• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. KONDISI UMUM LOKASI

5.3. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah petani yang sedang melakukan usahatani caisin (Brasica rapa, cv). Petani-petani yang dijadikan responden terdiri dari petani anggota Gapoktan Bunga Wortel dan petani non anggota Gapoktan Bunga Wortel. Beberapa karakteristik petani responden yang dianggap penting diantaranya mengenai status usaha, umur, pendidikan, luas lahan dan status kepemilikan lahan; pengalaman usahatani, sumber modal, dan tempat pelatihan.

5.3.1. Status Usaha

Petani responden dari anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel seluruhnya menjadikan bertani sebagai mata pencaharian utama. Terdapat beberapa orang petani yang memiliki pekerjaan sampingan diantaranya sebagai ojeg: satu orang; pedagang: empat orang; peternak kelinci: enam orang; buruh bangunan: tiga orang; dan penjaga villa: tujuh orang.

5.3.2. Umur Responden

Umur mempengaruhi terhadap motivasi petani dalam melakukan usahatani caisin. Biasanya pada saat umur produktif (18-45 tahun) memiliki tingkat motivasi yang masih relatif tinggi. Selain itu, mayoritas petani beranggapan bahwa bertani merupakan mata pencaharian utama yang telah dilakukan secara turun-temurun. Umur petani anggota Gapoktan Bunga Wortel adalah berkisar antara 41-78 tahun, sedangkan untuk petani non anggota gapoktan berkisar antara 40-70 tahun. Data mengenai sebaran umur responden dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Sebaran Umur Responden Petani Caisin Anggota dan Non Anggota Gapoktan Bunga Wortel

Rentang Usia

Anggota Gapoktan Non Anggota Gapoktan

Jumlah (orang) Persentase

(persen) Jumlah (orang)

Persentase (persen) 40-49 tahun 2 7,69 11 44 50-59 tahun 12 46,15 7 28 60-69 tahun 7 26,92 5 20 70-79 tahun 5 19,23 2 8 Jumlah 26 100 25 100

Responden petani caisin anggota Gapoktan mayoritas berumur antara 50-59 tahun dengan persentase 46,15 persen. Sedangkan responden petani caisin non anggota gapoktan rata-rata terbanyak berkisar pada umur 40-49 tahun dengan persentase 44 persen. Hal ini menunjukkan kurangnya minat pemuda untuk bekerja di sektor pertanian. Pada jangka panjang, proses regenerasi petani akan terhambat. Dengan berkurangnya jumlah petani, dikhawatirkan lahan pertanian yang ada akan dijual dan akan berubah fungsi menjadi perumahan atau villa.

5.3.3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan petani responden berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi baru. Seluruh petani responden pernah mengikuti pendidikan formal, namun tingkatannya

masih relatif rendah. Pada petani anggota Gapoktan Bunga Wortel seluruh anggota hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Sedangkan petani responden non anggota Gapoktan Bunga Wortel terdapat empat orang (enam persen), pernah sekolah sampai dengan tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan 21 petani (84 persen) hanya berpendidikan sampai tingkat Sekolah Dasar (SD).

5.3.4. Luas Lahan dan Status Kepemilikan Lahan

Lahan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produksi caisin, faktor lahan dapat dibedakan berdasarkan luasan dan status kepemilikan lahannya. Berdasarkan hasil wawancara di tempat penelitian, sebagian besar luasan lahan yang diusahakan oleh petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel rata – rata seluas 0,2 hektar. Untuk lebih jelasnya mengenai luas lahan yang diusahakan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Luas dan Status Lahan yang digunakan Petani Caisin di Desa Citeko Luas dan Status

Lahan

Anggota Gapoktan

(orang)

Persentase (Persen) Non anggota Gapoktan (orang) Persentase (Persen) Luas (0,1-0,25 hektar) 16 61,54 22 88 (0,3-0,5 hektar) 10 38,46 3 12 ( > 0,5 hektar) - - Status Lahan Milik Sendiri 10 38,46 9 36 Sewa 16 61,54 16 64

Sumber: Data Primer, 2011

Sebagian besar petani caisin anggota gapoktan mengusahakan luas areal antara 0,1-0,25 ha dengan jumlah sebanyak 61,54% dan sisanya antara luasan 0,3-0,5 ha. Begitupun pada petani non anggota gapoktan, mayoritas petani mengusahakan lahan antara 0,1-0,25 ha terdiri dari 88 persen, sisanya mengusahakan pada luasan 0,3-0,5 ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani caisin yang ada di Desa Citeko merupakan petani skala kecil dengan teknologi yang digunakan masih relatif tradisional. Selain luas lahan, status kepemilikan lahan juga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap biaya usahatani caisin. Lahan yang di sewa akan mengeluarkan biaya yang lebih besar bila dibandingkan dengan lahan milik sendiri.

Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa status kepemilikan lahan petani anggota dan non anggota didominasi dengan sistem sewa. 61,54 persen petani anggota mengusahakan caisin pada lahan sewa. Mayoritas petani non anggota juga mengusahakan caisin di lahan sewa, dengan jumlah 64 persen petani. Biaya sewa lahan caisin di tempat penelitian berbeda – beda, tergantung kepada lokasi lahan yang akan diusahakan. Semakin mudah lahan untuk diakses oleh sarana transportasi, biaya sewanya akan semakin mahal. Kisaran harga sewa lahan di Desa Citeko adalah antara Rp 500.000,00-Rp 1.250.000,00 per tahun, untuk luasan 1000 meter persegi. Pemilik lahan memberikan kebebasan kepada petani untuk memilih komoditas yang akan ditanam.

Petani dengan status lahan milik sendiri memiliki harga jual yang berbeda-beda. Harga lahan sangat tergantung kepada keadaan lahan seperti: kemiringan lahan, kemudahan akses air dan sarana transportasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani caisin yang memiliki lahan sendiri, harga jual tanah berkisar antara Rp 250.000,00-Rp. 350.000,00 per meter persegi.

5.3.5. Pengalaman Usahatani

Sebagian besar petani responden telah lama berprofesi sebagai petani, khususnya caisin. Karakteristik caisin yang cepat dipanen dan relatif mudah dibudidayakan, membuat banyak petani yang membudidayakan caisin di tempat penelitian. Sebagian besar petani responden memiliki pengalaman usahatani caisin lebih dari 10 tahun. Semakin lama pengalaman petani dalam membudidayakan caisin, menjadikan petani lebih memahami terhadap karakteristik caisin.

Kemauan petani dalam membudidayakan caisin dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti: pengaruh/masukan dari penyuluh dan pengaruh dari petani lain. Sebanyak 15 petani anggota Gapoktan Bunga Wortel memilih berusahatani caisin atas masukan dari penyuluh, sedangkan sisanya atas kemauan sendiri. Untuk petani non anggota sebanyak 14 orang petani melakukan usahatani caisin, karena banyak petani lain yang mengusahakan caisin, sisanya atas kemauan sendiri.

5.3.6. Sumber Modal

Modal menjadi salah satu faktor produksi yang cukup menyulitkan bagi petani dalam mendapatkannya. Skala usahatani yang relatif kecil dan penuh dengan risiko mempengaruhi pihak pemilik modal (seperti bank), tidak memiliki kepercayaan pada petani untuk memberikan pinjaman. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Kementrian Pertanian membuat program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Pada akhir tahun 2009 Gapoktan Bunga Wortel mendapat dana PUAP sebesar RP 100.000.000,00. Salah satu syarat Gapoktan mendapatkan PUAP adalah harus memiliki Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA).

Proses pengajuan pinjaman modal dari petani anggota tidak terlalu sulit, yaitu dengan memenuhi beberapa persyaratan administrasi seperti fotokopi KTP dan kartu keluarga kepada pengurus Gapoktan. Persyaratan tersebut relatif lebih murah bila dibandingkan meminjam modal dari bank. Sistem pengembalian pinjaman modal yaitu: petani yang mendapatkan pinjaman harus membayar setiap bulannya sebesar 10 persen dari besarnya total pinjaman. Penentuan nilai bunga/jasa pinjaman ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama seluruh anggota Gapoktan. Tujuan menggunakan sistem bunga/jasa pada setiap pinjaman adalah untuk meningkatkan perputaran uang dan meningkatkan kas Gapoktan, sehingga diharapkan seluruh anggota Gapoktan mempunyai kesempatan mendapatkan pinjaman.

Mayoritas petani caisin anggota Gapoktan menggunakan modal pinjaman untuk membudidayakan caisin yang berasal dari gapoktan. Sebanyak 23 orang petani menggunakan

modal pinjaman, sedangkan sisanya menggunakan modal sendiri. Pinjaman yang diberikan oleh gapoktan antara Rp 1.000.000,00-Rp 2.000.000,00 per tahun. Pembatasan besarnya pinjaman dilakukan agar pengembaliannya tidak lama dan jumlah petani yang meminjam bisa lebih banyak.

Sumber modal pada petani non anggota Gapoktan mayoritas berasal dari pinjaman, petani non anggota tidak bisa meminjam uang dari gapoktan. Hal tersebut dimanfaatkan oleh tengkulak untuk memberikan pinjaman uang kepada beberapa petani non anggota. Meskipun tidak menerapkan sistem bunga/jasa pada saat pengembaliannya. Petani yang meminjam uang dari tengkulak diharuskan menjual caisin pada tengkulak, dengan harga yang ditentukan oleh tengkulak dan terkadang harga belinya relatif lebih murah dari harga pasar. Pengembalian uang dilakukan dengan memotong sejumlah uang dari total penjualan caisin

kepada tengkulak. Petani non anggota mendapatkan pinjaman dari tengkulak antara Rp 1.000.000,00-Rp 1.500.000,00 per tahun. Jumlah petani anggota yang menggunakan

modal sendiri adalah sebanyak enam orang.

5.3.7. Pelatihan

Pelatihan pertanian akan berpengaruh terhadap peningkatan sumberdaya manusia petani caisin di Desa Citeko. Pelatihan bisa berasal dari pihak pemerintah atau pihak lain yang memiliki kepentingan dengan usahatani caisin. Kegiatan pelatihan di Gapoktan Bunga Wortel dilakukan dua kali dalam satu bulan, biasanya berupa pertemuan dengan Pejabat Penyuluh Lapangan (PPL). Dalam pertemuan dilakukan kegiatan sharing mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh petani selama di lapangan. Kegiatan yang lainnya bisa berupa pelatihan dan transfer teknologi dan informasi terbaru seperti: sistem pertanian organik, informasi komoditas yang memiliki nilai jual tinggi, dan lainnya.

Mahasiswa IPB jurusan agronomi dan hortikultura pernah melakukan penyuluhan mengenai sistem pertanian yang lebih modern seperti sistem hidroponik, aeroponik, dll. Tetapi beberapa inovasi tersebut belum bisa diterapkan di gapoktan, karena relatif membutuhkan biaya yang lebih tinggi daripada sistem tradisional. Selain itu, petani anggota yang pernah mengikuti kegiatan Pendidikan dan Latihan (DIKLAT) pertanian yang diadakan oleh Dinas Pertanian tingkat Kabupaten/Propinsi diharuskan untuk mentransfer pengalaman dan pengetahuan dari DIKLAT tersebut kepada petani anggota yang lain. Tempat pelaksanaan pelatihan biasanya dilakukan di sekretariat gapoktan.

Petani caisin non anggota gapoktan tidak mendapatkan pelatihan secara rutin seperti pada petani anggota. Pelatihan dilakukan pada saat beberapa perusahaan produsen

benih/pupuk melakukan promosi penjualan dengan cara presentasi produk atau biasanya dilakukan dengan membuat demplot (demontration plot). Selain dari produsen benih dan pupuk, PPL pernah melakukan penyuluhan kepada beberapa petani non anggota dengan kuantitas dan kontinuitas yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan jumlah petani caisin anggota gapoktan.

Pelatihan mengenai teknik budidaya dan aplikasi teknologi terbaru sangat diperlukan oleh petani. Untuk meningkatkan produksi dan memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan. Berdasarkan penuturan bendahara gapoktan, selama ini pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten atau Propinsi hanya berupa pelatihan kepemimpinan dan pelatihan wirausaha. Sehingga untuk kedepannya diharapkan bisa ditingkatkan kembali pemberian materi latihan yang berkaitan dengan teknik budidaya dan penerapan teknologi terbaru.

Dokumen terkait