalam program, sehingga didapatkan 15 jenis formula yang akan diujikan kepada panelis sehingga didapat skor untuk masing-masing respon yang diinginkan. Dalam penelitian ini, respon yang diinginkan adalah warna sebelum diseduh, aroma sebelum diseduh, penampakan fisik sebelum diseduh, aroma setelah diseduh, rasa setelah diseduh, serta penampakan fisik setelah diseduh. Skor yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam program sehingga didapatkan formula optimal.

Formula optimal kemudian diuji serta dibandingkan dengan produk sejenis yang telah terdapat di pasaran dan dilakukan analisis proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat (by difference), serat pangan, aw, pH, total mikroba, serta konversi kandungan vitamin E.

Pembuatan produk dilakukan dengan cara menimbang masing- masing bahan. Pencampuran dilakukan dengan cara menambahkan bahan berjumlah besar ke dalam bahan yang berjumlah kecil sedikit demi sedikit hingga homogen, dengan menggunakan mixer. Karagenan dihaluskan bersama sukrosa dengan blender sebelum ditambahkan ke bahan lain. Campuran bahan dari mixer kemudian dihaluskan kembali dengan menggunakan blender kering agar didapat bubuk yang halus. Formulasi minuman fungsional dibuat dengan menambahkan tepung bekatul yang mengandung serat, karagenan sebagai bahan penstabil, dengan formula dasar yang terdiri atas maltodekstrin sebagai bahan pengisi pengganti skim, sukrosa, flavor vanilla, serta susu skim.

a. Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995)

Sejumlah sampel (kurang lebih 5 g) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100oC hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus :

Kadar air = ( )x100% c b a c− − Keterangan:

a = berat cawan dansampel akhir (gram) b = berat cawan (gram)

c = berat sampel awal (gram)

b. Kadar Abu (AOAC, 1995)

Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600 oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400 – 600 oC selama 4 – 6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Kadar abu = 100% ) ( ) ( x g sampel berat g abu berat

c. Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100–110 oC, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 3 gram dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang telah berisi pelarut (dietil eter atau heksana).

Refluks dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.

Kadar lemak (%) = 100% ) ( ) ( x g sampel berat g lemak berat

d. Kadar Protein Metode Mikro-Kjeldhal (AOAC, 1995)

Sejumlah kecil sampel (kira-kira membutuhkan 3–10 ml HCl 0,01 N atau 0,02 N) yaitu sekitar 0.1 gram ditimbang dan diletakkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan 1.9 g K2SO4, 40

mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Jika sampel lebih dari 15 mg, ditambahkan

0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Sampel

dididihkan selama 1- 1.5 jam sampai cairan menjadi jernih.

Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5 –6 kali dengan 1- 2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi. Erlenmeyer berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2 %

dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2 % dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Ditambah Larutan NaOH-Na2S2O3

sebanyak 8–10 ml, kemudian didestilasi dalam erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan.

Kadar N (%) = sampel mg x x N x blanko ml HCl ml ) 14.007 100 ( −

Kadar Protein = %N x faktor konversi (6.25)

e. Kadar Serat Pangan (Asp, Johnson, Hallmer & Sijestrin, 1983)

Sebanyak 1 gram sampel (tanpa lemak) dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 25 ml larutan buffer Na-fosfat 0.1 M pH 6 dan dibuat menjadi suspensi kemudian diaduk. Selanjutnya ditambahkan 0.1 ml enzim termamyl, tutup erlenmeyer dengan

aluminium foil, dan diinkubasi dalam penangas air bersuhu 100°C selama 15 menit sambil sesekali diaduk.

Sampel diangkat dan didinginkan lalu ditambahkan 20 ml air destilata dan pH diatur menjadi 1.5 dengan menggunakan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 0.1 g enzim pepsin, tutup erlenmeyer dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang bersuhu 40°C selama 60 menit. Selanjutnya ditambahkan 20 ml air destilata dan pH diatur menjadi 6.8 dengan menggunakan NaOH kemudian ditambahkan 0.1 mg enzim pankreatin, tutup erlenmeyer dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang bersuhu 40°C selama 60 menit. Atur pH menjadi 4.5 dengan menggunakan HCl. Larutan sampel disaring melalui crucible

kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Pada penyaringan dilakukan pencucian dengan 2 x 10 ml air destilata.

1. Residu (Serat tidak Larut)

Cuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Keringkan pada suhu 1050C sampai mencapai berat konstan (semalam). Timbang setelah didinginkan dalam desikator (D1). Abukan pada suhu 5500C selama 5 jam. Timbang setelah didinginkan dalam desikator (I1).

2. Filtrat (Serat Larut)

Atur volume filtrat menjadi 100 ml. Tambahkan 400 ml etanol 95% hangat (600C). Biarkan mengendap selama 1 jam. Saring dengan crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Cuci dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Keringkan pada suhu 1050C sampai mencapai berat konstan (semalam). Timbang setelah didinginkan dalam desikator (D2). Abukan pada suhu 5500C selama 5 jam. Timbang setelah didinginkan dalam desikator (I2).

3. Blanko

Blanko untuk serat tidak larut dan serat larut diperoleh dengan cara seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel (B1 dan B2).

Perhitungan:

% serat tidak larut (IDF) = x 100%

% serat larut (SDF) = x 100% Berat sampel

% total serat (TDF) = (SDF+IDF) (%) Keterangan:

D = Berat setelah pengeringan (g) I = Berat setelah pengabuan (g)

B = Berat blanko bebas abu (g) = (D-I)blanko

f. Penentuan Total Mikroba dengan Metode Tuang (Fardiaz, 1991)

Sampel sebanyak 25 gram diencerkan dengan larutan fisiologis sebanyak 225 ml. Sampel kemudian diencerkan dengan pengenceran 10-1, 10-2, dan 10-3. Sampel dari masing-masing pengenceran dituang sebanyak 1 ml pada tiga cawan (triplo). Plate Count Agar steril yang setengah dingin dituang pada contoh yang telah dituang ke dalam cawan petri. Cawan diinkubasikan pada 37OC selama 2 hari. Total mikroba dihitung dengan menggunakan rumus Harrigan seperti di bawah ini :

Koloni/ml sampel= x faktor

pengenceran

g. Pengukuran Viskositas dengan Viskometer Brookefield (Kusnandar dan Andarwulan, 2006)

Sampel sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, celupkan rotor, atur ketinggian viskometer hingga tanda garis tercelup, lalu tekan ke bawah. Pilih spin/rotor 1 dengan kecepatan 60 rpm dan lakukan pengukuran dengan menekan tombol “ON”.

Σ koloni pada semua cawan (25-250) [ (n1x1)+(n2x0.1)+(n3x0.01)] x d

(D1-I1-B1) Berat sampel (D1-I1-B1) Berat sampel

Lepaskan “clamp lever”, biarkan rotor berputar selama 2 menit hingga didapat viskositas yang tepat setelah jarum stabil. Tekan tuas penjepit hingga jarum penunjuk tidak berubah posisi, dan catat angka yang ditunjukkan jarum.

Viskositas (cP) = skala terbaca x faktor konversi (1 cP)

h. Uji Organoleptik (Meilgaard et al., 1999)

Analisis organoleptik dilakukan dengan uji hedonik dan uji penerimaan pada tahap penelitian pendahuluan. Uji hedonik dilakukan dengan menggunakan 5 skala kesukaan, yaitu 1 (tidak suka), 2 (agak suka), 3 (netral), 4 (agak suka), dan 5 (suka). Jumlah panelis yang digunakan pada tahap penelitian pendahuluan sebanyak 5-6 panelis tidak terlatih yang dapat mengkonsumsi produk susu. Uji hedonik juga dilakukan pada tahap formulasi dengan menggunakan garis skalar sepanjang 15 cm (0-15) mulai dari sangat tidak suka hingga suka dengan parameter warna, aroma, dan penampakan fisik sebelum diseduh; serta aroma, rasa, dan penampakan fisik setelah diseduh. Uji organoleptik pada tahap formulasi menggunakan minimal 30 panelis tidak terlatih yang dapat mengkonsumsi produk susu.

Uji hedonik formula minuman fungsional terpilih dan minuman sejenis komersil menggunakan garis skalar sepanjang 15 cm mulai dari sangat tidak suka hingga suka dengan parameter yang sama dengan yang diujikan pada tahap formulasi minuman fungsional. Uji organoleptik pada tahap ini menggunakan minimal 28 panelis tidak terlatih yang dapat mengkonsumsi produk susu. Pengolahan data uji hedonik pada tahap penelitian pendukung menggunakan bantuan program statistik, yaitu SPSS 11.0.

Dokumen terkait