• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADSORPSI ION LOGAM BERAT Cd, Cu, dan Pb MENGGUNAKAN KULIT KACANG TANAH (Arachis Hypogaea. L) SKRIPSI MUHAMMAD FAJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ADSORPSI ION LOGAM BERAT Cd, Cu, dan Pb MENGGUNAKAN KULIT KACANG TANAH (Arachis Hypogaea. L) SKRIPSI MUHAMMAD FAJAR"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ADSORPSI ION LOGAM BERAT Cd, Cu, dan Pb MENGGUNAKAN KULIT KACANG TANAH

(Arachis Hypogaea. L)

SKRIPSI

MUHAMMAD FAJAR

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019 M / 1440 H

(2)

ADSORPSI ION LOGAM BERAT Cd, Cu, dan Pb MENGGUNAKAN KULIT KACANG TANAH

(Arachis Hypogaea. L)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

MUHAMMAD FAJAR 11140960000081

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019 M/ 1440 H

(3)
(4)
(5)
(6)

iii ABSTRAK

MUHAMMAD FAJAR Adsorpsi ion logam berat Cd, Cu, dan Pb Menggunakan Kulit Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L). Dibimbing oleh NURHASNI dan HENDRAWATI

Penelitian ini memanfaatkan kulit kacang tanah untuk menyerap ion logam berat yang terdapat dalam limbah. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kondisi optimum, efisiensi adsorpsi, dan jenis isoterm adsorpsi dari adsorben terhadap ion logam berat Cd, Cu dan Pb serta karakteristik adsorben menggunakan FTIR dan SEM. Kulit kacang tanah yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga yaitu kulit kacang tanah tanpa aktivasi, aktivasi asam dan aktivasi basa. Hasil penelitian menunjukan bahwa adsorben yang terbaik adalah adsorben kulit kacang aktivasi basa (KKAB) dengan kondisi optimum konsentrasi adsorben 1% untuk ion logam berat Cd dan Pb dan 2%

untuk ion logam berat Cu, konsentrasi ion logam berat 75 ppm untuk ion logam berat Cd dan Pb dan 50 ppm untuk ion logam berat Cu, pH optimum adalah pH 5 dan waktu optimum penyerapan adalah 60 menit. KKAB memiliki kemampuan adsorpsi yang terbaik dalam menyerap ion logam berat dengan efisiensi 100% dan dapat diregenerasi menggunakan asam (HNO3 dan H2SO4) dan senyawa kompleks (EDTA) dengan efisiensi desorpsi 78% (HNO3), 80% (H2SO4) dan 92% (EDTA).

Kata kunci : Adsorben, ion logam berat, isoterm adsorpsi, kulit kacang tanah.

(7)

iv

ABSTRACT

MUHAMMAD FAJAR Adsorption Heavy Metals Ion Cd, Cu, and Pb Using Peanut shell (Arachis Hypogaea L). Guided and Advised by NURHASNI and HENDRAWATI

This research utilizes peanut shells to absorb heavy metal ions contained in waste. The purpose of this study was to determine the optimum conditions, adsorption efficiency, and type of adsorption isoterm of adsorbent to Cd, Cu and Pb heavy metal ions and determine the characteristics of the adsorbent determined using FTIR and SEM. The peanut shells used in this study were divided into three, namely peanut shells without activation, acid activation and alkaline activation.

The results showed that the best adsorbent was alkaline activated peanut skin adsorbent (KKAB) with optimum conditions of 1% adsorbent concentration for Cd and Pb heavy metal ions and 2% for Cu heavy metal ions, heavy metal ion concentrations of 75 ppm for Cd heavy metal ions and Pb and 50 ppm for Cu heavy metal ions, the optimum pH is pH 5 and the optimum adsorption time is 60 minutes. KKAB has the best adsorption ability to adsorp heavy metal ions with 100% efficiency and can be regenerated using acids (HNO3 and H2SO4) and complex compounds (EDTA) with 78% (HNO3), 80% (H2SO4) and 92% (EDTA) desorption efficiency.

Keywords: Adsorbent, heavy metal ion, adsorption isoterm, peanut shell.

(8)

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan berbagai nikmat terutama nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi ini berjudul “Adsorpsi Ion logam berat Cd, Cu, dan Pb Menggunakan Kulit Kacang Tanah (Arachis Hypogaea. L) dilaksanakan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan dalam menempuh pendidikan Strata 1 (S1).

Dengan selesainya skirpsi ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Nurhasni, M.Si, selaku Pembimbing I yang senantiasa membimbing, membagi ilmu, dan mengoreksi selama kegiatan berlangsung;

2. Dr. Hendrawati, M.Si, selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya untuk berdiskusi;

3. Isalmi Aziz, M.T dan Nurmaya Arofah, M.Eng, selaku Penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skrispsi ini;

4. Drs. Dede Sukandar, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

5. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

(9)

vi

6. Orangtua tercinta yang telah menyemangati, memberikan doa dan dukungan kepada penulis;

7. Jeni Setyowati, Farhan Riza Affandi, M. Rosidi dan M. Rusydi yang selalu memberikan masukan dan menjadi tempat berdiskusi bagi penulis;

8. Azizah, Berlianti Sarah dan Nurul Qomariyah, sahabat penulis yang selalu memberikan semangat kepada penulis;

9. Sariana Harahap, Riska Isnaeny Zahroh, teman seperjuangan dalam penelitian serta teman-teman mahasiswa Program Studi Kimia angkatan 2014 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi dukungan kepada penulis.

Semoga arahan, bimbingan, ilmu dan nasihat yang telah diberikan menjadi amal ibadah bagi ibu, bapak dan keluarga serta rekan rekan, Amiin ya robbal alamin.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jakarta, Januari 2019

Penulis

(10)

vii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB IPENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Rumusan masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat penelitian ... 4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Kacang Tanah ... 5

2.2. Logam berat ... 7

2.3. Adsorpsi ... 9

2.3.1. Isoterm adsorpsi ... 11

2.4. Spektrometri Serapan Atom (SSA) ... 14

2.4.1. Pengertian ... 14

2.4.2. Prinsip... 14

2.4.3. Bagian-bagian SSA ... 15

2.5. Fourier transform infra-red ... 18

2.6. Scanning Electrone Microscope (SEM) ... 20

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 22

3.1. Waktu dan Tempat ... 22

3.2. Alat dan Bahan ... 22

3.2.1. Alat ... 22

3.2.2. Bahan ... 22

3.3. Bagan Alir ... 23

3.4. Prosedur Kerja ... 24

(11)

viii

3.4.1. Preparasi kulit kacang tanah (Raghuvanshi et al., 2004) ... 24

3.4.2. Aktivasi kulit kacang tanah (Raghuvanshi et al., 2004) ... 24

3.4.3. Pembuatan larutan ion logam berat ... 25

3.4.4. Penentuan kondisi optimum ... 25

3.4.5. Karakterisasi adsorben ... 27

3.4.6. Aplikasi menggunakan limbah simulasi ... 27

3.4.7. Penentuan Isoterm adsorpsi ... 28

3.4.8. Regenerasi ... 28

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1. Adsorben Kulit Kacang Tanah ... 29

4.2. Kondisi Optimum ... 31

4.2.1. Konsentrasi Adsorben ... 31

4.2.2. Konsentrasi Ion Logam ... 35

4.2.3. Waktu kontak ... 39

4.2.4. pH optimum... 42

4.2.5. Adsorben Terbaik ... 46

4.3. Karakteristik Adsorben ... 46

4.4. Aplikasi adsorben kulit kacang pada limbah simulasi multi komponen ... 50

4.5. Isoterm Adsorpsi ... 51

4.6. Regenerasi... 54

BAB VPENUTUP ... 58

5.1. Simpulan ... 58

5.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 63

(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kacang tanah dan kulit kacang tanah ... 6

Gambar 2. Kurva isoterm Langmuir ... 13

Gambar 3. Kurva isoterm Freundlich ... 14

Gambar 4. Skema SSA ... 19

Gambar 5. Skema FT-IR ... 20

Gambar 6. Skema SEM ... 21

Gambar 7. Bagan alir penelitian ... 24

Gambar 8. Reaksi delignifikasi ... 30

Gambar 9. Reaksi hidrolisis selulosa ... 33

Gambar 10. Pengaruh konsentrasi adsorben terhadap ion logam berat Cd ... 34

Gambar 11. Pengaruh konsentrasi adsorben terhadap ion logam berat Cu ... 34

Gambar 12. Pengaruh konsentrasi adsorben terhadap ion logam berat Pb ... 35

Gambar 13. Pengaruh konsentrasi ion logam berat Cd terhadap adsorben ... 38

Gambar 14. Pengaruh konsentrasi ion logam berat Cu terhadap adsorben ... 38

Gambar 15. Pengaruh konsentrasi ion logam berat Pb terhadap adsorben ... 39

Gambar 16. Pengaruh waktu kontak adsorpsi Cd ... 42

Gambar 17. Pengaruh waktu kontak adsorpsi Cu ... 42

Gambar 18. Pengaruh waktu kontak adsorpsi Pb... 43

Gambar 19. Pengaruh pH terhadap adsorpsi Cd ... 45

Gambar 20. Pengaruh pH terhadap adsorbsi Cu ... 45

Gambar 21. Pengaruh pH terhadap adsorpsi Pb... 46

Gambar 22. Spektrum gugus fungsi adsorben ... 48

Gambar 23. Dugaan ikatan kovalen koordinasi Cu dengan gugus (-OH) ... 49

Gambar 24. Permukaan adsorben sebelum (a) dan sesudah adsorpsi (b) ... 51

Gambar 25. Efisiensi adsorpsi aplikasi limbah simulasi multi komponen ... 53

Gambar 26. Kurva isoterm adsorpsi Cd (a) Langmuir (b) Freundlich ... 53

Gambar 27. Kurva isoterm adsorpsi Cu (a) Langmuir (b) Freundlich ... 53

Gambar 28. Kurva isoterm adsorpsi Pb (a) Langmuir (b) Freundlich ... 53

Gambar 29. Mekanisme desorpsi menggunakan EDTA ... 57

(13)

x

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komposisi kulit kacang tanah ...7 Tabel 2. Gugus fungsi adsorben ...56 Tabel 3. Regenerasi adsorben ...62

(14)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data pengujian adsorpsi ... 63

Lampiran 2. Perhitungan efisiensi dan kapasitas adsorpsi ... 77

Lampiran 3. Perhitungan isoterm adsorpsi ... 78

Lampiran 4. Perhitungan regenerasi ... 81

Lampiran 5. Perhitungan aplikasi limbah simulasi multi komponen ... 82

Lampiran 6. Perhitungan pembuatan larutan ... 83

Lampiran 7. Pembuatan buffer ... 84

Lampiran 8. Hasil analisis FTIR ... 85

Lampiran 9. Hasil analisis SEM ... 87

Lampiran 10. Panjang gelombang maksimum larutan uji ... 89

Lampiran 11. Baku mutu air limbah ... 91

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, manusia semakin berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, berbagai macam industri dibangun sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan hidup. Perkembangan industri yang pesat menimbulkan berbagai dampak positif dan dampak negatif, salah satu dampak negatif yang menjadi perhatian adalah pencemaran lingkungan oleh limbah industri. Limbah industri ini memiliki kandungan yang berbahaya bagi lingkungan seperti ion logam berat Cd, Cu, Cr, Ni, Pb dan Zn (Danarto, 2007). Ion logam berat ini apabila melebihi ambang batas dan tidak dikelola dengan baik akan sangat berdampak buruk bagi lingkungan dan bagi makhluk hidup yang berada di lingkungan tersebut. Pemerintah telah mengatur tentang baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan yang belum miliki baku mutu air limbah yang ditetapkan, dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 yang dapat dilihat pada Lampiran 11.

Berbagai macam metode telah banyak dikembangkan untuk mengurangi pencemaran lingkungan oleh ion logam berat, salah satunya adalah penggunaan adsorben. Adsorben dapat dibuat dengan mengaktifkan bahan atau material yang mengandung karbon pada kondisi tertentu. Bahan-bahan tersebut dapat berupa kayu, tempurung kelapa (Herfiani et al., 2017), tongkol jagung, sekam padi (Nurhasni et al., 2014), biji buah-buahan, kulit kacang (Nurhasni et al., 2018), dan lain lain.

(16)

2 Salah satu adsorben yang telah banyak dikembangkan adalah adsorben kulit kacang tanah. Kacang tanah memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai peranan besar dalam mencukupi kebutuhan bahan pangan jenis kacang-kacangan.

Kulit kacang tanah memiliki kandungan selulosa yang tinggi yaitu sekitar 63,5%

(Deptan, 2008) yang berpotensi untuk menjerap ion logam. Allah SWT berfirman dalam Q.S Asy-Syu’ara’ ayat 7 yang berbunyi sebagai berikut:

ٍمي ِرَك ٍج ْو َز ِ لُك ْنِم اَهيِف اَنْتَبْنَأ ْمَك ِض ْرَ ْلْا ىَلِإ ا ْو َرَي ْمَل َوَأ

Artinya: Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? (Q.S Asy-Syu’ara’ [26]: 7).

Berdasarkan ayat di atas telah dijelaskan bahwa Allah SWT telah menumbuhkan berbagai macam tumbuhan yang baik yaitu subur dan bermanfaat.

Seperti halnya tanaman kacang tanah yang merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup penting, akan tetapi bagian dari kacang tanah yang jarang dimanfaatkan adalah kulit kacang tanah.

Penelitian mengenai pemanfaatan kulit kacang tanah sebagai adsorben telah banyak dikembangkan, El-Shafey (2007) melakukan penelitian mengenai kulit kacang tanah yang diberi perlakuan menggunakan asam sulfat dapat mengurangi ion Selenium (VI). Penelitian Witek-krowiak et al., (2010) mengenai adsorpsi ion logam berat Cu (II) dan Cr (III), menggunakan kulit kacang tanah.

Oktasari, (2018) memanfaatkan kulit kacang tanah sebagai adsorben ion logam berat Pb (II), dan penelitian Nurhasni et al., (2018) memanfaatkan kulit kacang tanah (Arachis hypogaea l.) sebagai adsorben zat warna metilen biru.

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti apakah kulit kacang dapat menyerap ion logam berat Cd, Cu, dan Pb, pemilihan ion logam berat tersebut

(17)

3 karena ion logam berat Cd, Cu dan Pb didapat pada industri alloy, tekstil, pemurnian Zn, pestisida, dan lain-lain (Said, 2010). Penelitian ini juga akan menentukan kondisi optimum adsorben yang dihasilkan dari kulit kacang tanah seperti massa adsorben, konsentrasi ion logam, pH optimum serta waktu kontak adsorben dengan ion logam. Proses desorpsi dilakukan dalam penelitian ini menggunakan larutan asam dan senyawa kompleks, karena logam bersifat larut dalam asam dan senyawa kompleks akan mengkelat logam sehingga adsorben dapat diregenerasi sehingga adsorben kulit kacang tanah yang telah digunakan setelah proses adsorpsi dapat digunakan kembali.

1.2. Rumusan masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini ialah sebagai berikut.

1. Metode aktivasi manakah yang dapat meningkatkan adsorpsi yang lebih baik dalam menyerap logam?

2. Menentukan nilai kondisi optimum yang dapat mempengaruhi efisiensi adsorpsi dalam air limbah?

3. Senyawa apa yang mampu meregenerasi adsorben kulit kacang tanah?

(18)

4 1.3. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini ialah sebagai berikut.

1. Aktivasi asam dan basa akan meningkatkan efisiensi dan kapasitas adsorpsi dari kulit kacang tanah.

2. Nilai kondisi optimum yang ditetapkan dapat mempengaruhi adsorpsi ion logam berat dari kulit kacang tanah.

3. Adsorben kulit kacang tanah dapat diregenerasi menggunakan asam (HNO3 &

H2SO4) dan senyawa kompleks (EDTA).

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Menentukan metode aktivasi pada kulit kacang tanah yang memiliki kemampuan adsorpsi lebih baik dalam menyerap logam,

2. Menentukan kondisi optimum waktu kontak, massa adsorben, pH, dan konsentrasi adsorpsi yang optimum dalam menyerap logam.

3. Menentukan efesiensi desorpsi dari regenerasi adsorben kulit kacang tanah dengan asam (HNO3 & H2SO4) dan senyawa kompleks (EDTA)

1.5. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah didapatkan adsorben dari kulit kacang tanah yang mampu menyerap limbah ion logam berat yang sangat mencemari lingkungan khususnya pada limbah cair, serta peningkatan nilai guna kulit kacang tanah.

(19)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kacang Tanah

Kacang tanah (Arachis hypogaea. L ) adalah salah satu tanaman palawija yang sangat berperan sebagai sumber pendapatan petani. Kacang tanah juga memiliki peluang pengembangan agroindustri dalam mendukung pembangunan perekonomian daerah yang efisien dan efektif. Kacang tanah relatif lebih unggul dibandingkan dengan komoditas palawija lainnya, karena harga jualnya relatif stabil dan tinggi, dapat tumbuh dari elevasis sekitar 0-1300 m dari atas permukaan laut dan mengusahakannya bila dilakukan sesuai anjuran teknologi yang ada (Stenly et al., 2006). Berdasarkan klasifikasi tumbuhan, kacang tanah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermathophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Rosales

Suku : Papilionaceae

Marga : Arachis

Spesies : Arachis hipogeae L.

Nama Indonesia : Kacang Tanah (Stenly et al., 2006).

Tanaman kacang tanah, hidup semusim berumur pendek sekitar 3,5 bulan tergantung ketinggian dan cuaca. Tanaman kacang tanah berakar tunggang dan membentuk akar serabut, batang tidak berkayu, berbulu halus, dan membentuk cabang. Tinggi batang sekitar 50 cm, ada yang bertipe tegak dan ada yang bertipe menjalar. Daun kacang tanah adalah daun majemuk bersirip genap, terdiri atas empat anak daun yang bentuknya bulat, elip atau agak lancip dan berbulu. Bunga kupu-kupu, tajuk daun berjumlah 5 dan 2 di antaranya bersatu berbentuk seperti

(20)

6 perahu. Mahkota bunga berwarna kuning kemerahan. Buah berbentuk polong berada di dalam tanah. Buah berisi 1-4 biji sesuai varietas, kulit tipis ada yang berwarna putih dan ada yang merah serta biji berkeping dua (Pitoyo & Zumiati, 2002). Kacang tanah dan kulit kacang tanah dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

Kacang tanah Kulit kacang tanah

Gambar 1. Kacang tanah dan kulit kacang tanah (Dokumentasi Pribadi) Kacang tanah terdiri atas kulit (hull) 21-29%, daging biji (kernel) 69- 72,40%, dan lembaga (germ) 3,10-3,60% (Ketaren, 1986). Kulit kacang tanah dapat digunakan sebagai bahan bakar, bahan pembenah tanah, bahan campuran pembuatan papan hardboard, dan masih cukup baik dipakai sebagai campuran pakan ternak. Kulit kacang tanah mengandung selulosa cukup tinggi yang mempunyai potensi cukup besar untuk dijadikan sebagai adsorben karena adanya gugus hidroksil (-OH) yang berperan dalam proses adsorpsi. Kandungan selulosa yang terdapat pada kulit kacang tanah sebesar 63,5% (Deptan, 2008). Komposisi kulit kacang tanah menurut departemen pertanian dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:

(21)

7 Tabel 1. Komposisi kimia kulit kacang tanah (Deptan, 2008)

2.2. Logam berat

Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 g/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur sulfur (S) dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1974). Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya.

Afinitas yang tinggi terhadap unsur sulfur (S) menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehinggaenzim bersangkutan menjadi tak aktif.

Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat.

Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transpormasi melalui dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan, 1977)

Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), tembaga (Cu), nikel (Ni), dan kobalt (Co). Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam

Komponen %

Air 9.5

Abu 3.6

Protein 8.4

Selulosa 63.5

Lignin 13.2

Lemak 1.8

(22)

8 berat yang sulit didegradasi, dapat terakumulasi dalam organisme (Menteri Lingkungan Hidup, 1997)

Unsur-unsur logam berat tersebut biasanya erat kaitannya dengan masalah pencemaran dan toksisitas. Pencemaran yang dapat menghancurkan tatanan lingkungan hidup, biasanya berasal dari limbah-limbah yang sangat berbahaya karena memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi. Limbah industri merupakan salah satu sumber pencemaran logam berat yang potensial bagi perairan.

Pembuangan limbah industri secara terus menerus tidak hanya mencemari lingkungan perairan tetapi menyebabkan terkumpulnya logam berat dalam sedimen dan biota perairan. Dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat dipakai sebagai indikator pencemaran logam berat, yaitu air, sedimen dan organisme hidup.

Rochyatun et al., (2006) menyatakan walaupun terjadi peningkatan sumber logam berat, namun konsentrasinya dalam air dapat berubah setiap saat.

Hal ini terkait dengan berbagai macam proses yang dialami oleh senyawa tersebut selama dalam kolom air. Parameter yang mempengaruhi konsentrasi logam berat di perairan adalah suhu, salinitas, arus, pH dan padatan tersuspensi total atau seston (Nanty, 1999). Interaksi dari faktor-faktor tersebut akan berpengaruh terhadap fluktuasi konsentrasi logam berat dalam air, karena sebagian logam berat tersebut akan masuk ke dalam sedimen. Logam berat yang masuk ke sistem perairan, baik di sungai maupun lautan akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan absorbsi oleh organisme- organisme perairan (Bryan, 1976). Pada saat buangan limbah industri masuk ke dalam suatu perairan maka akan terjadi proses pengendapan dalam sedimen.

(23)

9 Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi karena adanya anion karbonat hidroksil dan klorida. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air (Hutagalung &

Riyono, 1997).

2.3. Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa di mana molekul dari suatu materi terkumpul pada suatu bahan pengadsorpsi (Brady & Humiston, 1999). Zat yang teradsorpsi disebut adsorbat dan zat pengadsorpsi disebut adsorben (Atkins, 1997). Proses adsorpsi digambarkan sebagai proses molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat penyerap akibat ikatan fisika dan kimia (Sawyer et al., 1994). Proses adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan padatan yang tidak seimbang. Gaya padatan ini cenderung menarik molekul-molekul yang lain bersentuhan dengan permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa larutan ke dalam permukaannya. Sehingga, konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar dari pada dalam fasa gas atau zat terlarut dalam larutan. Adsorpsi dapat terjadi akibat gaya tarik Van der Waals, pembentukan ikatan hidrogen, pertukaran ion dan pembentukan ikatan kovalen (Osipow, 1962). Proses adsorpsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Adsorpsi secara batch akan memberikan gambaran kemampuan dari adsorben dengan cara mencampurkannya dengan larutan yang tetap

(24)

10 jumlahnya dan mengamati perubahan kualitasnya pada selang waktu tertentu (Ruthven, 1984).

2. Adsorpsi secara dinamis (kolom) dilakukan dalam kolom yang telah diisi dengan sorben dilewatkan larutan yang mengandung kompenen tertentu selanjutnya komponen yang telah terserap dilepaskan kembali dengan mengalirkan pelarut sesuai volumenya lebih kecil.

Proses adsorpsi dapat terjadi secara kimia maupun fisika. Pada proses adsorpsi secara fisika gaya yang mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gaya- gaya Van Der Waals. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah yaitu <20 kJ/mol. Adsorpsi fisika umumnya terjadi pada temperatur rendah dan dengan bertambahnya temperatur jumlah adsorpsi berkurang dengan signifikan (Castellan, 1983).

Pada proses adsorpsi secara kimia, adsorpsi memerlukan energi aktivasi dan nilai kalor adsorpsi mencapai 100 kJ/mol yang dibutuhkan agar terjadi interaksi ikatan-ikatan kimia. Molekul-molekul yang teradsorpsi pada permukaan bereaksi secara kimia, sehingga terjadi pemutusan atau pembentukan ikatan.

Teradsorpsinya molekul pada antar muka menyebabkan pengurangan tegangan permukaan dan adsorpsi akan berlangsung terus sampai energi bebas permukaan mencapai minimum (Adamson, 1990).

Menurut Hughes & Poule, (1984) proses adsorpsi melalui pertukaran ion dan kompleksi hanya berlangsung pada lapisan permukaan sel yang mempunyai situs-situs yang bermuatan berlawanan dengan ion logam berat sehingga interaksinya merupakan interaksi pasif dan relatif cepat. Molekul adsorben secara kimiawi dianggap mempunyai situs-situs aktif atau gugus fungsional yang mampu

(25)

11 berinteraksi dengan logam permukaan sel. Jika proses adsorpsi melalui pertukaran ion, adsorpsi dipengaruhi oleh banyak proton dalam larutan yang berkompetisi dengan ion logam berat pada permukaan adsorben, sehingga pada pH rendah jumlah proton melimpah, peluang pengikatan logam oleh adsorben relatif kecil.

Sebaliknya pada pH tinggi jumlah proton lebih sedikit, sehingga peluang pengikatan logam adsorben jauh lebih besar.

2.3.1. Isoterm adsorpsi

Isoterm adsorpsi adalah proses adsorpsi yang berlangsung pada temperatur tetap. Model isoterm adsorpsi yang paling umum dan banyak digunakan dalam adsorpsi adalah model isoterm Langmuir dan model isoterm Freundlich.

Efisiensi adsorpsi (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Efisiensi adsorpsi (%) : x 100%...(1)

Keterangan:

C0 = konsentrasi awal larutan uji (ppm) Ct = konsentrasi akhir larutan uji (ppm)

Kapasitas adsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Q = x V...(2) Keterangan :

Q = Kapasitas adsorpsi per bobot molekul (mg/g) C0 = Konsentrasi awal larutan (ppm)

Ct = Konsentrasi akhir larutan (ppm) W = Massa adsorben (g)

V = Volume larutan (L)

(26)

12 2.3.1.1. Isoterm Adsorpsi Langmuir

Isoterm adsorpsi Langmuir mendefinisikan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum terjadi akibat adanya lapisan tunggal (monolayer) adsorbat di permukaan adsorben dan semua situs permukaannya bersifat homogen karena masing-masing situs aktif hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat (Oscik, 1982). Adsorpsi isoterm Langmuir didasarkan pada asumsi bahwa:

a. Pada permukaan adsorben terdapat situs-situs aktif yang proporsional dengan luas permukaan adsorben. Pada masing-masing situs aktif hanya dapat mengadsorpsi satu molekul saja, dengan demikian adsorpsi terbatas pada pembentukan lapis tunggal (monolayer).

b. Pengikat adsorbat pada permukaan adsorben dapat secara kimia atau fisika, tetapi harus cukup kuat untuk mencegah perpindahan molekul teradsorpsi pada permukaan (adsorpsi terlokalisasi).

c. Energi adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan.

Model isoterm adsorpsi Langmuir dapat diterapkan untuk mempelajari dan menjelaskan data adsorpsi yang diperoleh dari eksperimen. Data kesetimbangan biasanya digambarkan dalam bentuk kurva isoterm adsorpsi. Pendekatan dengan model terhadap kurva isoterm dapat membantu menganalisis karakteristik isoterm berupa kapasitas adsorpsinya (Amri et al., 2004). Persamaan umum adsorpsi isoterm Langmuir dapat ditulis:

= ...(3)

Keterangan:

= Jumlah dari adsorbat yang diserap per unit berat dari adsorben (mg/g)

(27)

13 C = konsentrasi adsorbat dalam larutan pada saat kesetimbangan (ppm)

β = konstanta Langmuir (L/mg)

α = maksimum adsorbat yang dapat diserap (mg/g)

Konstanta α dan β dapat ditemukan dari kurva hubungan terhadap dengan persamaan :

= .+ C ...(4)

Persamaan 4 adalah persamaan linier, yang kemudian dibuat grafik seperti pada Gambar 2 berikut:

Gambar 2. Kurva isoterm Langmuir 2.3.1.2. Isoterm Adsorpsi Freundlich

Isoterm adsorpsi Freundlich mengasumsikan bahwa terdapat lebih dari satu lapisan permukaan (multilayer), yaitu adanya perbedaan energi pengikat pada tiap-tiap situs dimana proses adsorpsi di tiap-tiap sisi adsorpsi mengikuti isoterm Langmuir (Schnoor, 1996). Persamaan umum model adsorpsi isoterm Freundlich dapat ditulis:

= K C 1/n...(5) keterangan:

= jumlah dari adsorbat yang diserap per unit dari adsorben (mg/g) K = konstanta Freundlich

C = konstentrasi adsorbat dalam larutan pada saat kesetimbangan (ppm) 1/n = ketidak linieran (tanpa satuan)

(28)

14 Persamaan 5 dibuat menjadi persamaan linier menjadi:

log

=

log K

+

log C

...

(6)

Grafik yang diperoleh adalah garis linier dengan slope 1/n dan intersep log K, yang kemudian dibuat grafik seperti pada Gambar 3 berikut:

Gambar 3. Kurva isoterm Freundlich 2.4. Spektrometri Serapan Atom (SSA)

2.4.1. Pengertian

Spektrofotometer serapan atom pertama kali digunakan pada tahun 1955 oleh Walsh. Spektrofotometer serapan atom merupakan suatu alat yang digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultra trace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena memiliki kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Day & Underwood, 2002).

2.4.2. Prinsip

Prinsip dari spektrofotometer serapan atom didasarkan pada penyerapan cahaya oleh atom-atom bebas, sinar yang diserap biasanya berupa sinar tampak ataupun ultraviolet. Jika atom yang berada dalam keadaan dasar (ground state) dilewatkan suatu berkas sinar, maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh

Log K Log x/m α

Log C

(29)

15 atom-atom tersebut. Atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat dan unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu memiliki cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom dan menyebabkan elektron pada suatu atom menjadi dalam keadaan tereksitasi.

Elektron yang tereksitasi kemudian mengalami perubahan tingkat energi, dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Elektron yang mengalami eksitasi kemudian akan memancarkan spektrum dengan panjang gelombang tertentu, yang merupakan identitias khusus dari setiap unsur logam sehingga dapat dilakukan analisis untuk mengukur kadar logam dalam suatu sampel (Day &

Underwood, 2002).

2.4.3. Bagian-bagian SSA 2.4.3.1. Sumber sinar

a. Hollow cathode lamp

Sumber sinar yang dipakai biasanya berupa lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Tabung ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu anoda dan katoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia yang biasanya berupa neon dan argon. Katoda akan memancarkan berkas - berkas elektron menuju anoda jika diberikan tegangan tinggi. Kemudian elektron yang menuju anoda kan bertabrakan dengan gas mulia.

Tabrakan tersebut mengakibatkan gas mulia kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif Ion-ion gas mulia ini akan bergerak menuju katoda. Pada katoda terdapat unsur-unsur yang akan dianalisis, dan unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion gas mulia. Akibat tabrakan ini unsur-unsur akan terlempar dari permukaan

(30)

16 katoda. Atom-atom dari unsur katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis (Rohman, 2009).

b. Electrodless discharge lamp

Electrodless discharge lamp digunakan terutama ketika menganalisis unsur-unsur yang mudah menguap seperti As, Sb, Bi, Cd, Hg, Rb, Sn, Te, dll.

Sputtering atom logam tersebut dan adsorpsi mereka pada dinding sisi lampu katoda dan jendela dimulai mempengaruhi masa manfaat dari lampu. Pada sisi lain Electrodless discharge lamp dapat membantu karena intensitas emisi tinggi mengatasi masalah tersebut dengan mudah dan memberikan batas deteksi yang lebih rendah. Electrodless discharge lamp dibagi lagi menjadi dua kategori microwave dan radio frequency electrodless discharge lamp.

Dalam analisis menggunakan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan dasar. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah sampel suatu menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala atau dengan tanpa nyala (Day & Underwood, 2002).

2.4.3.2. Teknik Atomisasi (Day & Underwood, 2002) a. Nyala (flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Suhu yang dapat dicapai pada nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan, misalkan untuk gas batubara- udara suhunya kira kira sebesar 1800°C; gas alam-udara 1700°C; asetilen-udara 2200°C; dan gas asetilen-dinitrogen oksida sebesar 3000°C. Sumber nyala yang

(31)

17 paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi. Propana-udara dipilih untuk logam-logam alkali karena suhu nyala yang lebih rendah akan mengurangi banyaknya ionisasi. Nyala hidrogen-udara lebih jernih daripada nyala asetilen-udara dalam daerah UV.

b. Elektrotermal atau graphite furnace

Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk atom kedalamnya terlalu besar, dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu, muncullah suatu teknik atomisasi, yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Mansmann. Proses atomisasi tanpa nyala ini menggunakan energi listrik untuk mengubah senyawa menjadi atom- atom netral. Sistem pemanasan tanpa nyala ini dapat melalui tiga tahap yaitu pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah, pengabuan (ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena untuk menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis, dan pengatoman.

2.4.3.3. Monokromator

Pada SSA, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih cahaya dengan panjang gelombang tertentu yang digunakan untuk analisis.

Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper.

(32)

18 2.4.3.4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Ada dua cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi, yaitu, yang memberikan respon terhadap radiasi kontinyu dan yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi. Namun cara yang terbaik adalah dengan menggunakan detektor yang hanya peka terhadap radiasi resonan yang termodulasi.

2.4.3.5. Read out

Read out merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbs. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas transmisi. Skema SSA sederhana menurut (Beaty &

Kerber, 1997) dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Skema SSA Sederhana (Beaty & Kerber, 1997)

2.5. Fourier transform infra-red

Analisis menggunakan FT-IR merupakan analisis kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui gugus-gugus fungsional utama yang terdapat dalam suatu struktur senyawa yang diidentifikasi. Spektrofotometri inframerah pada umumnya digunakan untuk melakukan penentuan jenis gugus fungsi suatu senyawa organik,

(33)

19 mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dan dapat pula digunakan untuk penentuan struktur molekul suatu senyawa anorganik dengan membandingkan pada daerah sidik jarinya. Radiasi inframerah mengandung beberapa range frekuensi tetapi tidak dapat dilihat oleh mata. Pita absrobsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau jenis gugus fungsi. Infra merah merupakan suatu teknik yang sangat sesuai untuk mengidentifikasi bahan secara kuantitatif. Pencirian dengan menggunakan FT-IR memiliki beberapa kelebihan, diantaranya dapat mendeteksi sinyal yang lemah, dapat menganalisis sampel pada konsentrasi yang sangat rendah, serta dapat mempelajari daerah antara 950-1500 cm-1 untuk larutan senyawa (Coates, 2000).

Skema optik spektrofotometer FTIR menurut (Coates, 2000) dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai berikut:

Gambar 5. Skema optik spektrofotometer FTIR (Coates, 2000)

(34)

20 2.6. Scanning Electrone Microscope (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan alat yang digunakan untuk mempelajari topografi secara keseluruhan. Keuntungan menggunakan SEM yaitu preparasi sampel tidak menghabisk an banyak tenaga maupun waktu.

Keterbatasan resolusi membuat teknik ini terbatas bagi kristal yang lebih besar dari 5 nm. Diatas level ini, bentuk, ukuran, dan distribusi ukuran mudah untuk dilakukan. Investigasi SEM telah dibuat pada banyak sistem dan berguna juga untuk studi struktur pori (Nasikin & Susanto, 2010). Tipe sinyal yang dihasilkan oleh SEM dapat meliputi elektron sekunder, sinar-X karakteristik dan cahaya (katodaluminisens). Sinyal tersebut datang dari hamburan elektron dari permukaan unsur dan berinteraksi dengan sampel atau di dekat permukaannya.

SEM dapat menghasilkan gambar dengan resolusi yang sangat tinggi dari permukaan sampel, menampakkan secara lengkap dengan ukuran 1-5 nm. Agar menghasilkan gambar yang diinginkan, maka SEM mempunyai sebuah lebar fokus yang sangat besar (biasanya 25-250.000 kali pembesaran). SEM dapat menghasilkan karakteristik bentuk 3 dimensi yang berguna untuk memahami struktur permukaan dari suatu sampel. Skema kerja SEM menurut (Hanke, 2001) dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut:

(35)

21 Gambar 6. Skema Kerja SEM (Hanke, 2001)

Sebuah pistol elektron memproduksi berkas elektron dan dipercepat pada anoda. Lensa magnetik kemudian memfokuskan elektron menuju sampel. Berkas elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh kumparan pemindai. Ketika elektron mengenai sampel, maka sampel akan mengeluarkan elektron yang baru yang akan diterima oleh detektor (Hanke, 2001).

(36)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret - September 2018. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Laboratorium Penelitian Kimia, Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium pengujian Qlab Universitas Pancasila, Pusat Studi Biofarmaka – LPPM Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium SEM Institut Teknologi Bandung.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan adalah, peralatan gelas, neraca analitik, Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu AA 6800) , Oven (Memmert), Scanning Electron Microscopy (SEM) (Carl Zeiss-EVO), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR) (IR Prestige-21-Shimadzu), shaker, dan ayakan ukuran 180 μm.

3.2.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah kulit kacang tanah, asam sulfat (H2SO4), natrium hidroksida (NaOH), Asam sitrat (C6H8O7), Na sitrat (Na3C6H5O7.2 H2O), Na phosphat basa satu (NaH2PO4.H2O), Na phosphat basa dua (Na2HPO4), Boraks (Na2B4O7), akuades, Pb(NO3)2, CdSO4 dan CuSO4, HNO3, dan Na2EDTA

(37)

23 3.3. Bagan Alir

Gambar 7. Bagan alir penelitian Aktivasi

Analisis morfologi permukaan menggunakan

SEM Analisis gugus fungsi

menggunakan FT-IR

Analisis penyerapan

ion logam menggunakan

SSA Konsentrasi Adsorben

Aplikasi adsorpsi limbah simulasi multi komponen

Regenerasi Kulit kacang tanah

tanpa aktivasi Preparasi kulit kacang tanah

Kulit kacang tanah aktivasi asam

Kulit kacang tanah aktivasi basa

Konsentrasi ion logam Waktu kontak pH ion logam Penentuan

isoterm adsorpsi

Adsorben kondisi optimum

(38)

24 3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Preparasi kulit kacang tanah (Raghuvanshi et al., 2004)

Tahap awal yakni mencuci kulit kacang tanah dengan air mengalir kemudian direndam dengan akuades selama 48 jam. Setelah itu, direndam kembali dengan NaOH 0,1 N selama 12 jam dan dibilas dengan akuades, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 60°C selama 24 jam dan digiling hingga berukuran 180 μm. Serbuk kulit kacang ini selanjutnya disebut adsorben Kulit Kacang Tanpa Aktivasi (KKTA).

3.4.2. Aktivasi kulit kacang tanah (Raghuvanshi et al., 2004) 3.4.2.1. Aktivasi asam

Kulit kacang tanah yang telah halus dimasukkan kedalam gelas piala sebanyak 100 g ditambahkan H2SO4 0,5 M hingga kulit kacang terendam, lalu dipanaskan pada suhu 160°C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan akuades untuk menghilangkan kelebihan asam hingga netral. Kemudian bahan dikeringkan pada suhu 110°C selama 24 jam. Serbuk kulit kacang tanah ini selanjutnya disebut adsorben Kulit Kacang Aktifasi Asam (KKAA).

3.4.2.2. Aktivasi basa

Kulit kacang tanah yang telah halus dimasukkan kedalam gelas piala dan ditambahkan larutan NaOH 0,1 M hingga kulit kacang terendam lalu dipanaskan pada suhu 160°C selama 36 jam Setelah itu, dibilas dengan akuades untuk menghilangkan kelebihan basa. Kemudian bahan dikeringkan pada suhu 110°C selama 24 jam. Serbuk kulit kacang tanah ini selanjutnya disebut adsorben Kulit Kacang Aktifasi Basa (KKAB).

(39)

25 3.4.3. Pembuatan larutan ion logam berat

Larutan stok ion logam berat Cd, Cu, dan Pb konsentrasi 1000 ppm sebagai limbah simulasi dibuat dengan cara melarutkan 1,00 g serbuk senyawa- senyawa logam berat dalam akuades dan diencerkan hingga 1 L (Lampiran 6) . Kemudian larutan tersebut dibuat variasi konsentrasi 50; 75; 100; dan 150 ppm.

Pembuatan kurva standar dengan deret konsentrasi yaitu : 5; 10; 15; 20; dan 25 ppm.

3.4.4. Penentuan kondisi optimum 3.4.4.1. Konsentrasi adsorben

Adsorben dengan ukuran partikel 180 μm ditimbang dengan variasi konsentrasi adsorben 1, 2, dan 3 %, dimasukkan kedalam erlenmeyer dengan masing-masing larutan ion logam berat konsentrasi awal 25 ppm sebanyak 25 mL.

Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm pada temperatur ruang selama 60 menit. Setelah itu campuran dipisahkan dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA. Dihitung efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) dengan persamaan 1 dan 2.

3.4.4.2. Konsentrasi ion logam

Adsorben dengan ukuran partikel 180 μm ditimbang dengan konsentrasi adsorben optimum yang dimasukkan dalam Erlenmeyer. Kemudian dimasukkan 25 mL larutan ion logam berat dengan konsentrasi 25, 50, 75, dan 100 ppm.

Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm pada temperatur ruang selama 60 menit. Setelah itu campuran dipisahkan dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan

(40)

26 SSA. Dihitung efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) dengan persamaan 1 dan 2.

3.4.4.3. Waktu kontak adsorben dengan Ion logam

Adsorben dengan ukuran 180 μm ditimbang sebanyak konsentrasi adsorben optimum dimasukkan kedalam 25 mL larutan ion logam berat dengan konsentrasi konsentrasi optimum dan dengan pH yang optimum. Kemudian larutan dikocok dengan shaker dengan kecepatan 200 rpm. Adsorpsi dilakukan dengan variasi waktu adsorpsi 30, 60, dan 90 menit.

Setelah itu campuran dipisahkan dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Kemudian diukur absorbansi dengan SSA . Dihitung efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) dengan persamaan 1 dan 2.

3.4.4.4. pH optimum

Adsorben dengan ukuran partikel 180 μm ditimbang dengan konsentrasi adsorben optimum dan konsentrasi ion logam berat yang maksimum yang dimasukkan dalam Erlenmeyer. Kemudian dimasukkan 25 mL larutan ion logam berat dengan konsentrasi optimum dengan variasi pH 3, 5, 7, menggunakan buffer (Basset, 1994). Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm pada temperatur ruang selama waktu optimum. Setelah itu campuran dipisahkan dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA. Dihitung efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) dengan persamaan 1 dan 2.

(41)

27 3.4.5. Karakterisasi adsorben

3.4.5.1. Analisis gugus fungsi mengunakan FT-IR (ASTM E1252-98)

Analisis gugus fungsi adsorben yang optimum dengan menggunakan Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR). Sebanyak 10 g KBr digerus kemudian ditambahkan sampel adsorben dengan komposisi 10:1 sampel.

Kemudian campuran digerus hingga homogen. Kemudian diletakkan pada sampel holder. Diketahui grafik puncak-puncak gugus fungsi yang muncul pada layar.

Hasil pengukuran dianalisis dan dicetak.

3.4.5.2. Analisis morfologi permukaan menggunakan SEM ( ASTM E1508) Analisis permukaan dan tekstur adsorbenyang optimum) dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Sampel adsorben yang akan dianalisis diletakkan sangat tipis merata pada plat alumunium yang memiliki dua sisi. Kemudian dilapisi dengan lapisan emas dengan waktu coating ± 30 detik.

Sampel yang telah dilapisi, kemudian diamati menggunakan SEM dengan tegangan 20 kV dan perbesaran 5.000x dan 30.000x. dari gambar berupa foto SEM yang diperoleh, morfologi dan distribusi ukuran.

3.4.6. Aplikasi menggunakan limbah simulasi multi komponen

Air limbah simulasi multi komponen dibuat dengan cara mencampurkan larutan logam kadmium, tembaga dan timbal dengan konsentrasi masing masing 100 ppm , 75 ppm, dan 50 ppm yang di masukkan kedalam labu ukur 100 mL.

Proses adsorpsi limbah simulasi menggunakan kondisi optimum yang diperoleh, adsorben dimasukkan dalam gelas beaker, ditambahkan 25 mL air limbah.

Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm selama waktu optimum. Setelah itu campuran dipisahkan dengan cara disaring

(42)

28 dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA.

Dihitung efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) dengan persamaan 1 dan 2.

3.4.7. Penentuan Isoterm adsorpsi

Hasil penentuan variasi konsentrasi akhir ion logam berat (adsorbat) dengan kapasitas adsoprsi (Q) diplotkan dalam grafik persamaan regresi linier.

Nilai koefisien korelasi yang besarnya mendekati 1 setelah dibuat persamaan isoterm Langmuir dan isoterm Freundlich maka akan menentukan jenis isoterm adsorpsi yang terjadi pada proses adsorpsi ion logam berat tersebut.

3.4.8. Regenerasi

Ion-ion logam berat yang telah terserap dalam material adsorben kulit kacang tanah pada kondisi optimum dilepaskan kembali dengan cara menambahkan H2SO4, HNO3 dan EDTA sebanyak 25 mL. Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm selama waktu optimum.

Selanjutnya konsentrasi ion logam berat ditentukan dengan spektrofotometer serapan atom (SSA). Kemudian adsorben dikeringkan dan dapat digunakan kembali pada penyerapan ion logam berat lainnya.

(43)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Adsorben Kulit Kacang Tanah

Langkah awal pembuatan adsorben kulit kacang tanah adalah dengan mencuci bersih kulit kacang tanah dari kotoran kotoran yang menempel pada kulit dengan air mengalir, direndam dengan akuades selama 48 jam untuk membersihkan pengotor yang tertinggal pada kulit kacang tanah. Kulit kacang tanah yang telah direndam kemudian dijemur di bawah sinar matahari untuk mengurangi kadar air dan mencegah timbulnya jamur, kulit kacang tanah yang telah kering diperkecil ukurannya menggunakan blender, kemudian diayak menggunakan ayakan 180 μm yang bertujuan untuk memperbesar luas permukaan dari adsorben tersebut. semakin kecil ukuran partikel maka luas permukaan adsorben semakin luas sehingga senyawa organik akan lebih banyak terserap pada permukaan adsorben (Nurhasni et al., 2012).

Perendaman menggunakan NaOH bertujuan untuk menghilangkan lignin yang menutupi selulosa yang dapat mengurangi proses adsorpsi, reaksi proses penghilangan lignin menurut (Fessenden & Fessenden, 1987) dapat dilihat pada Gambar 8 sebagai berikut:

Gambar 8. Reaksi Delignifikasi (Fessenden & Fessenden, 1987)

(44)

30 Proses penghilangan lignin atau delignifikasi pada penelitian ini menggunakan NaOH, karena larutan NaOH dapat melarutkan lignin. Mekanisme reaksi dari proses delignifikasi selulosa adalah, ion OH- pada NaOH akan menyerang karbon karbonil pada lignoselulosa yang akan memutus ikatan lignoselulosa. Sedangkan ion Na+ akan mengikat lignin menjadi garam natrium fenolat yang mudah larut dalam air, terbentuknya garam natrium fenolat ditandai dengan larutan yang berubah menjadi berwarna hitam yang biasa disebut lindi hitam (Novia et al., 2015). Pencucian dilakukan untuk menghilangkan garam natrium fenolat pada sampel hingga bersih dan berada pada pH netral, kemudian dilakukan pengeringan untuk menghilangkan kadar air yang masih tertinggal.

Serbuk kulit kacang tanah ini kemudian disebut sebagai kulit kacang tanah tanpa aktivasi (KKTA).

Tahap selanjutnya adalah tahap atau prosoes aktivasi kulit kacang tanah, aktivasi yang dilakukan adalah aktivasi secara kimia yang dengan menggunakan asam kuat dan basa kuat. Asam kuat yang digunakan dalam penelitian ini adalah H2SO4 0,5 M dan basa kuat yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaOH 0,1 M, tujuan aktivasi ini adalah untuk memperluas volume rongga atau sistem pori karbon aktif dan melarutkan pengotor-pengotor yang berada dalam pori karbon seperti mineral-mineral anorganik (Nurhasni et al., 2012).

Proses yang terjadi pada aktivasi asam adalah proses hidrolisis, hidrolisis merupakan proses pelepasan molekul air pada suatu senyawa. Reaksi hidrolisis pada selulosa menghasilkan molekul glukosa yang merupakan monomer dari selulosa dan melepaskan molekul air yang dibantu dengan oleh asam sebagai katalisator atau aktivator yang dapat mempercepat reaksi tersebut. Kulit kacang

(45)

31 tanah yang diaktivasi menggunakan asam (H2SO4) menghasilkan tekstur yang lebih rapuh dan lebih gelap (Nurhasni et al., 2018). Reaksi hidrolisis yang terjadi pada selulosa menurut Fessenden & Fessenden, (1987) dapat dilihat pada Gambar 9 berikut:

Gambar 9. Reaksi hidrolisis pada selulosa (Fessenden & Fessenden, 1987) 4.2. Kondisi Optimum

4.2.1. Konsentrasi Adsorben

Penentuan kondisi optimum parameter konsentrasi adsorben dilakukan dengan membandingkan variasi konsentrasi adsorben sebesar 1; 2 dan 3% dimana masing masing massa adsorben terukur adalah sebesar 0,25; 0,5 dan 0,75 g.

Perlakuan ini dilakukan dalam waktu 1 jam pada suhu ruangan dalam pH netral.

Konsentrasi larutan logam Cd, Cu, dan Pb yang digunakan sebesar 25 ppm dan volume yang digunakan sebayak 25 mL, adsorben yang direaksikan dengan

(46)

32 larutan logam dengan bantuan pengadukan menggunakan shaker dengan kecepatan 200 rpm. Adsorben yang telah direaksikan akan dipisah dengan filtratnya, filtrat tersebut yang kemudian diuji menggunakan instrumen spektrofotometri serapan atom.

Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Cd oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi asam (KKAA) dengan variasi konsentrasi 1; 2 dan 3% berturut- turut adalah 30; 27 dan 28%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut 0,6736;

0,6201 dan 0,6250 mg/g. Sedangkan efisiensi penyerapan dan kapasitas penyerapan ion logam berat Cd oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi basa (KKAB) dan kulit kacang tanah tanpa aktivasi (KKTA) untuk setiap variasi konsentrasi adsorben yang telah digunakan berturut-turut adalah sama, dengan nilai yang didapatkan sebesar 100% dan 2,2706 mg/g.

Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Cu oleh adsorben KKAA dengan variasi konsentrasi 1; 2 dan 3% berturut-turut adalah 62; 79 dan 83%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut 1,4282; 1,8139 dan 1,9129 mg/g.

Sedangkan efisiensi penyerapan ion logam berat Cu oleh adsorben KKAB dengan variasi konsentrasi 1; 2 dan 3% adalah 97%, dan kapasitas penyerapan berturut – turut 1,1797; 1,1831dan 1,1809 mg/g. Kemudian efisiensi penyerapan oleh adsorben KKTA untuk setiap variasi konsentrasi 1; 2 dan 3% adalah 97% dengan kapasitas penyerapan 1,1390; 1,1353 dan 1,1330 mg/g.

Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Pb oleh adsorben KKAA dengan variasi konsentrasi 1; 2 dan 3% berturut-turut adalah 78; 78 dan 74%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut, 2,1044; 1,9959 dan 1,9949 mg/g.

Sedangkan efisiensi penyerapan ion logam berat Pb oleh adsorben KKAB dengan

(47)

33 variasi konsentrasi 1; 2 dan 3% adalah 78%, dengan kapasitas penyerapan berturut –turut 2,1057; 2,0925 dan 2,0952 mg/g, Kemudian efisiensi penyerapan pada ion logam berat Pb oleh adsorben KKTA dengan variasi konsentrasi 1; 2 dan 3%

berturut-turut adalah 75, 77 dan 77%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut 2,01104; 2,06365 dan 2,07681 mg/g. Pengaruh konsentrasi adsorben terhadap penyerapan ion logam berat dapat dilihat pada Gambar 10, 11 dan 12 serta Lampiran 1 sebagai berikut:

Gambar 10. Pengaruh konsentrasi adsorben terhadap ion logam berat Cd

Gambar 11. Pengaruh konsentrasi adsorben terhadap ion logam berat Cu

(48)

34 Gambar 12. Pengaruh konsentrasi adsorben terhadap ion logam berat Pb

Hasil yang didapatkan dari penyerapan larutan ion logam berat oleh adsorben, semakin tinggi konsentrasi adsorben semakin tinggi pula konsentrasi ion logam berat yang diserap. Hal ini dikarenakan banyaknya adsorben menyebabkan semakin banyak larutan ion logam berat yang mengalami kontak dengan adsorben, sehingga ion logam berat semakin banyak terserap dalam adsorben. Penurunan efisiensi penyerapan juga terjadi dalam proses penyerapan ion logam, hal ini dikarenakan adanya pengaruh waktu kontak pH dan konsentrasi ion logam berat yang belum ditentukan kondisi optimum penyerapannya. Metode aktivasi yang digunakan juga mempengaruhi perbedaan atau variasi hasil penyerapan pada ion logam.

Penentuan kondisi optimum konsentrasi adsorben dapat dilihat dari hasil penyerapan ion logam berat oleh adsorben, adsorben yang dinyatakan optimum adalah adsorben yang dapat menyerap secara optimum ion logam berat yang akan diserap. Kondisi optimum konsentrasi adsorben yang didapatkan setelah penyerapan ion logam berat Cd adalah sebesar 1% dikarenakan efisiensi pada konsentrasi tersebut dan perbedaan efisiensi dengan konsentrasi 2 dan 3% yang tidak terlalu signifikan, kondisi optimum konsentrasi adsorben yang didapatkan

(49)

35 setelah penyerapan ion logam Cu adalah 2% karena pada konsentrasi 3% terjadi penurunan efisiensi penyerapan sedangkan kondisi optimum konsentrasi adsorben yang didapatkan setelah penyerapan ion logam berat Pb adalah sebesar 1%

dikarenakan terjadi penurunan efisiensi penyerapan pada konsentrasi adsorben 2 dan 3%.

Hasil yang tidak jauh berbeda didapatkan pada penelitian Nurhasni et al., (2014) penyerapan ion logam secara maksimum terjadi pada massa sekam padi 1.5 g dengan efisiensi penyerapan untuk ion logam berat Cu dan Pb masing- masing sebesar 60.37% dan 61.02%. hasil yang didapatkan pada penelitian Irwandi et al., (2015) massa karbon aktif 1 g menghasilkan efisiensi penyerapan terhadap logam Pb sebesar 51,26%, untuk massa karbon aktif 2 g menghasilkan efisiensi penyerapan sebesar 75,73% dan sedangkan untuk massa karbon aktif 3 g menghasilkan efisiensi penyerapan logam Pb sebesar 94,15%

4.2.2. Konsentrasi Ion Logam

Pengaruh konsentrasi ion logam juga dapat mempengaruhi penyerapan ion logam berat oleh adsorben, sehingga dilakukan variasi konsentrasi ion logam berat untuk menentukan kondisi optimum konsentrasi ion logam berat yang secara optimum dapat diserap oleh adsorben.

Konsentrasi adsorben yang digunakan adalah konsentrasi adsorben yang telah optimum, yakni 1% untuk penyerapan pada ion logam berat Pb dan Cd sedangkan 2% untuk penyerapan ion logam berat Cu, Larutan logam yang digunakan dalam reaksi sebanyak 25 mL yang disertai dengan pengadukan menggunakan shaker dengan kecepatan 200 rpm. Variasi konsentrasi yang

(50)

36 digunakan adalah 25, 50, 75 dan 100 ppm, suhu yang digunakan untuk reaksi adalah suhu ruang dengan pH netral dalam waktu 1 jam.

Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Cd oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi asam (KKAA) dengan variasi konsentrasi 25, 50, 75 dan 100 berturut-turut adalah 35, 36, 37 dan 22%, dengan kapasitas penyerapan beturut- turut 1,0379; 1,9167; 2,8144 dan 1,9986 mg/g. Sedangkan efisiensi penyerapan dan kapasitas penyerapan ion logam berat Cd oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi basa (KKAB) dan kulit kacang tanah tanpa aktivasi (KKTA) untuk setiap variasi konsentrasi adsorben yang telah digunakan adalah sama, dengan nilai yang didapatkan sebesar 100% dan 2,9496; 5,3517; 7,6703 dan 9,0791 mg/g.

Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Cu oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi asam (KKAA) dengan variasi konsentrasi 25, 50, 75 dan 100 berturut-turut adalah 88,72; 100; 67,11 dan 72,54%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut 1,2665; 3,3108; 3,2753 dan 3,2166 mg/g. Sedangkan efisiensi penyerapan dan kapasitas penyerapan ion logam berat Cu oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi basa (KKAB) dan kulit kacang tanah tanpa aktivasi (KKTA) untuk setiap variasi konsentrasi adsorben yang telah digunakan sama, dengan nilai yang didapatkan sebesar 100% dan 1,4276; 3,3108; 4,1354 dan 4,4341 mg/g.

Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Pb oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi asam (KKAA) dengan variasi konsentrasi 25, 50, 75 dan 100 berturut-turut adalah 79; 80; 100 dan 62%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut 2,0696; 4,1956; 7,9723 dan 5,9993 mg/g. Sedangkan efisiensi penyerapan dan kapasitas penyerapan ion logam berat Pb oleh adsorben kulit

(51)

37 kacang tanah aktivasi basa (KKAB) dan kulit kacang tanah tanpa aktivasi (KKTA) untuk setiap variasi konsentrasi adsorben yang telah digunakan adalah sama, dengan nilai yang didapatkan sebesar 100% dan 2,6098; 5,2561; 7,9723 dan 9,6906 mg/g. Pengaruh konsentrasi ion logam terhadap penyerapan oleh adsorben dapat dilihat dalam Gambar 13, 14 dan 15 serta Lampiran 1 sebagai berikut:.

Gambar 13. Pengaruh konsentrasi ion logam berat Cd terhadap adsorben

Gambar 14. Pengaruh konsentrasi ion logam berat Cu terhadap adsorben

(52)

38 Gambar 15. Pengaruh konsentrasi ion logam berat Pb terhadap adsorben

Hasil yang didapatkan pada penyerapan variasi konsentrasi ion logam berat Cd didapatkan efisiensi penyerapan yang meningkat, namun pada konsentrasi 100 ppm mengalami penurunan efisiensi. Hal ini dikarenakan adsorben yang digunakan memiliki titik jenuh, yakni titik dimana adsorben sudah tidak dapat menyerap lagi ion logam berat yang terdapat dalam larutan tersebut karena pori pori yang tersebar pada permukaan kulit kacang tanah telah tertutup oleh ion logam berat yang telah terserap. Sehingga kondisi optimum konsentrasi ion logam berat yang dapat diserap oleh adsorben yang digunakan adalah sebesar 75 ppm. Hasil dari penyerapan ion logam berat Pb oleh adsorben juga menghasilkan efisiensi yang meningkat, namun mengalami penurunan pada konsentrasi ion logam berat 100 ppm karena adsorben telah mencapi titik jenuh.

Sehingga kondisi optimum konsentrasi ion logam berat untuk logam Pb yang dapat diserap optimum oleh adsorben adalah sebesar 75 ppm.

Hasil yang didapatkan pada penyerapan logam Cu tidak jauh berbeda dengan Cd dan Pb, dimana pada logam Cu terjadi penurunan efisiensi. Efisiensi penyerapan ion logam berat Cu terjadi penurunan efisiensi pada konsentrasi 75 ppm, penurunan ini disebabkan karena adsorben yang menyerap ion logam berat

(53)

39 Cu hampir mencapai titik jenuh. Dapat dilihat pada grafik ketika adsorben menyerap ion logam berat Cu pada konsentrasi 100 ppm, hasil efisiensi penyerapannya tidak jauh berbeda dengan 75 ppm. Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi optimum konsentrasi ion logam berat Cu yang dapat diserap oleh adsorben adalah sebesar 50 ppm.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Shaikh et al., (2018) Persentase efisiensi penyerapan tertinggi ion logam berat Pb2+ adalah 98%, pada kondisi optimum konsentrasi ion logam berat yang terserap adalah 120 ppm. Hal ini menandakan bahwa hasil yang didapatkan pada penelitian ini belum terlalu baik karena hanya dapat meyerap ion logam berat Pb dengan optimum sebesar 75 ppm.

4.2.3. Waktu kontak

Penentuan kondisi optimum waktu kontak dilakukan menggunakan konsentrasi adsorben dan konsentrasi larutan ion logam berat yang telah optimum, penentuan kondisi optimum waktu kontak ini bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan adsorben untuk menyerap logam secara optimum.

Variasi waktu kontak dibuat untuk mengetahui kondisi optimum waktu kontak adalah 30, 60 dan 90 menit, konsentrasi adsorben yang digunakan untuk reaksi dengan larutan logam Cd dan Pb adalah 1% dan konsentrasi larutan logam yang digunakan sebesar 75 ppm, sedangkan untuk konsentrasi adsorben yang digunakan untuk reaksi dengan larutan logam Cu adalah 2% dan konsentrasi larutan logam Cu sebesar 50 ppm.

Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Cd oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi asam (KKAA) dengan variasi waktu 30, 60 dan 90 menit berturut- turut adalah 24; 22 dan 22%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut 1,9068;

(54)

40 1,6937 dan 1,7155 mg/g. Sedangkan efisiensi penyerapan dan kapasitas penyerapan ion logam berat Cd oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi basa (KKAB) dan kulit kacang tanah tanpa aktivasi (KKTA) untuk setiap variasi konsentrasi adsorben yang telah digunakan adalah sama, dengan nilai yang didapatkan sebesar 100% dan 7,79212 mg/g.

Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Cu oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi asam (KKAA) dengan variasi waktu 30, 60 dan 90 menit berturut- turut adalah 65; 100 dan 98%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut 2,2583;

3,4994 dan 3,4395 mg/g. Sedangkan efisiensi penyerapan dan kapasitas penyerapan ion logam berat Cd oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi basa (KKAB) dan kulit kacang tanah tanpa aktivasi (KKTA) untuk setiap variasi konsentrasi adsorben yang telah digunakan adalah sama, dengan nilai yang didapatkan sebesar 100% dan 3,4994 mg/g.

Efisiensi penyerapan pada ion logam berat Pb oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi asam (KKAA) dengan variasi waktu 30; 60 dan 90 menit berturut- turut adalah 82; 95 dan 97%, dengan kapasitas penyerapan beturut-turut 2,2583;

3,4994 dan 3,4395 mg/g. Sedangkan efisiensi penyerapan dan kapasitas penyerapan ion logam berat Cd oleh adsorben kulit kacang tanah aktivasi basa (KKAB) dan kulit kacang tanah tanpa aktivasi (KKTA) untuk setiap variasi konsentrasi adsorben yang telah digunakan adalah sama, dengan nilai yang didapatkan sebesar 100 dan 7,5643 mg/g. Pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi ion logam berat dapat dilihat dalam Gambar 16,17 dan 18 serta Lampiran 1 sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Dari Gambar 6, dapat diamati bahwa waktu interaksi untuk mencapai adsorpsi optimum oleh biomassa kulit singkong adalah pada waktu 30 menit untuk ion logam Pb(II), 30 menit

Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dinyatakan bahwa model isoterm Langmuir 2 sesuai diterapkan untuk adsorpsi ion logam Cr(III) dalam larutan pada berbagai adsorben

Persamaan ini nantinya akan digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan hasil analisa AAS.. Persamaan untuk masing- masing logam Cd 2+ adalah sebagai

Permasalahan yang akan diteliti adalah sejauh mana pengaruh ukuran adsorben dan konsentrasi awal larutan kadmium (Cd) terhadap kemampuan adsorpsi ion logam kadmium (Cd) dengan

Ruthven (1985) asumsi dari isoterm adsorpsi langmuir ialah permukan adsorben memiliki situs aktif yang berfungsi untuk mengadsorpsi ion logam, molekul akan terserap pada

Telah dilakukan penelitian adsorpsi limbah ion logam Cd(II) terkompetisi Mg(II) dan Cu(II) secara simultan dengan menggunakan Zeolit Alam Aktif dan Zeolit Alam Aktif

Telah dilakukan penelitian adsorpsi limbah ion logam Cd(II) terkompetisi Mg(II) dan Cu(II) secara simultan dengan menggunakan Zeolit Alam Aktif dan Zeolit Alam Aktif

Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dinyatakan bahwa model isoterm Langmuir 2 sesuai diterapkan untuk adsorpsi ion logam CrIII dalam larutan pada berbagai adsorben tersebut.. Gambar 3