• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN Ca(II), Cu(II), DAN Cd(II) OLEH BIOMASSA ALGA MERAH Porphyridium sp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN Ca(II), Cu(II), DAN Cd(II) OLEH BIOMASSA ALGA MERAH Porphyridium sp"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN Ca(II), Cu(II), DAN Cd(II) OLEH BIOMASSA ALGA MERAH Porphyridium sp

(Skripsi)

Oleh

AGUNG SUPRIYANTO

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

ADSORPTION STUDY OF DIVALENT METAL IONS BY Ca(II), Cu(II), AND Cd(II) Porphyridium sp RED ALGAE BIOMASS

By

AGUNG SUPRIYANTO

The study of adsorption metal ions Ca(II), Cu(II), and Cd(II) by red algae biomass

Porphyridium sp it has been performed. Infrared spectrophotometry (IR) was used

to identificate the biomass functional group of Porphyridium sp. The results

showed that Porphyridium sp biomass contains –OH, C=O, N-H, and S=O.

Adsorption study of Ca(II), Cu(II), and Cd(II) metal ions included determination of biomass algae dosage, pH, stired time, and concentration of metal ions showing that adsorption of Ca(II),Cu(II), and Cd(II) ions is optimum at 0.1 g biomass dosage, pH 4, and 30 minute stired time. The adsorption process of Ca(II), Cu(II), and Cd(II) ions by Porphyridium sp biomass was done by using batch method,

and metal ion concentration was analyzed by atomic absoprtion

spectrophotometry (AAS). Adsorption of Ca(II), Cu(II), and Cd(II) ions by

Porphyridium sp biomass follows pseudo second-order with rate constant for each

metal ion is 45.48, 157.79, and 167.98 g mmol-1 minute-1 and the adsorption models tend to follow Langmuir isoterm adsorption with adsorption capacity for each metal is 28.63, 37.07, and 76.92 mg g-1. Adsorption energy of each Ca(II), Cu(II), and Cd(II) metal ions by Porphyridium sp algae biomass is 8.14, 14.46,

and 20.89 kJ mol-1.

(3)

ABSTRAK

KAJIAN ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN Ca(II), Cu(II), DAN Cd(II) OLEH BIOMASSA ALGA MERAH Porphyridium sp

Oleh

AGUNG SUPRIYANTO

Pada penelitian ini telah dilakukan studi adsorpsi ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) oleh biomassa alga Porphyridum sp. Identifikasi gugus fungsi pada biomassa Porphyridium sp dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer inframerah

(IR). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa biomassa Porphyridium sp

mengandung gugus –OH, C=O, N-H, dan S=O. Kajian adsorpsi ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) oleh biomassa Porphyridium sp meliputi penentuan dosis

biomassa alga, pH, waktu, dan konsentrasi ion logam menunjukkan bahwa adsorpsi ion Ca(II), Cu(II),dan Cd(II) oleh biomassa Porphyridium sp optimum

pada dosis biomassa alga 0,1 g, pH 4, dan waktu pengadukkan 30 menit. Proses adsorpsi ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) oleh biomassa Porphyridium sp

dilakukan dengan metode batch dan kadar logam dianalisis dengan

spektrofotometer serapan atom (SSA). Adsorpsi ion Ca(II), Cu(II),dan Cd(II) oleh biomassa Porphyridium sp mengikuti persamaan kinetika pseudo orde dua

dengan konstanta laju masing-masing sebesar 45,48; 157,79; 167,98 g mmol-1 menit-1 serta pola adsorpsinya cenderung mengikuti pola adsorpsi isoterm Langmuir dengan kapasitas adsorpsi masing-masing ion logam sebesar 28,63; 37,07; 76,92 mg g-1. Energi adsorpsi masing-masing ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) oleh biomassa alga Porphyridium sp sebesar 8,14; 14,46; 20,89 kJ mol-1.

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Tengah, pada tanggal 15

September 1993, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara

putra dari Sabar dan Triwiyati.

Jenjang pendidikan diawali dari Sekolah Dasar (SD) di SDN

2 Terbanggi Besar diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah

Menengah Pertama (SMP) di SMPN 2 Terbanggi Besar diselesaikan pada tahun

2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Terbanggi Besar

diselesaikan pada tahun 2010. Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa

Jurusan Kimia FMIPA Unila melalui jalur PKAB (Penelusuran Kemampuan

Akademik dan Bakat).

Pada tahun 2013 Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan di Laboratorium

Kimia Anorganik Jurusan Kimia FMIPA Unila di Bandar Lampung. Selama

menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Sains Dasar Ilmu

Komputer, Kimia Dasar 1, Kimia Anorganik I, dan Kimia Anorganik II. Penulis

juga aktif di Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA Unila sebagai

Kader Muda (KAMI) 2010/2011, Anggota Bidang Kaderisasi dan Pengembangan

Organisasi (KPO) 2011/2012, Ketua Umum 2012/2013, dan Ketua Dewan

(8)

MOTO

“Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah

bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada

Tuhanmulah engkau berharap”

(QS. Al-Insyirah: 7-8)

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu

dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa

derajat”

(QS. Al-Mujadillah: 11)

“Kebaikan seorang ayah lebih tinggi daripada gunung dan

kebaikan seorang ibu lebih dalam daripada laut”

(Anonim)

“Apapun yang terjadi tetap tenang, bersyukur, dan jangan

sampai lupa untuk bernafas”

(9)

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada :

ALLAH S.W.T

]

Kedua orang tuaku,

Ayah dan Ibu yang telah memberikan rasa kasih sayang serta

cinta kalian dalam semangat dan doa indah untukku.

Kakak dan Adikku tercinta

Keluarga besar yang telah mendukungku.

Seluruh sahabat terbaikku

(10)

ix

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah Puji dan syukur Penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul " KAJIAN ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN

Ca(II), Cu(II), DAN Cd(II) OLEH BIOMASSA ALGA MERAH

Porphyridium sp" adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Lampung.

Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan dan rintangan, namun itu semua dapat penulis lalui berkat rahmat dan ridha Allah

SWT serta bantuan dan dorongan semangat dari orang-orang yang hadir di kehidupan penulis. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih

setulus-tulusnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Buhani, M.Si., selaku pembimbing I penelitian yang telah banyak memberikan ilmu, nasihat, saran, motivasi, perhatian, serta kesabaran

(11)

x

2. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku pembimbing II penelitian dan selaku

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah memberikan ilmu, kritik, saran dan arahan yang diberikan kepada penulis

sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

3. Bapak Mulyono, Ph.D., selaku penguji penelitian yang telah memberikan ilmu, kritik, saran, dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini

terselesaikan dengan baik.

4. Bapak Heri Satria, S.Si, M.Si dan Ibu Niluh Ratna Gede Juliasih, M.Si.,

selaku pembimbing akademik yang telah memberikan ilmu, perhatian, motivasi, nasehat, kritik, serta saran kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

5. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, selaku ketua Jurusan Kimia FMIPA Unila.

6. Seluruh dosen FMIPA Unila yang telah mendidik dan memberikan ilmu

pengetahuan yang sangat berguna kepada penulis selama kuliah.

7. Kedua orang tuaku yang sangat saya sayangi dan cintai. Ayahku, yang selalu

menjadi inspirasi dan teladan bagiku dalam segala hal. Selalu memberikan semangat dan motivasi bagiku. Terima kasih ayah atas doamu yang tak putus

dan segala bentuk pengorbananmu. Ibuku yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, dan cinta yang begitu besar. Terimakasih telah

mendoakanku setiap waktu, senyummu adalah semangatku. Sekali lagi terima

kasih ayah dan ibu tersayang dengan tulus dan ikhlas kuucapkan atas segala hal terbaik dan semua yang telah diberikan kepadaku serta bentuk

(12)

xi

8. Semua keluarga besarku, terutama kakakku Yudhi Hermawan dan Eka serta

adikku Zarisma Ananda Putriana, terima kasih atas doa, nasihat, dan motivasi yang diberikan untukku.

9. Teman seperjuangan penelitianku Sevina Silvi dan Widya Afriliani Wijaya, terima kasih atas doa, bantuan, dan dukungannya. Sukses untuk kita dan semoga Allah membalas segala bentuk kebaikan kalian.

10. Teman-teman seperjuangan Lab Anorganik, Silvana Maya Pratiwi, Fauziyyah

Mu’min Shiddiq, S. Si., Wynda Dwi Anggraini, S. Si., Hapin Afriyani, S. Si.,

Rini Handayani Rotua P, dan Martha Selvina Gultom terima kasih untuk kebersamaan dan keceriaan kalian selama menjalankan penelitian dan perkuliahan. Tetap semangat kawan, sukses selalu untuk kita semua.

11. Teman-teman Kimia 2010: M. Nurul Fajri, Rahmat Kurniawan S.Si., Rully Prayetno, M. Prasetio Ersa, Hanif Amrullah S. Si., Rina Rachmawati S.Si., Funda Elisyia S. Si., Putri Heriyani Utami S. Si., Faradilla Syani S.Si.,

Purniawati S. Si., Leni Astuti S. Si., Desi Meriyanti S. Si., Chyntia

Gustiyanda Patraini, Putri Rahmatika, Lailatul Hasanah, Adetia Fatmawati,

Rani Anggraini, Ariyanti, Syifa Kusuma W, Fajria Faiza, Lolita N, Surtini Karlina S, Ely Setiawati, Putri Sari Dewi, Juni Zulhijjah, Christy Arina, Indah

Aprianti, Nur Robiah, Chintia Yolanda, Maria Anggraini, terima kasih untuk bantuan, kebersamaan, dan keceriaan selama menjalankan perkuliahan, tetap semangat dan jangan menyerah, perjuangan kita masih panjang, sukses selalu

untuk kita semua.

12. Keluarga Besar Kimia FMIPA Unila 2008-2014, terima kasih atas segala

(13)

xii

13. Keluarga besar wisma banyu biru M.P. Bagus, Ignatius Sandy Ellen, Zulfi Al

Arif, M. Lutvi, Aji, Gurit P, Deni, Khoirul Yunus, Emil, Bagus M, Viki, Angga, Riki, Agung, Noval, Indro, Epri, Nanto, Dido, dan Arif, terimaksih

atas kebersamaan dan bantuannya.

14. Mba Liza Apriliya S, S.Si selaku Laboran Laboratorium Kimia Anorganik Fisik yang telah banyak membantu penulis untuk mendapatkan zat dan bahan

kimia, serta terima kasih juga kepada Mba Nora dan Pak Ghani, terimakasih atas segala bantuannya.

15. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamin.

Bandar Lampung, September 2014 Penulis

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biomassa Alga ... 5

B. Karakterisasi Material ... 8

1. Spektrofotometer Inframerah (IR) ... 8

2. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) ... 11

C. Logam ... 12

1. Kalsium (Ca) ... 14

2. Tembaga (Cu) ... 15

3. Kadmium (Cd) ... 16

D. Interaksi Ion Logam dengan Adsorben ... 16

E. Adsorpsi ... 19

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Adsorpsi ... 20

1.1. Sifat logam dan ligan ... 20

1.2. Pengaruh pH sistem ... 21

1.3. Temperatur ... 21

1.4. Waktu kontak ... 21

1.5. Dosis biomassa yang digunakan ... 22

2. Parameter Adsorpsi ... 23

2.1. Kinetika pseudo orde 1 dan orde 2 ... 23

2.2. Isoterm adsorpsi Langmuir ... 24

2.3. Isoterm adsopsi Freundlich ... 25

(15)

ii

B. Alat dan Bahan ... 27

C. Prosedur Penelitian ... 28

1. Penyiapan Biomassa Alga Porphyridium sp ... 28

2. Karakterisasi Material ... 28

3. Uji Adsorpsi ... 28

3.1. Penentuan dosis alga optimum ... 28

3.2. Penentuan pH optimum ... 29

3.3. Penentuan waktu optimum ... 29

3.4. Penentuan konsentrasi logam optimum ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Karakterisasi Material ... 31

B. Uji Adsorpsi ... 32

1. Penentuan Dosis Alga Optimum ... 32

2. Penentuan pH Optimum ... 33

3. Penentuan Waktu Optimum ... 35

4. Penentuan Konsentrasi Logam Optimum ... 37

C. Kinetika dan Isoterm Adsorpsi ... 38

1. Kinetika Adsorpsi ... 38

2. Isoterm Adsorpsi ... 40

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 44

B. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Serapan IR beberapa gugus fungsi senyawa organik. ... 10 2. Asam dan basa beberapa senyawa dan ion menurut Pearson

(1968) ... 18 3. Kinetika adsorpsi ion Ca(II), Cu(II),dan Cd(II) terhadap

biomassa alga Porphyridium sp pada dosis alga 0,1 g, pH 4, dan

temperatur 27o C ... 39 4. Isoterm adsorpsi langmuir dan Freundlich ion Ca(II), Cu(II),

dan Cd(II) oleh alga Porphyridium sp pada dosis alga 0,1 g, pH

4, dan temperatur 27o C ... 41 5. Adsorpsi ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) dengan dosis alga

Porphyridium sp berbeda ... 53

6. Adsorpsi ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) dengan pH berbeda ... 53 7. Adsorpsi ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) dengan waktu

pengadukkan berbeda. ... 53 8. Adsorpsi ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) dengan konsentrasi ion

logam berbeda ... 54 9. Data kinetika pseudo orde satu pada biomassa alga

Porphryridium sp terhadap ion Ca(II) ... 54

10.Data kinetika pseudo orde dua pada biomassa alga

Porphryridium sp terhadap ion Ca(II) ... 55

11.Data kinetika pseudo orde satu pada biomassa alga

Porphryridium sp terhadap ion Cu(II) ... 56

12.Data kinetika pseudo orde dua pada biomassa alga

(17)

iv

13.Data kinetika pseudo orde satu pada biomassa alga

Porphryridium sp terhadap ion Cd(II) ... 57

14.Data kinetika pseudo orde dua pada biomassa alga Porphryridium sp terhadap ion Cd(II) ... 57

15.Data perhitungan persamaan Langmuir ion Ca(II) ... 59

16.Data perhitungan persamaan Freundlich ion Ca(II) ... 60

17.Data perhitungan persamaan Langmuir ion Cu(II) ... 61

18.Data perhitungan persamaan Freundlich ion Cu(II) ... 63

19.Data perhitungan persamaan Langmuir ion Cd(II) ... 64

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Serapan IR Porphyridium cruentum. ... 9

2. Spektra IR biomassa alga Porphyridium sp ... 31

3. Pengaruh dosis biomassa alga Porphyridium sp terhadap adsorpsi

ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) ... 33

4. Pengaruh pH terhadap adsorpsi ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II)

pada biomassa alga Porphyridium sp ... 34

5. Pegaruh waktu pengadukkan terhadap adsorpsi ion Ca(II),

Cu(II), dan Cd(II) pada biomassa alga Porphyridium sp ... 36

6. Pengaruh konsentrasi awal logam terhadap adsorpsi ion Ca(II),

Cu(II), dan Cd(II) pada biomassa alga Porphyridium sp ... 37

7. Kinetika pseude orde dua biomassa Porphyridium sp terhadap

ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) ... 39 8. Isoterm adsorpsi ion Ca(II) menurut model (a) Langmuir dan (b)

Frendlich ... 40 9. Isoterm adsorpsi ion Cu(II) menurut model (a) Langmuir dan (b)

Frendlich ... 41 10.Isoterm adsorpsi ion Cd(II) menurut model (a) Langmuir dan (b)

Frendlich ... 41 11.Kinetika pseudo orde dua biomassa alga Porphyridium sp

terhadap ion Ca(II) ... 55 12.Kinetika pseudo orde dua biomassa alga Porphyridium sp

(19)

vi

13.Kinetika pseudo orde dua biomassa alga Porphyridium sp

terhadap ion Cd(II) ... 58 14.Isoterm adsorpsi Langmuir biomassa alga Porphyridium sp

terhadap ion Ca(II) ... 59 15.Isoterm adsorpsi Freundlich biomassa alga Porphyridium sp

terhadap ion Ca(II) ... 61 16.Isoterm adsorpsi Langmuir biomassa alga Porphyridium sp

terhadap ion Cu(II) ... 62 17.Isoterm adsorpsi Freundlich biomassa alga Porphyridium sp

terhadap ion Cu(II) ... 63 18.Isoterm adsorpsi Langmuir biomassa alga Porphyridium sp

terhadap ion Cd(II) ... 64 19.Isoterm adsorpsi Freundlich biomassa alga Porphyridium sp

(20)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pencemaran air merupakan salah satu permasalahan yang serius, karena limbah

organik dan anorganik mencemari lingkungan akuatik baik dalam bentuk terlarut maupun tidak terlarut (Dahiya et al., 2008 ; Chen et al., 2008). Salah satu contoh

polutan anorganik yang mencemari lingkungan akuatik adalah logam berat.

Polutan logam berat ini berasal dari pertambangan mineral dan logam, produksi energi dan bahan bakar, industri pupuk dan pestisida, dan industri perlengkapan rumah tangga serta instalasi energi atomik yang limbanya tidak diolah dengan

baik (Alluri et al., 2007). Hal ini akan menjadi berbahaya karena logam berat

tidak dapat diurai dan dapat terakumulasi dalam organisme hidup (Sari and Tuzen,

2008 ; Barbier et al., 2000). Proses terakumulasinya logam berat di dalam

organisme hidup dapat berdampak pada rantai makanan sehingga mempengaruhi

kesehatan pada manusia. Beberapa contoh logam berat tersebut adalah tembaga (Cu) dan kadmium (Cd) (Buhani et al., 2012).

Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengurangi konsentrasi logam berat dari lingkungan yang sudah tercemar untuk mencegah timbulnya masalah yang

(21)

2

pelarut, pemisahan membran, pertukaran ion, dan adsorpsi. Dari beberapa metode

yang telah disebutkan, metode adsorpsi merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam menyerap ion logam dalam larutan (Buhani et al., 2010).

Metode adsorpsi memiliki kelebihan dari metode yang lain karena prosesnya lebih

sederhana, biayanya relatif murah, ramah lingkungan (Gupta and Bhattacharyya, 2006), dan tidak adanya efek samping zat beracun (Blais et al., 2000). Proses

adsorpsi dapat mengambil ion-ion logam berat dari larutan. Metode adsorpsi pada umumnya berdasarkan interaksi logam dengan gugus fungsional yang ada pada permukaan adsorben melalui interaksi pembentukan kompleks dan biasanya

terjadi pada permukaan padatan yang kaya akan gugus fungsional seperti: OH, -NH, -SH, dan COOH (Stum and Morgan, 1996). Keberhasilan proses adsorpsi

ion logam sangat ditentukan oleh jenis adsorben yang digunakan (Quintanilla et

al., 2008).Salah satu contoh adsorben yang dapat digunakan dalam penanganan

limbah logam berat adalah mikroalga (Cervantes et al., 2001).

Beberapa jenis alga dari golongan alga hijau, coklat, dan merah (Martadinata,

2001; Cossich et al., 2002; Buhani et al., 2007) telah ditemukan mempunyai

kemampuan yang cukup tinggi untuk mengadsorpsi ion-ion logam dalam keadaan

hidup atau dalam sel mati (biomassa). Gugus fungsi yang terdapat dalam alga dapat berikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut antara lain: gugus karboksil, hidroksil, dan amino yang terdapat di dalam dinding sel dalam

(22)

3

Pada penelitian ini digunakan biomassa alga merah yakni Porphyridium sp untuk

mengadsorpsi ion logam berat seperti ion Cu(II) dan Cd(II) serta ion logam alkali tanah Ca(II). Adsorpsi terhadap ion logam alkali tanah Ca(II) juga dilakukan pada

penelitian ini, karena di dalam lingkungan akuatik juga terkandung logam-logam alkali tanah. Alga Porphyridium sp digunakan pada penelitian ini karena belum

banyak dikembangkan sebagai material biosorben dan ketersedian di alam juga

melimpah.

Dalam penelitian ini akan dipelajari faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan adsorpsi biomassa alga terhadap ion-ion logam divalen yaitu

penentuan dosis biomassa, derajat keasaman (pH), waktu adsorpsi, dan

konsentrasi ion logam serta kajian adsorpsi seperti kinetika dan isoterm adsorpsi.

Material adsorben biomassa alga dikarakterisasi dengan menggunakan

Spektrofotometer Inframerah (IR) untuk mengidentifikasi gugus fungsi dan untuk mengetahui kadar ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) yang teradsorpsi dianalisis dengan

menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

B.Tujuan Penelitian

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap adsorpsi ion logam

Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) oleh biomassa alga Porphyridium sp;

2. mempelajari kajian adsorpsi meliputi kinetika dan isoterm adsorspi ion Ca(II),

(23)

4

C.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan iniformasi tentang

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Biomassa Alga

Salah satu mikoorganisme yang hidup di perairan adalah alga. Mikroorganisme ini

memiliki bentuk dan ukuran yang beranekaragam, ada yang mikroskopis, bersel satu, berbentuk benang/pita atau berbentuk lembaran. Berdasarkan pigmen (zat warna) yang dikandung, alga dikelompokkan atas empat kelas, yaitu:

Rhodophyceae (alga merah), Phaeophyceae (alga coklat), Chlorophyceae (alga

hijau), dan Cyanophyceae (alga biru). Alga dalam keadaan hidup dimanfaatkan

sebagai bioindikator tingkat pencemaran logam berat di lingkungan perairan,

sedangkan alga dalam bentuk biomassa terimmobilisasi dimanfaatkan sebagai biosorben (material biologi penyerap logam berat) dalam pengolahan air limbah

kronis (Harris and Rammelow, 1990).

Porphyridium sp merupakan jenis alga merah uniseluler dengan sel berbentuk

seperti bola. Alga ini merupakan jenis alga dari filum Rhodophyta dan ordo

Porphyridiales, memiliki diameter sel antara 4-9 µm. Porphyridium sp sel-selnya

tidak memiliki dinding sel mengandung kloroplas tunggal yang dikelilingi oleh lapisan polisakarida sulfat yang mudah larut dalam air (Arad and Cohen, 1989).

Porphyridium sp kemungkinan mengandung polisakarida sulfat dan pigmen

(25)

6

Porphyridium sp adalah mikroalga merah bersel satu yang termasuk divisi

Rhodophyta, hidup bebas atau berkoloni yang terikat dalam mucilago. Senyawa mucilago diekskresikan secara konstan oleh sel membentuk sebuah kapsul yang

mengelilingi sel. Mucilago merupakan polisakarida sulfat yang bersifat larut dalam air (Vonshak, 1988).

Klasifikasi Porphyridium cruentum menurut Vonshak (1988) adalah sebagai

berikut :

Divisi : Rhodophyta Sub Kelas : Bangiophycidae

Ordo : Porphyridiales Famili : Porphyridiaceae

Genus : Porphyridium

Sel Porphyridium cruentum berbentuk bulat dengan diameter 4-9 μm. Struktur

selnya terdiri dari sebuah nukleus (inti), kloroplas, badan golgi, mitokondria, lendir, pati dan vesikel (Lee, 2008). Porphyridium cruentum tidak memiliki

dinding sel. Setiap sel memiliki kloroplas dengan pirenoid di tengahnya. Permukaan membran tilakoid pada kloroplas diselimuti oleh phycobilisome

(Vonshak, 1988).

Porphyridium cruentum dapat hidup di berbagai habitat alam seperti air laut, air

tawar, maupun pada permukaan tanah yang lembab dan membentuk lapisan

kemerah-merahan yang sangat menarik. Habitat asli dari Porphyridium cruentum

diduga berasal dari laut karena dapat hidup dengan baik pada media cair maupun

(26)

7

Porphyridium cruentum dibungkus oleh polisakarida yang merupakan

heteropolimer asam yang dibentuk oleh gula sulfat. Polisakaridanya membentuk jembatan ion melalui dua ikatan kation dan memiliki bobot molekul yang tinggi.

Ketebalan polisakarida bervariasi tergantung pada fase pertumbuhan dan kondisi pertumbuhan. Sebagian polisakarida diekskresikan ke dalam medium

pertumbuhan, sehingga viskositasnya semakin tinggi (Arad et al.,1985).

Biomasa sel Porphyridium cruentum mengandung kadar air 1,25-8,83%, kadar

abu 16,8-23,6%, karbohidrat 22,8-39,3%, protein 27,7-40,8%, dan total lemak 5,78-7,55% (Fuentes et al.,2000). Produk komersial dari Porphyridium cruentum

diantaranya adalah asam arakidonat, polisakarida, dan fikoeritrin. Biomassa kering sel Porphyridium cruentum mengandung 2% asam arakidonat, 35%

polisakarida, dan 8% fikoeritrin (Vonshak, 1988).

Alga dapat digunakan sebagai bioindikator logam berat karena dalam proses

pertumbuhannya, alga membutuhkan sebagai jenis logam sebagai nutrien alami, sedangkan ketersediaan logam di lingkungan sangat bervariasi. Suatu lingkungan

yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah yang diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga dalam

keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan bagi alga. Adapun syarat utama suatu alga sebagai bioindikator adalah harus memiliki daya tahan tinggi terhadap toksisitas akut maupun toksisitas kronis (Harris and Rammelow,

(27)

8

B.Karakterisasi Material

1. Spektrofotometer Inframerah (IR)

Spektrofotometer IR adalah spektrofotometer yang memanfaatkan sinar IR dekat, yakni sinar yang berada pada jangkauan panjang gelombang 2,5 - 25 m atau

jangkauan frekuensi 400 - 4000 cm-1. Sinar ini muncul akibat vibrasi atom-atom

pada posisi kesetimbangan dalam molekul dan kombinasi vibrasi dengan rotasi menghasilkan spektrum vibrasi-rotasi (Khopkar, 2001).

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation). Bila molekul menyerap radiasi

inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada pada keadaan vibrasi

tereksitasi (excited vibrational state), energi yang diserap ini akan dibuang dalam

bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari

ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan. Dengan demikian

spektrometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul (Supratman, 2010).

Untuk menafsirkan sebuah spektrum inframerah tidak terdapat aturan pasti. Tetapi terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum mencoba menafsirkan

(28)

9

1. Spektrum haruslah cukup terpisah dan mempunyai kuat puncak yang

memadai.

2. Spektrum dibuat dari senyawa yang cukup murni.

3. Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga pita akan teramati pada serapan (panjang gelombang) yang semestinya.

4. Metoda penanganan sampel harus ditentukan. Bila menggunakan pelarut,

maka jenis dan konsentrasi pelarut serta tebal sel harus disebutkan.

Penanganan yang tepat atas getaran molekul yang rumit adalah tidak harus mutlak, dimana suatu spektrum inframerah haruslah ditafsirkan dengan cara

perbandingan empirik terhadap spektrum lain dan dengan mengekstrapolasi kajian molekul yang lebih sederhana (Silverstein et al., 1999 ).

Serapan inframerah dari alga Porphyridium cruentum menurut Karaca (2008)

adalah sebagai berikut :

bilangan gelombang (cm-1) Gambar 1. Serapan IR Porphyridium cruentum.

(29)

10

Tabel 1. Serapan IR beberapa gugus fungsi senyawa organik.

Golongan Getaran Molekul Struktur Ikatan

Bilangan

-CH2-simetris 2870-2845 3,47-3,50 Alkil CH-deformasi CH- asimetris 1470-1435 6,80-6,97 -CH2- simetris 1480-1440 6,76-6,94

karbonil C-OH 3560-3500 2,81-2,86

C=O ulur -COOH 1723-1700 5,80-5.88

-NH ulur Amida primer 3500-3300 2,86-3,03

Amina Amida sekunder ~3450 ~2,89

-NH deformasi Amida primer 1650-1580 6,06-6,33 Amida -I -NH ulur C=O ulur

- Primer ~1690 ~5,92

- Sekunder ~1680 ~5,95 - Tersier 1670-1630 5,98-6,13

Bebas

- Primer 1620-1590 6,17-6,29 - Sekunder 1550-1510 6,45-6,62

Amida-II Sebagian besar–

NH deformasi Berasosiasi

- Primer 1650-1620 6,06-6,17 - Sekunder 1570-1515 6,37-6,60 Amida-III CN ulur NH

deformasi

Primer ~1400 ~7,14

Sekunder ~1290 ~7,75

(30)

11

2. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

Metode analisis dengan SSA didasarkan pada penyerapan energi cahaya oleh

atom-atom netral suatu unsur yang berada dalam keadaan gas. Penyerapan cahaya

oleh atom bersifat karakteristik karena tiap atom hanya menyerap cahaya pada

panjang gelombang tertentu yang energinya sesuai dengan energi yang diperlukan

untuk transisi elektron-elektron dari atom yang bersangkutan ditingkat yang lebih

tinggi, sedangkan energi transisi untuk masing-masing unsur adalah sangat khas.

Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini

mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi

konvensional. Pada metode konvensional emisi tergantung pada sumber eksitasi,

bila eksitasi dilakukan secara termal maka akan tergantung pada temperatur

sumber (Khopkar, 2001).

Dalam proses adsorpsi, keberhasilan pembuatan adsorben tercetak ion dapat

dilihat menggunakan SSA. Adsorben yang telah tercetak ion diharapkan

mengandung konsentrasi ion logam yang kecil. SSA juga dapat digunakan untuk mengetahui kadar ion logam yang teradsorpsi maupun yang terdapat dalam

adsorben. Ion logam yang teradsorpsi dihitung secara kuantitatif berdasarkan selisih konsentrasi ion logam sebelum dan sesudah adsorpsi (Yuliasari, 2003).

Spektrofotometer serapan atom (SSA) ditujukan untuk analisis kuantitatif

terhadap unsur-unsur logam. Alat ini memiliki sensitivitas yang sangat tinggi, sehingga sering dijadikan sebagai pilihan utama dalam menganalisis unsur logam

(31)

12

dengan SSA adalah penyerapan energi (sumber cahaya) oleh atom-atom dalam

keadaan dasar menjadi atom dalam keadaan tereksitasi. Pembentukan atom-atom dalam keadaan dasar atau proses atom-atomisasi pada umumnya dilakukan dalam

nyala. Cuplikan sampel yang mengandung logam M sebagai ion M+ dalam bentuk larutan garam M+ dan A- akan melalui serangkaian proses dalam nyala, sebelum akhirnya menjadi atom logam dalam keadaan dasar M0. Atom-atom dalam

keadaan dasar (Mo) akan menyerap energi sumber energi berupa lampu katode berongga. Jumlah energi yang diserap adalah sebanding dengan populasi atau

konsentrasi atom-atom dalam sampel (Welz, 1985).

C.Logam

Logam yang berada di alam merupakan material organik dan anorganik. Beberapa jenis logam ada yang dibutuhkan oleh makhluk hidup tetapi ada juga yang

memberikan kerugian. Logam yang berada di alam dapat berupa logam berat yang

merupakan golongan transisi atau lantanida dan aktinida namun dapat juga berasal dari golongan utama seperti logam alkali dan alkali tanah.

Logam berat merupakan elemen yang berbahaya di permukaan bumi. Logam berat

merupakan salah satu sumber polusi lingkungan, dimana logam berat dapat ditransfer dalam jangkauan yang sangat jauh di lingkungan, selanjutnya

(32)

13

Logam berat tidak seperti material organik yang dapat terdegredasi tetapi

terakumulasi pada organisme hidup. Banyak logam berat merupakan logam yang beracun dan bersifat karsinogenik (Fu and Wang, 2011).

Adapun sifat-sifat logam berat (Peraturan Pemerintah Lingkungan Hidup IPB, 2001; Sutamihardja et al., 1982) yaitu :

1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan

dan keberadaanya secara alami sulit terurai (dihilangkan).

2. Dapat terakumulasi oleh organisme termasuk kerang dan ikan, serta dapat

membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme tersebut.

3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya akan lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Selain itu, sedimen mudah tersuspensi

karena pergerakan massa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya di dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu.

Logam berat digolongkan menjadi dua jenis yaitu logam berat esensial dan non esensial. Logam berat esensial adalah logam yang keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang

berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Salah satu contoh logam berat ini adalah Cu, sedangkan logam berat non esensial yaitu logam yang keberadaannya

dalam tubuh belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Cd. Logam ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagaimana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki

(33)

14

bertidak sebagai penyebab alergi, mutagen atau karsinogen bagi manusia (Putra,

2006).

1. Kalsium (Ca)

Kalsium merupakan unsur logam alkali tanah dalam tabel periodik unsur

dilambangkan dengan Ca dan memiiki nomor atom 20. Kalsium bersifat reaktif,

mudah ditempa dan dibentuk serta berwarna putih perak. Kalsium bereaksi dengan air dan membentuk kalsium hidroksida. Didalam kalsium ditemukan

dalam senyawa-senyawa seperti kalsium karbonat (CaCO3) dalam batu kalsit, pualam, dan batu kapur, kalsium sufat (CaSO4) dalam batu pualam putih atau

gypsum, kalsium florida (Ca3(PO4)2) dalam batuan fosfat dan silikat. Kalsium mempunyai massa jenis 1,55 gram cm-3 (Sunardi, 2008).

Kalsium adalah mineral yang amat penting bagi manusia, antara lain bagi metabolisme tubuh, penghubung antar saraf, kerja jantung dan pergerakan otot.

Kalsium juga memiliki peranan penting dalam pertumbuhan, seperti pembentukan tulang dan gigi, pembekuan darah, kontraksi otot, mengaktifkan syaraf,

melancarkan peredaran darah, menormalkan tekanan darah, menyeimbangkan

tingkat keasaman darah, mencegah osteoporosis, membantu mineralisasi (Syukri, 1999).

Kalsium (Ca) memiliki konfigurasi elektron [Ar]4s2, titik leleh 840o C, dan

jari-jari ionik M2+ 0,99 Å. Kalsium memperlihatkan kecenderungan yang dapat diterima untuk membentuk kompleks-kompleks dalam larutan dengan ligan

(34)

15

Sifat-sifat kimia CaCl2 menurut Patnaik (2003) adalah sebagai berikut :

1. Bersifat higroskopis.

2. Larut dalam asam asetat, etanol, dan aseton.

3. Kalsium klorida dapat bertindak sebagai sumber untuk ion kalsium dalam suatu larutan, tidak seperti senyawa kalsium lainnya yang tidak dapat larut, kalsium klorida dapat berdisosiasi.

2. Tembaga (Cu)

Tembaga adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik unsur memiliki lambang Cu dan nomor atom 29. Lambangnya berasal dari bahasa Latin Cuprum. Tembaga

merupakan konduktor panas dan listrik yang baik. Selain itu, unsur ini memiliki

korosi yang cepat sekali. Tembaga murni sifatnya halus dan lunak, dengan permukaan berwarna jingga kemerahan. Tembaga dicampurkan dengan timah untuk membuat perunggu (Cotton and Wilkinson, 1989).

Tembaga merupakan zat yang esensial bagi metabolisme hewan, tetapi kandungan

yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan dan penyakit pada otak, kulit, hati,

pankreas, miokardium (Vijayaraghavan et al, 2006), gangguan pada usus,

kerusakan ginjal, dan anemia (Al-Rub et al, 2006). Selain itu, dapat menyebabkan

keracunan, seperti muntah, kejang, tegang, bahkan kematian (Paulino et al, 2006).

Di alam, tembaga terdapat dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk

senyawa-senyawa dan terdapat dalam bentuk biji tembaga seperti kalkopirit (CuFeS2),

cuprit (Cu2O), chalcosit (Cu2S), dan malasit (Cu2(OH)2CO3). Tembaga dapat

(35)

16

beberapa senyawa lainnya. Tembaga memiliki massa jenis 8,96 gram cm-3

(Sunardi, 2008).

3. Kadmium (Cd)

Kadmium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cd dan nomor atom 48. Kadmium merupakan logam berwarna putih keperakan

yang dapat ditempa, liat, dan memiliki titik lebur 321°C. Kadmium merupakan logam transisi golongan IIB yang digunakan sebagai pigmen pada keramik,

penyepuhan listrik, pembuatan alloy, dan baterai alkali. Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka

waktu yang panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal (Susilawati, 2009).

Kadmium (Cd) merupakan salah satu unsur logam transisi golongan II B yang

berwarna putih perak dan mudah dibentuk. Kadmium mempunyai nomor atom 48. Dalam senyawa kadmium mempunyai bilangan oksidasi +2 dan mempunyai massa jenis 8,65 gram cm-3 (Sunardi, 2008).

D.Interaksi Ion Logam dengan Adsorben

Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh sifat dari adsorbat maupun adsorbennya. Gejala yang umum untuk meramalkan komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan adsorbatnya.

(36)

17

interaksi juga dipengaruhi oleh sifat keras-lemahnya dari adsorbat maupun

adsorben. Sifat keras untuk kation dihubungkan dengan istilah polarizing power

cation, yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi anion dalam suatu

ikatan. Kation yang mempunyai polarizing power cation yang besar dimiliki oleh

ion-ion logam dengan ukuran jari-jari kecil dan muatan yang besar. Sebaliknya sifat polarizing power cation yang rendah dimiliki dimiliki oleh ion-ion logam

dengan ukuran besar namun muatannya kecil, sehingga diklasifikasikan ion lemah. Sedangkan pengertian keras untuk anion dihubungkan dengan istilah

polarisabilitas anion, yaitu kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasi akibat medan listrik dari kation. Anion yang bersifat keras adalah anion berukuran kecil, muatannya kecil, dan elektronegativitas yang rendah. Ion-ion logam keras

berikatan kuat dengan anion keras dan ion logam lemah berikatan kuat dengan anion lemah (Atkins, 1990).

Bila ditinjau dari definisi asam-basa menurut teori Lewis, maka interaksi antara

ion logam dengan adsorben dapat dipandang sebagai reaksi asam Lewis dengan basa Lewis, ion logam berperan sebagai asam Lewis yang menjadi akseptor pasangan elektron dan adsorben sebagai basa Lewis yang menjadi donor pasangan

elektron. Dengan demikian, prinsip-prinsip yang berlaku dalam interaksi asam-basa Lewis dapat digunakan dalam adsorpsi ion logam (Keenan and Kleinfelter,

1984).

Prinsip yang digunakan secara luas dalam reaksi asam-basa Lewis adalah prinsip

HSAB yang dikembangkan Pearson. Prinsip ini didasarkan pada polaribilitas

(37)

18

berinteraksi dengan unsur lainnya. Ion-ion logam yang berukuran kecil,

bermuatan positif besar, elektron terluarnya tidak mudah terdistorsi dan

memberikan polarisabilitas kecil dikelompokkan dalam asam keras. Ion-ion logam

yang berukuran besar, bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudah

terdistorsi dan memberikan polarisabilitas yang besar dikelompokkan dalam asam

lunak (Huheey et al., 1993).

Menurut prinsip HSAB (Hard Soft Acid and Bases), asam keras akan berinteraksi

dengan basa keras untuk membentuk kompleks, begitu juga asam lemah dengan

basa lemah. Interaksi asam keras dengan basa keras merupakan interaksi ionik, sedangkan interaksi asam lemah dengan basa lemah, interaksinya lebih bersifat kovalen. Ion Ca (II) menurrut prinsip HSAB merupakan asam keras, ion Cu (II)

merupakan asam madya (sedang), dan ion Cd (II) merupakan asam lemah (Pearson, 1968).

Tabel 2. Asam dan basa beberapa senyawa dan ion menurut Pearson (1968).

(38)

19

E.Adsorpsi

Adsorpsi secara umum didefinisikan sebagai akumulasi sejumlah molekul, ion

atau atom yang terjadi pada batas antara dua fasa. Adsorpsi menyangkut akumulasi atau pemutusan substansi adsorbat pada adsorben dan pada hal ini

dapat terjadi pada antar muka dua fasa. Fasa yang menyerap disebut adsorben dan fasa yang terserap disebut adsorbat (Alberty and Daniel, 1987). Dalam proses

adsorpsi melibatkan berbagai macam gaya yakni gaya Van der Waals, gaya elektrostatik, ikatan hidrogen serta ikatan kovalen (Martell and Hancock, 1996).

Adsorpsi merupakan terperangkapnya suatu zat (molekul atau ion) pada

permukaan adsorben. Mekanisme terperangkapnya zat tersebut dapat dibedakan

menjadi dua yaitu, terperangkap secara fisika (fisiosorpsi) dan terperangkap secara kimia (kemisorpsi). Pada proses fisiosorpsi gaya yang mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gaya-gaya Van der Waals. Molekul terikat sangat lemah dan

energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj mol-1 (Castellan, 1982). Sedangkan pada proses adsorpsi kimia, interaksi adsorbat

dengan adsorben melalui pembentukkan ikatan kimia. Kemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan

adsorben melalui gaya Van der Waalsatau melalui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia

(39)

20

Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh ion-ion logam terlarut terutama

yang banyak berasal dari limbah industri dengan konsentrasi yang cukup tinggi, perlu dilakukan upaya untuk mengurangi kerugian yang muncul dengan cara

meminimalkan kadar ion logam terlarut dalam limbah sebelum dilepaskan ke lingkungan (Sinaga, 2009). Salah satu upaya untuk menurunkan pencemaran ion logam berat adalah melalui metode adsorpsi (Alloway and Ayres, 1997).

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Adsorpsi

Adapun interaksi antara ion logam (adsorbat) dengan adsorben pada proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1.1.Sifat logam dan ligan

Sifat ion logam yakni: (1) ukuran ion logam, makin kecil ukuran ion logam maka kompleks yang terbentuk semakin stabil, (2) polarisabilitas ion logam, makin

tinggi polarisabilitas ion logam maka kompleks yang terbentuk semakin stabil, dan (3) energi ionisasi, makin tinggi energi ionisasi suatu logam maka kompleks

yang terbentuk semakin stabil.

Sifat ligan yakni: (1) kebasaan, makin kuat basa Lewis suatu ligan maka semakin stabil kompleks yang terbentuk, (2) polarisabilitas dan momen dipol, semakin

(40)

21

1.2.Pengaruh pH sistem

Selain dari faktor interaksi ion logam dalam logam, pH sistem juga berpengaruh

dalam proses adsorpsi. Pada pH rendah, permukaan ligan cenderung terprotonasi sehingga kation logam juga berkompetisi dengan H+ untuk terikat pada ligan

permukaan. Pada pH tinggi, dimana jumlah ion OH- besar menyebabkan ligan permukaan cenderung terdeprotonasi sehingga pada saat yang sama terjadi

kompetisi antara ligan permukaan dengan ion OH- untuk berikatan dengan kation logam (Stum and Morgan, 1996).

1.3.Temperatur

Temperatur merupakan efek yang sangat vital karena dapat mempengaruhi

kecepatan dalam proses adsorpsi logam. Proses adsorpsi menggunakan biomassa alga Spirulina sp terhadap ion logam Cu, adsorpsi secara cepat terjadi pada

temperatur 20o C dan setimbang pada rentang temperatur 20-60o C, dan adsorpsi

secara optimum terjadi pada temperatur 37o C (Al-Homaidan et al., 2013).

Adsorpsi adalah reaksi eksoterm, maka dari itu tingkat adsorpsi umumnya meningkat seiring dengan menurunnya suhu (Reynold, 1982).

1.4.Waktu kontak

Pada awal reaksi, peristiwa adsorpsi lebih dominan dibandingkan dengan

peristiwa desorpsi, sehingga adsorpsi berlangsung cepat. Pada waktu tertentu peristiwa adsorpsi cendung berlangsung lambat, dan sebaliknya laju desorpsi

(41)

22

sering disebut sebagai keadaan berkesetimbangan. Pada keadaan

berkesetimbangan tidak teramati perubahan secara makroskopis. Waktu

tercapainya keadaan setimbang pada proses adsorpsi adalah berbeda-beda, hal ini

dipengaruhi oleh jenis interaksi yang terjadi antara adsorben dengan adsorbat. Secara umum waktu tercapainya kesetimbangan adsorpsi melalui mekanisme fisika (fisisorpsi) lebih cepat dibandingkan dengan melalui mekanisme kimia atau

kemisorpsi (Castellans, 1982).

1.5.Dosis biomassa alga yang digunakan

Pertambahan biosorben diharapkan juga untuk meningkatkan adsorpsi logam, selama gugus fungsional yang tersedia juga lebih banyak (Karaca, 2008).

Untuk menentukan jumlah logam teradsorpsi dan rasio distribusi pada proses adsorpsi ion logam terhadap adsorben dapat digunakan persamaan berikut:

Q = (Co-Ce)V/W (1)

D= Q/C (2)

%A = (Co-Ce)/Co x 100 (3)

Dimana Q menyatakan jumlah ion logam yang teradsorpsi (mg g-1), Co dan Ce menyatakan konsentrasi awal dan kesetimbangan dari ion logam (mmol L-1), W

(42)

23

2. Parameter Adsorpsi

Kinetika kimia mencakup suatu pembahasan tentang kecepatan (laju) reaksi dan

bagaimana proses reaksi berlangsung. Definisi tentang laju reaksi adalah suatu perubahan konsentrasi pereaksi maupun produk dalam satuan waktu (Keenan and

Kleinfelter,1984). Orde reaksi merupakan bagian dari persamaan laju reaksi. Orde reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi komponen

itu, dalam persamaan laju reaksi (Atkins, 1990).

2.1.Kinetika pseudo orde 1 dan orde 2

Analisa kinetika didasarkan pada kinetika reaksi terutama pseudo orde pertama

atau mekanisme pseudo pertama bertingkat. Untuk meneliti mekanisme adsorpsi,

konstanta kecepatan reaksi sorpsi kimia untuk ion-ion logam, digunakan

persamaan sistem pseudo orde pertama oleh Lagergren dan mekanisme pseudo

orde kedua (Buhani et al., 2010). Persamaan ini digunakan untuk menguji data

percobaan dari konsentrasi awal, suhu dan berat ion-ion logam dalam larutan pada

pH 6 (Zhang et al., 1998).

qt = qe( 1- ) (4)

log (qe-qt) = log qe - t (5)

qt = (6)

(43)

24

Dengan qe adalah jumlah ion logam divalen yang teradsorpsi (mg g-1) pada waktu

keseimbangan, qt adalah jumlah ion logam divalen yang teradsorpsi pada waktu t

(menit), k1 dan k2 adalah konstanta kecepatan adsorpsi orde 1 dan orde 2 (menit-1).

2.2.Isoterm adsorpsi Langmuir

Teori Langmuir menjelaskan bahwa pada permukaan adsorben terdapat sejumlah tertentu situs aktif yang sebanding dengan luas permukaan. Setiap situs aktif

hanya satu molekul yang dapat diadsorpsi. Ikatan antara zat yang teradsorpsi dengan adsorben dapat terjadi secara fisika atau secara kimia. Ikatan tersebut harus cukup kuat untuk mencegah perpindahan molekul yang telah teradsorpsi

sepanjang permukaan adsorben (Oscik,1982).

Bagian yang terpenting dalam proses adsorpsi yaitu situs yang dimiliki oleh

adsorben yang terletak pada permukaan, akan tetapi jumlah situs-situs ini akan

berkurang jika permukaan yang tertutup semakin bertambah (Husin and Rosnelly,

2005). Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir tersebut dapat ditulis dalam bentuk

persamaan linier :

(8)

Dimana C adalah konsentrasi kesetimbangan, m adalah jumlah zat yang

teradsorpsi per gram adsorben, b adalah kapasitas adsorpsi dan K adalah tetapan

kesetimbangan adsorpsi. Dari kurva linier hubungan antara C/m versus C maka

dapat ditentukan nilai b dari kemiringan (slop) dan K dari intersep kurva. Energi

adsorpsi (Eads) yang didefinisikan sebagai energi yang dihasilkan apabila satu mol

(44)

25

ion logam teradsorpsi dalam adsorben dan nilainya ekuivalen dengan nilai negatif

dari perubahan energi Gibbs standar, ΔG0 dapat dihitung menggunakan

persamaan :

E = ΔG0ads= - RT Ln K (9)

Dengan R adalah tetapan gas umum (8,314 J mol-1 K-1), T adalah temperatur (K)

dan K adalah konstanta kesetimbangan yang diperoleh dari persamaan Langmuir,

sehingga energi total adsorpsi E harganya sama dengan negatif energi bebas Gibbs

(Oscik, 1982).

2.3.Isoterm adsopsi Freundlich

Model isoterm Freundlich menjelaskan bahwa proses adsorpsi pada bagian permukaan adalah heterogen dimana tidak semua permukaan adsorben

mempunyai daya adsorpsi. Model isoterm Freundlich menunjukkan lapisan adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah multilayer. Hal tersebut

berkaitan dengan ciri-ciri dari adsorpsi secara fisika dimana adsorpsi dapat terjadi pada banyak lapisan (multilayer) (Husin and Rosnelly, 2005). Bentuk persamaan

Freundlich adalah sebagai berikut :

qe = Kf Ce 1/n (10)

Dimana qe adalah jumlah adsorbat yang terserap tiap satuan berat adsorben (mg g-1), Ce adalah konsentrasi setimbang adsorbat dalam fase larutan (mg L-1),

Kf dan n adalah konstanta empiris yang tergantung pada sifat padatan, adsorben dan suhu (Soeprijanto et al., 2006). Penentuan konstanta Kf dan n dapat dilakukan

(45)

26

log (qe) = log (Kf) + log (Ce) (11)

Kf dan n dapat dicari dengan membuat kurva ln(qe) berbanding ln(Ce). Kf didapat dari titik potong dengan sumbu tegak dan n dari tangen arah garis lurus yang

terbentuk. Koefisisen Kf sering dikaitkan dengan kapasitas adsorpsi adsorben sehingga mencerminkan jumlah rongga dalam adsorben tersebut (Singh and

(46)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2014 di Laboratorium

Kimia Anorganik FMIPA Universitas Lampung. Penyiapan alga Porphyridium sp

dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung (BBPBL). Analisis IR dilakukan di Laboratorium Kimia Organik dan SSA dilakukan di

Laboratorium Kimia Analitik FMIPA Universitas Gadjah Mada.

B.Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain alat-alat gelas yang biasa

digunakan di laboratorium, yaitu labu erlenmeyer, spatula, pengaduk, gelas kimia,

gelas ukur, pipet tetes, corong, neraca analitik, oven, labu ukur, pH indikator

universal, spektrofotometer IR, dan SSA.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah, biomassa alga

Pophyridium sp, akuades, larutan CaCl22H2O, larutan CuSO45H2O, larutan

(47)

28

C.Prosedur Penelitian

1. Penyiapan Biomassa Alga Porphyridium sp

Alga dalam bentuk nata dipreparasi di BBPBL Lampung. Alga yang diperoleh kemudian dikeringkan selama 3 hari. Selanjutnya dioven pada suhu 40°C selama 2-3 jam. Setelah dioven alga digerus hingga halus sampai ukuran 200 mesh.

2. Karakterisasi Material

Material biomassa Porphyridium sp dikarakterisasi dengan IR untuk mengetahui

gugus-gugus fungsional utama dalam material dan untuk mengetahui ion-ion logam divalen Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) yang teradsorpsi oleh adsorben dianalisis

dengan menggunakan SSA.

3. Uji Adsorpsi

3.1.Penentuan dosis alga optimum

Biomassa alga Pophyridium sp sebanyak 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 gram

masing-masing dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan 25 mL larutan

ion Ca(II) 100 ppm lalu diaduk dengan pengaduk selama 1 jam. Kemudian larutan

disentrifus dan filtrat yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SSA.

Prosedur ini juga diterapkan dengan menggunakan larutan ion Cu(II) dan ion

(48)

29

3.2.Penentuan pH optimum

Dari percobaan (a) yang diperoleh massa alga Porphyridium sp optimum

dimasukkan ke dalam 5 labu erlenmeyer. Kemudian sebanyak 25 mL larutan ion Ca(II) 100 ppm ditambahkan ke dalam masing-masing labu erlenmeyer.

Masing-masing labu erlenmeyer diatur pH yang berbeda dengan menggunakan larutan penyangga asam asetat. pH yang digunakan, yaitu 3, 4, 5, 6, dan 7. Kemudian

larutan diaduk dengan pengaduk selama 1 jam. Setelah itu larutan disentrifus dan filtrat yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SSA.Prosedur ini juga

diterapkan dengan menggunakan larutan ion Cu(II) dan larutan ion Cd(II).

3.3.Penentuan waktu optimum

Massa alga Porphyridium sp optimum dari percobaan (a) dimasukkan ke dalam 6

labu erlenmeyer yang berbeda kemudian ditambahkan 25 mL larutan ion Ca(II)

100 ppm dan kondisi pH dibuat optimum sesuai hasil percobaan (b). Waktu

pengadukan dibuat bervariasi, yaitu 0, 15, 30, 45, 60, dan 90 menit. Kemudian

larutan disentrifus dan filtrat yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SSA.

Prosedur ini juga diterapkan dengan menggunakan larutan ion Cu(II) dan Cd(II).

3.4.Penentuan konsentrasi logam optimum

Massa alga Porphyridium sp optimum dari hasil percobaan (a) dimasukkan ke

dalam 5 labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan dengan 25 ml larutan ion logam

Ca(II) yang berbeda, yakni 0, 25, 50, 100, 200, dan 300 ppm. Masing-masing labu

erlenmeyer diaduk dengan waktu pengadukan optimum sesuai hasil percobaan (c)

(49)

30

yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SSA. Prosedur ini juga diterapkan

(50)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Adsorpsi ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) oleh biomassa Porphyridium sp

optimum pada dosis biomassa 0,1 g, pH 4, dan waktu pengadukkan 30 menit. Adsorpsi ion Ca(II) dan Cu(II) oleh biomassa Porphyridium sp optimum pada

konsentrasi ion logam 200 ppm dan ion Cd(II) optimum pada konsentrasi ion

logam 300 ppm.

2. Adsorpsi ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) oleh biomassa Porphyridium sp

mengikuti persamaan reaksi pseudo orde dua dengan konstanta laju mengikuti urutan Ca(II)<Cu(II)<Cd(II) yakni masing-masing ion logam sebesar 45,48;

157,79; 167,98 g mmol-1 menit-1.

3. Adsorpsi ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) oleh biomassa Porphyridium sp

(51)

45

4. Adsorpsi ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II)oleh biomassa Porphyridium sp terjadi

secara fisiosorpsi dengan besar energi adsorpsi masing-masing ion logam sebesar 8,14; 14,46; 20,89 kJ mol-1.

B.Saran

Pada penelitian lebih lanjut disarankan untuk melakukan variasi konsentrsi awal

ion logam dalam rentang konsentrsi lebih dari 300 ppm untuk ion Cd(II) supaya

diketahui kondisi optimum adsorpsi oleh biomassa alga Porphyridium sp dan

perlu dilakukan modifikasi terhadap biomassa alga Porphyridium sp agar

kapasitas adsorpsi terhadap ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) lebih besar serta lebih

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Aty, A.M., N.S. Amar, H.H.A. Ghafar, and R.K. Ali. 2013. Biosorption of cadmium and lead from aqueous solution by fresh water alga Anabaena sphaerica biomass. Journal of Anvanced reserch. 4: 367-374.

Adamson, A.W. and A.P. Gast. 1990. Physical Chemistryof Surface. 6th edition.

John Wiley & Sons Inc. New York.

Alberty, R.A. and F. Daniel. 1987. Physical Chemistry. 5th edition SI Version.

John Willey & Sons Inc. New York.

Al-Homaidan, A.A., H.J. Al-Houri, A.A. Al-Hazzani, G. Elgaaly, and N.M.S. Moubayed. 2013. Biosorption of copper ions from aqueous solutions by

Spirulina plantesis biomass. Arabian Journal of Chemistry. 7 (1): 57–62.

Alloway, B.J. and D.C. Ayres. 1997. Chemical Principles of Environment Pollution. 2nd edition. Blackie Academic & Profesional. London.

Alluri, H.K., S.R. Ronda, V.S. Settalluri, J.S. Bondili, V. Suryanarayana, and P. Venkateshwar. 2007. Biosorption: an eco-friendly alternative for heavy metal removal. AfricanJournal Biotechnology. 6 (25): 2924–2931.

Al-Rub, F.A.A., M.H. El-Naas, I. Ashour, and M. Al-Marzouqi. 2006. Biosorption of copper on Chlorella vulgaris from single, binary and

ternarymetal aqueous solutions. Process Biochemistry. 41 (2): 457–464.

Arad, S.M., M. Adda, and E. Cohen. 1985. The potential of production of sulfate polysaccharide from Porphyridium. Plant and Soil.89: 117-127.

Arad, S.M. and Cohen. 1989. Closed system for outdoor cultivation of

Porphyridium. Biomass. 18: 59-67.

Atkins, P.W. 1999. Kimia FisikaJilid 3. Erlangga. Jakarta.

(53)

47

Barbier, F., G. Duc, and M.R. Petit. 2000. Adsorption of lead and cadmium ions from aqueous solution to the montmorillonite: water interface, colloids surf. Physicochem Engineering Aspects. 166: 153–159.

Blais, J.F., B. Dufresne, and G. Mercier. 2000. State of the art of technologies for metal removal from industrial effluents. Revue des Sciences de I’eau. 12

(4): 687-711.

Buhani, Narsito, Nuryono and E.S. Kunarti. 2009. Amino and mercapto-silica hybrid for Cd(II) adsorption in aqueous solution. Indonesian Journal Chemistry. 9 (2): 170-176.

Buhani, Narsito, Nuryono and E.S. Kunarti. 2010. Production of metal ion imprinted polymer from mercapto–silica through sol–gel process as selective adsorbent of cadmium. Desalination. 251: 83-89.

Buhani, Suharso dan S.E. Putra. 2007. Isoterm adsorpsi ion logam Pb (II), Cd (II) dan Cu (II) pada Biomassa Nannochloropsis sp. yang diimobilisasi

polietilamina-glutaraldehida. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian di Universitas Lampung. Lampung.

Buhani, Suharso, and Sumadi. 2012. Production of ionic imprinted polymer from

Nannochloropsis sp biomass and its adsorption characteristic toward Cu

(II) ion in solutions. Asian Journal of Chemistry. 24(1): 133-140.

Castellan, G.W. 1982. Physical Chemistry.ThirdEdition. General Graphic

Servies. New York.

Cerventes, C., J. Compos-Garcia, D. Silvia, F.G. Corona, H.L. Tavera, J. Gusman, and R.M. Sanchez. 2001. Interaction of chromium with microorganisms and plant. FEMS Microbiology Reviews. 25: 335- 347.

Chang, R. 2005. Kimia Dasar Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Chen, Z., W. Ma, M. Han. 2008. Biosorption of nickel and copper onto treated alga (Undariapinnatifida): Application of isotherm and kinetic models. Journal Hazardous Materials. 155: 33-327.

Cossich, E.S., C.R.G. Tavares, and T.M.K. Ravagnani. 2002. Biosorption of chromium (III) by Sargassum sp. biomass. Electronic Journal of Biotechnology. 5: 1-6.

Cotton, F.A. dan G. Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Universitas

Indonesia (UI Press). Jakarta.

Dahiya, S., R.M. Tripathi, and A.G. Hegde. 2008. Biosorption of heavy metals

(54)

48

Dyke, S.F., A.J. Floyd, M. Sainsbury and R.S. Theobald. 1978. Organic Spectroscopy. An Introduction. Longman. London.

Fu, F. and Q. Wang. 2011. Removal of heavy metal ions from wastewater: A review. Journal Enveromental Manageent. 92 (3): 407-418.

Fuentes, M.M.R., G.G.A. Fernandez, J.A.S. Perez, and J.L.G. Guerrero. 2000. Biomass nutrient profiles of the microalga Porphyridium cruentum. Food Chemistry 70: 345-353.

Gong, R., Y. Ding, H. Lio, Q. Chen, and Z. Liu. 2005. Lead biosorption and desorption by intact and pretreated Spirulina maxima biomass. Chemosphere. 58: 125-130.

Gupta, S.S. and K.G. Bhattacharyya. 2006. Adsorption of Ni (II) on clay. Journal Chemistry Science. 295: 21-32.

Harris, O. P. and J. G. Ramelow. 1990. Binding of metal ions by particulate quadricauda. Environt Scient and Technology. 24: 220-227.

Huheey, J.E., E.A. Keiter and R.L. Keiter. 1993. Inorganic Chemistry :Principles of Structure and Reactivity. 4th edition.Harpelcolling College Publisher.

New York.

Husin, H. dan C.M. Rosnelly. 2005. Studi Kinetika Adsorpsi Larutan Logam Timbal (Pb) Menggunakan Karbon Aktif dari Batang Pisang, [Tesis].

Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Karaca, M. 2008. Biosorption of aqueous Pb2+, Cd2+, and Ni2+ ions by Dunaliella salina, Oocystis sp.,Porphyridium cruentum, and

Scenedesmusprotuberans prior to atomic spectrometric determination,

[Thesis]. İzmir Institute of Technology. Turki.

Keenan, C.W. dan W. Kleinfelter. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas Edisi keenam. Erlangga. Jakarta.

Khopkar, S.M. 2001. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.

Lee, R.S. 2008. Phycology. Cambridge University Press. New York.

Mahan, C.A., V. Majidi and J.A. Helcombe. 1989. Evaluation of the metal uptake of several algae strain in multicomponent matrixultizung. Jounal

Environmental. Analyttical Chemistry. New York. 61: 624−627.

Martadinata, I. 2001. Penetuan Kadar Logam Kadmium (Cd) dan Kromium (Cr) pada Alga Merah (Rhodophyta) Jenis Euchema sp, Secara AAS,

(55)

49

Martell, A.E. and R.D. Hancock. 1996. Metal Complexes in Aqueose Solution.

Plenum Press. New York.

Meitei, M.D and M.N.V. Prasad. 2013. Lead(II) and cadmium(II) biosorption on spirodela polyrhiza schleiden biomass. Journal of Evironmental

Chemical Engineering. 1: 200-207.

Oscik, J. 1982. Adsorption. Ellis Horwood Limited. Chichester.

Patnaik, P. 2003. Handbook of Inorganic Chemicals. McGraw-Hill Book

Company. New York.

Paulino, A.T., F.A.S. Minasse, M.R. Guilherme, A.V. Reis, E.C. Muniz, and J. Nozaki. 2006. Novel adsorbent based on silkworm chrysalides for

removal of heavy metal from wastewaters. Journal Colloid and Interface Science. 301 (2): 479-487.

Pearson, R.G. 1968. Hard soft acids and bases, HSAB, Part I. Fundamental Principles. Journal of Chemical Education. 45: 581.

Peraturan Pemerintah Lingkungan No. 82 Tahun 2001 tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. IPB. Bandung.

Putra, S.E. 2006. Tinjauan Kinetika dan Termodinamika Proses Adsorpsi Ion Logam Pb, Cd, dan Cu oleh Biomassa Alga Nannochloropsis sp yang Diimmobilisasi Polietilamina-Glutaraldehid. Laporan Penelitian.

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Quintanilla, D.P., A.S. Sanchez, I. Del Heirro, Fajardum, and I. Sierra. 2008. Amino and mercapto silica hybrid for Cd (II) adsorption in aqueous solution. Indonesian Journal Chemistry.

Reynold, T.D. 1982. Unit Operation and Process in Environmental Engineering.

Woods Worths Inc. Texas.

Rome, L. and G.M. Gadd. 1987. Copper asorption by Rhyzopus arrhizus, Cladosorium resinae and Penicillium italicum. Applied Microbiology and Biotechnology. 26: 84-90.

Sari, A. and M. Tuzen. 2008. Biosorption of Pb (II) and Cd (II) from aqueous solution using green alga (Ulva lactuca) biomass. Journal Hazardous Materials. 152: 8–302.

(56)

50

Sinaga, S. 2009. Studi Pemanfaatan Silika Gel Tersalut Kitosan Untuk

Menurunkan Kadar Logam Besi dan Seng Dalam Larutan Kopi.(Tesis). Medan.

Singh, S., B.N. Kate, and U.C. Banerjee. 2005. Bioactive compounds from cyanobacteria and microalgae: an overview. Critical Reviews in Biotechnology. 25: 73-95.

Singh, B. and B.J. Alloway. 2006. Adsorptive Minerals To Reduce The

Availability Of Cadmium And Arsenic In Contaminated Soils. School of

Land, Water and Crop Science.University of Sidney.

Soeprijanto, F. Ryan, dan A. Bambang. 2006. Kinetika Biosorpsi Ion Logam Berat Cu(II) dalam Larutan Menggunakan Biomassa

Phanerochaetechryso sporium, [Tesis]. Fakultas Teknologi Industri.

Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Stum, Z. and J.J. Morgan. 1996. Aquatic Chemistry : Chemical Equilibria in Natural Water. 3rd ed. John Willey & Sons Inc. New York.

Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat Dengan Menggunakan Mikroorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan. Seminar On-Air

Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21, 1-14 Februari 2001.

Sunardi. 2008. 116 Unsur Kimia Deskripsi dan Pemanfaatannya. Yrama Widya.

Bandung.

Supratman, U. 2010. Equilibrium Penentuan Senyawa Organik. Padjajaran.

Bandung.

Susilawati. 2009. Studi Biosorpsi Ion Logam Cd(II) Oleh Biomassa Alga Hijau yang Diimobilisasi pada Silika Gel. (Skripsi). FMIPA UI. Depok.

Sutamihardja, R.T.M., K. Adnan, dan Sanusi. 1982. Perairan Teluik Jakarta Ditinjau dari Tingkat Pencemarannya. Fakultas Pascasarjana, Jurusan

PSL. IPB. Bandung.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. Penerbit ITB. Bandung.

Vijayaraghavan, K., K. Palanivelu, and M. Velan. 2006. Biosorption of copper(II) and cobalt (II) from aqueous solutions by crab shell particles.

Bioresource Technology. 97 (12): 1411–1419.

Volesky, and Z.R. Holan. 1995. Biosortion of heavy metals. Biotechnology Progress. 11 : 235-250.

Vonshak, A. 1988. Porphyridium. Microalgal Biotechnology.Cambridge

(57)

51

Welz, B. 1985, Atomic Absorption Spectrometry, 2th ed.Verlagh Chemie Inc.

Germany.

Yuliasari, L. 2003. Studi Penentuan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Dalam Organ Tubuh Ayam Broiler Secara Spektrofotometri Serapan Atom. (Skripsi). FMIPA Unila. Bandar Lampung.

Gambar

Gambar 1. Serapan IR Porphyridium cruentum.
Tabel 1. Serapan IR beberapa gugus fungsi senyawa organik.
Tabel 2. Asam dan basa beberapa senyawa dan ion menurut Pearson (1968).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil anomali gravitasi residual menunjukkan adanya anomali tinggi yang diperkirakan sebagai adanya intrusi batuan andesit dan adanya sesar yang ditunjukkan pada daerah

31 Terhadap Orang yang melakukan Tindak Pidana Korupsi Pidana Mati,Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Gejala penyakit sembelit yaitu susah buang air besar. Penyakit ini disebabkan makanan yang kita makan kurang berserat. Makanan kurang serat dapat mengganggu proses pencernaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang, proses sosialisasi dan dampak yang dilakukan oleh Bandung Creative City Forum dalam membangun kampung kreatif

21 Sebagai informasi tambahan atas laporan keuangan perlu disajikan antara lain portofolio investasi, rincian biaya yang merupakan beban Dana Pensiun selama satu periode sesuai dengan

Standar ini meliputi identitas pewarnaan dan penandaan pipa yang dipergunakan untuk mengalirkan fluida baik diatas tanah' dibawah permukaan tanah (ditimbun) atau instalasi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi apakah selama sistem ini berjalan sudah sesuai dengan kebutuhan pengguna serta dapat memberikan kemudahan

Metode ini menghasilkan penghematan jarak total dari keseluruhan jarak tempuh dengan menggabungkan beberapa jalur pengiriman produk menjadi satu jalur, sehingga dapat