BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5. Fourier transform infra-red
Analisis menggunakan FT-IR merupakan analisis kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui gugus-gugus fungsional utama yang terdapat dalam suatu struktur senyawa yang diidentifikasi. Spektrofotometri inframerah pada umumnya digunakan untuk melakukan penentuan jenis gugus fungsi suatu senyawa organik,
19 mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dan dapat pula digunakan untuk penentuan struktur molekul suatu senyawa anorganik dengan membandingkan pada daerah sidik jarinya. Radiasi inframerah mengandung beberapa range frekuensi tetapi tidak dapat dilihat oleh mata. Pita absrobsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau jenis gugus fungsi. Infra merah merupakan suatu teknik yang sangat sesuai untuk mengidentifikasi bahan secara kuantitatif. Pencirian dengan menggunakan FT-IR memiliki beberapa kelebihan, diantaranya dapat mendeteksi sinyal yang lemah, dapat menganalisis sampel pada konsentrasi yang sangat rendah, serta dapat mempelajari daerah antara 950-1500 cm-1 untuk larutan senyawa (Coates, 2000).
Skema optik spektrofotometer FTIR menurut (Coates, 2000) dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai berikut:
Gambar 5. Skema optik spektrofotometer FTIR (Coates, 2000)
20 2.6. Scanning Electrone Microscope (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan alat yang digunakan untuk mempelajari topografi secara keseluruhan. Keuntungan menggunakan SEM yaitu preparasi sampel tidak menghabisk an banyak tenaga maupun waktu.
Keterbatasan resolusi membuat teknik ini terbatas bagi kristal yang lebih besar dari 5 nm. Diatas level ini, bentuk, ukuran, dan distribusi ukuran mudah untuk dilakukan. Investigasi SEM telah dibuat pada banyak sistem dan berguna juga untuk studi struktur pori (Nasikin & Susanto, 2010). Tipe sinyal yang dihasilkan oleh SEM dapat meliputi elektron sekunder, sinar-X karakteristik dan cahaya (katodaluminisens). Sinyal tersebut datang dari hamburan elektron dari permukaan unsur dan berinteraksi dengan sampel atau di dekat permukaannya.
SEM dapat menghasilkan gambar dengan resolusi yang sangat tinggi dari permukaan sampel, menampakkan secara lengkap dengan ukuran 1-5 nm. Agar menghasilkan gambar yang diinginkan, maka SEM mempunyai sebuah lebar fokus yang sangat besar (biasanya 25-250.000 kali pembesaran). SEM dapat menghasilkan karakteristik bentuk 3 dimensi yang berguna untuk memahami struktur permukaan dari suatu sampel. Skema kerja SEM menurut (Hanke, 2001) dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut:
21 Gambar 6. Skema Kerja SEM (Hanke, 2001)
Sebuah pistol elektron memproduksi berkas elektron dan dipercepat pada anoda. Lensa magnetik kemudian memfokuskan elektron menuju sampel. Berkas elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh kumparan pemindai. Ketika elektron mengenai sampel, maka sampel akan mengeluarkan elektron yang baru yang akan diterima oleh detektor (Hanke, 2001).
22 pelaksanaan penelitian ini adalah di Laboratorium Penelitian Kimia, Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium pengujian Qlab Universitas Pancasila, Pusat Studi Biofarmaka – LPPM Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium SEM Institut Teknologi Bandung.
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah, peralatan gelas, neraca analitik, Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu AA 6800) , Oven (Memmert), Scanning Electron Microscopy (SEM) (Carl Zeiss-EVO), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR) (IR Prestige-21-Shimadzu), shaker, dan ayakan ukuran 180 μm.
3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah kulit kacang tanah, asam sulfat (H2SO4), natrium hidroksida (NaOH), Asam sitrat (C6H8O7), Na sitrat (Na3C6H5O7.2 H2O), Na phosphat basa satu (NaH2PO4.H2O), Na phosphat basa dua (Na2HPO4), Boraks (Na2B4O7), akuades, Pb(NO3)2, CdSO4 dan CuSO4, HNO3, dan Na2EDTA
23
24 3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Preparasi kulit kacang tanah (Raghuvanshi et al., 2004)
Tahap awal yakni mencuci kulit kacang tanah dengan air mengalir kemudian direndam dengan akuades selama 48 jam. Setelah itu, direndam kembali dengan NaOH 0,1 N selama 12 jam dan dibilas dengan akuades, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 60°C selama 24 jam dan digiling hingga berukuran 180 μm. Serbuk kulit kacang ini selanjutnya disebut adsorben Kulit Kacang Tanpa Aktivasi (KKTA).
3.4.2. Aktivasi kulit kacang tanah (Raghuvanshi et al., 2004) 3.4.2.1. Aktivasi asam
Kulit kacang tanah yang telah halus dimasukkan kedalam gelas piala sebanyak 100 g ditambahkan H2SO4 0,5 M hingga kulit kacang terendam, lalu dipanaskan pada suhu 160°C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan akuades untuk menghilangkan kelebihan asam hingga netral. Kemudian bahan dikeringkan pada suhu 110°C selama 24 jam. Serbuk kulit kacang tanah ini selanjutnya disebut adsorben Kulit Kacang Aktifasi Asam (KKAA).
3.4.2.2. Aktivasi basa
Kulit kacang tanah yang telah halus dimasukkan kedalam gelas piala dan ditambahkan larutan NaOH 0,1 M hingga kulit kacang terendam lalu dipanaskan pada suhu 160°C selama 36 jam Setelah itu, dibilas dengan akuades untuk menghilangkan kelebihan basa. Kemudian bahan dikeringkan pada suhu 110°C selama 24 jam. Serbuk kulit kacang tanah ini selanjutnya disebut adsorben Kulit Kacang Aktifasi Basa (KKAB).
25 3.4.3. Pembuatan larutan ion logam berat
Larutan stok ion logam berat Cd, Cu, dan Pb konsentrasi 1000 ppm sebagai limbah simulasi dibuat dengan cara melarutkan 1,00 g serbuk senyawa-senyawa logam berat dalam akuades dan diencerkan hingga 1 L (Lampiran 6) . Kemudian larutan tersebut dibuat variasi konsentrasi 50; 75; 100; dan 150 ppm.
Pembuatan kurva standar dengan deret konsentrasi yaitu : 5; 10; 15; 20; dan 25 ppm.
3.4.4. Penentuan kondisi optimum 3.4.4.1. Konsentrasi adsorben
Adsorben dengan ukuran partikel 180 μm ditimbang dengan variasi konsentrasi adsorben 1, 2, dan 3 %, dimasukkan kedalam erlenmeyer dengan masing-masing larutan ion logam berat konsentrasi awal 25 ppm sebanyak 25 mL.
Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm pada temperatur ruang selama 60 menit. Setelah itu campuran dipisahkan dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA. Dihitung efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) dengan persamaan 1 dan 2.
3.4.4.2. Konsentrasi ion logam
Adsorben dengan ukuran partikel 180 μm ditimbang dengan konsentrasi adsorben optimum yang dimasukkan dalam Erlenmeyer. Kemudian dimasukkan 25 mL larutan ion logam berat dengan konsentrasi 25, 50, 75, dan 100 ppm.
Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm pada temperatur ruang selama 60 menit. Setelah itu campuran dipisahkan dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan
26 SSA. Dihitung efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) dengan persamaan 1 dan 2.
3.4.4.3. Waktu kontak adsorben dengan Ion logam
Adsorben dengan ukuran 180 μm ditimbang sebanyak konsentrasi adsorben optimum dimasukkan kedalam 25 mL larutan ion logam berat dengan konsentrasi konsentrasi optimum dan dengan pH yang optimum. Kemudian larutan dikocok dengan shaker dengan kecepatan 200 rpm. Adsorpsi dilakukan dengan variasi waktu adsorpsi 30, 60, dan 90 menit.
Setelah itu campuran dipisahkan dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Kemudian diukur absorbansi dengan SSA . Dihitung efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) dengan persamaan 1 dan 2.
3.4.4.4. pH optimum
Adsorben dengan ukuran partikel 180 μm ditimbang dengan konsentrasi adsorben optimum dan konsentrasi ion logam berat yang maksimum yang dimasukkan dalam Erlenmeyer. Kemudian dimasukkan 25 mL larutan ion logam berat dengan konsentrasi optimum dengan variasi pH 3, 5, 7, menggunakan buffer (Basset, 1994). Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm pada temperatur ruang selama waktu optimum. Setelah itu campuran dipisahkan dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA. Dihitung efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) dengan persamaan 1 dan 2.
27 3.4.5. Karakterisasi adsorben
3.4.5.1. Analisis gugus fungsi mengunakan FT-IR (ASTM E1252-98)
Analisis gugus fungsi adsorben yang optimum dengan menggunakan Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR). Sebanyak 10 g KBr digerus kemudian ditambahkan sampel adsorben dengan komposisi 10:1 sampel.
Kemudian campuran digerus hingga homogen. Kemudian diletakkan pada sampel holder. Diketahui grafik puncak-puncak gugus fungsi yang muncul pada layar.
Hasil pengukuran dianalisis dan dicetak.
3.4.5.2. Analisis morfologi permukaan menggunakan SEM ( ASTM E1508) Analisis permukaan dan tekstur adsorbenyang optimum) dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Sampel adsorben yang akan dianalisis diletakkan sangat tipis merata pada plat alumunium yang memiliki dua sisi. Kemudian dilapisi dengan lapisan emas dengan waktu coating ± 30 detik.
Sampel yang telah dilapisi, kemudian diamati menggunakan SEM dengan tegangan 20 kV dan perbesaran 5.000x dan 30.000x. dari gambar berupa foto SEM yang diperoleh, morfologi dan distribusi ukuran.
3.4.6. Aplikasi menggunakan limbah simulasi multi komponen
Air limbah simulasi multi komponen dibuat dengan cara mencampurkan larutan logam kadmium, tembaga dan timbal dengan konsentrasi masing masing 100 ppm , 75 ppm, dan 50 ppm yang di masukkan kedalam labu ukur 100 mL.
Proses adsorpsi limbah simulasi menggunakan kondisi optimum yang diperoleh, adsorben dimasukkan dalam gelas beaker, ditambahkan 25 mL air limbah.
Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm selama waktu optimum. Setelah itu campuran dipisahkan dengan cara disaring
28 dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA.
Dihitung efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) dengan persamaan 1 dan 2.
3.4.7. Penentuan Isoterm adsorpsi
Hasil penentuan variasi konsentrasi akhir ion logam berat (adsorbat) dengan kapasitas adsoprsi (Q) diplotkan dalam grafik persamaan regresi linier.
Nilai koefisien korelasi yang besarnya mendekati 1 setelah dibuat persamaan isoterm Langmuir dan isoterm Freundlich maka akan menentukan jenis isoterm adsorpsi yang terjadi pada proses adsorpsi ion logam berat tersebut.
3.4.8. Regenerasi
Ion-ion logam berat yang telah terserap dalam material adsorben kulit kacang tanah pada kondisi optimum dilepaskan kembali dengan cara menambahkan H2SO4, HNO3 dan EDTA sebanyak 25 mL. Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm selama waktu optimum.
Selanjutnya konsentrasi ion logam berat ditentukan dengan spektrofotometer serapan atom (SSA). Kemudian adsorben dikeringkan dan dapat digunakan kembali pada penyerapan ion logam berat lainnya.
29 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Adsorben Kulit Kacang Tanah
Langkah awal pembuatan adsorben kulit kacang tanah adalah dengan mencuci bersih kulit kacang tanah dari kotoran kotoran yang menempel pada kulit dengan air mengalir, direndam dengan akuades selama 48 jam untuk membersihkan pengotor yang tertinggal pada kulit kacang tanah. Kulit kacang tanah yang telah direndam kemudian dijemur di bawah sinar matahari untuk mengurangi kadar air dan mencegah timbulnya jamur, kulit kacang tanah yang telah kering diperkecil ukurannya menggunakan blender, kemudian diayak menggunakan ayakan 180 μm yang bertujuan untuk memperbesar luas permukaan dari adsorben tersebut. semakin kecil ukuran partikel maka luas permukaan adsorben semakin luas sehingga senyawa organik akan lebih banyak terserap pada permukaan adsorben (Nurhasni et al., 2012).
Perendaman menggunakan NaOH bertujuan untuk menghilangkan lignin yang menutupi selulosa yang dapat mengurangi proses adsorpsi, reaksi proses penghilangan lignin menurut (Fessenden & Fessenden, 1987) dapat dilihat pada Gambar 8 sebagai berikut:
Gambar 8. Reaksi Delignifikasi (Fessenden & Fessenden, 1987)
30 Proses penghilangan lignin atau delignifikasi pada penelitian ini menggunakan NaOH, karena larutan NaOH dapat melarutkan lignin. Mekanisme reaksi dari proses delignifikasi selulosa adalah, ion OH- pada NaOH akan menyerang karbon karbonil pada lignoselulosa yang akan memutus ikatan lignoselulosa. Sedangkan ion Na+ akan mengikat lignin menjadi garam natrium fenolat yang mudah larut dalam air, terbentuknya garam natrium fenolat ditandai dengan larutan yang berubah menjadi berwarna hitam yang biasa disebut lindi hitam (Novia et al., 2015). Pencucian dilakukan untuk menghilangkan garam natrium fenolat pada sampel hingga bersih dan berada pada pH netral, kemudian dilakukan pengeringan untuk menghilangkan kadar air yang masih tertinggal.
Serbuk kulit kacang tanah ini kemudian disebut sebagai kulit kacang tanah tanpa aktivasi (KKTA).
Tahap selanjutnya adalah tahap atau prosoes aktivasi kulit kacang tanah, aktivasi yang dilakukan adalah aktivasi secara kimia yang dengan menggunakan asam kuat dan basa kuat. Asam kuat yang digunakan dalam penelitian ini adalah H2SO4 0,5 M dan basa kuat yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaOH 0,1 M, tujuan aktivasi ini adalah untuk memperluas volume rongga atau sistem pori karbon aktif dan melarutkan pengotor-pengotor yang berada dalam pori karbon seperti mineral-mineral anorganik (Nurhasni et al., 2012).
Proses yang terjadi pada aktivasi asam adalah proses hidrolisis, hidrolisis merupakan proses pelepasan molekul air pada suatu senyawa. Reaksi hidrolisis pada selulosa menghasilkan molekul glukosa yang merupakan monomer dari selulosa dan melepaskan molekul air yang dibantu dengan oleh asam sebagai katalisator atau aktivator yang dapat mempercepat reaksi tersebut. Kulit kacang
31 tanah yang diaktivasi menggunakan asam (H2SO4) menghasilkan tekstur yang lebih rapuh dan lebih gelap (Nurhasni et al., 2018). Reaksi hidrolisis yang terjadi pada selulosa menurut Fessenden & Fessenden, (1987) dapat dilihat pada Gambar 9 berikut:
Gambar 9. Reaksi hidrolisis pada selulosa (Fessenden & Fessenden, 1987) 4.2. Kondisi Optimum
4.2.1. Konsentrasi Adsorben
Penentuan kondisi optimum parameter konsentrasi adsorben dilakukan dengan membandingkan variasi konsentrasi adsorben sebesar 1; 2 dan 3% dimana masing masing massa adsorben terukur adalah sebesar 0,25; 0,5 dan 0,75 g.
Perlakuan ini dilakukan dalam waktu 1 jam pada suhu ruangan dalam pH netral.
Konsentrasi larutan logam Cd, Cu, dan Pb yang digunakan sebesar 25 ppm dan volume yang digunakan sebayak 25 mL, adsorben yang direaksikan dengan
32 larutan logam dengan bantuan pengadukan menggunakan shaker dengan kecepatan 200 rpm. Adsorben yang telah direaksikan akan dipisah dengan filtratnya, filtrat tersebut yang kemudian diuji menggunakan instrumen spektrofotometri serapan atom.
Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Cd oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi asam (KKAA) dengan variasi konsentrasi 1; 2 dan 3% berturut-turut adalah 30; 27 dan 28%, dengan kapasitas penyerapan beberturut-turut-berturut-turut 0,6736;
0,6201 dan 0,6250 mg/g. Sedangkan efisiensi penyerapan dan kapasitas penyerapan ion logam berat Cd oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi basa (KKAB) dan kulit kacang tanah tanpa aktivasi (KKTA) untuk setiap variasi konsentrasi adsorben yang telah digunakan berturut-turut adalah sama, dengan nilai yang didapatkan sebesar 100% dan 2,2706 mg/g.
Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Cu oleh adsorben KKAA dengan variasi konsentrasi 1; 2 dan 3% berturut-turut adalah 62; 79 dan 83%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut 1,4282; 1,8139 dan 1,9129 mg/g.
Sedangkan efisiensi penyerapan ion logam berat Cu oleh adsorben KKAB dengan variasi konsentrasi 1; 2 dan 3% adalah 97%, dan kapasitas penyerapan berturut – turut 1,1797; 1,1831dan 1,1809 mg/g. Kemudian efisiensi penyerapan oleh adsorben KKTA untuk setiap variasi konsentrasi 1; 2 dan 3% adalah 97% dengan kapasitas penyerapan 1,1390; 1,1353 dan 1,1330 mg/g.
Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Pb oleh adsorben KKAA dengan variasi konsentrasi 1; 2 dan 3% berturut-turut adalah 78; 78 dan 74%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut, 2,1044; 1,9959 dan 1,9949 mg/g.
Sedangkan efisiensi penyerapan ion logam berat Pb oleh adsorben KKAB dengan
33 variasi konsentrasi 1; 2 dan 3% adalah 78%, dengan kapasitas penyerapan berturut –turut 2,1057; 2,0925 dan 2,0952 mg/g, Kemudian efisiensi penyerapan pada ion logam berat Pb oleh adsorben KKTA dengan variasi konsentrasi 1; 2 dan 3%
berturut-turut adalah 75, 77 dan 77%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut 2,01104; 2,06365 dan 2,07681 mg/g. Pengaruh konsentrasi adsorben terhadap penyerapan ion logam berat dapat dilihat pada Gambar 10, 11 dan 12 serta Lampiran 1 sebagai berikut:
Gambar 10. Pengaruh konsentrasi adsorben terhadap ion logam berat Cd
Gambar 11. Pengaruh konsentrasi adsorben terhadap ion logam berat Cu
34 Gambar 12. Pengaruh konsentrasi adsorben terhadap ion logam berat Pb
Hasil yang didapatkan dari penyerapan larutan ion logam berat oleh adsorben, semakin tinggi konsentrasi adsorben semakin tinggi pula konsentrasi ion logam berat yang diserap. Hal ini dikarenakan banyaknya adsorben menyebabkan semakin banyak larutan ion logam berat yang mengalami kontak dengan adsorben, sehingga ion logam berat semakin banyak terserap dalam adsorben. Penurunan efisiensi penyerapan juga terjadi dalam proses penyerapan ion logam, hal ini dikarenakan adanya pengaruh waktu kontak pH dan konsentrasi ion logam berat yang belum ditentukan kondisi optimum penyerapannya. Metode aktivasi yang digunakan juga mempengaruhi perbedaan atau variasi hasil penyerapan pada ion logam.
Penentuan kondisi optimum konsentrasi adsorben dapat dilihat dari hasil penyerapan ion logam berat oleh adsorben, adsorben yang dinyatakan optimum adalah adsorben yang dapat menyerap secara optimum ion logam berat yang akan diserap. Kondisi optimum konsentrasi adsorben yang didapatkan setelah penyerapan ion logam berat Cd adalah sebesar 1% dikarenakan efisiensi pada konsentrasi tersebut dan perbedaan efisiensi dengan konsentrasi 2 dan 3% yang tidak terlalu signifikan, kondisi optimum konsentrasi adsorben yang didapatkan
35 setelah penyerapan ion logam Cu adalah 2% karena pada konsentrasi 3% terjadi penurunan efisiensi penyerapan sedangkan kondisi optimum konsentrasi adsorben yang didapatkan setelah penyerapan ion logam berat Pb adalah sebesar 1%
dikarenakan terjadi penurunan efisiensi penyerapan pada konsentrasi adsorben 2 dan 3%.
Hasil yang tidak jauh berbeda didapatkan pada penelitian Nurhasni et al., (2014) penyerapan ion logam secara maksimum terjadi pada massa sekam padi 1.5 g dengan efisiensi penyerapan untuk ion logam berat Cu dan Pb masing-masing sebesar 60.37% dan 61.02%. hasil yang didapatkan pada penelitian Irwandi et al., (2015) massa karbon aktif 1 g menghasilkan efisiensi penyerapan terhadap logam Pb sebesar 51,26%, untuk massa karbon aktif 2 g menghasilkan efisiensi penyerapan sebesar 75,73% dan sedangkan untuk massa karbon aktif 3 g menghasilkan efisiensi penyerapan logam Pb sebesar 94,15%
4.2.2. Konsentrasi Ion Logam
Pengaruh konsentrasi ion logam juga dapat mempengaruhi penyerapan ion logam berat oleh adsorben, sehingga dilakukan variasi konsentrasi ion logam berat untuk menentukan kondisi optimum konsentrasi ion logam berat yang secara optimum dapat diserap oleh adsorben.
Konsentrasi adsorben yang digunakan adalah konsentrasi adsorben yang telah optimum, yakni 1% untuk penyerapan pada ion logam berat Pb dan Cd sedangkan 2% untuk penyerapan ion logam berat Cu, Larutan logam yang digunakan dalam reaksi sebanyak 25 mL yang disertai dengan pengadukan menggunakan shaker dengan kecepatan 200 rpm. Variasi konsentrasi yang
36 digunakan adalah 25, 50, 75 dan 100 ppm, suhu yang digunakan untuk reaksi adalah suhu ruang dengan pH netral dalam waktu 1 jam.
Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Cd oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi asam (KKAA) dengan variasi konsentrasi 25, 50, 75 dan 100 berturut-turut adalah 35, 36, 37 dan 22%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut 1,0379; 1,9167; 2,8144 dan 1,9986 mg/g. Sedangkan efisiensi penyerapan dan kapasitas penyerapan ion logam berat Cd oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi basa (KKAB) dan kulit kacang tanah tanpa aktivasi (KKTA) untuk setiap variasi konsentrasi adsorben yang telah digunakan adalah sama, dengan nilai yang didapatkan sebesar 100% dan 2,9496; 5,3517; 7,6703 dan 9,0791 mg/g.
Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Cu oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi asam (KKAA) dengan variasi konsentrasi 25, 50, 75 dan 100 berturut-turut adalah 88,72; 100; 67,11 dan 72,54%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut 1,2665; 3,3108; 3,2753 dan 3,2166 mg/g. Sedangkan efisiensi penyerapan dan kapasitas penyerapan ion logam berat Cu oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi basa (KKAB) dan kulit kacang tanah tanpa aktivasi (KKTA) untuk setiap variasi konsentrasi adsorben yang telah digunakan sama, dengan nilai yang didapatkan sebesar 100% dan 1,4276; 3,3108; 4,1354 dan 4,4341 mg/g.
Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Pb oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi asam (KKAA) dengan variasi konsentrasi 25, 50, 75 dan 100 berturut-turut adalah 79; 80; 100 dan 62%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut 2,0696; 4,1956; 7,9723 dan 5,9993 mg/g. Sedangkan efisiensi penyerapan dan kapasitas penyerapan ion logam berat Pb oleh adsorben kulit
37 kacang tanah aktivasi basa (KKAB) dan kulit kacang tanah tanpa aktivasi (KKTA) untuk setiap variasi konsentrasi adsorben yang telah digunakan adalah sama, dengan nilai yang didapatkan sebesar 100% dan 2,6098; 5,2561; 7,9723 dan 9,6906 mg/g. Pengaruh konsentrasi ion logam terhadap penyerapan oleh adsorben dapat dilihat dalam Gambar 13, 14 dan 15 serta Lampiran 1 sebagai berikut:.
Gambar 13. Pengaruh konsentrasi ion logam berat Cd terhadap adsorben
Gambar 14. Pengaruh konsentrasi ion logam berat Cu terhadap adsorben
38 Gambar 15. Pengaruh konsentrasi ion logam berat Pb terhadap adsorben
Hasil yang didapatkan pada penyerapan variasi konsentrasi ion logam berat Cd didapatkan efisiensi penyerapan yang meningkat, namun pada konsentrasi 100 ppm mengalami penurunan efisiensi. Hal ini dikarenakan adsorben yang digunakan memiliki titik jenuh, yakni titik dimana adsorben sudah tidak dapat menyerap lagi ion logam berat yang terdapat dalam larutan tersebut karena pori pori yang tersebar pada permukaan kulit kacang tanah telah tertutup oleh ion logam berat yang telah terserap. Sehingga kondisi optimum konsentrasi ion logam berat yang dapat diserap oleh adsorben yang digunakan adalah sebesar 75 ppm. Hasil dari penyerapan ion logam berat Pb oleh adsorben juga menghasilkan efisiensi yang meningkat, namun mengalami penurunan pada konsentrasi ion logam berat 100 ppm karena adsorben telah mencapi titik jenuh.
Sehingga kondisi optimum konsentrasi ion logam berat untuk logam Pb yang dapat diserap optimum oleh adsorben adalah sebesar 75 ppm.
Hasil yang didapatkan pada penyerapan logam Cu tidak jauh berbeda dengan Cd dan Pb, dimana pada logam Cu terjadi penurunan efisiensi. Efisiensi penyerapan ion logam berat Cu terjadi penurunan efisiensi pada konsentrasi 75 ppm, penurunan ini disebabkan karena adsorben yang menyerap ion logam berat
39 Cu hampir mencapai titik jenuh. Dapat dilihat pada grafik ketika adsorben menyerap ion logam berat Cu pada konsentrasi 100 ppm, hasil efisiensi penyerapannya tidak jauh berbeda dengan 75 ppm. Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi optimum konsentrasi ion logam berat Cu yang dapat diserap oleh adsorben adalah sebesar 50 ppm.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Shaikh et al., (2018) Persentase efisiensi penyerapan tertinggi ion logam berat Pb2+ adalah 98%, pada kondisi optimum konsentrasi ion logam berat yang terserap adalah 120 ppm. Hal ini menandakan bahwa hasil yang didapatkan pada penelitian ini belum terlalu baik karena hanya dapat meyerap ion logam berat Pb dengan optimum sebesar 75 ppm.
4.2.3. Waktu kontak
Penentuan kondisi optimum waktu kontak dilakukan menggunakan konsentrasi adsorben dan konsentrasi larutan ion logam berat yang telah optimum, penentuan kondisi optimum waktu kontak ini bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan adsorben untuk menyerap logam secara optimum.
Variasi waktu kontak dibuat untuk mengetahui kondisi optimum waktu kontak adalah 30, 60 dan 90 menit, konsentrasi adsorben yang digunakan untuk reaksi dengan larutan logam Cd dan Pb adalah 1% dan konsentrasi larutan logam yang digunakan sebesar 75 ppm, sedangkan untuk konsentrasi adsorben yang digunakan untuk reaksi dengan larutan logam Cu adalah 2% dan konsentrasi larutan logam Cu sebesar 50 ppm.
Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Cd oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi asam (KKAA) dengan variasi waktu 30, 60 dan 90 menit
Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Cd oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi asam (KKAA) dengan variasi waktu 30, 60 dan 90 menit