• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KEMAMPUAN ADSORPSI LOGAM BERAT KADMIUM (Cd 2+ ) DENGAN MENGGUNAKAN ADSORBEN DARI PASIR PUTIH SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN KEMAMPUAN ADSORPSI LOGAM BERAT KADMIUM (Cd 2+ ) DENGAN MENGGUNAKAN ADSORBEN DARI PASIR PUTIH SKRIPSI"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KEMAMPUAN ADSORPSI LOGAM BERAT KADMIUM (Cd

2+

) DENGAN MENGGUNAKAN

ADSORBEN DARI PASIR PUTIH

SKRIPSI

OLEH

FEBRI TUAHMAN SARAGIH 140405036

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

OKTOBER 2019

(2)

KAJIAN KEMAMPUAN ADSORPSI LOGAM BERAT KADMIUM (Cd

2+

) DENGAN MENGGUNAKAN

ADSORBEN DARI PASIR PUTIH

SKRIPSI

OLEH

FEBRI TUAHMAN SARAGIH 140405036

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

OKTOBER 2019

(3)
(4)
(5)
(6)

iv

PRAKATA

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul “Kajian Kemampuan Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd2+) Dengan Menggunakan Adsorben Dari Pasir Putih”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Bode Haryanto, S.T., M.T., Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan penelitian serta penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.T selaku Koordinator Skripsi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Erni Misran, S.T., M.T., Ph.D selaku Dosen Penguji I yang turut memberikan arahan dan saran untuk kemajuan penelitian serta penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Turmuzi, M.S selaku Dosen Penguji II yang turut memberikan arahan dan saran untuk kemajuan penelitian serta penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Maya Sarah, ST, MT, Ph.D., IPM selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu yang berharga kepada penulis.

7. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik materil maupun spiritual.

8. Warren Kristoper Sinaga selaku rekan penelitian yang selama ini bekerjasama, bertukarpikiran, dan berjuang bersama dalam penelitian dan penyelesaian skripsi demi meraih gelar sarjana teknik bersama-sama.

(7)

v

9. Teman-teman mahasiswa Stambuk 2014 yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh keluarga, khususnya Kak Novita Saragih, Kak Mutiara Saragih dan Angelin Saragih yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Afandi Simbolon, Ferdinan Simarmata, Boyi Sidauruk, Jeflin Turnip, Sabarta Saragih dan Soni Saragih selaku teman-teman kos yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman GAMMA yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Desi Situmorang (Descan) yang telah memberikan dukungan serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Teman-teman IMAS-USU yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

15. Keluarga Kak Enny Garingging yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna untuk itu adanya kritik serta saran yang membangun sangat diperlukan untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini ada manfaatnya bagi penulis dan para pembaca.

Medan, Oktober 2019 Penulis

Febri Tuahman Saragih

(8)

vi

DEDIKASI

Skripsi ini aku dedikasikan kepada:

Bapak & Mama tercinta Semoga dapat membuat kalian bangga.

Terima kasih telah menjadi orangtua hebat yang telah membesarkan, mendidik dan mendukungku dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

Tak ada kata-kata indah yang mampu ku rangkai setiap hari, melainkan hanya doa yang dapat ku persembahkan

Agar Bapak dan Mama senantiasa sehat dan diberikan umur yang

berkah.

(9)

vii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Febri Tuahman Saragih NIM: 140405036

Tempat/Tanggal Lahir: Hapoltakan, 27 Mei 1996

Nama Orangtua: Jan Wadirson Saragih dan Masriani Purba Alamat Orangtua:

Hapoltakan Kel. Sondi Raya Kec. Raya Kab. Simalungun

Asal Sekolah:

 SDN 095157 Hapoltakan, Tahun 2002 –2008

 SMPN 2 Raya, Tahun 2008 – 2011

 SMAN 1 Raya, Tahun 2011 – 2014 Pengalaman Organisasi/Kerja:

1. Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara (UKM KMK USU) sebagai Tim Inventaris (2017).

2. Ikatan Mahasiswa Simalungun Universitas Sumatera Utara (IMAS-USU) sebagai Divisi Tri Dharma Perguruan Tinggi (2018-2019).

3. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU sebagai Anggota (2014 – 2019).

4. Kerja Praktek di PT. Toba Pulp Lestari (2017).

(10)

viii

KAJIAN KEMAMPUAN ADSORPSI LOGAM BERAT KADMIUM (Cd

2+

) DENGAN MENGGUNAKAN ADSORBEN

DARI PASIR PUTIH

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis kemampuan adsorpsi pasir putih dalam menjerap ion logam kadmium (Cd2+) pada larutan dengan pH 4,5 dengan variasi ukuran adsorben, dan konsentrasi ion logam Cd2+ serta mengetahui kinetika adsorpsi pasir putih. pengukuran potensi kapasitas adsorpsi dilakukan dengan system batch adsorption tanpa pengadukan. Variasi ukuran pasir putih yang digunakan yaitu cut off 10/20 mesh, 20/40 mesh dan 40/50 mesh. Sedangkan variasi konsentrasi awal yaitu 30 ppm, 50 ppm dan 70 ppm. Bahan baku yang digunakan sebagai adsorben adalah pasir putih. Pasir putih diayak dengan menggunakan ayakan 10/20 mesh, 20/40 mesh dan 40/50 mesh. Hasil cut off dari ayakan ini dicuci hingga pH air pencuci konstan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 °C hingga berat konstan.

Waktu kontak optimum yang dibutuhkan adsorben untuk menjerap ion logam Cd2+

adalah 120 menit. Interaksi di permukaan pasir dengan ion logam dilengkapi dengan menggunakan analisis FTIR. Model kinetika digunakan untuk mengidentifikasi jenis interaksi yang terjadi, diperoleh hasil dimana adsorpsi terjadi secara kimia dan fisika.

Model kinetika difusi cenderung menunjukkan difusi sampai ke inter-partikel adsorben. Persentase penyisihan logam terbaik pada variasi ukuran diperoleh sebesar 30,7% yaitu pada ukuran 40/50 mesh. Pada variasi konsentrasi diperoleh persentase penyisihan logam sebesar 30,7% yaitu pada konsentrasi 70 ppm.

Kata kunci : Adsorpsi, Ion Logam Kadmium (Cd2+), Waktu Kontak Optimum, Interaksi Kimia Fisika, Difusi Internal

(11)

ix

STUDY OF HEAVY METALS CADMIUM ADSORPTION CAPACITY (Cd

2+

) BY USING ADSORBENTS FROM WHITE SAND

ABSTRACT

This study aims to analyze the adsorption ability of white sand in the metal ions adsorb cadmium (Cd2+) in a solution with a pH of 4.5 with a variation of the size of the adsorbent, and the concentration of metal ions Cd2+ and to know the adsorption kinetics of white sand. Measurement of the adsorption capacity potential is done by batch adsorption system without stirring. Variations in the size of the white sand used is cut off 10/20 mesh, 20/40 mesh and 40/50 mesh. While variations in initial concentration of 30 ppm, 50 ppm and 70 ppm. Raw materials used as adsorbent is white sand. White sand sieve sieved using 10/20 mesh, 20/40 mesh and 40/50 mesh.

The results cut off from the sieve is washed until the pH of the washing water is constant and dried in an oven at 60°C to constant weight. The optimum contact time required adsorbent to adsorb metal ions Cd2+ is 120 minutes. Interaction in the sand surface with a metal ion comes with using FTIR analysis. Kinetics model is used to identify the type of interaction that occurs, the result in which adsorption occurs chemically and physically. Diffusion kinetics model is likely to show up to the inter- diffusion of the adsorbent particles. Best adsorption percentage at size variation obtained 30,7% which is the size of 40/50 mesh. At various concentrations obtained adsorption percentage at 30,7% which is at a concentration of 70 ppm.

Keywords: Adsorption, Ion Metal Cadmium (Cd2+), Optimum Contact Time, Interaction Chemical Physics, Internal Diffusion

(12)

x

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iv

DEDIKASI vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR SINGKATAN xvi

DAFTAR SIMBOL xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 RUMUSAN MASALAH 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 LOGAM BERAT 5

2.2 LOGAM KADMIUM 5

2.3 ADSORPSI 6

2.3.1 Mekanisme Adsorpsi 6

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adsorpsi 7

2.3.3 Kapasitas Adsorpsi 7

2.3.4 Kinetika Adsorpsi 8

2.4 PASIR 9

2.5 ATOMIC ABSORPTION SPECTROFOTOMETRY (AAS) 9

(13)

xi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 11

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 11

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 11

3.2.1 Bahan 11

3.2.2 Peralatan 11

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 11

3.3.1 Prosedur Preparasi Pasir Putih (Pembuatan Adsorben) 11

3.3.2 Prosedur Pembuatan Larutan 12

a. Pembuatan Larutan HCl 0,1 M (1 L) 12 b. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M (1 L) 13 c. Pembuatan Larutan Pelarut dengan pH 4,5 13

d. Pembuatan Larutan Cd+2 30 ppm 14

e. Pembuatan Larutan Cd+2 50 ppm 14

f. Pembuatan Larutan Cd+2 70 ppm 15

3.3.3 Prosedur Kinetika Adsorpsi 16

3.3.4 Prosedur Adsorpsi Batch 16

a. Variasi Ukuran Adsorben 16

b. Variasi Konsentrasi Ion Logam 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19

4.1 PERLAKUAN AWAL PADA ADSORBEN PASIR PUTIH 19 4.2 PENENTUAN WAKTU KONTAK OPTIMUM DAN

KINETIKA ADSORPSI 20

4.3 PENENTUAN KINETIKA DIFUSI PORI 24

4.4 PERSENTASE PENYISIHAN LOGAM Cd2+ DENGAN

VARIASI UKURAN ADSORBEN 25

4.5 PERSENTASE PENYISIHAN LOGAM Cd2+ DENGAN

VARIASI KONSENTRASI LARUTAN 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 28

5.1 KESIMPULAN 28

5.2 SARAN 28

DAFTAR PUSTAKA 29

(14)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Diagram skematik AAS 6

Gambar 3.1 Flowchart Preparasi Pasir Putih (Pembuatan Adsorben) 12 Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Larutan HCl 0,1 M 13 Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M 13 Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Larutan Pelarut Dengan pH 4,5 14 Gambar 3.5 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cd+2 (30 ppm) 14 Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cd+2 (50 ppm) 15 Gambar 3.7 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cd+2 (70 ppm) 15 Gambar 3.8 Flowchart Mengukur Kinetika Adsorpsi Pengaruh Ukuran

Adsorben Terhadap Kemampuan Adsorpsi 16

Gambar 3.9 Flowchart Mengukur Pengaruh Ukuran Adsorben Terhadap

Kemampuan Adsorpsi 17

Gambar 3.10 Flowchart Mengukur Pengaruh Konsentrasi Ion Logam

Terhadap Kemampuan Adsorpsi 18

Gambar 4.1 Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih Hingga pH Netral 19 Gambar 4.2 Proses Proses Pengeringan Adsorben Pasir Putih 20 Gambar 4.3 Pasir Putih (a) Sebelum Perlakuan Awal dan (b) Sesudah

Perlakuan Awal 20

Gambar 4.4 Persentase Penyisihan Logam dengan Konsentrasi Ion

Logam Cd2+ 70 ppm dan Ukuran Adsorben 40/50 mesh 21 Gambar 4.5 Pemodelan Pseudo Orde Satu pada Konsentrasi Logam

Cd2+ 70 ppm dan Ukuran Adsorben 40/50 Mesh 22 Gambar 4.6 Pemodelan Pseudo Orde Dua pada Konsentrasi Logam Cd2+

70 ppm dan Ukuran Adsorben 40/50 Mesh 23

Gambar 4.7 Hasil Analisa FTIR pada Pasir Putih Sebelum dan Sesudah

Proses Adsorpsi 23

Gambar 4.8 Pemodelan Kinetika Difusi Internal pada Konsentrasi

Logam Cd2+ 70 ppm dan Ukuran Adsorben 40/50 Mesh 24

(15)

xiii

Gambar 4.9 Pemodelan Kinetika Difusi Eksternal pada Konsentrasi

Logam Cd2+ 70 ppm dan Ukuran Adsorben 40/50 Mesh 25 Gambar 4.10 Persentase Penyisihan Logam dengan Variasi Ukuran

Adsorben pada Konsentrasi Larutan Cd2+ 70 ppm 26 Gambar 4.11 Persentase Penyisihan Logam dengan Variasi Konsentrasi

Larutan Cd2+ pada Ukuran Adsorben Pasir Putih 40/50

mesh 27

Gambar L3.1 Pasir Putih sebagai Adsorben 39

Gambar L3.2 Kadmium nitrat (Cd(NO3)2) yang Digunakan 39

Gambar L3.3 Pelarut dengan pH 4,5 40

Gambar L3.4 Proses Adsorpsi Batch 40

Gambar L3.5 Sampel yang Dianalisis dengan AAS 40

Gambar L3.6 Hasil Analisa AAS 41

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel L1.1 Data Kalibrasi Larutan Standar 33

Tabel L1.2 Data Hasil Pencucian dari Adsorben Pasir Putih 33

Tabel L1.3 Data Pengeringan Adsorben Pasir Putih 33

Tabel L1.4 Data Hasil Penentuan Waktu Optimum dengan Ukuran

Adsorben 40/50 mesh pada Konsentrasi Larutan Cd2+ 70 ppm 34 Tabel L1.5 Hubungan Persentase Penyisihan Logam Pasir Putih Terhadap

Variasi Ukuran Adsorben Berdasarkan konsentrasi tetap 70 ppm 35 Tabel L1.6 Hubungan Persentase Penyisihan Logam Pasir Putih Terhadap

Variasi Konsentrasi Larutan Cd2+ Berdasarkan Ukuran

Adsorben tetap 40/50 mesh 35

(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN 33

L1.1 KALIBRASI LARUTAN STANDAR HASIL ANALISIS

AAS 33

L1.2 PENCUCIAN ADSORBEN PASIR PUTIH 33

L1.3 PENGERINGAN ADSORBEN PASIR PUTIH 33

L1.4 PENENTUAN WAKTU OPTIMUM 34

L1.5 PENENTUAN WAKTU OPTIMUM 35

L1.6 ADSORPSI DENGAN VARIASI KONSENTRASI

LARUTAN 35

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 36

L2.1 PEMBUATAN LARUTAN HCl 0,1 M (1 L) 36 L2.2 PEMBUATAN LARUTAN NaOH 0,1 M (1 L) 36

L2.3 PEMBUATAN LARUTAN Cd2+ 30 ppm 37

L2.4 PEMBUATAN LARUTAN Cd2+ 50 ppm 37

L2.5 PEMBUATAN LARUTAN Cd2+ 70 ppm 37

L2.6 PERHITUNGAN KAPASITAS ADSORPSI 38

L2.7 PERHITUNGAN PERSENTASE PENYISIHAN LOGAM 38

LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI PENELITIAN 39

L3.1 BAHAN BAKU 39

L3.2 EKSPERIMEN 39

(18)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Keterangan

AAS Atomic Absorption Spectroscopy

Cd Kadmium

Cd(NO3)2 Kadmium nitrat

FTIR Fourier Transform Infra-Red

HCl Asam Klorida

H2O Air

NaOH Natrium Hidroksida

SiO2 Silika dioksida

(19)

xvii

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

qt Kapasitas adsorpsi persatuan waktu mg/g

qe Kapasitas adsorpsi pada

kesetimbangan mg/g

C0 Konsentrasi awal mg/l

Ct Konsentrasi persatuan waktu mg/l

Ce Konsentrasi pada kesetimbangan mg/l

V Volume sampel l

m Berat adsorben g

R Persentase Penyisihan Logam %

k1 Konstanta kecepatan adsorpsi orde satu (menit-1) k2 Konstanta kecepatan adsorpsi orde dua (menit-1) kid Koefisien difusi internal (mg/g.menit1/2)

kf Koefisien difusi eksternal (cm/s)

t Waktu adsorpsi menit

A Luas permukaan adsorben (m2)

V1 Volume larutan standar yang

diencerkan

ml

V2 Volume larutan pengenceran ml

M1 Konsentrasi larutan yang diencerkan ppm

M2 Konsentrasi larutan pengenceran ppm

R2 Koefisien korelasi -

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kehadiran logam berat dalam lingkungan menjadi perhatian yang cukup serius, karena jumlahnya yang semakin meningkat, sifat toksik logam berat, serta masuknya logam berat ke badan air yang mempengaruhi kualitas air (Bashyal dkk., 2010). Logam berat juga mengkontaminasi tanah yang menjadi perhatian utama karena pada konsentrasi yang tinggi logam berat dapat membahayakan kehidupan manusia dan lingkungan. Logam berat yang mengendap di dalam tanah tidak terdegradasi dan bertahan di tanah untuk waktu yang lama yang menyebabkan polusi pada lingkungan (Rajeswari dan Namburu, 2014).

Salah satu logam berat yang bersifat beracun dan berbahaya bagi manusia adalah logam Kadmium. Kadmium berasal dari beberapa sumber yaitu sumber alami (letusan gunung), pertambangan dan industri (Hajar dkk., 2016).

Kadmium adalah suatu logam putih, mudah dibentuk, lunak dengan warna kebiruan.

Titik didih relatif rendah (767ºC) membuatnya mudah terbakar, membentuk asap kadmium oksida. Kadmium dan bentuk garamnya banyak digunakan pada beberapa jenis pabrik untuk proses produksinya. Banyak organ tubuh yang dapat terpengaruh setelah paparan jangka panjang terhadap kadmium. Organ yang akan mengalami gangguan fungsional dini adalah ginjal. Keracunan Cd kronis dapat menyebabkan gangguan kardiovaskular dan hipertensi (Riwayati dkk., 2014).

Mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh logam berat, banyak metoda yang telah dikembangkan untuk menurunkan kadar logam berat dari badan perairan.

Dewasa ini banyak dikembangkan aplikasi teknik adsorpsi (metode penyerapan) untuk pengolahan limbah logam berat. Adsorpsi (serapan) merupakan terakumulasinya partikel pada permukaan suatu zat lain (Baidho dkk., 2013). Metode adsorbsi dipilih karena Adsorpsi merupakan metode yang paling umum dipakai karena memiliki konsep yang lebih sederhana dan juga ekonomis (Tangio, 2013).

Pasir laut merupakan bahan alam yang memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah sebagai adsorben logam berat. Pemanfaatan pasir sebagai adsorben logam berat memiliki keuntungan ditinjau dari kelimpahannya di alam. Pasir yang

(21)

terdapat di alam sangat beraneka ragam, salah satu contohnya yaitu pasir laut, baik yang berwarna hitam maupun yang berwarna putih. Pasir laut hitam dan pasir laut putih kemungkinan juga mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam mengadsorpsi logam berat (Pambudi dkk., 2014).

Han dkk. (2014) melaporkan bahwa pasir modifikasi dengan FeS mampu menjerap logam As dengan adsorpsi logam As hampir 100% pada pH lebih rendah dari 7. Daya adsorpsi menurun pada pH di atas 7 dan mencapai maksimum pada pH 9. Penjerapan dilakukan dengan variasi pH 5, 7, 9, dan variasi konsentrasi logam 100, 200 dan 500 gr/L (Han dkk., 2014).

Haryanto dan Chang (2014) melaporkan bahwa operasi pembilasan larutan Rhamnolipid yang ditingkatkan busa lebih efisien dalam hal penggunaan surfaktan dan waktu operasi. Biosurfaktan dengan foam mampu menjerap ion logam lebih banyak dari permukaan pasir dibandingkan biosurfaktan tanpa foam. Penelitian tersebut menggunakan biosurfaktan Rhamnolipid 100 gr, pasir dengan ukuran 320 µm dengan waktu kontak 24 jam (Haryanto dan Chang, 2014).

Shi dan kawan-kawan (2014) melaporkan bahwa pasir mampu menjerap jenis pewarna RhB. Waktu penjerapan optimal pada 15 menit dan konstan pada 60 menit. Kapasitas adsorpsi sebesar 5.5 mg/g pada adsorpsi batch dengan pH optimum

= 2 dan kapasitas adsorpsi sebesar 3 mg/L pada adsorpsi kolom dengan pH optimum

= 5,6 (Shi dkk., 2014).

Thambavani dan Kavitha (2014) melaporkan bahwa pasir palung dapat menjerap logam Cr. Waktu penjerapan optimum pada 20 menit pertama dengan pH optimum 2 serta kecepatan pengadukan optimum pada 500 rpm. Semakin banyak adsorben maka semakin banyak pula logam yang dapat dijerap (Thambavani dan Kavitha, 2014).

Gusain dkk. (2013) melaporkan bahwa pasir modifikasi sangat efektif menyerap Cu. PH optimum dicapai saat pH = 6,5 dan waktu optimum adsorpsi ialah 5 menit dan mencapai kesetimbangan pada 30 menit. Variasi temperatur yang dilakukan adalah 25°C, 35°C dan 45°C dengan waktu kontak 60 menit (Gusain dkk., 2013).

Haryanto dkk. (2018) melaporkan bahwa kapasitas adsorpsi pasir putih lebih tinggi dari pada pasir hitam. Jenis interaksi ion Cd2+ pada permukaan pasir terjadi

(22)

bersama-sama sebagai interaksi fisik dan kimia dangan waktu penjerapan optimum pada 200 menit pertama (Haryanto dkk., 2018).

Berdasarkan hasil-hasil penelitian diatas, maka pasir sesuai untuk digunakan sebagai adsorben untuk meminimalkan pencemaran logam berat pada lingkungan.

Penelitian ini menggunakan pasir laut berwarna putih yang diambil dari Pantai Cermin yang terletak di Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Penelitian ini dilakukan secara alami (natural) meninjau adsorpsi pasir putih terhadap logam Cd tanpa pengaruh pengadukan dan mekanik.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang akan diteliti adalah sejauh mana pengaruh ukuran adsorben dan konsentrasi awal larutan kadmium (Cd) terhadap kemampuan adsorpsi ion logam kadmium (Cd) dengan menggunakan pasir putih sebagai adsorben serta bagaimana penentuan kinetika adsorpsi pasir putih.

1.3 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis pengaruh waktu adsorpsi terhadap kapasitas adsorpsi dalam larutan ion logam Cd2+.

2. Menentukan pemodelan kinetika adsorpsi pasir putih.

3. Menganalisis pengaruh variasi ukuran partikel pasir putih dan variasi konsentrasi larutan ion Cd2+ terhadap kemampuan adsorpsi pasir putih.

1.4 MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberikan informasi bahwa pasir putih dapat dijadikan sebagai bahan baku adsorben.

2. Memberikan informasi bahwa potensi pasir putih sebagai adsorben sangat murah karena jumlahnya yang berlimpah di alam sehingga pembuatan adsorben ini menjadi lebih mudah dalam mencari bahan bakunya.

(23)

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Surfaktan dan Aplikasi, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Mikrobiologi Industri Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Variabel-variabel dalam penelitian ini dalah sebagai berikut:

• Ukuran Pasir Putih : cut-off 10/20, 20/40 dan 40/50 mesh

• Konsentrasi Cd2+ : 30, 50 dan 70 ppm

• Suhu adsorpsi : suhu kamar (± 27 °C)

• Volume larutan : 100 mL

• pH larutan : 4,5

• Massa adsorben : 10 g

• Waktu adsorpsi : 6 jam untuk menghitung kinetika adsorpsi dengan pengambilan sampel 2 mL setiap 10 menit

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir putih sebagai adsorben, Kadmium nitrat (Cd(NO3)2) sebagai sumber kadmium (Cd2+), asam klorida (HCl) dan natrium hidroksida (NaOH) sebagai pengatur pH, air (H2O) sebagai pelarut. Sedangkan alat analisis utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) untuk menguji kadar logam Cd2+ dan spektometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) untuk melihat gugus fungsi komponen yang terdapat pada pasir sebelum dan sesudah penjerapan logam. Hasil analisis yang akan diperoleh akan menggambarkan pengaruh kapasitas adsorpsi terhadap ukuran pasir putih, konsentrasi ion logam Cd2+, waktu dan menentukan pemodelan kinetika adsorpsi.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LOGAM BERAT

Istilah logam berat mengacu pada elemen logam yang memiliki kerapatan relatif tinggi dan beracun bahkan pada konsentrasi rendah (Duruibe dkk., 2007).

Logam berat terdiri dari kelompok unsur yang didefinisikan secara longgar yang mencakup logam transisi dan beberapa logam metaloid. Unsur-unsur ini mempengaruhi sel dan organisme hidup dengan berbagai cara; beberapa logam berat memiliki fungsi penting (mis., besi, seng, tembaga, mangan) dan bersifat toksik hanya dalam overdosis lainnya bersifat xenobiotik dan sangat beracun (mis., arsenik, kadmium, timbal, merkuri). Logam berat dan metaloida dapat mengikat protein asli dan menghambat aktivitas biologisnya (Tamas dkk., 2014).

Racun logam berat berkontribusi pada berbagai efek kesehatan yang merugikan. Toksisitas logam berat dapat didaftarkan dalam urutan penurunan toksisitas sebagai Hg> Cd> Cu> Zn> Ni> Pb> Cr> Al> Co, juga ini hanya perkiraan karena kerentanan spesies terhadap logam individu bervariasi. Toksisitas juga bervariasi sesuai dengan kondisi lingkungan yang mengendalikan spesiasi kimia logam (Hassaan dkk., 2016). Toksisitas logam berat memiliki efek penghambatan pada tanaman pertumbuhan, aktivitas enzimatik, fungsi stoma, aktivitas fotosintesis dan akumulasi nutrisi lainnya elemen, dan juga merusak sistem akar. Selain mencemari tanaman logam berat juga mencemari permukaan air, air tanah, atmosfer dan makanan (Addo dkk., 2012).

2.2 LOGAM KADMIUM

Kadmium (Cd) adalah logam berat beracun yang memasuki lingkungan melalui berbagai sumber antropogenik, dan menghambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kadmium (Cd) termasuk di antara kontaminasi logam, dan dianggap sebagai perhatian lingkungan utama bagi pertanian Sistem sebagai waktu tinggal di tanah lebih dari ribuan tahun. Kadmium telah ditempatkan pada posisi ketujuh peringkat di antara racun atas (Nazar dkk., 2012). Sifat fisik dan kimia kadmium yaitu ketahanan terhadap korosi (khususnya basa dan lingkungan air laut), suhu leleh rendah, aktivitas pertukaran ion cepat, listrik tinggi dan termal

(25)

konduktivitas (baik dalam bentuk paduan dan oksida) membuatnya sesuai untuk dimasukkan ke dalam baterai, paduan dan untuk lempeng listrik, pengelasan, listrik, dan aplikasi fisi nuklir. Terutama, kadmium digunakan untuk menghasilkan pewarna, stabilisator pelapis pelindung plastik dan elektroplating, solder dan paduan, batang kadmium (Sarkar dkk., 2013).

Kadmium merupakan logam lembut berwarna perak keputih-putihan. Struktur fisik dari kadmium adalah memiliki nomor atom 48, berat atom 112,411, radius kristal ionik 0,97, keelektronegatifan 1,50, potensi ionisasi 8,993, pada keadaan oksidasi +2 elektron konfigurasi Kr 4d1 5S2, densitas 8,64 g/cm3, titik leleh 320,9°C dan titik didih 765°C di 100 kPa (Raikwar dkk., 2008). Terkontaminasi dalam jangka panjang terhadap kadmium melalui udara, air, tanah, dan makanan menyebabkan kanker dan toksisitas sistem organ tubuh seperti skeletal, urin, reproduksi, kardiovaskular, saraf pusat dan perifer, dan sistem pernapasan (Rahimzadeh dkk., 2017).

2.3 ADSORPSI

Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain. Adsorben yang dapat digunakan yaitu mempunyai gugus hidroksil dan amida untuk bisa mengadsorpsi ion logam, karena proses adsorpsi terjadi karena interaksi antara ion logam dengan gugus fungsional yang terdapat pada bagian adsorben, untuk membentuk senyawa kompleks (Abdillah dkk., 2015). Adsorpsi merupakan metode yang efektif untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan. Metode adsorpsi bergantung pada kemampuan permukaan adsorben untuk menarik molekul- molekul gas, uap atau cairan (Sun dkk., 2013). Dalam adsorbsi digunakan istilah adsorbat dan adsorben, dimana adsorbat adalah substansi yang terjerap atau substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya, sedangkan adsorben merupakan suatu media penyerap yang dalam hal ini berupa senyawa karbon (Syauqiah dkk., 2011).

2.3.1 Mekanisme Adsorpsi

Mekanisme penjerapan tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu, jerapan secara fisika (fisiosorpsi) dan jerapan secara kimia (kemisorpsi). Pada proses fisiosorpsi gaya yang mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gaya-gaya van der waals. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika

(26)

relatif rendah sekitar 20 kj/mol. Sedangkan pada proses adsorpsi kimia, interaksi adsorbat dengan adsorben melalui pembentuk-an ikatan kimia. Kemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya van der waals atau melalui ikatan hidrogen.

Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen) dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat. Mekanisme proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses dimana molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben secara kimia dan fisika (Syauqiah dkk., 2011).

2.3.2 Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Adsorpsi

Banyaknya molekul molekul gas yang teradsorpsi pada permukaan adsorben dipengaruhi oleh beberapa faktor (Atmoko, 2012) yaitu sebagai berikut :

1. Sifat adsorben

a. Kemurnian adsorben

Adsorben yang lebih murni memiliki daya adsorbsi yang lebih baik

b. Luas permukaan dan volume pori adsorben Semakin besar luas permukaan adsorben maka semakin besar pula jumlah adsorbat yang dapat diserap.

2. Jenis adsorbat

a. Kepolaran adsorbat Apabila memiliki diameter yang sama molekul molekul polar lebih kuat diadsorpsi dari pada molekul molekul yang kurang polar.

b. Ukuran molekul adsorbat Molekul molekul yang bisa di adsorpsi adalah molekul molekul yang berdiameter sama atau lebih kecil dari diameter pori.

3. Temperatur Berkurangnya temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi dan sebaliknya.

2.3.3 Kapasitas Adsorpsi

Jumlah logam yang teradsorpsi pada ekuilibrium, qe (mg/g) ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2.1 (Ademiluyi dan Ujile, 2013).

qe=(C0- mCe)V (2.1) Persentase penyisihan logam pada waktu t, ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2.2 (Ademiluyi dan Ujile, 2013).

(27)

R

=

C0 - C

C0

x

100% (2.2)

Sedangkan jumlah logam yang teradsorpsi pada waktu t, qt (mg/g) ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2.3 (Haryanto dkk., 2016).

qt

=

(C0 - Cmt)V (2.3) dimana Co, Ce dan Ct adalah konsentrasi awal, ekuilibrium dan pada waktu t (mg/L), V adalah volume larutan (L), m adalah berat adsorben (g) dan C adalah konsentrasi pada akhir adsorpsi.

2.3.4 Kinetika Adsorpsi

Kinetika adsorpsi merupakan laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben dalam jangka waktu tertentu. Untuk menyelidiki proses adsorpsi logam berat, model kinetik yang berbeda digunakan untuk menggambarkan tingkat penyerapan adsorbat pada adsorben. Tujuannya untuk mempelajari kinetika adsorpsi dan menemukan model terbaik yang cocok untuk data eksperimen (Chen dkk., 2011).

a. Persamaan Pseudo Orde Satu

Dalam banyak kasus, model kinetika persamaan orde satu kurang cocok dengan seluruh rentang waktu kontak, dan umumnya berlaku pada tahap awal proses adsorpsi [28]. Persamaan orde satu dinyatakan menggunakan Persamaan 2.4 (Liu dkk., 2013).

1

qt

=

(qk1

e)t + 1

qe (2.4)

Dimana qe dan qt adalah jumlah adsorbat (logam berat) yang diserap (mg/g) pada keadaan setimbang dan selang waktu tertentu, t (min) dan k1 merupakan tetapan laju adsorpsi persamaan orde satu (min-1). Hubungan antara 1/qt vs t akan menghasilkan sebuah garis lurus untuk mendapatkan tingkat parameter. Parameter tersebut adalah nilai k1, kapasitas adsorpsi (qe) dan koefisien korelasi (R2).

b. Persamaan Pseudo Orde Dua

Persamaan dua memiliki model yang lebih baik dibandingkan persamaan lainnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi (R2) yang didapatkannya cukup besar (Arshadi dkk., 2014) dan nilai qe teoritis yang dihasilkan sangat dekat dengan nilai qe eksperimental, hal ini menunjukkan bahwa data adsorpsi sangat cocok dibuat dengan menggunakan persamaan persamaan orde dua (Liu dkk.,

(28)

2013). Persamaan orde dua dinyatakan menggunakan Persamaan 2.5 (Chen dkk., 2011).

t qt

=

qt

e

+ 1

k2qe2 (2.5)

Dimana k2 merupakan tetapan laju adsorpsi persamaan orde dua (g/mg.min).

c. Pemodelan Difusi Internal

Difusi internal merupakan proses dimana difusi ion terjadi pada permukaan dalam dan pori-pori. Difusi internal dapat dideskripsikan menggunakan data percobaan mengikuti Persamaan 2.6 (Al-Degs dkk., 2006).

qt= kidt1/2 (2.6) Dimana qt adalah kapasitas adsorpsi pada waktu t (mg/g), kid adalah koefisien difusi (mg/g.min1/2) dan t adalah waktu adsorpsi.

d. Pemodelan Difusi Eksternal

Difusi eksternal merupakan proses dimana difusi dari suatu ion hanya meliputi bagian luar permukaan adsorben atau memiliki keterbatasan. Difusi eksternal dapat dideskripsikan menggunakan Persamaan 2.7 (Al-Degs dkk., 2006).

lnCt/C0= -kf(A/V)t (2.7) Dimana C0, Ct, kf, A/V dan t berturut-turut adalah konsentrasi awal larutan, konsentrasi pada waktu t, koefisien difusi eksternal, perbandingan antara total luas permukaan partikel terhadap volume larutan dan waktu adsorpsi.

2.4 PASIR

Pasir adalah mineral endapan yang memiliki ukuran antara 0,074-0,075 mm dengan ukuran kasar sebesar 3-5 mm dan halus sebesar <1 mm. Pasir dimungkinkan memiliki kandungan mineral yang berbeda-beda, seperti Fe, Ti, Mg, dan Si (Sunaryo dan Iwan, 2010). Menurut Shoni (2013) (Pambudi, 2013), pasir laut hitam memiliki kandungan silika dioksida (SiO2) antara 87-95%, sedangkan pasir putih memiliki kandungan silika dioksida (SiO2) antara 72-84%. Komposisi kelompok fungsional dari atom silika, oksigen, dan hidrogen dapat direpresentasikan sebagai berikut:

S OH + Mn+ S OM(n-1)+ + H+

2 S OH + Mn+ (S O)2 M(n-2)+ + 2H+

(29)

Dimana S merupakan atom pusat (Si) pada penyerapan yang dilakukan oleh permukaan silikat. Permukaan kelompok hidroksil berdisosiasi dalam air dan berfungsi sebagai basa Lewis terhadap kation logam (Mn+). Seperti bagian terdeprotonasinya (satu atau mungkin dua) yang membentuk senyawa kompleks dengan ion logam berat (Awan dkk., 2003).

Besarnya kandungan silika dioksida (SiO2) yang terdapat dalam pasir laut (baik pasir hitam maupun pasir putih) membuat pasir laut dapat mengikat ion berat Cd (II). Ion negatif yang ada pada silika dioksida akan berikatan dengan ion Cd (II). Semakin besar kandungan silika dioksida (SiO2) yang ada di dalam pasir laut, maka kemampuan adsorpsi ion logam Cd (II) semakin besar (Christian, 2016).

2.5 ATOMIC ABSORPTION SPECTROFOTOMETRY (AAS)

Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS) didefinisikan sebagai metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu sampel dengan cara mengukur daya penyerapan radiasi pada uap atom yang dihasilkan dari sampel pada panjang gelombang yang spesifik dan karakteristik dari elemen dalam proses pertimbangan.

Keuntungan utama dari metode AAS, yaitu pemisahan analit dari matriks dengan minimalisasi gangguan pelekatan matriks dan kemungkinan analit pra-konsentrasi yang menyebabkan peningkatan kapasitas pengukuran.

Dagnall dan Kirkbright (1969), menerangkan bahwa untuk menyelidiki potensi analisis spektrum atom penyerapan setelah mempertimbangkan penyebab efek interelemen dalam spektroskopi emisi. Efeknya yaitu, pengaruh dari satu elemen pada intensitas emisi yang lain dan memerlukan standarisasi dan pengembangan kerja sebelum metode emisi spektrografik dijalankan. Dalam kegiatan analisis dari presisi tertinggi yang melibatkan penggunaan fotolistrik spektrometer yang dapat langsung membaca, hal yang tidak kalah pentingnya untuk mengkalibrasi instrumen pada interval yang sering muncul dengan menggunakan standar yang sama. Persyaratan utama untuk AAS ditunjukkan secara skematik pada Gambar 2.1 (Christian, 2016).

Gambar 2.1 Diagram skematik AAS Sumber

utama radiasi

Atomisasi penguapan sampel

Pemilihan panjang gelombang

Detektor

radiasi Hasil

(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Surfaktan dan Aplikasi, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan serta Laboratorium Mikrobiologi Teknik, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN 3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir putih sebagai adsorben yang diperoleh dari Pantai Cermin yang terletak di kecamatan Pantai Cermin, kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kadmium nitrat (Cd(NO3)2) dibeli dari Merck KgaA, Darmstadt, Germany, sebagai sumber kadmium (Cd2+), asam klorida (HCl) dibeli dari Mallinckrodt Baker, Inc, Paris, natrium hidroksida (NaOH) dibeli dari Merck KgaA, Darmstadt, Germany, sebagai pengatur pH dan air (H2O) dari alat Aquadestilator model: SMN BIO, sebagai pelarut.

3.2.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saringan mesh 10, 20, 40 mesh dan 50 mesh, pH meter, gelas ukur, beaker glass 1 Liter, corong gelas, erlenmeyer, neraca analitik, botol plastik, cawan, termometer, pipet tetes, cutter dan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) yang berfungsi untuk mengukur konsentrasi ion (Cd2+).

3.3 PROSEDUR PENELITIAN

3.3.1 Prosedur Preparasi Pasir Putih (Pembuatan Adsorben)

1. Pasir putih diayak dengan ayakan berukuran 10 mesh, 20 mesh, 40 mesh dan 50 mesh

2. Pasir putih dicuci dengan air deionisasi sampai pH air pencuci konstan.

3. Oven dinyalakan dan ditunggu hingga mencapai suhu 60°C

(31)

4. Pasir putih yang telah dicuci kemudian diratakan di atas aluminium foil, ditimbang dan dicatat massanya lalu diletakkan di atas tray oven.

5. Pasir putih ditimbang setiap 10 menit sampai massanya konstan.

Gambar 3.1 Flowchart Preparasi Pasir Putih (Pembuatan Adsorben)

3.3.2 Prosedur Pembuatan Larutan

Larutan yang perlu disediakan yaitu larutan asam serta larutan basa yaitu larutan HCl 0,1 M dan NaOH 0,1 M, pelarut logam yang pH-nya 4,5 sebanyak 5 L dan larutan logam Cd2+ dengan konsentrasi 30, 50 dan 70 ppm dari senyawa Cd(NO3)2.

a. Pembuatan Larutan HCl 0,1 M (1 L)

1. Larutan HCl 37% diambil sebanyak 5,36 mL

2. Larutan HCl 37% dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL

3. Larutan HCl 37% diencerkan dengan aquadest hingga mencapai batas volume 1000 mL.

Mulai

Pasir putih dicuci dengan air deionisasi sampai pH air pencuci konstan Pasir putih diayak dengan ayakan berukuran 10 mesh, 20

mesh, 40 mesh dan 50 mesh

Pasir putih yang telah dicuci kemudian diratakan di atas aluminium foil, ditimbang dan dicatat massanya lalu diletakkan di atas tray oven

Oven dinyalakan dan ditunggu hingga mencapai suhu 60 °C

Selesai

Pasir putih ditimbang setiap 10 menit sampai massanya konstan

(32)

Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Larutan HCl 0,1 M

b. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M (1 L) 1. Padatan NaOH ditimbang sebanyak 4 g

2. Padatan NaOH dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL

3. Padatan NaOH diencerkan dengan aquadest hingga mencapai batas volume 1000 mL.

Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M

c. Pembuatan Larutan Pelarut dengan pH 4,5

1. Aquades disiapkan sebanyak 5 L di dalam botol reagen steril

2. HCl dan NaOH ditambahkan ke dalam aquadest hingga pH larutan 4,5.

Mulai

Padatan NaOH ditimbang sebanyak 4 g

Selesai

Padatan NaOH dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL

Padatan NaOH diencerkan dengan aquadest hingga mencapai batas volume 1000 mL

Larutan HCl 37% diencerkan dengan aquadest hingga mencapai batas volume 1000 mL

Selesai Mulai

Larutan HCl 37% diambil sebanyak 5,36 mL

Larutan HCl 37% dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL

(33)

Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Larutan Pelarut Dengan pH 4,5

d. Pembuatan Larutan Cd2+ 30 ppm

1. Larutan Cd(NO3)2 dengan konsentrasi 1000 ppm sebanyak 9 mL disiapkan 2. Larutan Cd(NO3)2 dimasukkan ke dalam botol reagen steril.

3. Larutan Cd(NO3)2 diencerkan dengan pelarut ber-pH 4,5 hingga mencapai batas volume 300 mL.

Gambar 3.5 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cd2+ (30 ppm)

e. Pembuatan Larutan Cd2+ 50 ppm

1. Larutan Cd(NO3)2 dengan konsentrasi 1000 ppm sebanyak 15 mL disiapkan 2. Larutan Cd(NO3)2 dimasukkan ke dalam botol reagen steril.

3. Larutan Cd(NO3)2 diencerkan dengan pelarut ber-pH 4,5 hingga mencapai batas volume 300 mL.

Mulai

Aquadest disiapkan sebanyak 5 L di dalam botol reagen steril

Selesai

HCl dan NaOH ditambahkan ke dalam aquadest hingga pH larutan 4,5.

Mulai

Selesai

Larutan Cd(NO3)2 diencerkan dengan pelarut ber-pH 4,5 hingga mencapai batas volume 300 mL

Larutan Cd(NO3)2 dengan konsentrasi 1000 ppm sebanyak 9 mL disiapkan

Larutan Cd(NO3)2 dimasukkan ke dalam botol reagen steril

(34)

Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cd2+ (50 ppm)

f. Pembuatan Larutan Cd2+ 70 ppm

1. Larutan Cd(NO3)2 dengan konsentrasi 1000 ppm sebanyak 70 mL disiapkan 2. Larutan Cd(NO3)2 dimasukkan ke dalam botol reagen steril.

3. Larutan Cd(NO3)2 diencerkan dengan pelarut ber-pH 4,5 hingga mencapai batas volume 1000 mL.

Gambar 3.7 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cd2+ (70 ppm) Mulai

Selesai

Larutan Cd(NO3)2 diencerkan dengan pelarut ber-pH 4,5 hingga mencapai batas volume 300 mL

Larutan Cd(NO3)2 dengan konsentrasi 1000 ppm sebanyak 15 mL disiapkan

Larutan Cd(NO3)2 dimasukkan ke dalam botol reagen steril

Mulai

Selesai

Larutan Cd(NO3)2 diencerkan dengan pelarut ber-pH 4,5 hingga mencapai batas volume 1000 mL

Larutan Cd(NO3)2 dengan konsentrasi 1000 ppm sebanyak 70 mL disiapkan

Larutan Cd(NO3)2 dimasukkan ke dalam botol reagen steril

(35)

3.3.3 Prosedur Kinetika Adsorpsi

1. Larutan Cd2+ yang terbaik pada variasi konsentrasi sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer

2. Ditambahkan 10 gram adsorben pasir putih pada ukuran adsorben yang terbaik pada variasi ukuran adsorben

3. Sampel sebanyak 2 mL diambil pada selang waktu 10 menit selama 6 jam 4. Konsentrasi ion Cd2+ pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan AAS.

5. Jumlah adsorbat yang dijerap (qads)dihitung dengan Persamaan 2.1.

Gambar 3.8 Flowchart Mengukur Kinetika Adsorpsi Pada Ukuran Adsorben dan Konsentrasi Larutan Cd Optimum Terhadap Kemampuan Adsorpsi 3.3.4 Prosedur Adsorpsi Batch

a. Variasi Pengaruh Ukuran Adsorben

1. Larutan Cd2+ (70 ppm) sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer 2. Kemudian ditambahkan 10 gram adsorben pasir putih pada ukuran adsorben

tertentu

3. Kemudian didiamkan pada suhu kamar selama 2 jam 4. Sampel sebanyak 2 mL diambil untuk dianalisa

5. Konsentrasi ion Cd2+ pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan AAS Mulai

Larutan Cd2+ yang terbaik pada variasi konsentrasi sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Selesai

Konsentrasi ion Cd2+ pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan AAS

Sampel sebanyak 2 mL diambil pada selang waktu 10 menit selama 6 jam

Ditambahkan 10 gram adsorben pasir putih pada ukuran adsorben yang terbaik pada variasi ukuran adsorben

Jumlah adsorbat yang dijerap (qads)dihitung dengan Persamaan 2.1.

(36)

6. Jumlah adsorbat yang dijerap (qads)dihitung dengan Persamaan 2.1.

7. Percobaan diulang untuk variasi ukuran lainnya.

Gambar 3.9 Flowchart Mengukur Pengaruh Ukuran Adsorben Terhadap Kemampuan Adsorpsi

b. Variasi Konsentrasi Ion Logam

1. Larutan Cd2+ (30 ppm) sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer 2. Kemudian ditambahkan 10 gram adsorben pasir putih dengan ukuran 40

mesh

3. Kemudian didiamkan pada suhu kamar selama 2 jam 4. Sampel sebanyak 2 mL diambil untuk dianalisa

5. Konsentrasi ion Cd2+ pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan AAS 6. Jumlah adsorbat yang dijerap (qads)dihitung dengan Persamaan 2.1.

Mulai

Sampel sebanyak 2 mL diambil untuk dianalisa

Ya Larutan Cd2+ (70 ppm) sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam

erlenmeyer

Selesai

Tidak

Konsentrasi ion Cd2+ pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan AAS

Kemudian didiamkan pada suhu kamar selama 2 jam Kemudian ditambahkan 10 gram adsorben pasir putih pada

ukuran adsorben tertentu

Jumlah adsorbat yang dijerap (qads)dihitung dengan persamaan 2.1

Apakah ada variasi ukuran lainnya?

(37)

7. Percobaan diulang untuk variasi konsentrasi lainnya.

Gambar 3.10 Flowchart Mengukur Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Terhadap Kemampuan Adsorpsi

Mulai

Sampel sebanyak 2 mL diambil untuk dianalisa

Ya Larutan Cd2+ (30 ppm) sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam

erlenmeyer

Selesai

Tidak

Konsentrasi ion Cd2+ pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan AAS

Didiamkan pada suhu kamar selama 2 jam Ditambahkan 10 gram adsorben pasir putih dengan

ukuran 40 mesh

Jumlah adsorbat yang dijerap (qads)dihitung dengan Persamaan 2.1.

Apakah ada variasi konsentrasi lainnya?

(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PERLAKUAN AWAL PADA ADSORBEN PASIR PUTIH

Pasir putih dicuci dengan aquadest untuk mendapatkan kodisi pH konstan yang sama pada tiap ukuran pasir putih dan juga untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang masih melekat pada pasir seperti debu, tanah, dan zat-zat organik maupun anorganik lainnya. Dari proses pencucian diketahui bahwa pH awal pasir putih adalah sebesar 5,7. Hal ini menunjukkan bahwa pasir putih masih bersifat asam yang disebabkan oleh kandungan zat-zat pengotor yang ada pada pasir putih. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa untuk dapat menghilangkan kandungan zat-zat pengotor yang ada pada pasir putih dibutuhkan 8 kali pencucian sampai pH air pencuci menjadi konstan, yaitu pada pH 6,8.

Gambar 4.1 Tahap Pencucian Adsorben Pasir Putih Hingga pH Netral

Setelah tahap pencucian selesai, pasir putih yang telah dipisahkan menurut ukurannya masing-masing dikeringkan di dalam oven dengan kondisi operasi pada suhu 60oC. Tujuan dari tahap pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air yang ada pada pasir putih sampai pasir tersebut benar-benar kering dan mencapai kadar air tertentu. Dari tahap pengeringan diperoleh hasil bahwa untuk mendapatkan massa yang konstan, sampel dengan ukuran 10/20 mesh membutuhkan waktu pengeringan selama 100 menit, untuk sampel dengan ukuran 20/40 mesh membutuhkan waktu

5 5.5 6 6.5 7

1 2 3 4 5 6 7 8

pH

Pencucian

(39)

pengeringan selama 120 menit dan untuk sampel dengan ukuran 40/50 mesh membutuhkan waktu pengeringan selama 130 menit, seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Tahap Pengeringan Adsorben Pasir Putih

Gambar 4.3 menunjukkan pasir putih pada kondisi sebelum dan sesudah perlakuan awal. Kondisi pasir putih setelah perlakuan awal terlihat lebih bersih tanpa adanya zat-zat pengotor.

(a) (a) (b)

Gambar 4.3. Pasir Putih (a) Sebelum Perlakuan Awal dan (b) Sesudah Perlakuan Awal

4.2 PENENTUAN WAKTU KONTAK OPTIMUM DAN KINETIKA ADSORPSI

Waktu kontak merupakan lamanya waktu yang dibutuhkan adsorben (pasir putih) untuk menjerap adsorbat (Cd2+) secara optimum dalam proses adsorpsi untuk mengetahui kinetikanya. Dari data Tabel L1.4 dapat dibuat grafik antara waktu kontak dengan persentase penyisihan logam (R) Cd2+.

150 160 170 180 190 200

0 20 40 60 80 100 120

Massa (gr)

Waktu (menit)

10/20 mesh 20/40 mesh 40/50 mesh

(40)

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa persentase penyisihan logam semakin besar dengan bertambahnya waktu kontak dan akan konstan pada waktu tertentu. Kenaikan konsentrasi Cd2+ yang teradsorpsi mencapai titik optimum pada waktu 120 menit dengan persentase penyisihan logam sebesar 30,7%. Pada 5 menit pertama persentase penyisihan logam Cd2+ adalah 9,28%. Penjerapan ion Cd2+ semakin meningkat sampai pada waktu 80 menit yaitu dengan persentase penyisihan logam Cd2+ sebesar 30,26%. Setelah interaksi berlangsung selama 80 menit, adsorpsi ion logam Cd2+ mendekati konstan. Hal ini menunjukkan telah tercapainya keadaan kesetimbangan. Pada keadaan ini, kapasitas adsorpsi di permukaan pasir putih telah jenuh dan telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi ion logam Cd2+ dalam adsorben pasir putih sehingga penjerapan pada waktu kontak 80 menit sampai dengan 360 menit menjadi konstan atau hampir sama.

Gambar 4.4 Persentase Penyisihan Logam Cd2+ dengan Konsentrasi Ion Logam Cd2+

70 ppm dan Ukuran Adsorben 40/50 mesh

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa semakin lama waktu kontak antara adsorben pasir putih dengan adsorbat Cd2+, maka persentase penyisihan logam Cd2+ semakin besar. Hal ini disebabkan semakin lama waktu interaksi adsorben dengan adsorbat menyebabkan peningkatan kadar Cd2+ yang diadsorpsi dan akan konstan saat adsorben tidak dapat lagi mengadsorpsi. Haryanto dkk. (2018) menyatakan bahwa agar kesetimbangan adsorpsi dapat dicapai, diperlukan waktu kontak yang cukup antara adsorbat dengan adsorben.

Kinetika adsorpsi digunakan untuk mengetahui laju adsorpsi yang terjadi pada 0

5 10 15 20 25 30 35

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

R (%)

Waktu (menit)

(41)

adsorben terhadap adsorbat dan dipengaruhi oleh waktu. Waktu kontak yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi dijadikan sebagai ukuran laju adsorpsi. Pada penelitian ini pengujian laju adsorpsi dilakukan dengan menebak orde reaksinya. Orde reaksi laju suatu reaksi kimia atau proses kimia diartikan sebagai kecepatan terjadinya suatu reaksi. Dalam penelitian ini, data kinetika adsorpsi diperoleh secara empiris dengan menggunakan model pseudo orde satu (Persamaan 4.1) dan pseudo orde dua (Persamaan 4.2) (Thambavani dan Kavitha, 2014).

1

qt

=

(qk1

e)t + 1

qe (4.1) t

qt

=

qt

e + 1

k2qe2 (4.2) Dari hasil perhitungan teoritis, persamaan orde satu dan orde dua memiliki nilai koefisien korelasi (R2) yang hampir sama. Perbandingan nilai koefisien korelasi (R2) dapat digunakan untuk menentukan pemodelan yang sesuai dengan proses adsorpsi.

Persamaan orde satu memiliki nilai R2 sebesar 0,97 dan persamaan orde dua memiliki nilai R2 sebesar 0,99. R2 diperoleh dengan cara membuat grafik antara data kapasitas adsorpsi (qt) terhadap waktu dengan menggunakan Persamaan 4.1 dan Persamaan 4.2, yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6.

Gambar 4.5 Pemodelan Pseudo Orde Satu pada Konsentrasi Logam Cd2+ 70 ppm dan Ukuran Adsorben 40/50 Mesh

y = 56.838x + 4.4591 R² = 0.976

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

0.00 0.10 0.20 0.30

1/qt (g/mg)

1/t (1/Menit)

(42)

Gambar 4.6 Pemodelan Pseudo Orde Dua pada Konsentrasi Logam Cd2+ 70 ppm dan Ukuran Adsorben 40/50 Mesh

Dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa proses adsorpsi yang berlangsung pada penelitian ini melibatkan interaksi secara kimia (chemisorption) dan interaksi secara fisika (penyerapan fisika) antara adsorben dan adsorbat pada permukaan terjadi bersamaan. Penelitian yang dilakukan oleh Haryanto dkk. (2018), yaitu adsorpsi menggunakan pasir putih dengan pengadukan juga memperoleh hasil bahwa pada permukaan pasir putih terjadi interaksi secara kimia dan interaksi secara fisika antara adsorben dan adsorbat secara bersamaan. Hal tersebut didukung oleh hasil analisis FTIR yang dapat dilihat pada Gambar 4.7. Hasil analisis FTIR menunjukkan adanya perubahan gugus sesudah proses adsorpsi berlangsung.

Gambar 4.7 Hasil Analisis FTIR pada Pasir Putih Sebelum dan Sesudah Proses Adsorpsi

y = 3.9278x + 77.001 R² = 0.9901

0 100 200 300 400 500 600

0 50 100 150

t/qt(g.min/mg)

t (Menit)

Sebelum Adsorpsi Sesudah Adsorpsi

(43)

Menurut Skoog dkk. (1998), pada bilangan gelombang 690-900 1/cm menunjukkan ikatan yang kuat untuk gugus C-H. Pada bilangan gelombang 1050- 1300 1/cm menunjukkan ikatan yang kuat untuk gugus C-O. Pada bilangan gelombang 1690-1760 1/cm menunjukkan ikatan yang kuat untuk gugus C=O.

Gambar 4.7 menunjukkan bahwa pada panjang gelombang 500-1500 1/cm terjadi perubahan gugus fungsi pada permukaan pasir putih setelah proses adsorpsi. Dari perubahan gugus fungsi tersebut dapat diasumsikan bahwa pasir putih mengalami interaksi dengan logam Cd selama proses adsorpsi. Walaupun demikian, kesimpulan tersebut belum sepenuhnya menjadi kesimpulan akhir dari penelitian ini. Perlu dilakukan analisa yang lebih spesifik terhadap reaksi kimia yang terjadi.

4.3 PENENTUAN DIFUSI PORI

Pemodelan difusi internal dan difusi eksternal dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan adsorpsi logam berat kadmium (Cd2+) pada jenis adsorben pasir putih seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9. Persamaan 4.3 adalah model kinetika difusi internal dan Persamaan 4.4 adalah model kinetika difusi eksternal (Al-Degs dkk., 2006).

qt= kidt1/2 (4.3) ln Ct/C0 = -kf(A/V)t (4.4)

Gambar 4.8 Pemodelan Kinetika Difusi Internal pada Konsentrasi Logam Cd2+ 70 ppm dan Ukuran Adsorben 40/50 Mesh

y = 0.0183x + 0.0391 R² = 0.9522

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30

0 5 10 15

qt (mg)

t1/2 (min1/2)

(44)

Gambar 4.9 Pemodelan Kinetika Difusi Eksternal pada Konsentrasi Logam Cd2+ 70 ppm dan Ukuran Adsorben 40/50 Mesh

Gambar 4.7 dan 4.8 menunjukkan bahwa pemodelan kinetika difusi internal memiliki nilai R2 = 0,95 dan difusi eksternal memiliki nilai R2 = 0,85. Nilai koefisien korelasi (R2) difusi internal lebih tinggi dibandingkan dengan nilai koefisien korelasi (R2) difusi eksternal. Al-Degs dkk. (2006) menyatakan jika difusi ion terjadi pada permukaan dalam dan pori-pori, maka proses ini disebut difusi internal.Dari nilai R2 dapat diketahui bahwa pada penelitian ini pemodelan kinetikanya adalah kecenderungan (trend) difusi internal. Hal ini menunjukkan bahwa pada adsorben terdapat inter partikel area permukaan pasir yang mengalami difusi internal antar partikel pori. Penelitian yang dilakukan oleh Christian (2016), yaitu adsorpsi logam Cd2+ menggunakan pasir putih dengan pengadukan juga memperoleh hasil bahwa difusi yang terjadi pada adsorben adalah difusi internal.

4.4 PERSENTASE PENYISIHAN LOGAM Cd2+ DENGAN VARIASI UKURAN ADSORBEN

Data persentase penyisihan logam Cd2+ pasir putih pada variasi ukuran dapat dilihat pada Tabel L1.5 dan pada Gambar 4.10. Hasil analisa menunjukkan adanya perbedaan persentase penyisihan logam pada variasi ukuran adsorben. Semakin kecil ukuran adsorben maka persentase penyisihan logam akan semakin tinggi. Adsorben yang berukuran 40/50 mesh memiliki persentase penyisihan logam 6,05% lebih tinggi dibandingkan dengan adsorben yang berukuran 20/40 mesh. Sedangkan

y = 0.0013x + 0.0945 R² = 0.8557

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30

0 50 100 150

qt (mg)

t (min)

(45)

dibandingkan dengan adsorben yang berukuran 10/20 mesh, adsorben yang berukuran 40/50 mesh memiliki persentase penyisihan logam lebih tinggi sebesar 9,48%.

Gambar 4.10 Persentase Penyisihan Logam dengan Variasi Ukuran Adsorben pada Konsentrasi Larutan Cd2+ 70 ppm

Data hasil analisa di atas menunjukkan bahwa pada ukuran adsorben 40/50 mesh memiliki daya adsorpsi paling besar dibandingkan dengan ukuran 10/20 mesh dan 20/40 mesh. Hal ini disebabkan karena ukuran 40/50 mesh memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran 10/20 mesh dan 20/40 mesh, sehingga membuat proses penjerapan ion logam menjadi maksimal. Haryanto dkk. (2016) menyatakan bahwa besarnya daya adsorpsi berbanding lurus dengan luas permukaannya. Semakin besar luas permukaan suatu adsorben, maka daya adsorpsinya akan semakin besar pula. Penelitian yang dilakukan oleh Christian (2016), yaitu adsorpsi logam Cd2+ menggunakan pasir putih dengan pengadukan juga memperoleh hasil bahwa pada ukuran adsorben yang lebih kecil diperoleh kapasitas dan persentase penyisihan logam yang lebih tinggi.

4.5 PERSENTASE PENYISIHAN LOGAM Cd2+ DENGAN VARIASI KONSENTRASI LARUTAN

Data persentase penyisihan logam pasir putih pada variasi konsentrasi larutan Cd2+ dapat dilihat pada Tabel L1.6 dan pada Gambar 4.11. Hasil analisa menunjukkan adanya perbedaan persentase penyisihan logam pada variasi konsentrasi larutan Cd2+. Semakin tinggi konsentrasi larutan Cd2+, maka persentase penyisihan logam akan semakin tinggi. Larutan Cd2+ dengan konsentrasi 70 ppm

21.22

24.65

30.70

0 5 10 15 20 25 30 35

10 20 40

R (%)

Ukuran Adsorben (mesh)

(46)

memiliki persentase penyisihan logam 3,21% lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi larutan 50 ppm. Sedangkan dibandingkan dengan konsentrasi larutan 30 ppm, Larutan Cd2+ dengan konsentrasi 70 ppm memiliki persentase penyisihan logam lebih tinggi sebesar 7,86%.

Gambar 4.11 Persentase Penyisihan Logam dengan Variasi Konsentrasi Larutan Cd2+ pada Ukuran Adsorben Pasir Putih 40/50 mesh

Data hasil analisa di atas menunjukkan bahwa pada konsentrasi larutan Cd2+ 70 ppm diperoleh daya adsorpsi paling besar dibandingkan dengan konsentrasi larutan Cd2+ 50 ppm dan konsentrasi larutan Cd2+ 30 ppm. Persentase penyisihan logam berbanding lurus dengan konsentrasi ion logam. Interaksi antara ion logam dan adsorben akan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi larutan logam.

Konsentrasi larutan yang lebih tinggi lebih banyak mengalami proses adsorpsi. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya konsentrasi suatu larutan logam, akan menyebabkan semakin besarnya gaya dorong (driving force) yang dapat menyebabkan larutan dapat diserap sampai ke dalam situs aktif pada adsorben (Christian, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Christian (2016), yaitu adsorpsi logam Cd2+ menggunakan pasir putih dengan pengadukan juga memperoleh hasil bahwa pada konsentrasi larutan Cd2+ yang lebih tinggi diperoleh kapasitas dan persentase penyisihan logam yang lebih tinggi.

22.84

27.49

30.70

0 5 10 15 20 25 30 35

30 50 70

R (%)

Konsentasi Larutan (ppm)

(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari penelitian ini, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengaruh waktu adsorpsi menunjukkan bahwa semakin lama waktu kontak antara adsorben pasir putih dengan adsorbat Cd2+, maka persentase penyisihan logam Cd2+ semakin besar.

2. Pada pemodelan kinetika adsorpsi diperoleh koefisien korelasi yang hampir sama antara persamaan orde satu dan orde dua, yang menunjukkan bahwa tipe interaksi ion Cd2+ pada permukaan adsorben terjadi secara kimia dan fisika.

3. Pemodelan kinetika adsorpsi menunjukkan kecenderungan difusi internal yang menunjukkan pada adsorben terdapat inter partikel area permukaan pasir yang mengalami difusi internal antar partikel pori.

4. Pada penentuan persentase penyisihan logam dengan variasi ukuran adsorben, yang paling baik menjerap ion logam Cd2+ adalah ukuran 40/50 mesh dengan dengan persentase konsentrasi Cd2+ yang teradsorpsi sebesar 30,7%.

5. Pada penentuan persentase penyisihan logam dengan variasi konsentrasi larutan, yang paling baik adalah konsentrasi 70 ppm dengan persentase konsentrasi Cd2+

yang teradsorpsi sebesar 30,7%.

5.2 SARAN

Saran yang dapat diberikan untuk mengembangkan pengetahuan di bidang adsorpsi adalah sebagai berikut:

1. Disarankan untuk melakukan analisa terhadap permukaan dan pori-pori adsorben, untuk melihat ion logam Cd2+ yang terjerap pada adsorben dengan menggunakan alat SEM.

2. Disarankan untuk melakukan kajian terhadap pemurnian pasir yang telah terkontaminasi logam kadmium.

3. Disarankan untuk melakukan variasi perbandingan antara massa adsorben dan larutan ion logam untuk mendapatkan kondisi adsorpsi yang terbaik.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul ” Kajian Kemampuan Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd +2 ) Dan Tembaga (Cu +2 ) Serta Kompetisi Larutan Biner Dengan

C.3 Foto Hasil Adsorpsi Batang Jagung Menggunakan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS). Gambar C.9 Peak Untuk Ion Logam

Kecepatan Pengadukan Terhadap Kemampuan Adsorpsi 23 Gambar 4.1 Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih 26 Gambar 4.2 Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih 27 Gambar 4.3

Kemampuan adsorpsi ini menunjukkan bahwa batang jagung memiliki potensi sebagai adsorben dalam menyerap ion logam dalam larutan.. Kata kunci: adsorpsi, batang

Adapun permasalahan yang akan diteliti yaitu bagaimana pengaruh bentuk adsorben, pengaruh waktu, konsentrasi ion Cd +2 dan ion Cu +2 serta pengaruh konsentrasi

Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “Kemampuan Adsorpsi Batang Jagung (Zea mays L.) terhadap Logam Berat Ion Kadmium (Cd 2+ ) pada Kolom Adsorpsi secara Kontinu

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penjerapan ion kadmium (Cd 2+ ) oleh HAp sebagai adsorben dengan memvariasikan konsentrasi Cd 2+ mula- mula dan dosis adsorben

2 | Juli 2015 Pengaruh Konsentrasi Ion Kadmium Terhadap Remediasi Logam Berat Kad- mium Cd II oleh Nostoc commune Konsentrasi larutan ion logam berkaitan dengan ion logam yang