• Tidak ada hasil yang ditemukan

18 4.2.Proses Ekstraksi Bahan Baku

4.3. Formulasi Minuman Fungsional

Formula minuman fungsional campuran sirih merah, jahe, dan kayu manis dengan rasio 5:3:4 (v/v) memiliki rasa pahit yang dominan. Untuk memperbaiki citarasa formula tersebut, dilakukan penambahan jeruk nipis. Bentuk jeruk nipis yang ingin ditambahkan mengacu pada kapasitas antioksidan dari ekstrak buah jeruk nipis dengan air dan/atau dari air perasan jeruk nipis (Tabel 4). Berdasarkan hasil pengukuran nilai kapasitas antioksidan, maka dipilihlah air perasan jeruk nipis sebagai alternatif perbaikan formula baku, yaitu dengan menambahkannya pada lima tingkat perbandingan (Tabel 2), dan pada tahap akhir pembuatan minuman fungsional ditambahkan sebanyak 12% (b/v) pemanis stevia.

Tabel 4. Kapasitas antioksidan bahan baku penyusun minuman fungsional

Sampel Kapasitas antioksidan (ppm AAE)

Sirih merah masak 1652,00 ± 48,855

Sirih merah gerus 423,00 ± 53,354

Kayu manis 1884,73 ± 12,856

Jahe bubuk 355,27 ± 66,854

Jahe 291,18 ± 18,642

Jeruk nipis masak 68,91 ± 12,856

Jeruk nipis peras 447,54 ± 25,070

Daun jeruk 406,18 ± 52,712

Keterangan : AAE = Ascorbic Acid Equivalent

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan senyawa aktif yang berguna bagi kesehatan. Sirih merah mengandung alkaloid, flavonoid, dan tanin yang berfungsi sebagai antioksidan serta dapat menurunkan kadar kolesterol dan gula darah (Azima 2003 dan

Safithri et al. 2006). Jahe mengandung zingiberen dan zingiberol yang berfungsi sebagai

antioksidan dan antihiperglikemia (Koswara 2006). Kayu manis mengandung tannin, eugenol,

sinamaldehid yang berfungsi sebagai antioksidan dan menghambat aktivitas enzim α-glukosidase

(King 2000 dan Ngadiwiyana et al. 2011). Antioksidan pada rempah biasanya tidak rusak akibat

proses pengeringan, sehingga ada kemungkinan faktor lain yang menyebabkan faktor proteksi rempah dalam bentuk bubuk lebih rendah dibandingkan bentuk segarnya. Faktor lain tersebut

19

adalah oksigen dan cahaya selama penyimpanan (Pokorny 2001). Berdasarkan penelitian sebelumnya, nilai kapasitas antioksidan berbagai bahan baku yang digunakan adalah 37,64% (metode rancimat) untuk jahe bubuk (Wuisan 2007); 806,78 ppm AAE untuk jahe segar (Herold

2007); 75 mg/100mL untuk nilai IC50 jeruk nipis (Ghafar et al. 2010); 5,06 mg/L IC50 kayu manis

(Pebrimadewi 2011) atau pada konsentrasi 50 ppm dapat menghambat radikal bebas sebesar

28,9% (Alfarabi et al. 2010). Perbedaan ini diduga karena perbedaan metode analisis maupun

perbedaan perisapan bahan baku.

Pengukuran kapasitas antioksidan ekstrak bahan baku ditujukan untuk melihat potensi bahan baku sebagai sumber antioksidan serta untuk melihat perlakuan yang cocok diterapkan pada bahan baku untuk mendapatkan nilai kapasitas antioksidan paling tinggi. Berdasarkan nilai kapasitas antioksidan bahan baku penyusun minuman fungsional yang tertera pada Tabel 4, terlihat bahwa sirih merah yang diekstrak dengan cara dimasak menghasilkan nilai kapasitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan sirih yang hanya digerus saja. Jahe yang dibubukkan memiliki nilai kapasitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding dengan jahe yang hanya dirajang biasa. Perasan jeruk nipis memiliki kapasitas antioksidan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, perlakuaan perebusan sirih merah, pembubukan jahe, dan perasan air jeruk nipis dipilih dalam pembuatan minuman fungsional berbahan dasar sirih merah. Formulasi minuman ini dilakukan dalam 5 tahap, yaitu (1) penentuan tiga formula minuman dengan uji ranking hedonik terhadap beberapa panelis, (2) penentuan satu formula terpilih dengan uji rating hedonik pada 70 panelis tidak terlatih, (3) perbaikan citarasa minuman dengan variasi konsentrasi pemanis, (4) perbaikan warna minuman dengan penambahan mundar, dan (5) verifikasi penentuan formula terpilih dengan menggunakan panelis terlatih berusia 30-80 tahun.

Kelima formula citarasa yang telah ditambahkan pemanis stevia sebesar 12% (b/v) kemudian diujikan kepada beberapa panelis untuk mengetahui tingkat kesukaan. Dari hasil pengujian didapatkan tiga formula yang akan diujikan pada tahap selanjutnya dan pada proses ini panelis diminta untuk mengurutkan formula yang paling disukai sampai yang paling tidak disukai. Hasil yang didapatkan pada tahap ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antar sampel yang diuji karena nilai F hitung lebih rendah dari F tabel pada perhitungan daftar sidik ragamnya (Lampiran 2). Walapun demikian tetap harus dilakukan pemilihan 3 formula yang disukai untuk dilakukan uji selanjutnya. Pemilihan 3 formula ditentukan berdasarkan rata-rata dari nilai yang diperoleh setiap formula, yaitu nilai rata-rata paling rendah mewakili sampel yang paling disukai dan sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, dipilihlah formula 3 dengan skor 3.6, formula 4 dengan skor 2.0, dan formula 5 dengan skor 2.0 (Lampiran 2).

Tahap pengujian perbaikan formula adalah mengujikan 3 formula terpilih pada 70 orang

panelis tidak terlatih untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis melalui uji rating hedonik

(Meilgaard et al. 1999), dengan parameter aroma, rasa, warna, dan overall. Hasil pengujian

parameter aroma adalah terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antar sampel. Artinya, kesukaan pada parameter aroma tidak berbeda satu sama lain. Namun, bila dilihat dari nilai rata- rata, formula yang memiliki tingkat kesukaan paling tinggi menurut hasil uji Duncan adalah formula 3 dengan nilai 3.06 (agak suka).

Kesukaan panelis tehadap parameter rasa dari ketiga formula menunjukkan adanya perbedaan nyata. Perbedaan tersebut terlihat pada formula 3 (nilai 1,33) dengan formula 4 (nilai 1,59) dan 5 (nilai 1,77), sedangkan antara formula 4 dan 5 tidak terdapat perbedaaan nyata. Namun, formula 3 memiliki tingkat kesukaan yang lebih rendah dibanding dengan kedua formula lainnya. Formula 5 memiliki tingkat kesukaan paling tinggi dibandingkan 2 formula lainnya, yakni 1.77 (mendekati agak tidak suka). Kesukaan panelis terhadap parameter warna menunjukkan

20

adanya perbedaan nyata antar sampel. Sampel formula 3 berbeda nyata dengan sampel formula 5, tetapi tidak berbeda nyata dengan formula 4 dan formula 5. Namun, formula 3 memiliki tingkat kesukaan yang lebih tinggi dibanding dengan formula 5, yakni 2.71 (mendekati agak suka).

Parameter sensori keseluruhan (overall) dari 3 formula tersebut menunjukkan tidak terdapat

ada perbedaan nyata antar sampel. Sampel yang memiliki tingkat kesukaan paling tinggi menurut hasil uji Duncan adalah formula 3 dengan nilai 3.06 (agak suka). Hasil analisis pada uji sensori ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Uji sensori tahap pertama ini ternyata belum memberikan peningkatan kesukaan panelis terhadap citarasa minuman yaitu masih berkisar pada tingkat agak suka (skor 3). Oleh karena itu, perlu dilakukan kembali upaya perbaikan formula. Alternatif yang dilakukan adalah dengan melakukan variasi penambahan konsentrasi pemanis pada minuman.

Tahap perbaikan formula selanjutnya adalah dengan mencoba beberapa konsentrasi pemanis, yaitu sebesar 12%, 20%, dan 25%. Pemanis stevia digunakan untuk menutupi rasa pahit yang tidak disukai panelis karena pemanis stevia memiliki tingkat kemanisan 200-300 kali dari

sukrosa, tetapi kandungan kalorinya rendah (Lemus-Mondaca et al. 2011), serta tidak

menimbulkan efek tetratogenik (Widowati et al. 2011). Variasi konsentrasi pemanis dimaksudkan

untuk mendapatkan tingkat kesukaan yang meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi

pemanis. Ketiga sampel lalu diuji sensori menggunakan uji rating hedonik terhadap 70 panelis tak

terlatih untuk memilih konsentrasi mana yang memiliki tingkat kesukaan paling tinggi. Hasil

penilaian dari panelis pada uji rating hedonik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antar

sampel pada semua parameter. Perbedaan konsentrasi pemanis pada minuman fungsional campuran sirih merah, kayu manis, jahe, dan jeruk nipis tidak menghasilkan perbedaan tingkat kesukaan yang signifikan.

Tingkat kesukaan pada parameter aroma berkisar pada skala 2-3 (agak tidak suka-agak suka), dan tingkat kesukaan paling tinggi terhadap parameter aroma adalah pada minuman berkonsentrasi pemanis 12%, yakni sebesar 3.0857. Tingkat kesukaan pada parameter aroma setelah dilakukan variasi penambahan pemanis tidak berbeda jauh dengan uji sebelumnya (3,06). Tingkat kesukaan pada parameter warna berkisar pada skala 2 (agak tidak suka), dan tingkat kesukaan paling tinggi terhadap parameter warna adalah pada minuman berkonsentrasi pemanis 12%, yakni sebesar 2.8429. Tingkat kesukaan pada parameter warna setelah dilakukan variasi penambahan pemanis tidak berbeda jauh dengan uji sebelumnya (2,71). Tingkat kesukaan pada parameter rasa berkisar pada skala 1-2 (sangat tidak suka-agak tidak suka), dan tingkat kesukaan paling tinggi terhadap parameter rasa adalah pada minuman berkonsentrasi pemanis 20%, yakni sebesar 1.9143. Tingkat kesukaan pada parameter rasa setelah dilakukan variasi penambahan pemanis sedikit meningkat dibandingkan dengan uji sebelumnya (1,77). Tingkat kesukaan pada

parameter overall berkisar pada skala 2 (agak tidak suka), dan tingkat kesukaan paling tinggi

terhadap parameter overall adalah pada minuman berkonsentrasi pemanis 25%, yakni 2.1714.

Tingkat kesukaan pada parameter overall setelah dilakukan variasi penambahan pemanis justru

lebih rendah dibandingkan dengan uji sebelumnya (3,06). Keseluruhan hasil analisis uji sensori ini dapat dilihat pada Lampiran 4.

Berdasarkan hasil uji sensori tersebut, penambahan konsentrasi pemanis sebesar 12% adalah sampel yang dipilih, karena tidak adanya perbedaan nyata pada variasi pemberian konsentrasi pemanis. Penambahan pemanis sebesar 12% tentu akan lebih efisien dan memberikan tingkat kesukaan yang tidak berbeda dengan konsentrasi pemanis lainnya karena dengan penambahan pemanis yang tidak terlalu tinggi, panelis sudah memberikan tingkat kesukaan yang tidak jauh berbeda dengan penambahan pemanis pada tingkat yang lebih tinggi. Uji sensori tahap kedua ini ternyata masih belum memberikan peningkatan kesukaan panelis terhadap citarasa

21

minuman, yaitu masih berkisar pada tingkat agak tidak suka. Pemanis umumnya akan memberikan pengaruh paling besar terhadap parameter rasa terutama untuk menutupi rasa pahit yang pada dasarnya terkandung dalam bahan, semakin tinggi konsentrasi pemanis semakin tinggi pula tingkat

kesukaan panelis terhadap pangan (Kailaku et al. 2005). Pemanis stevia dipilih karena

keamanannya bagi penderita diabetes. Penggunaan stevia dapat dipadukan dengan pemanis lain yang juga aman bagi penderita diabetes, misalnya sorbitol, agar meningkatkan penerimaan citarasa

produk. Sorbitol biasa dipadukan dengan pemanis lain untuk menutup aftertaste dari pemanis lain,

memiliki kalori yang rendah sehingga cocok untuk penderita diabetes, dan dapat mencegah reaksi pencoklatan selama proses pembuatan produk (Smith dan Hui 2004). Untuk memastikan tingkat kesukaan panelis terhadap tiga formula yang ada dengan tingkat konsentrasi pemanis sebesar 12%,

maka selanjutnya dilakukan kembali uji rating hedonik terhadap 3 formula minuman kepada 70

orang panelis tidak terlatih yang berumur 30-80 tahun. Kelompok panelis ini dipilih asumsi dapat lebih mengerti akan manfaat minuman kesehatan, sehingga penerimaan akan lebih baik.

Pada tahap uji sensori ini, hasil penilaian dari panelis menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata antar sampel pada semua parameter. Perbedaan tingkat konsentrasi jeruk nipis pada minuman fungsional campuran sirih merah, kayu manis, jahe, dan jeruk nipis menghasilkan perbedaan tingkat kesukaan yang signifikan. Jeruk nipis diketahui memiliki rasa asam kandungan

flavonoid dan fenolik tinggi (Ghafar et al. 2010). Rasa asam jeruk nipis diharapkan dapat

membantu penerimaan minuman fungsional serta kandungan senyawa aktifnya dapat meningkatkan kapasitas antioksidan minuman. Hasil analisis uji ini dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tingkat kesukaan dari parameter warna berkisar pada skala 3 (agak suka), dan terdapat perbedaan kesukaan antara formula 3 dan 5, walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan dengan formula 4. Tingkat kesukaan paling tinggi terhadap parameter warna adalah pada minuman dengan tingkat konsentrasi jeruk nipis 3, yakni sebesar 3.3714. Tingkat kesukaan pada parameter aroma berkisar pada skala 3 (agak suka). Hasil uji menunjukkan adanya perbedaan kesukaan antara sampel dengan tingkat konsentrasi 3 dan dua konsentrasi lainnya, walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan antara sampel dengan tingkat konsentrasi 4 dan 5. Tingkat kesukaan paling tinggi terhadap parameter aroma adalah pada minuman dengan tingkat konsentrasi jeruk nipis 4, yakni sebesar 3.4000.

Tingkat kesukaan dari parameter rasa berkisar pada skala 1-2 (sangat tidak suka-agak tidak suka). Hasil uji ini menunjukkan adanya perbedaan kesukaan antara sampel dengan tingkat konsentrasi 3 dan dua konsentrasi lainnya, walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan antara sampel dengan tingkat konsentrasi 4 dan 5. Tingkat kesukaan paling tinggi terhadap parameter aroma adalah pada minuman dengan tingkat konsentrasi jeruk nipis 4, yakni sebesar 2.3857.

Tingkat kesukaan pada parameter overall berkisar pada skala 2 (agak tidak suka), dan terdapat

perbedaan kesukaan antara sampel dengan tingkat konsentrasi 3 dan dua konsentrasi lainnya walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan antara sampel dengan tingkat konsentrasi 4 dan 5.

Tingkat kesukaan paling tinggi terhadap parameter overall adalah pada minuman dengan tingkat

konsentrasi jeruk nipis 4, yakni sebesar 2.6429. Dengan mempertimbangkan hasil uji sensori dan kapasitas antioksidan dari 3 formula tersebut (Tabel 6), maka formula 4 adalah formula terpilih.

Dalam usaha meningkatkan tingkat kesukaan, dilakukan perbaikan formula dengan membandingkan formula yang sudah ada dengan variasi lain yaitu, formula utama (sirih merah, jahe, kayu manis) ditambah dengan ekstrak kulit buah mundar (kode sampel 489), formula utama dengan perubahan perlakuan sirih merah dalam bentuk segar dan hanya ditumbuk lalu ditambah dengan perasan jeruk nipis (kode sampel 414), serta formula utama dengan perubahan perlakuan sirih merah dalam bentuk segar dan hanya ditumbuk, lalu ditambah dengan ekstrak mundar (kode

22

sampel 472). Kulit buah mundar yang berwarna merah cerah serta rasanya yang asam diharapkan

dapat memperbaiki penerimaan terhadap rasa serta warna minuman sirih merah (Saleh et al. 2012).

Warna merah cerah dari ekstrak kulit buah mundar memiliki keunggulan dalam memperbaiki warna minuman dibandingkan ekstrak jeruk nipis. Formula-formula tersebut diuji kepada panelis dengan uji beda dari kontrol. Pada pengujian tersebut, formula utama yang ditambahkan dengan perasan jeruk nipis juga disajikan sebagai kontrol dan juga sebagai sampel dengan kode 405.

Uji beda dari kontrol terhadap sampel-sampel tersebut memberikan hasil yang berbeda nyata antara sampel kontrol dengan ketiga sampel lainnya pada 4 parameter yang diujikan. Jika dilihat dari parameter warna, maka sampel 489 memiliki perbedaan yang moderat dengan sampel kontrol, sedangkan sampel 414 dan 472 memiliki perbedaan yang cukup besar dengan kontrol. Pada pengolahan data lebih lanjut, sampel 489, 414, dan 472 diketahui memberikan kesan warna

yang lebih buruk dibanding dengan kontrol, yakni bernilai 0,1 – 0,2 yang mana nilai 0 mewakili

nilai lebih buruk dan nilai 1 mewakili nilai lebih baik.

Hasil pengujian parameter aroma menyatakan bahwa sampel 489 agak berbeda dengan sampel kontrol, sedangkan sampel 414 dan 472 memiliki perbedaan yang moderat dibanding dengan kontrol. Pada pengolahan data lebih lanjut, sampel 489, 414, dan 472 diketahui

memberikan kesan aroma yang lebih buruk dibanding dengan kontrol (0 – 0,1). Jika dilihat dari

parameter rasa, maka sampel 489, 414, dan 472 memiliki perbedaan yang moderat dengan sampel kontrol. Ketiga sampel tidak berbeda nyata. Pada pengolahan data lebih lanjut, sampel 489, 414, dan 472 diketahui memberikan kesan yang lebih buruk dibanding dengan kontrol (0 – 0,1). Secara

overall, terlihat bahwa sampel 489 agak berbeda dengan sampel kontrol, sedangkan sampel 414 dan 472 memiliki perbedaan yang moderat dibandingkan dengan kontrol. Pada pengolahan data lebih lanjut, sampel 489, 414, dan 472 diketahui memberikan kesan yang lebih buruk dibanding

dengan kontrol (0 – 0,1). Hasil analisis selengkapnya untuk uji beda dari kontrol ini dapat dilihat

pada Lampiran 5.

Berdasarkan beberapa upaya yang dilakukan untuk memperbaiki citarasa minuman fungsional berbasis sirih merah, formula 4 adalah formula terpilih karena dapat memberikan tingkat kesukaan terhadap citarasa yang kurang lebih mendekati minuman fungsional berbahan dasar sirih merah yang telah dibuat pada penelitian sebelumnya, yakni pada tingkat agak suka

(Yasni et al. 2010). Formula terpilih inilah yang kemudian akan dijadikan sampel penentuan umur

simpannya.

4.4.

Analisis Komponen Volatil Senyawa Minuman

Komponen volatil pada bahan penyusun pangan sangat penting untuk diketahui, karena komponen volatil akan mempengaruhi aroma produk pangan. Sebagian besar komponen volatil berbentuk fraksi minyak atsiri. Minyak atsiri adalah kelompok senyawa berbau, larut dalam alkohol, terdiri dari campuran eter, aldehida, keton, dan terpen. Kelompok senyawa kimia yang bersifat volatil ini diantaranya adalah hidrokarbon (senyawa terpena rendah), turunan oksigenasi dari senyawa terpena, dan senyawa aromatik struktur benzoid (Nychas dan Tassou 2000).

Pada penelitian ini dianalisa komponen volatil yang ada pada bubuk sirih merah serta pada minuman fungsional sirih merah, jahe, kayu manis, dan jeruk nipis. Berdasarkan data yang didapat dari hasil analisis GCMS pada bubuk sirih merah, diketahui terdapat 62 komponen volatil, dan

lima komponen volatil dengan persentase luas area terbesar adalah -curcumene 6,90%, -linalool

23

volatil pada minuman fungsional yang dapat diidentifikasi berjumlah 69 komponen dan lima

komponen yang memiliki luas area terbesar adalah -curcumene (12,45%), geraniol acetate

(4,89%), p-menth-1-en-8-ol (4,74%), (-)-zingiberene (4,43%), dan β-bisabolene (4,42%).

Perbedaan jumlah komponen volatil pada ekstrak sirih merah dan minuman fungsional disebabkan oleh perbedaan komponen penyusun pada minuman fungsional yang terbuat dari 4 bahan baku. Ada dua komponen volatil utama pada minuman fungsional yang juga merupakan

komponen volatil utama pada sirih merah, yakni -curcumene dan (-)-zingiberene. Nilai

komponen -curcumene yang meningkat pada minuman terjadi karena adanya kandungan -

curcumene yang berasal dari bahan baku lain, seperti jahe (Djafar et al. 2010) dan kayu manis

(Aggarwal et al. 2005).

Komponen -curcumene merupakan kelompok sesquiterpene (Anonim 2011) yang

memiliki kemampuan antidiabetik (Rao et al. 2010). Alfa-curcumene juga diketahui memiliki

fungsi dalam menurunkan tingkat kolesterol dalam darah (Aggarwal et al. 2005). Peningkatan

jumlah -curcumene pada minuman fungsional menunjukkan adanya sinergisme antar bahan

dalam minuman tersebut sebagai komponen antidiabetik.

4.5.

Analisis Proksimat Formula Terpilih

Analisis proksimat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui kandungan lima komponen utama dalam suatu bahan pangan, yaitu kadar air, kadar abu (mineral), dan kadar protein yang hasilnya kemudian dapat dicantumkan pada label produk. Kadar air dan kadar abu dapat direpresentasikan dalam basis basah ataupun basis kering.

Kadar air menunjukkan kandungan air yang terkandung dalam bahan. Kadar air dari minuman ini adalah 85,24% (bb). Hal ini menunjukkan kandungan air yang cukup besar pada produk, karena pada dasarnya produk minuman kesehatan ini didominasi oleh air. Kadar abu merujuk pada residu anorganik yang tertinggal setelah proses oksidasi dari komponen organic pada sebuah produk pangan. Kadar abu menunjukkan kandungan total mineral dalam pangan (Nielson 2010), dan dalam produk minuman kesehatan ini berjumlah 0,35% (bb) atau 2,37% (bk). Kandungan abu yang rendah menunjukkan bahwa kandungan mineral dalam minuman kesehatan ini cukup rendah, demikian pula kadar proteinnya yang berjumlah 0,41% (bb) atau 2,80% (bk). Kandungan total gula dari minuman kesehatan berbasis sirih merah ini adalah 5,05%.

4.6.

Analisis Fisik dan Kimia Formula Terpilih

4.6.1.Massa Jenis

Massa jenis adalah perbandingan antara massa suatu zat dengan volumenya. Setiap benda akan memiliki massa jenis yang berbeda-beda. Massa jenis tidak dipengaruhi oleh bentuk dari benda, tetapi dipengaruhi oleh volume dari benda. Suhu yang turut mempengaruhi volume suatu zat juga ikut mepengaruhi massa jenis dari suatu zat atau benda (Nielsen 2010).

Hidrometri adalah suatu ilmu pengukuran massa jenis yang dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan hidrometer atau piknometer. Hidrometer adalah

24

suatu beban terstandar yang diberikan pada suatu sampel cair dan kemudian diukur penambahan volume yang terjadi. Prinsip kerja hidrometer ini mengikuti prinsip Archimedes. Piknometer adalah salah satu alat untuk mengukur massa jenis dengan membandingkan bobot dengan suatu volume tetap dari alat tersebut. Hasil massa jenis (densitas) yang didapat dari piknometer ini adalah hasil perbandingan dengan densitas air (Nielsen 2010).

Pengukuran massa jenis minuman fungsional dilakukan dengan alat piknometer pada suhu

ruang dan menghasilkan massa jenis minuman sebesar 1,0733 g/ml (= g/cm3). Massa jenis

minuman kesehatan berbasis sirih merah tidak jauh berbeda dengan massa jenis air, yaitu sebesar 1

g/cm3, karena komponen utama dari minuman adalah air yang berinteraksi dengan komponen-

komponen dari bahan baku. Nilai massa jenis minuman ini yang sedikit lebih tinggi dibandingkan air disebabkan adanya kandungan pati (jahe) dari bahan baku yang ikut terekstrak. Pengetahuan massa jenis dapat digunakan untuk mengetahui kandungan zat di dalam minuman yang kemudian digunakan dalam pembuatan bentuk lain dari minuman ini (oleoresin atau nanoemulsi).

4.6.2.Viskositas

Reologi adalah suatu ilmu yang mempelajari respon suatu bahan terhadap tekanan yang diberikan. Salah satu respon yang dipelajari dalam reologi ini adalah viskositas. Viskositas sendiri didefinisikan sebagai suatu tahanan internal (berasal dari bahan) untuk mengalir. Salah satu parameter yang penting dalam menggambarkan sifat reologi suatu bahan adalah suhu. Biasanya, viskositas akan menurun seiring meningkatnya suhu. Artinya, suatu bahan akan lebih mudah mengalir atas tekanan yang diberikan kepadanya pada suhu yang lebih tinggi (Nielsen 2010).

Viskositas dari minuman fungsional diukur menggunakan alat Brookfield Viscometer.

Prinsip kerja alat ini adalah dengan memberikan beban pada bahan sebagai tekanan. Beban dapat

berupa suatu tabung silinder logam, cone, atau plate. Beban tersebut kemudian diputar dengan

kecepatan tertentu dan skala yang terbaca pada alat kemudian dikalikan dengan faktor konversi yang ada dan didapatlah nilai viskositas bahan.

Nilai viskositas dari minuman fungsional ini adalah 9,625 cP. Nilai ini lebih besar dari nilai viskositas air, yaitu 1 cP (Nielsen 2010) ataupun viskositas minuman fungsional dengan

penambahan barley

-glukan, yaitu 4,43 cP (Din 2009). Apabila dibandingkan dengan nilai

viskositas sari buah komersial yang beredar, yaitu sekitar 1,77-6,61 cP (Pratiwi 2009), kekentalan minuman fungsional ini masih lebih tinggi. Tingkat kekentalan minuman yang tinggi diduga karena adanya pengaruh dari ekstrak air dari kayu manis yang ditambahkan pada minuman. Hal ini diperkuat dengan penelitian Al-Dhubiab (2012), yakni viskositas dari ekstrak pektin kulit kayu manis adalah 1000 cP. Rincian pengukuran viskositas ini dapat dilihat pada Lampiran 9.

4.6.3.Total Padatan Terlarut

Perhitungan nilai total padatan terlarut (TPT) dinyatakan dalam °Brix, yaitu skala berdasarkan persentase (berat) sukrosa dalam (larutan) minuman. Nilai ini menunjukkan bobot (gram) sukrosa per 100 gram sampel. Nilai TPT pada minuman sari buah umumnya berkisar antara 10,2-14,2 (Pratiwi 2009) dan pada minuman fungsional (madai) berkisar antara 11,31-11,49. Nilai total padatan terlarut dari minuman, baik minuman sari buah maupun minuman fungsional belumlah diatur dalam SNI.

25

Nilai TPT dari minuman fungsional berbasis sirih merah adalah 15,62 oBrix, artinya

terdapat 15,62 gram sukrosa per 100 gram sampel. Nilai ini lebih tinggi dari nilai gula yang ditambahkan sebenarnya ke dalam minuman (12% (b/v)) karena adanya proses hidrolisis disakarida menjadi monosakarida pada pH asam. Nilai total padatan terlarut ini berbanding lurus dengan nilai viskositas dari cairan, artinya semakin tinggi nilai total padatan terlarut akan menyebabkan tingginya tahanan internal dari cairan untuk mengalir sehingga nilai viskositasnya semakin tinggi pula (Juszczak dan Fortuna 2004). Oleh karena itu, nilai TPT yang tinggi dari minuman fungsional diduga menjadi salah satu penyebab nilai viskositas minuman yang tinggi.

Dokumen terkait