• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS ADSORBEN BIOMASSA ALGA Tetraselmis Sp DENGAN PELAPISAN SILIKA MAGNETIT UNTUK ADSORPSI ION Pb(II) DAN Cu(II) (Skripsi) OLEH Robbi Yansya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINTESIS ADSORBEN BIOMASSA ALGA Tetraselmis Sp DENGAN PELAPISAN SILIKA MAGNETIT UNTUK ADSORPSI ION Pb(II) DAN Cu(II) (Skripsi) OLEH Robbi Yansya"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS ADSORBEN BIOMASSA ALGA Tetraselmis Sp DENGAN PELAPISAN SILIKA MAGNETIT UNTUK ADSORPSI ION Pb(II) DAN

Cu(II) (Skripsi)

OLEH Robbi Yansya

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015

(2)

ABSTRACT

SYNTHESIS OF ALGAE BIOMASS ADSORBENT Tetraselmis Sp WITH SILICA COATING FOR MAGNETITE ADSORPTION OF Pb (II) AND Cu

(II)

By

Robbi Yansya

In research has been performed the synthesis of silica algae hybrid (HAS) and HAS-magnetite analyzed with using an infrared spectrophotometer (IR), a scanning electron microscope (SEM) and a atomic absorption spectrophotometer (AAS). HAS and HAS-magnetite functional group identification were performed using infrared spectrophotometer (IR). Spectra data of infrared spectrophotometer showed that the addition of a new absorption with wave number of 2924.09 cm-1, which derived from C-H stretching vibrations of aliphatic (-CH2). Thus,

hybridization of silica with Teetraselmis sp algae biomass had been performed successfully on HAS and HAS-magnetite. Surface morphology analysis on the adsorbent was applied using scanning electron microscope (SEM). Micrograph of magnetite is crystalline and micrographs of silica-magnetite tend to be amorphous. While micrograph of HAS are amorphous and HAS-magnetite is crystalline. Adsorption kinetics data of Pb (II) and Cu (II) ion on algae, HAS and HAS-magnetite tend to follow second order pseudo kinetics model. Adsorption isotherms of Pb (II) and Cu (II) ion on algae, HAS and HAS-magnetite tend to follow Freundlich isotherm models.

(3)

ABSTRAK

SINTESIS ADSORBEN BIOMASSA ALGA Tetraselmis Sp DENGAN PELAPISAN SILIKA MAGNETIT UNTUK ADSORPSI ION Pb (II) DAN

Cu(II)

Oleh Robbi Yansya

Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis hibrida alga silika (HAS), dan HAS-magnetit yang dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer inframerah (IR), Scanning Electron Microscope (SEM), dan spektofotometer serapan atom (SSA).

Identifikasi gugus fungsi HAS, dan HAS-magnetit yang dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer inframerah (IR) terdapat tambahan serapan baru yang terdapat pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 yang berasal dari serapan vibrasi ulur C-H dari (-CH2) alifatik menunjukkan bahwa hibridisasi silika dengan biomassa

alga Tetraselmis sp telah berhasil dilakukan pada HAS maupun HAS-magnetit.

Analisis morfologi permukaan pada adsorben dilakukan menggunakan instrumentasi Scanning Electron Microscope (SEM). Pada mikrograf magnetit bersifat kristalin dan pada mikrograf silika magnetit cenderung bersifat amorf. Sedangkan pada mikrograf HAS bersifat amorf dan HAS-magnetit bersifat kristalin. Data kinetika adsorpsi ion Pb (II) dan Cu (II) pada alga, HAS, dan HAS-magnetit cenderung mengikuti model kinetika pseudo orde dua. Isoterm adsorpsi ion Pb (II) dan Cu (II) pada alga, HAS dan HAS-magnetit cenderung mengikuti model isoterm Freundlich.

(4)

SINTESIS ADSORBEN BIOMASSA ALGA Tetraselmis Sp DENGAN PELAPISAN SILIKA MAGNETIT UNTUK ADSORPSI ION Pb(II) DAN

Cu(II)

Oleh

Robbi Yansya

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 05 Maret 1990, sebagai anak

keempat dari empat bersaudara, putra dari Kaprawi Rais dan Rohila (Alm).

Jenjang pendidikan diawali dari Taman Kanak-kanak (TK) di TK PTPN X Bandar

Lampung diselesaikan pada tahun 1996. Sekolah Dasar (SD) di SD Beringin

Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2002. Sekolah Menengah Pertama

(SMP) di SMPN 12 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005, dan Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) di SMK SMTI Bandar Lampung diselesaikan pada

tahun 2008. Tahun 2008, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Kimia

FMIPA Unila melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negri).

Pada tahun 2013 Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan di Laboratorium

Kimia Anorganik Jurusan Kimia FMIPA Unila di Bandar Lampung. Selama

menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Kimia

(HIMAKI) FMIPA Unila sebagai anggota Bidang Sains dan Penalaran Ilmu

(8)

Moto

Orang yang terkaya adalah orang yang menerima taqdir dari Allah dengan

senang hati.

(Ali bin Husein)

Masa depan anda ditentukan oleh hal yang anda lakukan hari ini

(Kutipan)

Hidup itu indah jika kita mensyukuri apa yang ada, jalani hidup ini dengan

ikhlas

(9)

Puji Syukur

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada :

Kedua orang tuaku,

Ayah dan Ibu (Alm) yang telah memberikan cinta kasih dan

sayang serta doa untukku.

Kakak terkasih Bogi Luwis, Fengki Antoni, dan Miko

Fernando yang telah mendukungku

Seluruh sahabat terbaikku

dan Almamater tercinta

(10)

SANWACANA

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat ridhonyalah skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul " SINTESIS ADSORBEN BIOMASSA ALGA Tetraselmis Sp

DENGAN PELAPISAN SILIKA MAGNETIT UNTUK ADSORPSI ION Pb(II) DAN Cu(II " adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan dan rintangan, namun itu semua dapat penulis lalui karena ridho Allah SWT serta bantuan dan dorongan semangat dari orang-orang yang hadir dikehidupan penulis. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Buhani, M.Si., selaku pembimbing I penelitian yang telah banyak memberikan nasihat, saran, ilmu, motivasi, perhatian, serta kesabaran dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan selama menjadi mahasiswa.

(11)

2. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku pembimbing II penelitian dan selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah

memberikan kritik, saran, dan arahan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

3. Bapak Prof. Sutopo Hadi, Ph. D., selaku penguji penelitian yang telah memberikan semangat, kritik, saran, dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

4. Ibu Prof. Dr. Tati Suhartati, M.S., selaku Pembimbing Akademik atas kesediaannya utuk memberikan bimbingan, bantuan, nasehat, dan informasi yang bermanfaat kepada penulis.

5. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Y., M.T., selaku ketua Jurusan Kimia FMIPA Unila.

6. Seluruh dosen FMIPA Unila yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna kepada penulis selama kuliah.

7. Kedua orang tuaku yang sangat kucintai. Ayahku Kaprawi Rais yang selalu mendukung dalam segala hal. Terima kasih atas doamu yang tak putus dan segala bentuk pengorbananmu. Ibuku Rohila (Alm) yang selalu memberikan kasih sayang, sabar menghadapi aku dan selalu mendoakanku setiap waktu. Terima kasih atas nasehat dan doa yang selalu menyemangatkanku. Dengan tulus dan rendah hati kuucapkan banyak terimakasih atas segala hal terbaik dan semua yang telah diberikan kepadaku serta bentuk pengorbananmu. 8. Ketiga kakak yang amat sangat saya sayangi dan banggakan, terima kasih

(12)

9. Sahabat-sahabat terbaikku yang tidak bosan-bosannya mendengar segala keluh kesahku selama di kampus. Teman-teman satu angkatan (2008) yang tak dapat diucapkan satu-satu. Terima kasih atas dukungannya, kebersamaan selama ini, keceriaan kalian disetiap hari-hariku, aku sangat bersyukur mengenal kalian, semoga Allah SWT selalu memberikan Anugerah-Nya untuk keberhasilan kita. Sukses untuk kita semua.

10. Kakak-kakak Kimia 2005, 2006, 2007, dan adik-adik kimia 2009, 2010, dan 2011 FMIPA Unila terima kasih atas segala dukungannya.

11. Sahabat-sahabat MIPA terima kasih atas doa dan dukungannya. Tetap terus berkaya di dalam setiap kegiatan dan tetap smangat di kampus tercinta kita. Semua pengorbanan yang telah kita lakukan pasti ada upahnya di surga kelak amin.

12. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Desember 2015 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 5

C. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Silika gel ... 6

B. Proses Sol-Gel ... 8

C. Biomassa Alga ... 10

D. Logam Pb(II) dan Cu(II) ... 11

E. Magnetit ... 13

F. Adsorpsi ... 14

1. Kinetika Adsorpsi ... 15

2. Kapasitas Adsorpsi ... 17

a. Isoterm Adsorpsi Langmuir ... 17

b. Isoterm Adsorpsi Freundlich ... 18

G. Karakterisasi ... 20

1. Spektrofotometer Inframerah (IR) ... 20

2. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) ... 21

(14)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 23

C. Prosedur Penelitian ... 24

1. Penyiapan biomassa alga Tetraselmis sp ... 24

2. Sintesis Hibrida alga silika (HAS) ... 24

3. Sintesis HAS-magnetit (Fe3O4) ... 25

4. Karakterisasi ... 25

5. Uji adsorpsi ... 26

a. Laju adsorpsi ... 26

b. Isoterm adsorpsi ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sintesis dan Karakterisasi ... 27

1. Karakterisasi dengan Spektrofotometer IR ... 28

2. Karakterisasi dengan SEM ... 30

B. Uji Adsorpsi ... 32

1. Laju Adsorpsi ... 32

2. Isoterm Adsorpsi ... 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 41

B. Saran ... 42

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil analisis gugus fungsi pada adsorben ... 30 2. Parameter kinetika adsorpsi ion Pb(II) dan Cu(II) terhadap

material alga, HAS, dan HAS-magnetit ... 38 3. Parameter isotherm adsorpsi Langmuir dan Freundlich ion Pb(II) dan Cu(II) pada material alga, HAS, dan HAS-magnetit ... 42

(16)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Struktur TEOS (tetraetilortosilikat) ... 10 2. Model Isoterm Adsorpsi Freundlich ... 19 3. Spektra IR (a)Alga (b)Silika, (c)HAS, (d)Silika-magnetit,

(e) HAS-magnetit ... 28

4. Spektra SEM (a) magnetit, (b) silika-magnetit, (c) HAS, dan

(d) HAS-magnetit ... 31

5. Pengaruh waktu interaksi pada adsorpsi ion Pb(II) terhadap

alga, HAS, dan HAS-magnetit ... 33

6. Pengaruh waktu interaksi pada adsorpsi ion Cu(II) terhadap

alga, HAS, dan HAS-magnetit ... 34

7. Analisis kinetika pseudo orde satu pada alga, HAS, dan

HAS-magnetit terhadap logam Pb(II) ... 34

8. Analisis kinetika pseudo orde satu pada alga, HAS, dan

HAS-magnetit terhadap logam Cu(II) ... 35

9. Analisis kinetika pseudo orde dua pada alga, HAS, dan

HAS-magnetit terhadap ion logam Pb(II) ... 36

10. Analisis kinetika pseudo orde dua pada alga, HAS, dan

HAS-magnetit terhadap ion logam Cu(II) ... 37

11. Hubungan antara jumlah logam dengan konsentrasi awal ion Pb(II) yang digunakan pada proses adsorpsi oleh alga,

HAS, dan HAS-magnetit ... 39

12. Hubungan antara jumlah logam dengan konsentrasi awal ion Cu(II) yang digunakan pada proses adsorpsi oleh alga,

(17)

vii

13. Pola isoterm Langmuir pada material alga, HAS, dan HAS-magnetit yang diinteraksikan dengan

ion Pb(II) ... 40

14. Pola isoterm Langmuir pada material alga, HAS, dan HAS-magnetit yang diinteraksikan dengan

ion Cu(II) ... 40

15. Pola isoterm Freuendlich pada material alga, HAS, dan HAS-magnetit yang diinteraksikan dengan

ion Pb(II) ... 41

16. Pola isoterm Freuendlich pada material alga, HAS,

(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencemaran lingkungan mengakibatkan berubahnya tatanan lingkungan karena kegiatan manusia atau proses alami, sehingga mutu kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Masuknya bahan pencemar atau polutan ke dalam lingkungan tertentu yang keberadaannya mengganggu kestabilan lingkungan. Limbah industri merupakan salah satu pencemaran yang sangat serius dewasa ini. Peningkatan

jumlah industri akan diikuti pula oleh pertambahan jumlah limbah, baik limbah padat, cair maupun gas yang kemungkinan di dalamnya terdapat logam-logam berat.

Logam berat merupakan pencemar lingkungan yang sebagian besar bersifat toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah (Neriagu, 1979).

Sumber utama pencemaran logam berat disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, pertambangan, peleburan bijih logam, limbah domestik, pupuk, peptisida, dan lain lain. Adapun logam-logam berat yang menyebabkan pencemaran adalah kadmium (Cd), krom (Cr), tembaga (Cu), merkuri (Hg), timbal (Pb), dan seng (Zn) (Indriani and Akira, 1998).

(19)

2

Umumnya logam-logam berat yang banyak terdapat dalam limbah industri dapat menimbulkan ancaman yang signifikan pada kehidupan air dan menjadikan air di alam tidak cocok untuk masyarakat umum. Logam berat yang digunakan dalam penelitian ini adalah logam Pb dan Cu. Menurut Suhendrayatna (2001), logam berat ini pada konsentrasi tertentu dapat berpengaruh langsung hingga terakumulasi pada rantai makanan. Logam berat dapat mengganggu kehidupan biota dalam lingkungan dan akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan manusia.

Usaha pengurangan konsentrasi ion logam berat dapat dilakukan dengan metode koagulasi, kompleksasi, ekstraksi pelarut, pemisahan membran, pertukaran ion, dan adsorpsi. Dari beberapa metode yang telah disebutkan, metode adsorpsi merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam menyerap ion logam dari larutan (Buhani et al., 2010).

Metode adsorpsi memiliki keuntungan diantaranya cukup efektif dan ekonomis. Pada penelitian ini akan digunakan metode adsorpsi karena keuntungan yang dimilikinya dibandingkan dengan metode lain. Kebanyakan adsorben yang digunakan dalam proses adsorpsi adalah silika gel, karbon aktif, alumina, dan zeolit. Dewasa ini mulai dikembangkan penggunaan adsorben alternatif yang berasal dari alam karena lebih ekonomis. Salah satu adsorben alternatif yang menjanjikan adalah alga karena disamping tersedia di hampir setiap tempat juga harganya relatif lebih murah (Sadhori, 1995).

(20)

3

Secara biokimia alga mudah terdegradasi oleh aktivitas bakteri sehingga penggunaan biomassa alga sebagai bioadsorben relatif lebih aman bagi lingkungan. Alga

mempunyai kemampuan mengikat ion logam yang cukup tinggi dan kemungkinan pengambilan kembali ion logam tersebut relatif lebih mudah (Martel and Hancock, 1996). Pada penelitian ini digunakan biomassa alga Tetraselmis sp karena

kemampuan adsorpsinya yang cukup tinggi terhadap ion-ion logam dalam bentuk biomassa. Hal ini didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Harris and Rammelow, 1990 ; Tong et al., 1994 ; Amaria dan Henny, 2007).

Biomassa alga memiliki ukuran yang sangat kecil, berat jenis yang rendah dan mudah terdegradasi oleh mikroorganisme lain (Harris and Ramelow, 1990), oleh karena itu perlu dilakukan immobilisasi biomassa alga dengan matriks silika melalui tekhnik sol-gel, dimana telah diketahui silika mudah diproduksi dan sifat permukaan (struktur geometri pori dan sifat kimia pada permukan) yang dengan mudah dapat dimodifikasi (Fahmiati dkk., 2004).

Silika gel merupakan padatan anorganik yang memiliki sisi aktif permukaan seperti gugus silanol (-Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) serta mempunyai luas permukaan yang besar. Hasil immobilisasi diharapkan dapat digunakan dalam kolom untuk menyerap logam berat dengan struktur fisik yang lebih padat dalam berbagai ukuran, serta kemampuan yang lebih besar dalam mengadsorpsi logam (Ahalya and Ramachandra, 2003). Selain itu, silika gel dipilih sebagai matrik pendukung karena memiliki permukaan yang luas dan sisi aktif seperti silanol (-SiOH) dan siloksan (-Si-O-Si) yang dapat berikatan secara kimia dengan gugus-gugus fungsi yang terdapat pada

(21)

4

biomassa alga sehingga pada proses immobilisasi alga pada matriks silika ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi ion-ion logam berat dan juga dapat mempertahankan keaktifan gugus-gugus fungsi yang terdapat pada biomassa alga tersebut (Ahalya and Ramachandra, 2003).

Selain itu, dilakukan pula modifikasi pelapisan partikel magnetit pada matriks pendukung seperti pelapisan silika-magnetit (Fe3O4) pada biomassa alga untuk

meningkatkan kualitas fisik pada biomassa alga sangat dibutuhkan, sehingga dapat

digunakan sebagai adsorben yang lebih efektif terhadap logam berat dari limbah cair

yang dihasilkan industri. Teknik ini merupakan metode yang cukup baik untuk

mengatasi adanya gumpalan padatan tersuspensi (flocculant) dalam limbah industri

yang diolah (Jeon, 2011; Peng et al., 2010; Lin et al., 2011).

Pada penelitian ini dilakukan sintesis material hibrida alga silika melalui teknik pelapisan silika-magnet. Material yang diperoleh dikarakterisasi dengan

spektrofotometer inframerah (IR) untuk analisis gugus fungsi sedangkan untuk

melihat perbandingan permukaan morfologi dan kandungan unsur yang terdapat

pada adsorben akan dianalisis dengan menggunakan Scanning Electron Microscope

(SEM). Selain itu material yang diperoleh juga diuji sifat adsorpsinya melalui

(22)

5

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mempelajari cara sintesis dan karakterisasi material biomassa alga Tetraselmis sp, hibrida alga silika (HAS), dan HAS-magnetit (Fe3O4).

2. Menentukan laju dan isoterm adsorpsi ion Cu (II) pada materialbiomassa alga

Tetraselmis sp, HAS, danHAS-magnetit (Fe3O4).

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang proses

immobilisasi alga Tetraselmis sp pada matriks silika yang dimodifikasi dengan

magnetit (Fe3O4) untuk menghasilkan adsorben dengan kapasitas dan efektifitas yang

lebih besar dalam mengadsorpsi ion logam berat seperti ion Pb(II) dan Cu(II) pada

(23)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Silika Gel

Silika gel merupakan suatu bentuk dari silika yang dihasilkan melalui penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO2). Sol mirip agar–agar ini dapat

didehidrasi sehingga berubah menjadi padatan atau butiran mirip kaca yang bersifat tidak elastis. Sifat ini menjadikan silika gel dimanfaatkan sebagai zat penyerap, pengering, dan penopang katalis. Garam–garam kobalt dapat diadsorpsi oleh gel ini. Silika gel mencegah terbentuknya kelembaban yang berlebihan sebelum terjadi (Punkels, 2008). Dalam proses adsorpsi, silika gel merupakan salah satu yang paling sering digunakan sebagai adsorben. Hal ini disebabkan oleh mudahnya silika untuk diproduksi dan dapat dengan mudah dimodifikasi (Fahmiati dkk., 2004).

Silika amorf adalah material yang dihasilkan dari reaksi alkali-silika. Reaksi alkali-silika dimulai dengan pecahnya ikatan Si-O-Si dan hasilnya membentuk fasa amorf dan nanokristal (Boinski, 2010). Silika amorf terbentuk ketika silikon teroksidasi secara termal. Silika amorf terdapat dalam beberapa bentuk yang tersusun dari partikel-partikel kecil yang kemungkinan ikut tergabung. Biasanya silika amorf mempunyai kerapatan 2,21 g/cm (Harsono, 2006).

(24)

7

Ketidakteraturan susunan permukaan tetrahedral SiO4 pada silika gel

menyebabkan jumlah distribusi satuan luas bukan menjadi ukuran kemampuan adsorpsi silika gel walaupun gugus silanol dan siloksan terdapat pada permukaan silika gel. Kemampuan adsorpsi silika gel ternyata tidak sebanding dengan jumlah gugus silanol dan siloksan yang ada pada permukaan silika gel, namun bergantung pada distribusi gugus –OH per satuan luas adsorben (Oscik, 1982).

Silika gel dalam penggunaanya memiliki kelemahan seperti pada rendahnya efektivitas dan selektivitas permukaan dalam berinteraksi dengan ion logam berat sehingga silika gel tidak mampu berfungsi sebagai adsorben yang efektif untuk ion logam berat. Hal ini terjadi karena situs aktif yang ada hanya berupa gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si). Akan tetapi kekurangan ini dapat diatasi dengan memodifikasi permukaan dengan menggunakan situs aktif yang sesuai untuk mengadsorpsi ion logam berat yang dikehendaki. Oleh karena itu, perlu ditambahkan gugus aktif tertentu pada permukaan silika gel. Modifikasi permukaan silika gel dapat dilakukan dengan penambahan gugus fungsional organik yang mampu sebagai pengompleks logam-logam berat baik secara

langsung maupun menggunakan perantara suatu senyawa organosilan. Modifikasi silika dilakukan dengan mendesain molekul menggunakan agen suatu senyawa organosilan sebagai prekusor untuk membentuk permukaan baru pada silika gel yang mengandung molekul organik (Filha et al., 2006).

(25)

8

B. Proses Sol-Gel

Proses sol-gel telah banyak dikembangkan terutama untuk pembuatan hibrida, kombinasi oksida anorganik (terutama silika) dengan alkoksisilan. Proses ini didasarkan pada prekursor molekular yang dapat mengalami hidrolisis, kebanyakan merupakan alkoksida logam atau semi logam terutama untuk pembuatan hibrida, kombinasi oksida anorganik (terutama silika) dengan

alkoksisilan. Proses sol-gel merupakan suatu suspensi koloid dari partikel silika yang digelkan ke bentuk padatan. Menurut Rahaman (1995) suspensi dari partikel koloid pada suatu cairan atau molekul polimer disebut sol. Proses sol-gel dapat digambarkan sebagai pembentukan suatu jaringan oksida melalui reaksi

polikondensasi yang progresif dari molekul prekursor dalam medium cair atau merupakan proses untuk membentuk material melalui suatu sol, gelation dari sol dan akhirnya membentuk gel (Schubert and Husing, 2000).

Prose sol-gel berlangsung melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Hidrolisis dan kondensasi

2. Gelation (transisi sol-gel) 3. Aging (pertumbuhan gel) 4. Drying (pengeringan)

Menurut Farook and Ravendran (2000), melalui polimerisasi kondensasi akan terbentuk dimer, trimer, dan seterusnya sehingga membentuk bola-bola polimer. Sampai pada ukuran tertentu (diameter sekitar 1,5 nm) dan disebut sebagai partikel silika primer. Proses kondensasi terjadi pada gugus silanol permukaan partikel bola polimer yang berdekatan disertai pelepasan air sampai terbentuk

(26)

9

partikel sekunder dengan diameter sekitar 4,5 nm. Pada tahap ini larutan sudah mulai menjadi gel ditandai dengan bertambahnya viskositas. Gel yang dihasillkan masih sangat lunak dan tidak kaku yang disebut alkogel. Tahap selanjutnya adalah proses pembentukan gel. Pada tahap ini, kondensasi antara bola-bola polimer terus berlangsung membentuk ikatan siloksan menyebabkan menurunnya jari-jari partikel sekunder dari 4,5 menjadi 4 nm dan akan teramati penyusun alkogel yang diikuti dengan berlangsungnya eliminasi larutan garam. Tahap akhir pembentukan silika gel adalah xerogel yang merupakan fasa silika yang telah mengalami pencucian dan pemanasan. Pemanasan pada temperatur 110°C mengakibatkan dehidrasi pada hidrogel dan terbentuknya silika gel dengan

struktur SiO2.xH2O (Enymia dan Sulistriani, 1998). Produk akhir yang dihasilkan

berupa bahan amorf dan keras yang disebut silika gel kering.

Bahan dasar yang digunakan untuk membuat sol dapat berupa logam alkoksida pada proses sol-gel adalah TEOS. Keunggulan dari TEOS diantaranya: mudah terhidrolisis oleh air dan mudah digantikan oleh gugus OH. Selanjutnya silanol (Si-OH) direaksikan antara keduanya atau direaksikan dengan gugus alkoksida non-hidrolisis untuk membentuk ikatan siloksan (Si-O-Si) dan mulailah terbentuk jaringan silika. Sehingga TEOS baik digunakan dalam proses sol-gel.

(27)

10

Gambar 1. Struktur TEOS (tetraetilortosilikat). Reaksi pada proses sol-gel dapat dilihat pada persamaan berikut:

 Reaksi Hidrolisis

≡Si-OR + H-O-H → ≡Si-OH + ROH

 Reaksi Polikondensasi

≡Si-OH + HO-Si → ≡Si-O-Si≡ + H2O

≡Si-OH + RO-Si → ≡Si-O-Si≡ + ROH (Prassas, 2002).

C. Biomassa Alga

Banyak mikroorganisme yang hidup di daerah perairan, salah satunya adalah alga. Mikroorganisme ini memiliki bentuk dan ukuran yang beranekaragam, ada yang mikroskopis, bersel satu, berbentuk benang/pita atau berbentuk lembaran. Alga dikelompokkan atas beberapa kelas diantaranya Rhodophyceae (alga merah), Phaeophyceae (alga coklat), Chlorophyceae (alga hijau), dan Cyanophyceae (alga biru).

(28)

11

Biomassa alga yang digunakan pada penelitian ini adalah Tetraselmis sp yang merupakan mikroalga dari golongan alga hijau (chlorofyceace) yang mempunyai prospek cerah dimasa mendatang. Tetraselmis sp berupa sel tunggal yang berdiri sendiri-sendiri dengan ukuran 7 – 12 mikron. Tetraselmis sp ini memiliki klorofil (zat hijau daun) sehingga 2 warnanya hijau cerah dan dapat berfotosintesis. Tetraselmis sp dapat bergerak aktif seperti seekor hewan karena mempunyai 4 buah bulu cambuk (flagela). Tetraselmis sp banyak terdapat di air payau, air laut dan sudah banyak dibudidayakan, khususnya ditempat pembenihan udang. Perkembangbiakannya berlangsung cepat melalui pembelahan sel. Dalam hal ini protoplasma sel vegetatif mengadakan pembelahan berulang-ulang sehingga dari satu sel induk dapat terbentuk 2–16 sel anak (Mudjiman, 2004). Saat ini

penggunaan alga secara komersial antara lain sebagai bahan makanan, energi biomass, pupuk pertanian, dan industri farmasi (Cresswell et al., 1982).

D. Ion Logam Pb(II) dan Cu(II)

Bila ditinjau dari definisi asam-basa menurut G.N. Lewis, maka interaksi antara

ion logam dengan adsorben dapat dipandang sebagai reaksi asam Lewis dengan

basa Lewis, yang mana ion logam berperan sebagai asam Lewis yang menjadi

akseptor pasangan elektron dan adsorben sebagai basa Lewis yang menjadi donor

pasangan elektron. Dengan demikian, prinsip-prinsip yang berlaku dalam

interaksi asam-basa Lewis dapat digunakan dalam adsorpsi ion logam (Keenan

(29)

12

Prinsip yang digunakan secara luas dalam reaksi asam-basa Lewis adalah prinsip

HSAB (High Soft Acid Base) yang dikembangkan Pearson. Prinsip ini didasarkan

pada polarisabilitas unsur yang dikaitkan dengan kecenderungan unsur (asam atau

basa) untuk berinteraksi dengan unsur lainnya. Ion-ion logam yang berukuran

kecil, bermuatan positif besar, elektron terluarnya tidak mudah terdistorsi dan

memberikan polarisabilitas kecil dikelompokkan dalam asam keras. Ion-ion

logam yang berukuran besar, bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudah

terdistorsi dan memberikan polarisabilitas yang besar dikelompokkan dalam asam

lunak. Adapun logam yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cu(II) dan

Pb(II).

Unsur logam Cu(II) berbentuk kristal dengan warna kemerahan dan mempunyai titik didih 26.000

°C

serta titik leleh 10.800

°C

. Dalam tabel periodik, tembaga menempati posisi dengan nomor atom 29 dan mempunyai massa atom relatif (Ar) 63,546. Cu terdapat dalam keadaan oksidasi +1 (kupro) dan +2 (kupri).

Konfigurasi dari logam Cu(II) adalah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s1.

Adsorpsi logam Cu oleh tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain Konsentrasi logam berat di lingkungan, tipe tumbuhan, pH tanah, curah hujan, dan lain-lain. Kemampuan untuk mengakumulasi logam berat juga berbeda-beda pada tiap tanaman.

Pada manusia efek keracunan utama yang ditimbulkan oleh Cu adalah terjadinya gangguan pada jalur pernafasan. Selain itu, keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan timbulnya penyakit Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit wilson adalah terjadi kerusakan otak serta terjadinya penurunan kerja ginjal dan

(30)

13

pengendapan Cu dalam kornea mata. Sedangkan untuk penyakit kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan pada penderita (Palar, 2004).

Logam Pb adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Pb dan nomor atom 82 dan memiliki konfigurasi elektron [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p2. Logam Pb merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi. Keberadaan timbal bisa juga berasal dari hasil aktivitas manusia, yang mana jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami yang terdapat pada kerak bumi. Pb terkonsentrasi dalam deposit bijih logam. Unsur Pb digunakan dalam bidang industri modern sebagai bahan pembuatan pipa air yang tahan korosi, bahan pembuat cat, baterai, dan campuran bahan bakar bensin tetraetil ( Herman, 2006).

Logam Pb mendapat perhatian khusus karena sifatnya yang toksik (beracun) terhadap manusia.Pb dapat masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb.

E. Magnetit (Fe3O4)

Oksida besi di alam memiliki banyak bentuk diantaranya: magnetite, maghemite, dan hematite. Magnetite dikenal sebagai oksida besi hitam (black iron oxide) atau ferrous ferrite. Merupakan oksida logam yang paling kuat sifat magnetisnya (Teja and Koh, 2008). Menurut Cabrera et al (2008), di antara oksida besi lainnya, magnetite yang berukuran nano banyak dimanfaatkan pada proses industri (misalnya sebagai tinta cetak), aplikasi lingkungan (magnetite carrier

(31)

14

presipitation processes untuk penghilangan ion logam dan filtrasi magnetis), dan juga aplikasi dalam bidang medis (biomolecule separation dan contrast agent untuk NMR Imaging). Beberapa di antaranya sangat menarik dan dalam tahap pengembangan (misalnya drug targeting dan hypertermia). Menurut Dung (2009), Fe3O4 dapat dihasilkan dari endapan campuran FeCl2∙4H2O dan

FeCl3∙6H2O dalam suasana basa. Magnetit ini akan bersifat super paramagnetit

ketika ukuran suatu partikel magnetisnya di bawah 10 nm pada suhu ruang, artinya bahwa energi termal dapat menghalangi anisotropi energi penghalang dari sebuah nanopartikel tunggal. Karena itu, sintesis nanopartikel yang seragam dengan mengatur ukurannya menjadi salah satu kunci masalah dalam ruang lingkup sintesis ini (Hook and Hall, 1991).

F. Adsorpsi

Adsorpsi (penyerapan) merupakan suatu proses pemisahan dimana komponen dari suatu fase fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben). Biasanya partikel-partikel kecil zat penyerap dilepaskan pada adsorpsi kimia yang merupakan ikatan kuat antara penyerap dan zat yang diserap sehingga tidak mungkin terjadi proses yang bolak-balik. Adsorpsi menyangkut akumulasi atau pemutusan substansi adsorbat pada adsorben dan pada hal ini dapat terjadi pada antar muka dua fasa. Fasa yang menyerap disebut adsorben dan fasa yang terserap disebut adsorbat (Oscik, 1982).

(32)

15

Berdasarkan sifatnya, adsorpsi dapat digolongkan menjadi dua yaitu:

1. Adsorpsi fisika

Adsorpsi ini terjadi karena gaya Van der Walls dimana ketika gaya tarik molekul antara larutan dan permukaan media lebih besar dari pada gaya tarik substansi terlarut dan larutan, maka substansi terlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media. Adsorpsi fisika ini memiliki gaya tarik Van der Walls yang kekuatannya relatif kecil. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kJ/mol. Semakin besar luas permukaan, maka semakin banyak substansi terlarut yang melekat pada permukaan media adsorpsi.

2 . Adsorpsi kimia

Adsorpsi ini terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia antara substansi terlarut dalam larutan dengan molekul dalam media. Adsorpsi kimia terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals atau melalui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia

(biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat (Atkins, 1999).

1. Kinetika adsorpsi

Kinetika kimia adalah tentang kecepatan (laju) reaksi dan bagaimana proses

(33)

16

Urutan reaksi mendefinisikan ketergantungan laju reaksi pada konsentrasi spesies yang bereaksi. Laju reaksi bergantung pada konsentrasi reaktan, tekanan,

temperatur dan pengaruh katalis (Oxtoby, 1990). Kinetika reaksi adsorpsi juga tergantung pada gugus fungsional dan konsentrasi. Tingginya tingkat substitusi gugus fungsional pada polimer inert dapat meningkatkan laju reaksi keseluruhan (Allen et al., 2004). Kinetika reaksi didasarkan pada analisis kinetika terutama pseudo orde pertama atau mekanisme pseudo pertama bertingkat. Untuk meneliti

mekanisme adsorpsi, konstanta kecepatan reaksi adsorpsi kimia untuk ion-ion

logam digunakan persamaan sistem pseudo orde pertama oleh Lagergren dan

sistem pseudo orde kedua (Buhani et al., 2010).

Menurut Soeprijanto dkk., (2006), untuk konstanta laju kinetika pseudo orde satu:

)

(

1 e t t

q

q

k

dt

dq

(1)

Dengan qe adalah jumlah ion logam divalen yang teradsorpsi (mg/g) pada waktu

keseimbangan, qt adalah jumlah ion logam divalen yang teradsorpsi pada waktu t

(menit), k1 adalah konstanta kecepatan adsorpsi (jam-1). Persamaan dapat

diintegrasi dengan memakai kondisi-kondisi batas qt = 0 pada t = 0 dan qt = qt

pada t = t, persamaannya menjadi:

t

k

q

q

q

e t

)

ln

e 1

ln(

(2) Dengan menggunakan regreasi linear dan mengalurkan ln(qe – qt ) terhadap t

diperoleh konstanta k1. Untuk konstanta kecepatan reaksi orde kedua proses

(34)

17 2

(

e t

)

2 t

q

q

k

dt

dq

(3)

Setelah integrasi dan penggunaan kondisi-kondisi batas qt=0 pada t =0 dan qt=qt

pada t=t, persamaan linier dapat diperoleh sebagai berikut :

e e t q t q k q t 2 2 1 (4)

Dengan k2 konstanta keseimbangan order kedua kemisorpsi (g/mg.jam). Model

kinetika order kedua dapat disusun untuk mendapatkan bentuk linear :

e e t q t q k q t 2 2 1 (5) 2. Kapasitas Adsorpsi

Model kesetimbangan adsorpsi yang sering digunakan untuk menentukan kesetimbangan adsorpsi adalah isotermal Langmuir dan Freundlich.

Isoterm Adsorpsi Langmuir

Teori Langmuir menjelaskan bahwa terdapat sejumlah tertentu situs aktif yang sebanding dengan luas permukaan pada permukaan adsorben. Setiap situs aktif hanya satu molekul yang dapat diadsorpsi (Oscik, 1982). Menurut Husin dan Rosnelly (2005), bagian yang terpenting dalam proses adsorpsi yaitu situs yang

dimiliki oleh adsorben yang terletak pada permukaan, akan tetapi jumlah

situs-situs ini akan berkurang jika permukaan yang tertutup semakin bertambah.

Model adsorpsi isoterm Langmuir dapat ditulis dalam persamaan:

𝐶 𝑚 = 1 𝑏𝐾+ 1 𝑏𝐶 (6)

(35)

18

Dimana C adalah konsentrasi kesetimbangan (mg L-1), m adalah jumlah logam

yang teradsorpsi per gram adsorben pada konsentrasi C (mmol g-1), b adalah

jumlah ion logam yang teradsorpsi saat keadaan jenuh (kapasitas adsorpsi)

(mg g-1) dan K adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi (L mol-1).

Dengan kurva linier hubungan antara C/m versus C, maka dapat ditentukan nilai b dari kemiringan (slop) dan K dari intersep kurva. Energi adsorpsi (Eads) yang

didefinisikan sebagai energi yang dihasilkan apabila satu mol ion logam teradsorpsi dalam adsorben dan nilainya ekuivalen dengan nilai negatif dari perubahan energi bebas Gibbs standar, ∆G0, dapat dihitung menggunakan persamaan:

(7)

Dimana R adalah tetapan gas umum (8,314 J/mol K), T temperatur (K) dan K adalah tetapan kesetimbangan adsorpsi yang diperoleh dari persamaan Langmuir dan energi total adsorpsi adalah sama dengan energi bebas Gibbs. ∆G sistem negatif artinya adsorpsi beralangsung spontan (Oscik, 1982).

Isoterm Adsorpsi Freundlich

Model isoterm Freundlich menjelaskan bahwa proses adsorpsi pada bagian

permukaan adalah heterogen dimana tidak semua permukaan adsorben

mempunyai daya adsorpsi. Model isoterm Freundlich menunjukkan lapisan

adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah multilayer. Hal

tersebut berkaitan dengan ciri-ciri dari adsorpsi secara fisika dimana adsorpsi

dapat terjadi pada banyak lapisan (multilayer) (Husin dan Rosnelly, 2005).

(36)

19

Bentuk persamaan Freundlich adalah sebagai berikut:

𝑄𝑒 = 𝐾𝑓𝐶𝑒

1

𝑛 (8)

Dimana:

Qe = Banyaknya zat yang terserap per satuan berat adsorben (mol/g) Ce = Konsentrasi adsorbat pada saat kesetimbangan (mol/L)

n = Kapasitas adsorpsi maksimum (mol/g) Kf = Konstanta freundlich (L/mol)

Persamaan di atas dapat diubah kedalam bentuk linier dengan mengambil bentuk logaritmanya:

𝑙𝑜𝑔𝑞𝑒 = 𝑙𝑜𝑔𝐾𝑓 + 1

𝑛𝑙𝑜𝑔𝐶𝑒 (9)

Sehingga dapat dibuat Gafik seperti pada gambar 2:

Gambar 2. Model Isoterm Adsorpsi Freundlich

Bentuk linear dapat digunakan untuk menentukan kelinearan data percobaan dengan cara mengeplotkan C/Q terhadap Ce. Konstanta Freundlich Kf dapat diperoleh dari kemiringan garis lurusnya dan 1/n merupakan harga slop. Bila n

(37)

20

diketahui Kf dapat dicari, semakin besar harga Kf maka daya adsorpsi akan semakin baik dan dari harga Kf yang diperoleh, maka energi adsorpsi akan dapat dihitung (Rousseau, 1987).

Selain itu, untuk menentukan jumlah logam teradsorpsi, rasio distribusi dan koefisien selektivitas pada proses adsorpsi ion logam terhadap adsorben alga Tetraselmis sp, (HAS) dan HAS-magnetit dapat digunakan persamaan berikut:

q = (Co-Ca)V/W (10)

Dimana Q menyatakan jumlah logam teradsorpsi (mg/g), Co dan Ca menyatakan konsentrasi awal dan kesetimbangan dari ion logam (mg/L), W adalah massa adsorben (g), V adalah volume larutan ion logam (L) (Buhani et al., 2009).

G. Karakterisasi

1. Spektrofotometer Inframerah (IR)

Spektrofotometri Inframerah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75–1.000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000–10 cm-1. Panjang gelombang eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan. Dengan demikian spektrometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul (Supratman, 2010).

(38)

21

2. Analisis ion logam dengan SSA

Pada proses adsorpsi, keberhasilan pembuatan adsorben tercetak ion dapat dilihat

menggunakan SSA. Adsorben yang telah tercetak ion diharapkan mengandung

konsentrasi ion logam yang kecil. SSA juga dapat digunakan untuk mengetahui

kadar ion logam yang teradsorpsi maupun yang terdapat dalam adsorben. Ion

logam yang teradsorpsi dihitung secara kuantitatif berdasarkan selisih konsentrasi

ion logam sebelum dan sesudah adsorpsi (Yuliasari, 2003). Metode analisis

dengan SSA didasarkan pada penyerapan energi cahaya oleh atom-atom netral

suatu unsur yang berada dalam keadaan gas. Penyerapan cahaya oleh atom

bersifat karakteristik karena tiap atom hanya menyerap cahaya pada panjang

gelombang tertentu yang energinya sesuai dengan energi yang diperlukan untuk

transisi elektron-elektron dari atom yang bersangkutan di tingkat yang lebih

tinggi, sedangkan energi transisi untuk masing-masing unsur adalah sangat khas.

Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini

mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi

konvensional. Pada metode konvensional emisi tergantung pada sumber eksitasi,

bila eksitasi dilakukan secara termal maka akan tergantung pada temperatur

sumber (Khopkar, 2001).

3. Scanning Electron Microscope (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop elektron digunakan sebagai alat pendeteksi objek pada skala yang amat kecil. Scanning Electron Microscope (SEM) digunakan untuk menentukan struktur dan ukuran pori.

(39)

22

Prinsip kerja SEM adalah deteksi elektron yang dihamburkan oleh suatu sampel padatan ketika ditembak oleh berkas elektron berenergi tinggi secara kontinu yang dipercepat di dalam electromagnetic coil yang dihubungkan dengan cathode ray tube (CRT) sehingga dihasilkan suatu informasi mengenai keadaan permukaan suatu sampel senyawa. Sebelum dianalisis dengan SEM, dilakukan preparasi sampel yang meliputi penghilangan pelarut, pemipihan sampel, dan coating. Detektor di dalam SEM mendeteksi elektron yang dipantulkan dan menentukan lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Bila elektron dengan energi cukup besar menumbuk pada sampel, mereka menyebabkan terjadinya emisi sinar-X yang energinya dan intensitasnya bergantung pada komposisi elemental sampel (Abdullah dkk., 2008).

(40)

23

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik dan Biokimia Jurusan Kimia Universitas Lampung, dan

penyiapan alga Tetraselmis sp di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung (BBPLL). Analisis SEM dilakukan di PPGL Bandung. Analisis AAS dan IR dilakukan di Universitas Gajah Mada.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, pH meter, pengaduk magnet, kertas saring Whatman, oven, neraca analitik, spektrofotometer IR, SEM dan SSA.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alga Tetraselmis sp,

Cu(SO4)∙5H2O p.a merck, magnetit (Fe3O4), NaOH,TEOS, HCl 1M, etanol, dan aquades.

(41)

24

C. Prosedur Penelitian

1. Penyiapan Biomassa Alga Tetraselmis sp

Biomassa alga Tetraselmis sp dihasilkan dari pembudidayaan dalam skala laboratorium di Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung. Biomassa alga dan Tetraselmis sp yang didapat kemudian dinetralkan dengan menggunakan aquades hingga dengan pH ≈ 7, dan dikering anginkan selama kurang lebih 3 sampai 4 hari pada suhu ruang. Alga yang sudah kering kemudian digerus hingga halus, setelah itu dioven dengan suhu kurang lebih 40ºC dalam selang waktu 2 sampai 3 jam.

2. Sintesis

a. Hibrida alga silika (HAS)

Larutan 1, sebanyak 5 mL larutan TEOS dan 2,5 mL akuades dicampur dalam

wadah plastik, kemudian ditambahkan HCl 0,1M hingga pH 2, diaduk dengan

pengaduk magnet sampai larutan tersebut homogen. Larutan 2, sebanyak 5 mL etanol ditambahkan dengan biomassa alga Tetraselmis sp sebanyak 0,2 g. Kemudian diaduk hingga terbentuk gel. Gel basah yang terbentuk didiamkan selama 24 jam kemudian dicuci dengan etanol dan akuades sampai pH≈7

dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40oC sampai berat konstan.

b. HAS-magnetit (Fe3O4)

Larutan 1, sebanyak 5 mL larutan TEOS dan akuades 2,5 mL ditambahkan dengan magnetit sebanyak 0,2 g (Ferdinand, 2012). Setelah itu ditambahkan

(42)

25

beberapa tetes HCl 0,1 M hingga pH 2. Larutan lalu diaduk dengan pengaduk magnet sampai larutan tersebut homogen. Larutan 2, sebanyak 5 mL etanol ditambah dengan alga optimum dari biomassa alga Tetraselmis sp sebanyak 0,2 g. Kemudian diaduk dengan pengaduk magnet. Kedua larutan dicampur hingga terbentuk gel. Gel basah yang terbentuk didiamkan selama kurang lebih 24 jam kemudian dicuci dengan etanol dan akuades sampai pH≈7, setelah itu dikeringkan menggunakan oven dengan suhu kurang lebih 40oC sampai berat konstan.

3. Karakterisasi

Untuk mengetahui perubahan gugus-gugus fungsional utama dalam material alga,

silika-alga, dan alga dengan pelapisan silika-magnet dilakukan analisis dengan

menggunakan spektrofotometer IR. Untuk menentukan bentuk morfologi dari material tersebut menggunakan SEM. Untuk menentukan kadar ion logam yang teradsorpsi pada material alga, alga-silika, dan alga dengan pelapisan

silika-magnet dilakukan analisis menggunakan spektrofotometer SSA.

4. Uji adsorpsi

a. Laju Adsorpsi

Biomassa alga Tetraselmis sp sebanyak 50 mg, HAS, danHAS-Magnetit (Fe3O4)

ditambahkan masing-masing 20 mL larutan dari 100 mg L-1 Pb(II) dan Cu(II)

dengan pH 6. Kemudian dilakukan variasi waktu interaksi yaitu 0, 5, 15, 30, 45,

(43)

26

dengan sentrifugasi. Setelah disentrifus, filtrat dan endapannya akan terpisah.

Filtrat yang dihasilkan dianalisis dengan SSA (Buhani et al., 2009).

b. Isoterm adsorpsi

Biomassa alga Tetraselmis sp masing-masing sebanyak 50 mg, HAS, dan HAS-Magnetit (Fe3O4) ditambahkan dengan masing-masing 20 mL larutan dengan

variasi konsentrasi 0, 25, 50, 150, dan 200 mg L-1 Pb(II) dan Cu(II) pada pH ≈ 6. Kemudian masing-masing larutan tersebut diaduk pada waktu optimum (4a) dan

dilanjutkan dengan sentrifugasi. Setelah disentrifus, filtrat dan endapannya akan

terpisah. Filtrat yang dihasilkan dianalisis dengan SSA untuk menentukan nilai

(44)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Sintesis adsorben HAS dan HAS-magnetit berhasil dilakukan yang ditunjukkan dengan hasil karakterisasi menggunakan spektrofotometer IR dengan adanya pita serapan pada daerah bilangan gelombang 2931,80 cm-1 yang berasal dari serapan vibrasi ulur C-H dari (CH2) alifatik

2. Pada hasil SEM menunjukkan susunan material yang bersifat amorf pada HAS karena terdapat campuran dari material biomassa alga Tetraselmis sp dan matriks silika. Sedangkan pada material HAS-magnetit terdapat campuran material yang cenderung bersifat kristalin yang berasal dari Fe3O4.

3. Laju adsorpsi ion Pb(II) dan Cu(II) oleh pada HAS magnetit lebih besar

dibandingkan dengan HAS dan biomassa alga Tetraselmis sp juga cenderung

mengikuti pseudo orde 2.

4. Isoterm adsorpsi ion Pb(II) dan Cu(II) oleh biomassa Tetraselmis sp, HAS, dan HAS-magnetit cenderung mengikuti model isoterm Freundlich.

(45)

42

B. Saran

Pada penelitian lebih lanjut disarankan:

1. Variasi konsentrasi ion Pb(II) dan Cu(II) perlu ditambahkan karena pada plot jumlah ion logam yang teradsorpsi belum diperoleh batas optimumnya.

2. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap adsorpsi ion Pb(II) dan Cu(II) oleh biomassa alga Tetraselmis sp, HAS, dan HAS-magnetit menggunakan metode kontinu sehingga dapat diaplikasikan ke skala yang lebih besar di lingkungan.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. & Khairurrijal. 2008. ”Review: Karakterisasi Nanomaterial”, Jurnal Nanoscience dan Teknologi vol.2, No.1: 8-10.

Ahalya, N and T.V.Ramachandra. 2003. Biosorption of heavy Metals.Reseach Journal Of Chemistry And Environment. 7 (4):71-78.

Allen, S.J., G. Mckay. and J.F. Porter. 2004. Adsorption isotherm models for basic dye adsorption by peat in single and binary component systems. Journal of Colloid and Interface Science 280: 322-333.

Amaria, T.M. dan M. Henny. 2007. Adsorpsi Zn(II) Menggunakan Biomassa

Saccharomyces cerevisiae yang diimobilisasi Pada Silika Secara Sol Gel. Akta Kimia Indonesia. 2(2): 63-74.

Atkins, P.W., 1999. Kimia Fisik III.Jakarta: Erlangga.

Boinski, F. 2010. Study of the mechanisms involved in reactive silica. Materials Chemistry and Physiscs 122: 311-315.

Boricha, A.G. 2008. Preparation, Characterization and Performance of Nanofiltration Membranes For The Treatment of Electroplating Industry Effluent. J. Sep.

Tech. 8: 435-445.

Buhani and Suharso. 2009. Immobilization of Nannochloropsis sp biomassa by sol-gel technique as adsorbat of metal ion Cu(II) from aqueous solution. Asian Journal Chemistry., 21 (5) : 3799-3808.

Buhani, Narsito, Nuryono and E.S. Kunarti. 2009. Amino and Merkapto-Silika Hybrid for Cd (II) Adsorption in Aqueous Solution. Indonesian Journal Chemistry. 9 (2): 170-176.

(47)

Buhani, Suharso and S.E. Putra. 2007. Isoterm Adsorpsi Ion Logam Pb(II), Cd(II) dan Cu(II) pada Biomassa Nannochloropsis sp. yang Diimobilisasi Polietilamina-Glutaraldehida. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian di Universitas Lampung. Lampung.

Buhani, Suharso and Sumadi. 2010. Adsorption Kinetics and Isotherm of Cd(II) Ion on Nannochloropsis sp Biomass Imprinted Ionic Polymer. Desalination. 259: 140-146.

Cabrera, L., S. Gutierrez, N. Menendez, M.P. Morales. and P. Herrasti. 2008. Magnetite nanoparticles: electrochemical synthesis and characterization. Electrochimica Acta, 53: 3436-3441.

Cotton, F.A. dan G. Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Terjemahan Sahati Suharto. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta.

Creswell, C.J., O.A. Runquist, M.M. Campbell.1982. Spectrum Analysis of Organic

Compound. Burgess Publishing Company. United States of America.

Dung, K.T.D., H.T.Hai, H.L. Phuc. and D.B. Long. 2009. Preperation and

characterization of Magnetic nanoparticles with chitosan coating. Journal of

Physics; Conference Series 187 Vietnam, no. 1. Article ID 012036.

Enymia, S. dan N. Sulistriani. 1998. Pembuatan Silika Gel Kering Dari Sekam Padi Untuk Bahan Pengisi Karet Ban. Jurnal Kimia Indonesia. 7(1&2): 1-9.

Fahmiati, Nuryono dan Narsito. 2004. Kajian Kinetika Adsorpsi Cd(II), Ni(II) dan Mg(II) Pada Silika Gel Termodifikasi 3-Merkapto-1,2,4-Triazol. Alchemy. 3(2): 22-28.

Ferdinand, A. 2012. Modifikasi Biomassa Nanochloropsis sp Dengan Pelapisan Silika Magnetit Sebagai Adsorben Ion Zn(II) dan Ni(II). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Farook, A. and S. Ravendran. 2000. Saturated Fatty Acids Adsorption By Acidified Rice Hull Ash. J. Chem. Soc. 77: 437-440.

Filha, V.L.S.A., A.F. Wanderley, K.S. de Sousa, J.G.P. Espinola, M.G. da Fonseca, T. Arakaki. and L.N.H. Arakaki. 2006. Thermodynamic Properties of Divalent Cations Complexed by Ethylenesulfide Immobilized on Silica Gel. Colloids Surface A: Physicochem. Eng. Aspects, 279: 64-68. Harris, O. P. and J. G. Ramelow. 1990. Binding of Metal Ions by Particulate

(48)

Harsono, H. 2006. Pembuatan Silika Abu Amorf dari Abu Sekam Padi. http://www.unej.ac.id/fakultas/mipa/volume3.no2/harsono.pdf.9

Herman, DZ. 2006. Tinjauan terhadap tailing mengandung unsur pencemar As, Hg, Pb, dan Cd. J Geol Indo 1: 31-36.

Hook, J. R., & H.E. Hall. 1991. Solid state physics. 2nd edition, John Willey & Sons: England/Chichester, hal: 241

Husin, G. dan C. M. Rosnelly. 2005. Studi Kinetika Adsorpsi Larutan Logam Timbal Menggunakan Karbon Aktif dari Batang Pisang. [Tesis]. Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Darrusalam. Banda Aceh.

Indriani, S.H. and S. Akira. 1998. Biosorption of Heavy Metal Ions to Brown Algae, Macrocystis pyrifera, Kjellmamiella crassiforia, and Undaria pinnatifida. Journal of Colloid and Interface Science. 206 : 297-301.

Jeon, C. 2011. Adsorption characteristic of cooper ions using magnetically modified medicinal stones. Journal of Industrial and Engineering Chemistry. 17: 1487-1493.

Keenan, C.W. dan W. Kleinfelter. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas. Edisi keenam. Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta. Hal. 512-543.

Khopkar, S.M. 2001. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.

Lin, Y., H. Chen, K. Lin, B. Chen. and C. Chiou. 2011. Application of magnetic particles modified with amino groups to adsorb cooper ions in aqueous solution. Journal Environmental Scient. 23:44-50.

Martell, A. E. and R.D. Hancock. 1996. Metal Complexes in Aqueose Solution. Plenum Press. New York.

Mudjiman, A. 2004, Makanan Ikan, Edisi Revisi, Penebar Swadaya, Jakarta.

Neriagu, J. O. 1979. in Biogeochemistry of Lead in the Environment. Elsevier, Amsterdam.

Oscik, J. 1982. Adsorption. Ellis Horwood Limited. England.

Oxtoby, D. 1990. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Erlangga. Jakarta. Hal. 285-290. Palar, H. 2004. Pencemaran dan toksikologi logam berat. Rineka cipta. Jakarta. p.

(49)

Peng, Q., Y. Liu, G. Zeng, W. Xu, C. Yang. and J. Zhang. 2010. Biosorption of Copper (II) Immobilizing Saccharomyces cerevisae on the surface of chitosan coated magnetc nanoparticle from aqueous solution. Journal Hazard. Mater. 177: 676-682.

Peraturan Pemerintah Lingkungan No. 82 Tahun 2001 tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. IPB. Bandung.

Prassas, M. 2002. Silica Glass from Aerogels, http//www.solgel.com

Punkels. 2008. Kegunaan silicagel. From http://punkels.wordpress.com/2008/12/21 /21/kegunaan-silica-gel/,21 juni 2012

Rahaman, M.N. 1995. Ceramics Pressing and Sintering. Departement of Ceramics Engineering University of Missoury-Rolla Rolla Missouri. Hal 214-219 Rousseau, R. W. 1987. Handbook Of Separation Process Technology. John Wiley

and Sons Inc. United States. pp.67.

Sadhori, S.N. 1995. ”Budidaya Rumput Laut” p. 29, Balai pustaka, Jakarta.

Schubert, U. and N. Husing. 2000. Synthesis of Inorganic Material. Willey-VCH Verlag Gmbh. D-69469 Wernbeim. Federal Republik of Germany.

Soeprijianto, R.F. dan A. Bambang. 2006. Kinetika Biosorpsi Ion Logam Berat Cu (II) dalam Larutan Menggunakan Biomassa Phanerochaete

Chrysosporium. [Tesis]. Fakultas Teknologi Industri. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Suhendrayatna. 2001. Bioremoval logam berat dengan menggunakan

mikroorganisme: Suatu kajian kepustakaan. Seminar On-Air Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21, 1-14 Februari 2001.

Supratman, U. 2010. Equilibrium Penentuan Senyawa Organik. Padjajaran. Bandung. Teja, A.S. and P.Y. Koh. 2008. Synthesis, properties, and applications of magnetic

iron oxide nanoparticles. Progrees in Crystal Growth and Characterization of Materials. xx: 1-24.

Tong, C., U.S. Ramellow., and G.J. Ramellow. 1994. Evaluation of Polymeric Support For Immobilizing Biomass to Prepare Sorben Material For Metal Intern. J. Anal. Chem. Vol :56:175-171.

(50)

Yuliasari, L. 2003. Studi Penentuan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Dalam Organ Tubuh Ayam Broiler Secara Spektrofotometri Serapan Atom. [Skripsi]. FMIPA Unila. Bandar Lampung.

Gambar

Gambar 1.  Struktur TEOS (tetraetilortosilikat).
Gambar 2.  Model Isoterm Adsorpsi Freundlich

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dari Gambar 6, dapat diamati bahwa waktu interaksi untuk mencapai adsorpsi optimum oleh biomassa kulit singkong adalah pada waktu 30 menit untuk ion logam Pb(II), 30 menit

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang proses adsorpsi ion logam Pb(II), Cd(II), dan Cu(II) oleh biomassa kulit singkong ( Manihot esculenta Crantz

Adapun manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang proses immobilisasi alga Tetraselmis sp pada matriks silika yang dimodifikasi dengan magnetit (Fe 3 O 4 )

Dengan dilakukannya pelapisan magnetit pada biomassa alga Chaetoceros sp ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas fisik dan laju adsorpsinya, sehingga dapat digunakan

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan iniformasi tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap adsorpsi ion Ca(II), Cu(II), dan Cd(II) oleh biomassa

Skripsi dengan judul "STUDI ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN Ca 2+ , Cu 2+ , DAN Cd 2+ DALAM LARUTAN OLEH BIOMASSA ALGA Dunaliella sp" adalah salah satu syarat

Adsorpsi ion logam Cd(II) pada HAS dan HAS-M dengan pH yang bervariasi dari pH 3-9 pada konsentrasi ion logam 100 ppm dan waktu kontak 60 menit .... Adsorpsi ion logam Cu(II) pada

Proses adsorpsi pada adsorben biomassa Nannochloropsis sp untuk ion logam Pb(II) dan Cd(II) relatif lebih cepat mencapai maksimum apabila dibandingkan dengan