• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

9. Foto-Foto Penelitian di Lapangan

a. Pengolahan tanah b. Wawancara dengan Petani

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA CAISIN (brasica rapa cv)

(

Studi Kasus Gabungan Kelompok Tani Bunga Wortel di Desa Citeko, Kecamatan

Cisarua, Kabupaten Bogor

)

SKRIPSI

TRISMADI NURBAYUTO H34087029

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

RINGKASAN

TRISMADI NURBAYUTO. Analisis Usahatani dan Tataniaga Caisin (brasica rapa cv) (Studi Kasus Gabungan Kelompok Tani Bunga Wortel di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan WAHYU BUDI PRIATNA).

Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan ketahanan pangan; memperbaiki devisa negara dengan mengurangi impor dan meningkatkan ekspor, (Direktorat Jendral Hortikultura Kementrian Pertanian, 2010). Sayuran daun merupakan salah satu komoditas yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan gizi yang dibutuhkan oleh manusia.

Pada tahun 2010 produksi caisin Nasional mencapai 583.004 ton. Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat produksi caisin cukup tinggi, dimana persen rata-rata pertumbuhan produksi pertahun relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa propinsi lainnya yaitu sebesar 2,96 persen pertahun. Jawa Barat sebagai salah satu propinsi yang memiliki tingkat produksi tinggi, memiliki beberapa kabupaten yang menjadi sentra produksi caisin. Beberapa kabupaten tersebut diantaranya: Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Subang, dan Bandung. Berdasarkan BPS tahun 2010. Kabupaten Bogor memiliki tingkat persen petumbuhan produksi caisin yang relatif tinggi, yaitu sebesar 2,99 persen pertahun.

Kabupaten Bogor memiliki beberapa kecamatan yang menjadi sentra produksi caisin, umumnya terletak di kecamatan yang berada di wilayah Bogor Tengah. Kecamatan Cisarua merupakan salah satu kecamatan yang memiliki produktivitas caisin yang relatif tinggi dari tahun 2006-2010. Produktivitas caisin di Kecamatan Cisarua tertinggi terjadi pada tahun 2008 mencapai 1,91 ton/hektar. Petani anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Bunga Wortel yang terletak di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua pada umumnya berusahatani caisin. Caisin memiliki karakter cepat rusak (perishable), oleh sebab itu dalam penanganan pasca panen diperlukan sistem tataniaga yang efisien. Dimana rantai tataniaga yang terbentuk harus relatif pendek dan dalam proses penyalurannya tidak merugikan seluruh lembaga yang terlibat. Untuk mengetahui tingkat efisensi tataniaga caisin petani anggota Gapoktan Bunga Wortel diperlukan penelitian mengenai tataniaga caisin.

Analisis pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan yang diterima petani atas biaya yang dikeluarkan, kemudian dilakukan analisis R/C rasio untuk mengetahui apakah usahatani caisin yang dilakukan oleh petani anggota dan non anggota dapat menguntungkan atau tidak. Salah satu cara untuk memperoleh keuntungan dari usahatani caisin adalah dengan memasarkan hasil produksi caisin. Sistem tataniaga yang efisien akan mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Agar sistem tataniaga dapat berjalan seefisien mungkin maka petani harus memilih saluran pemasaran yang tepat sehingga mampu menekan biaya pemasaran. Pemasaran yang efisien dapat dilihat dari analisis saluran pemasaran dan efisiensi pemasaran yang meliputi analisis farmer’s share, analisis margin tataniaga dan analisis keuntungan biaya. Selanjutnya, hasil dari analisis pendapatan usahatani dan tataniaga caisin dapat memberikan keterangan bagi petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel untuk memilih alternatif pengambilan keputusan yang tepat dalam melakukan kegiatan usahatani caisin.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis usahatani caisin pada petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel, (2) Menganalisis lembaga dan saluran yang ada pada tataniaga caisin dari petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel, (3) Menganalisis struktur, perilaku dan keragaan pasar caisin yang terjadi, antara caisin yang

berasal dari petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel. Penelitian dilakukan pada Bulan Maret-April 2011. Pengambilan responden dengan menggunakan metode simple random sampling pada petani anggota dan menggunakan metode sensus pada petani anggota. Jumlah petani yang dijadikan responden adalah 26 orang petani anggota dan 25 orang petani non anggota. Responden yang diambil untuk menganalisis pemasaran dengan mengikuti saluran pemasaran caisin. Jumlah pedagang yang dijadikan responden terdiri dari dua orang pedagang pengumpul, dua orang pedagang besar dan dua orang pedagang pengecer.

Teknik budidaya usahatani caisin yang dilakukan oleh petani anggota dan non anggota terdiri dari kegiatan persemaian, pengolahan tanah, pemupukan I (pupuk kandang), pembumbungan, penanaman (replanting), penyiangan, pemupukan II (pupuk urea, KCl, NPK) dan pemanenan. R/C rasio dan pendapatan tunai rumah tangga (RT) petani. Untuk petani anggota gapoktan, besarnya R/C rasio atas biaya tunai 1,14; R/C rasio atas biaya total 0,56; dan pendapatan RT petani RP 169.350,00/hektar/musim tanam. Sedangkan untuk petani non anggota, besarnya R/C rasio atas biaya tunai 1,09; R/C rasio atas biaya total 0,52; pendapatan RT petani Rp. 104.607,00/hektar/musim tanam. Usahatani caisin atas biaya total tidak efisien dilakukan, karena semua nilai R/C < 1.

Berdasarkan analisis tataniaga, saluran tataniaga yang terbentuk terdiri dari tiga saluran tataniaga, diantaranya Saluran 1: petani-pedagang pengumpul kecil-pedagang besar- pedagang pengecer-konsumen. Saluran 2: petani-pedagang pengumpul kecil-pedagang pengecer-konsumen. Saluran 3: petani-pedagang pengumpul besar-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen. Struktur pasar caisin terbagi menjadi dua tingkat. Tingaktan pertama dari petani ke pengumpul memiliki struktur oligopsoni. Pada tingkatan kedua dari pedagang pengumpul-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen, struktur pasar yang terbentuk mendekati pasar persaingan sempurna. Penjual tidak melakukan strategi dalam menjual caisin, selain itu pembeli tidak memperhatikan mengenai higienitas dan kualitas caisin.

Saluran tataniaga kedua merupakan paling efisien, karena margin tataniaganya paling kecil. Petani pada saluran pertama dan kedua mendapatkan farmer’s share cukup tinggi yaitu 50%, sedangkan pada saluran ketiga hanya 28,21%, akibat dari jauhnya jarak konsumen akhir caisin. Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga tertinggi terdapat pada saluran tataniaga ketiga dengan besarnya sembilan, artinya setiap mengeluarkan biaya satu rupiah maka akan memberi keuntungan sebesar 2,48 rupiah.

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan ketahanan pangan; memperbaiki devisa negara dengan mengurangi impor dan meningkatkan ekspor, (Direktorat Jendral Hortikultura Kementrian Pertanian, 2010). Sayuran daun sebagai salah satu komoditas hortikultura memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan gizi, karena sayuran daun merupakan salah satu sumber mineral, vitamin, serat, antioksidan serta energi yang dibutuhkan oleh manusia.

Konsumsi sayuran daun selalu berhubungan dengan produksi sayuran, jika dilihat produksi sayuran daun nasional beberapa tahun terakhir. Pada umumnya pertumbuhan produksi sayuran daun mengalami fluktuasi, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Nasional Sayuran Daun Tahun 2006 – 2010

Komoditas Tahun (ton) Rata – Rata Pertumbuhan (persen/tahun) 2006 2007 2008 2009 2010* Bayam 149.435 155.862 163.817 173.750 151.344 -0,03 Kangkung 292.950 335.086 323.757 360.992 354.779 4,41 Kubis 1.185.057 1.128.792 1.153.060 1.358.656 1.384.656 3,53 Caisin/Sawi 590.401 564.912 565.636 562.838 583.004 -0,36

Sumber: BPS, 2011 (data diolah) *angka sementara

Berdasarkan data pada Tabel 1, dari tahun 2006 sampai tahun 2010 rata-rata pertumbuhan produksi sayuran daun secara umum mengalami fluktuasi. Sayuran yang mengalami pertumbuhan positif yaitu kangkung dan kubis dengan rata-rata persen pertumbuhan sebesar 4,41 persen dan 3,53 persen. Sayuran yang memiliki rata-rata pertumbuhan negatif adalah caisin dan bayam, namun rata-rata pertumbuhan terkecil adalah caisin sebesar -0,36 persen. Rendahnya persen rata-rata pertumbuhan caisin, menjadikan faktor yang menarik untuk dilakukan mengenai penelitian usahatani caisin.

Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat produksi caisin cukup tinggi, dimana persen rata-rata pertumbuhan produksi pertahun relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa propinsi lainnya yaitu sebesar 2,96 persen pertahun,

diikuti dengan Propinsi Jawa Timur sebesar 1,16 persen. Sedangkan beberapa propinsi yang mengalami penurunan adalah Propinsi Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Data produksi caisin per propinsi bisa dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi Caisin per Propinsi dari Tahun 2006-2010

Propinsi Tahun (ton)

Rata-Rata Pertumbuhan (persen/tahun) 2006 2007 2008 2009 2010* Jawa Barat 141,70 141,23 130,10 146,34 157,41 2,96 Jawa Timur 59,04 45,19 50,91 73,17 52,47 1,16 Sumatera Barat 88,56 84,74 73,53 67,54 81,62 -1,21 Jawa Tengah 88,56 96,04 73,53 67,54 75,79 -2,73 Sumatera Utara 70,85 56,49 56,56 50,66 58,30 -3,87 Lainnya 141,70 141,23 181,00 157,59 157,41 3,70

Sumber: BPS, 2011 (data diolah) *angka sementara

Propinsi Jawa Barat sebagai salah satu propinsi tertinggi yang memproduksi caisin, memiliki beberapa kabupaten yang menjadi sentra produksi caisin. Beberapa kabupaten tersebut diantaranya: Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Subang, dan Bandung. Berdasarkan BPS tahun 2010. Kabupaten Bogor memiliki tingkat persen pertumbuhan produksi caisin yang relatif tinggi, yaitu sebesar 2,99 persen pertahun. Data mengenai produksi caisin di sentra produksi di Propinsi Jawa Barat bisa dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kabupaten Sentra Produksi Caisin di Propinsi Jawa Barat Tahun 2006-2010

Kabupaten Tahun (ton) Rata-Rata

Pertumbuhan (persen/tahun) 2006 2007 2008 2009 2010* Bogor 32,59 31,07 31,22 36,58 36,20 2,99 Sukabumi 22,67 19,77 22,12 26,34 23,61 1,95 Cianjur 28,34 25,42 20,82 27,80 28,33 1,77 Bandung 24,09 22,60 18,21 23,41 22,04 -0,73 Subang 18,42 16,95 14,31 20,49 15,74 -0,89

Sumber: BPS, Propinsi Jawa Barat 2011 (data diolah) *angka sementara

Kabupaten Bogor memiliki beberapa kecamatan yang menjadi sentra produksi caisin, umumnya terletak di kecamatan yang berada di wilayah Bogor Tengah. Kecamatan Cisarua merupakan salah satu kecamatan yang memiliki produktivitas caisin yang relatif tinggi dari tahun 2006-2010. Pada tahun 2009 produktivitas caisin di Kecamatan Cisarua mengalami penurunan yang cukup besar dari tahun sebelumnya. Produktivitas caisin di Kecamatan Cisarua tertinggi terjadi pada tahun 2008 mencapai 1,91 ton/hektar. Data Produktivitas beberapa kecamatan yang menghasilkan caisin di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Produktivitas Caisin di Wilayah Bogor Tengah Kabupaten Bogor Tahun 2006 - 2010

No Kecamatan Tahun (ton/hektar)

2006 2007 2008 2009 2010* 1 Ciomas 0,72 0,35 0,41 1,20 1,19 2 Tamansari 0,93 0,85 1,01 0,77 0,67 3 Caringin 0,64 0,74 0,71 0,74 1,66 4 Cijeruk 0,68 0,32 0,47 0,55 0,43 5 Ciawi 0,22 0,21 0,31 0,28 0,32 6 Megamendung 0,97 0,92 0,35 0,50 0,61 7 Cisarua 1,02 1,88 1,91 1,13 0,45 8 Babakan Madang 0,90 1,66 1,74 1,64 2,47 9 Cigombong 0,32 0,60 0,33 0,47 0,33

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (data diolah) Ket: * angka sementara

Produktivitas caisin di Kecamatan Cisarua menjadi yang tertinggi di wilayah Bogor Tengah. Petani anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Bunga Wortel yang terletak di

Desa Citeko, Kecamatan Cisarua pada umumnya berusahatani caisin. Caisin memiliki karakter cepat rusak (perishable), oleh sebab itu dalam penanganan pasca panen diperlukan sistem tataniaga yang efisien. Dimana rantai tataniaga yang terbentuk harus relatif pendek dan dalam proses penyalurannya tidak merugikan seluruh lembaga yang terlibat. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat efisensi tataniaga caisin petani anggota Gapoktan Bunga Wortel diperlukan penelitian mengenai tataniaga caisin.

1.2.Perumusan Masalah

Usahatani caisin dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya cuaca (kemarau atau hujan), modal, lahan, teknologi dan keterampilan tenaga kerja. Gapoktan Bunga Wortel sebagai sebuah kelembagaan. Diharapkan bisa memudahkan anggotanya untuk mengakses modal, teknologi dan pasar. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Badan Penyuluh Pertanian, Peternakan dan Kehutanan (BP3K) Wilayah Ciawi. Jumlah petani caisin yang telah tergabung dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Bunga Wortel adalah 75 orang petani dari total 100 orang petani caisin yang ada di Desa Citeko.

Petani anggota mayoritas hanya sebagai penggarap (tenan), dengan luas lahan yang relatif kecil. Pada umumnya lahan dimiliki oleh orang-orang yang tinggal di Jakarta. Dengan luas lahan yang relatif kecil akan berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas caisin. Berdasarkan beberapa masalah tersebut, menarik untuk dikaji mengenai keragaan dan pendapatan usahatani caisin petani anggota Gapoktan Bunga Wortel, namun sebagai pembanding penelitian usahatani caisin ini akan dilakukan terhadap petani yang belum tergabung dalam Gapoktan Bunga Wortel. Untuk mengetahui perbedaan keragaan usahatani dan besarnya tingkat pendapatan usahatani caisin antara petani anggota dengan petani non anggota Gapoktan Bunga Wortel.

Kegiatan pasca panen pada umumnya menjadi masalah bagi petani caisin, petani biasanya selalu menjadi price taker dari para tengkulak. Saat panen raya harga caisin ditingkat petani bisa mencapai Rp. 500/Kilogram. Idealnya Gapoktan dapat berperan dalam menjaga agar fluktuasi harga caisin saat panen raya tidak terlalu murah. Salah satu cara adalah menjadikan gapoktan sebagai salah satu lembaga tataniaga dalam memasarkan caisin. Pasar Cisarua merupakan salah satu tujuan pemasaran caisin yang berasal dari petani anggota Gapoktan Bunga Wortel. Harga caisin di Pasar Cisarua selalu mengalami fluktuasi setiap minggu, berdasarkan data sekunder harga caisin antara bulan Januari-Maret 2011 berkisar antara Rp 1.900-Rp 2.200 per Kilogram. . Data mengenai fluktuasi harga caisin dari bulan Januari sampai dengan Maret 2011 di Pasar Cisarua dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data Fluktuasi Harga Caisin di Pasar Cisarua Kabupaten Bogor

Bulan Rata - Rata Harga/ Minggu (Rupiah/Kilogram)

Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV

Januari 2.000 2.200 2.000 2.100

Februari 2.100 2.000 2.200 2.000

Maret 1.900 2.100 2.000 2.000

Sumber: Pasar Cisarua Kabupaten Bogor, 2011

Fluktuasi harga yang terjadi pada Tabel 5 dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: jumlah permintaan dan penawaran caisin; serta penentuan harga caisin di tingkat petani. Selama ini petani selalu mendapatkan tingkat harga yang terkecil, dibandingkan dengan lembaga tataniaga yang lainnya. Hal tersebut diakibatkan petani kurang memiliki nilai tawar terhadap pedagang pengumpul.

Berdasarkan beberapa permasalahan yang dihadapi setelah pasca panen, diperlukan penelitian mengenai tataniaga caisin. Untuk mengetahui efisiensi tataniaga caisin yang berasal dari petani anggota Gapoktan Bunga Wortel. Analisis mengenai tataniaga juga dilakukan kepada petani yang belum tergabung dengan Gapoktan Bunga Wortel. Hal ini dilakukan, untuk mengetahui peran Gapoktan dalam tataniaga caisin.

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1) Bagaimana keragaan dan pendapatan usahatani caisin pada petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel?

2) Bagaimana lembaga dan saluran tataniaga yang ada pada tataniaga caisin dari petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel?

3) Bagaimana struktur, perilaku dan keragaan pasar caisin yang terjadi, antara caisin yang berasal dari petani anggota dan petani non anggota Gapoktan Bunga Wortel? 4) Bagaimanakah margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya

tataniaga caisin?

1.3.Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk:

1) Menganalisis usahatani caisin pada petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel.

2) Menganalisis lembaga dan saluran tataniaga yang ada pada tataniaga caisin dari petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel.

3) Menganalisis struktur, perilaku dan keragaan pasar caisin yang terjadi, antara caisin yang berasal dari petani anggota dan petani non anggota Gapoktan Bunga Wortel. 4) Menganalisis margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Jika melihat R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2,6 maka usahatani kembang kol dapat dikatakan efisien. Sedangkan jika dilihat dari R/C rasio atas biaya total adalah 2,6 sehingga usahatani kembang kol layak untuk dikembangkan.

Saluran pemasaran pada kegiatan ushatani kembang kol terdiri dari lima saluran. Saluran I (petani-pedagang pengumpul)-pedagang besar (pedagang grosir Kramatjati- pedagang pengecer (pasar induk Kramatjati)-konsumen. Saluran II (petani-pedagang pengumpul-pedagang besar (pedagang Grosir TU)-pedagang pengecer (pasar TU)-konsumen. Saluran III (petani-pedagang Kramatjati-pengecer pasar Kramatjati)-konsumen. Saluran IV petani-pedagang besar (TU)-pedagang pengecer (pasar TU)-konsumen dan saluran V (petani- pedagang pengecer (pasar cisarua))-konsumen.

Struktur pasar pelaku pemasaran kembang kol untuk pedagang pengumpul dan pengecer cendrung bersifat pasar bersaing sempurna. Sedangkan untuk pedagang grosir masing-masing pasar induk Kramatjati, pasar Cisarua dan pasar TU cenderung mengarah pada struktur pasar oligopoli. Penentuan harga antara petani dan pedagang berdasarkan tawar-menawar, namun petani tetap sebagai penerima harga (price taker). Marjin pemasaran kembang kol yang paling efisien adalah saluran kelima, karena memiliki marjin terkecil yaitu Rp 2.500,00/kilogram. Begitupun farmer’s share terbesar yang diperoleh terdapat pada saluran V sebesar 56,5 persen. Rasio keuntungan biaya terbesar juga terjadi di saluran V dengan nilai tiga.

Penelitian mengenai usahatani dan tataniaga caisin di Gapoktan Bunga Wortel memiliki karakteristik yang relatif sama. Diantaranya: letak kecamatan yang sama, selain itu caisin dan kembang kol termasuk pada kelompok sayuran daun. Analisis ushatani caisin akan menggunakan beberapa alat analisis yang sama, yaitu dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani dan efisiensi usahatani dengan menggunakan R/C rasio.

Struktur pasar caisin yang akan terbentuk nantinya akan lebih dari satu, tergantung kepada tingkatan proses pemasaran seperti halnya pada tataniaga kembang kol. Selain itu, petani caisin pada saluran pemasaran yang relatif pendek akan mendapatkan peluang farmer

share’s yang cukup besar. Penelitian mengenai usahatani dan tataniaga kembang kol sangat membantu peneliti dalam menentukan alat analisis usahtani dan tataniaga caisin.

2.2.Analisis Usahatani dan Pemasaran Bawang Merah

Maulina (2001) menganalisis pendapatan usahatani dan pemasaran bawang merah di Desa Kemukten, kecamatan Kersana, Kabupaten Dati II Brebes, Jawa Tengah. R/C rasio atas biaya total sebesar 1,4 maka usahatani bawang kurang menguntungkan untuk dikembangkan. Namun karena R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2,5 maka usahatani bawang merah layak dikembangkan. Dari 27 responden, didapatkan tiga pola saluran pemasaran. Pola saluran yang paling efisien adalah pola saluran pemasaran II, karena selain memiliki saluran pemasaran yang pendek dan farmer share’s yang cukup besar yaitu 90 persen.

Penelitian mengenai usahatani dan pemasaran bawang merah bermanfaat sebagai bahan rujukan bagi penulis dalam menentukan alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian usahatani dan tataniaga caisin. Penelitian ini juga dapat menambah informasi usahatani dan pemasaran komoditas hortikultura lainnya, selain caisin.

2.3.Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Pepaya California

Purba (2008) menganalisis pendapatan usahatani dan saluran pemasaran pepaya California di Desa Cimande dan Lemahdulur, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil penelitianyang dilakukan dapat disimpulkan bahwa petani memperoleh nilai R/C rasio atas biaya total sebesar rata-rata 3,59 dan R/C aras biaya tunai sebesar rata-rata 4,05. Nilai dari kedua R/C tersebut lebih dari satu, maka usahatani pepaya California tersebut masih memberikan keuntungan bagi petani dan layak untuk dikembangkan. Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani adalah luas lahan, jumlah tanaman per hektar, jarak tanam, penggunaan bibit, penggunaan pupuk kompos, penggunaan pupuk NPK dan penggunaan tenaga kerja luar keluarga.

Pada saluran pemasaran pepaya California di Desa Cimande dan Lemahdulur, terdapat dua bentuk pola saluran. Pola saluran I, petani menjual pepaya kepada supplier, kemudian supplier menjual pepaya tersebut kepada pedagang pengecer dan pengecer menjualnya kepada konsumen akhir. Sedangkan untuk pola saluran II, petani menjual pepaya langsung kepada pabrik (konsumen akhir).

Perhitungan efisiensi usahatani pepaya California menggunakan R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Untuk penelitian usahatani caisin yang akan dilakukan akan menggunakan alat analisis yang sama. Dengan mengetahui efisiensi usahatani caisin,

dapat diketahui kelayakan usahatani caisin tersebut. Jika R/C rasio yang didapatkan lebih dari satu, maka usahatani caisin menguntungkan bagi petani caisin.

Pepaya California sebagai salah satu komoditas hortikultura yang memiliki karakter cepat rusak (perishable) memiliki kesamaan denga karakter caisin. Saluran pemasaran yang relatif pendek membuat tataniaga papaya ini menjadi efisien. Dengan memiliki karakter yang cepat rusak juga, saluran pemasaran caisin yang akan diteliti idealnya memiliki jarak yang relatif pendek.

2.4.Analisis Tataniaga Sayuran Bayam

Apriyanto (2008) menganalisis tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan metode snowball sampling yaitu dengan menelusuri saluran pemasaran bayam yang dominan di daerah penelitian berdasarkan informasi yang didapat dari pelaku pasar sebelumnya dari tingkat petani sampai pedagang pengecer. Pedagang yang diambil sebagai sampel terdiri dari tiga orang pedagang pengumpul dan lima pedagang pengecer.

Sistem tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruteun Ilir terdiri dari tiga buah saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga satu : petani-pedagang pengumpul-pedagang pengecer- konsumen; saluran tataniaga dua : petani-pedagang pengecer - konsumen; saluran tataniaga tiga : petani-konsumen. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani sayuran bayam adalah fungsi penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan, pengangkutan dan fasilitas berupa informasi pasar, penaggungan risiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi petani sayuran bayam di Desa Ciaruteun Ilir bersifat pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, tidak dapat mempengaruhi harga dan petani bebas untuk keluar masuk pasar.

Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan risiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul di Desa Ciaruteun Ilir adalah Oligopsoni. Terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar pedagang pengumpul.

Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan risiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang diahadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang pengecer cukup banyak, produk yang diperjualbelikan bersifat homogen dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar sehingga bertindak sebagai price taker.

Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga tiga petani yang paling efisien, karena hasil produksi sayuran bayam langsung dibawa ke pasar dan dijual langsung ke konsumen dalam bentuk ikat dan petani bertindak sebagai pedagang pengecer. Petani memperoleh keuntungan terbesar yaitu sebesar Rp 368 per ikat, rasio keuntungan dan biaya yaitu sebesar 9,43 dan bagian harga terbesar (farmer’s share) diterima oleh petani sebesar 100 persen. Pada saluran tataniaga tiga petani berprofesi sebagai pedagang pengecer dan produk yang dijual sedikit sehingga keuntungan secara total yang diperoleh tidak begitu besar dan hanya sebagian kecil dari jumlah petani yang di wawancara

Dokumen terkait