2.10.1 Sejarah Foto esai
Bercerita dengan gambar bukanlah merupakan hal yang baru. Cara tersebut
telah dikenal sejak zaman Mesir purba, yang ditortoehkan pada dinding-dinding
makam, sampai komik modern seperti Sinchan. Dalam dunia fotografi usaha ini telah
dimulai ketika Mathew Brady merekam perang saudara Amerika di penghujung abad
ke-19. Foto-foto hasil jepretannya ditampilkan dalam bentuk seni dalam upaya
memberikan gambaran yang utuh tentang peperangan.
Pada awalnya foto-foto tanpa perhitungan alur, sehingga lebih mirip kumpulan
foto yang bergerombol. Tidak tersusun sehingga tidak mampu bercerita secara
berurut. Barulah tahun 1915, The Illustrated London News menampilkan Perang
Dunia I dengan perhitungan tata letak. Itupun kemudian terlihat sebagai bentuk
susunan mosaik. Selain hambatan teknologi cetak, bentuk kamera yang lebih besar dan
lensa yang hanya mempunyai diagfrahma (rana) yang kecil membuat pekerjaan
fotografer menjadi lamban, sampai-sampai foto yang dihasilakanpun lebih banyak
serdadu-serdadu yang mejeng. Penemuan halftone dalam dunia cetak menggantikan
wood-cut, turut mendorong perkembangan esai foto. Tehnologi ini memungkinkan
foto untuk tampil lebih akurat dan cepat.
Pada tahun 1925, ketika kamera format kecil ditemukan, dengan lensa yang
mampu merekam lebih leluasa pada kondisi minim cahaya, terbukalah kemungkinan
untuk menampilkan aktifitas manusia apa adanya, foto-foto candid pun mulai
berkibar. Dipelopori Eric Salomon. Untuk pertama kalinya potensi yang
sesungguhnya dari esai foto mulai di explorasi. Munich Illustrated Press, sebuah
pandangan mata. Editor majalah tersebut, Stefan Lorant menampilkannya sebagai
foto seri yang memperhitungkan tata letak dengan cermat. Kemudian berbagai
kemungkinan terus dieksplorasi untuk menghadirkan impresi yang diinginkannya.
Lorant bahkan memakai dasar warna hitam untuk menampilkan nuansa romantis bagi
esai karya Brassai. Midnight in Paris. Rekaman Brassai mulai dari monumen hingga
penghibur nightclub, dari cafe sampai pemabuk menggelosor di trotoar, satu
persatu, foto demi foto disusun untuk membangun nuansa malam sebuah kota,
menghasilkan foto yang memikat.14
2.10.2 Era Keemasan
Tehnik foto jurnalistik yang dikembangkan Lorant pada tahun 30-an mulai
menarik perhatian penerbit asal Amerika. Pada masa itu, banyak fotografer Jerman
yang hengkang ke Amerika untuk menghindari rezim Hitler. Dalam dekade yang
sama, Life memproklamirkan sebuah manifesto yang intinya: untuk melihat
kehidupan, melihat duinia, menjadi saksi nyata kejadian penting, menyaksikan wajah
sedih kemiskinan dan gesture kebanggaan pada mereka yang berhasil, menyaksikan
hal-hal aneh, mesin, tentara, bayang-bayang, menyaksikan karya manusia-lukisan,
pencakar langit, penemuan baru, menyaksikan sesuatu yang baru, dibalik tembok, di
dalam ruangan, sesuatu yang berbahaya.15
Foto jurnalistik adalah foto yang menyampaikan informasi kepada publik. Satu
foto jurnalistik - biasa disebut foto tunggal (single photo) menyampaikan informasi
yang sangat terbatas; lebih banyak foto ditampilkan lebih banyak pula informasi yang
bisa disampaikan. Penggunaan lebih dari satu foto ini di dalam jurnalisme biasa
14
http://formatphoto.multiply.com/journal/item/6
15
dikenal sebagai photo story. Photo story dianggap mencakup esai foto di dalamnya:
esai foto adalah anggota keluarga photo story, padahal perdefinisi esai foto dibedakan
dari/dengan photo story. Esai foto dibedakan dengan tegas dari photo story karena
memang berbeda fungsi dan karakternya. Jika photo story adalah tentang fakta dan
peristiwa sebagai informasi utama yang dihantarkanny, esai foto melampaui itu. Esai
foto bertujuan utama untuk menyampaikan pendapat atau opini secara sekaligus, fakta
dan peristiwa hanyalah pelengkapnya. Ia menganalisa dari pada melaporkan suatu
gejala, peristiwa atau isue tertentu. Ia adalah rangkaian argumen yang menyatakan
sudut pandang tertentu dari si pewarta foto (dan/atau redaksi).
Karena karakter dan fungsinya itu, esai foto sangat mengandalkan keberadaan
teks atau kata-kata yang mendampinginya; tidak sekedar caption yang
memang merupakan syarat wajib di dalam jurnalisme. Kerja sama foto dan teks
menghasilkan efek-efek khusus yang sangat kuat di dalam penyampaian opini atau
pernyataan pendapat.16
2.10.3. Bercerita lewat gambar
Maitland Edey, Editor dari staff redaksi Life, dalam bukunya Great
Photographic Esaay from Life, menyatakan bahwa esai foto merupakn bentuk yang
paling kompleks, dan arena itu paling menantang. Pekerjaan ini tidak hanya
melibatkan fotografer tapi juga editor dan desain grafis yang bekerja.
Dalam membangun sebuah esai foto, dibutuhkan seleksi dan pengaturan yang
tepat agar foto-foto dapat bercerita lewat satu tema. Secara keseluruhan, masalah yang
diangkat harusnya lebih dalam, lebih utuh, lebih imajinatif dan memberikan dimensi
16
yang lebih luas dibandingkan yang dapat dicapai oleh foto tunggal. Subjek untuk esai
foto bisa sangat beragam; bisa kejadian, tokoh, gagasan atau sebuah tempat. Cara
penuturanyapun beragam pula; kronologis, tematik atau apa saja. Esai bentuknya
fleksibel. Yang terpenting adalah foto-foto tersebut saling melengkapi, menjadi
sinergi dalam bentuk alur cerita.
Secara umum, seperti terlihat dalam contoh, foto-foto disusun menjadi cerita
yang punya narasi atau alur. Foto pertama biasanya memikat, memancing
pembaca untuk ingin tahu kelanjutan dari cerita tersebut. Selanjutnya foto-foto yang
membangun badan cerita dan menggiring pemirsa ke puncak. Kemudian foto yang
melengkapi cerita dan foto penutup yang berfungsi mengikat sekaligus memberikan
kedalaman dan arti.
2.10.4 Element Esai Foto
Beberapa Element penting yang harus dipahami dalam membuat esai foto :
elemen utama : foto (untuk menggantikan kata-kata)
elemen penyerta : naskah/teks atau caption (dapat juga tanpa naskah)
Esai memang tidak memecahkan persoalan, tapi melukiskan persoalan.
Atau tepatnya, esai melukkiskan kehidupan sebagai fenomena kehidupan manusia,
dalam aspek intelektual maupun emosionalnya. Dalam keseharian sering kita
menyakini sebuah kebenaran yang secara empiris dan tanpa keinginan lebih jauh
untuk membuktikan kebenaran tersebut secara teoritis. Dalam situasi ini tulisan
berbentuk esai menjadi pilihan yang paling tepat. Karena tujuan esai adalah untuk
memancing opini pembacanya. Esai menggambarkan hubungan manusia dengan
interpretative, deskriptif atau emosional sejauh merangsang juru fotonya. Jadi dia
merekam kehidupan secara riil. Bila pada ilmu (tulisan lmiah) dan seni (puisi)
keduanya berusaha mencapai kemutlakan filosofis, yang satu ke arah positif, yang lain
kearah idealis, maka esai menuju pada kenyataan fenomenologis (melihat fenomena
kehidupan secara sederhana dalam realitas.
1. Elemen dalam foto esai :
foto tunggal (dapat berdiri sendiri, tanpa perlu ada foto lain untuk menerangkan),
dibagi 3:
a. foto berita - foto gambaran umum
b. foto feature foto perbandingan/kontras foto sekuen foto ilustrasi (hanya untuk
memberikan penekanan pada tulisan)
2. Rumusan foto esai menurut Majalah LIFE :
tampak umum atau keseluruhan medium shot; fokuskan pada grup atau satu
aktifitas close up; detail kuat yang relevan potret; wajah yang berkarakter dengan
latar belakang lingkungan interaksi; sedang bercakap-cakap atau bekerja:
negosiasi, berdebat desisif momen; menggabungkan muatan semua elemen cerita
dalam satu foto sekuen; repetitive atau foto awal sampai akhir penutup;
mengakhiri cerita.
3. Menurut (mantan) editor LIFE, Maitland Edey, foto esai sebaiknya :
berkaitan dengan manusia (berpotensi untuk dijadikan subjek esai), seperti :
a. orang terkenal: tokoh masyarakat, artis
b. tidak terkenal tapi menarik: seniman eksentrik, pemanjat gunung, pengeliling
dunia.
karir, pialang, birokrat dilemma kehidupan tantangan dalam kehidupan
penderitaan manusia.17
Foto dengan tema apapun akan mendapat nilai tambah bila tampil dalam tata
letak yang diperhitungkan baik. Tata letak yang baik (ukuran, jenis font, dll) akan
menonjolkan interaksi antara foto dan membentuk kesatuan yang utuh.