• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

E. Fraksinasi Dengan Kromatografi Kolom

Komponen yang berada dalam campuran, seperti ekstrak yang berasal dari organisme hidup dapat dipisahkan ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai persamaan karakter fisika-kimianya. Proses ini disebut fraksinasi dan dapat dilakukan dalam berbagai metode. Metode yang digunakan antara lain :

1. Pengendapan

Campuran dapat diendapkan dengan berbagai metode. Pengendapan dapat digunakan untuk memindahkan bahan yang tidak diinginkan dan mempertahankan bahan yang penting dalam larutan. Metode yang paling sederhana adalah dengan menurunkan temperatur larutan. Komponen yang kurang larut dapat diendapkan dan dipisahkan dengan sentrifugasi atau filtrasi. Cara lainnya yaitu dengan mengubah polaritas pelarut dengan menambahkan pelarut yang dapat bercampur dengan polaritas yang berbeda. Salting out juga merupakan salah satu cara fraksinasi dengan pengendapan yaitu dengan menambahkan ekstrak berair dengan larutan elektrolit yang sangat larut air sehingga bahan non-ionik akan terendapkan (Houghton, 1988) 2. Ekstraksi pelarut-pelarut

Cara fraksinasi ini menggunakan corong pisah. Ketika ekstrak ditambah cairan lain yang tidak dapat bercampur maka akan terbentuk dua lapisan. Masing-masing komponen dalam ekstrak akan terlarut pada Masing-masing-Masing-masing fase lapisan hingga konsentrasinya mencapai titik keseimbangan. Pelarut yang mudah menguap tidak boleh digojog dengan cairan panas atau hangat, karena akan meningkatkan tekanan uap yang dapat menyebabkan tutup corong terdorong dan isinya tersemprot keluar. Beberapa fase organik sangat mudah membentuk emulsi dengan larutan yang

mengandung air contohnya pelarut kloroform dan diklorometan. Sehingga penggunaan pelarut ini sebaiknya dihindari, namun bila tetap digunakan sebaiknya campuran digojog dengan lembut (Houghton, 1988).

3. Destilasi

Pemisahan campuran yang mengandung komponen volatile efektif dipisahkan dengan destilasi. Alat yang digunakan pada fraksinasi ini adalah destilator. Cara ini dilakukan secara ekstensif dalam industri, namun penggunaannya terbatas untuk fraksinasi ekstrak tanaman dan hanya dapat dipakai untuk minyak

volatile (minyak esensial) (Houghton, 1988). 4. Dialisis

Dialisis merupakan metode pemisahan komponen dari suatu campuran berdasarkan ukuran molekulnya. Bagian yang penting dari prosedur ini adalah membran semipermeabel yang tipis yang mengandung polimer dengan pori-pori tertentu yang memberikan jalan untuk molekul kecil (massa molekul < 1000 dalton). Molekul dengan ukuran yang lebih besar tidak mungkin dapat lewat. Tekanan osmotik yang mendekati molekul berukuran kecil dalam suatu campuran mampu melewati membran sedangkan molekul yang lebih besar tertinggal (Houghton, 1988). 5. Elektroforesis

Elektroforesis merupakan suatu metode pemisahan substansi dari suatu campuran yang mengandung energi listrik. Dibawah pengaruh energi listrik, masing-masing molekul akan bergerak dengan kecepatan berbeda-beda berdasarkan pada ukuran, bentuk, dan total energi listrik. Elektroforesis utamanya digunakan sebagai

metode analisis suatu campuran dalam jumlah kecil yang mengandung molekul bermuatan terutama protein, peptida dan asam amino (Houghton, 1988).

6. Kromatografi

Prosedur kromatografi merupakan teknik yang digunakan secara luas pada fraksinasi ekstrak. Teknik ini tidak diragukan lagi untuk isolasi banyak senyawa alam. Kromatografi terdiri dari dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam untuk prosedur fraksinasi biasanya berupa padatan. Proses kromatografi terjadi akibat adanya kesetimbangan dinamik zat terlarut pada dua fase.

Berdasarkan distribusinya, kromatografi dibagi menjadi dua yaitu adsorpsi dan partisi. Adsorpsi merupakan distribusi senyawa diantara permukaan padat dan cairan, sedangkan partisi merupakan distribusi senyawa diantara dua cairan yang tidak saling campur.

Kromatografi kolom merupakan teknik yang paling tua. Sebuah tabung diisi dengan fase diam padat, sampel diletakkan di bagian atas kolom dan fase gerak dialirkan ke bawah melewati kolom. Plat KLT harus dikeringkan, karena bahan yang digunakan sebagai fase diam (misal silika gel) biasanya mengandung air berlebih. Adanya air akan menempati sisi adsorpsi sehingga menurunkan efisiensi adsorben dan menurunkan retensi komponen, dan mengakibatkan menurunnya waktu elusi. Untuk mengatasinya dilakukan dengan menurunkan polaritas campuran fase gerak menjadi fase normal sehingga KLT akan memberikan pemisahan yang baik dengan meningkatkan proporsi komponen non polar (Houghton, 1988).

F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ialah metode pemisahan fisikokimia. Prinsip Kerja KLT yaitu berupa lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita. Kemudian pelat atau logam ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak) pemisahan terjadi selama pengembangan. Senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (Stahl, 1985). KLT dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom (Gritter et al., 1991).

Pada dasarnya KLT melibatkan dua peubah : sifat fase diam dan sifat fase gerak. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fase diam yang paling umum dipakai adalah silika gel (asam silikat), alumina (alumunium oksida), kiselgur (tanah diatome), dan selulosa (Gritter, 1991).

Silika gel (SiO2) merupakan penyerap yang paling banyak dipakai dan dapat dianggap sebagai penyerap yang paling serbaguna. Silika gel dapat dipakai pada semua pelarut. Namun pemakaiannya agak terbatas karena adanya ciri ikatan hidrogen, terutama pada pelarut jika ada air, methanol, dan etanol (Gritter, 1991). Fase gerak merupakan medium yang terdiri dari satu atau beberapa pelarut yang

bergerak didalam fase diam karena adanya gaya kapiler sehingga menghasilkan pemisahan senyawa berdasarkan sifat kepolarannya (Stahl, 1985).

Menurut Cordell (1981) sistem KLT untuk alkaloid golongan piridin biasanya menggunakan fase gerak Kloroform : Metanol : Asam asetat ( 60:10:1) dan fase diam yang digunakan adalah Silika Gel G.

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Identifikasi senyawa menggunakan harga Rf, harga Rf didefinisikan sebagi berikut:

eluen rambat Jarak bercak rambat Jarak Rf Harga =

Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni kemudian dibandingkan dengan harga-harga standar (Sastrohamidjojo, 2002).Angka Rf berjarak antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal (Stahl, 1985).

G. Metode Pengukuran Potensi Antibakteri Metode pengukuran antibakteri dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. Metode dilusi

Ada dua macam cara yaitu dilusi cair dan dilusi padat. Pada prinsipnya antibiotik diencerkan sehingga diperoleh beberapa macam kadar. Pada dilusi cair, tiap-tiap kadar sampel obat ditambahkan pada suspensi kuman dalam media. Pada dilusi padat setiap kadar obat dicampur dengan media agar kemudian ditanami kuman. Pengamatannya adalah ada tidaknya pertumbuhan kuman atau bila mungkin tingkat kesuburan kuman. Metode dilusi ini dapat digunakan untuk menentukan KHM dan KBM (Anonim, 1986a).

2. Metode difusi

Dilakukan dengan cara menempatkan obat pada media padat yang telah ditanami dengan biakan bakteri. Metode difusi ada beberapa cara :

a. Cara Kirby Bauer

Metode ini dilakukan dengan mengoleskan permukaan media agar dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam suspensi bakteri, kemudian diletakkan kertas samir yang mengandung antibakteri diatasnya, diinkubasikan pada 37°C selama 18-24 jam. Hasilnya dibaca berupa zona radikal dan irradikal. Zona radikal adalah suatu daerah di sekitar kertas samir (disk) yang tidak ditemukan sama sekali pertumbuhan bakteri. Sedangkan zona irradikal adalah suatu daerah sekitar disk yang pertumbuhan bakteri dihambat tetapi tidak dimatikan (Anonim, 1986a).

b. Cara sumuran

Penyiapan dilakukan seperti cara Kirby Bauer. Setelah biakan siap, dibuat sumuran dengan diameter tertentu dan tegak lurus terhadap permukaan media, ke dalam sumuran ini diteteskan larutan uji lalu diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37°C. Hasilnya dibaca sama seperti cara Kirby Bauer (Anonim, 1986a).

c. Cara pour plate

Suspensi bakteri yang telah memenuhi standar konsentrasi bakteri (108 CFU/ml) diambil 1 ose dan dimasukkan ke dalam 4 ml media agar base 1,5% yang mempunyai suhu 50°C. Setelah suspensi kuman tersebut homogen, dituang pada media agar Mueller Hinton, ditunggu sebentar agar membeku, disk diletakkan di atas media, diinkubasi selama 15-20 jam pada suhu 37°C, dibaca hasilnya sesuai cara Kirby Bauer (Anonim, 1986a).

H. Metode Bioautografi

Dalam mengevaluasi campuran antibakteri pada KLT, ada 2 metode yang digunakan untuk mengetahui bercak atau komponen yang aktif dan juga yang tidak aktif sebagai antibakteri, kedua metode tersebut adalah: deteksi mikrobiologi (bioautografi) dan deteksi kimia dengan reaksi warna spesifik. Bioautografi merupakan metode universal untuk mengetahui antibiotik yang belum diketahui komponennya. Keuntungan metode deteksi kimia yaitu waktu pengerjaannya yang lebih cepat dibanding bioautografi (bioautografi membutuhkan waktu 6-16 jam tergantung dari pertumbuhan mikroorganisme), namun metode deteksi kimia tidak dapat menunjukkan aktifitas biologi dari campuran dan metode deteksi kimia hanya dapat dilakukan apabila ditemukan reagen yang cocok. Deteksi kimia dengan reaksi warna spesifik digunakan sebagai pembanding hasil bioautografi sehingga kedua metode diatas saling melengkapi (Stahl, 1969).

Dalam prakteknya, kromatogram diletakkan pada permukaan media agar di dalam petri yang telah telah diinokulasi dengan mikroorganisme yang sensitif untuk antibiotik yang dipelajari. Setelah diinkubasi selama 15-20 jam pada temperatur kira-kira 37°C akan tampak zona hambat pada lapisan media agar, dimana antibiotik berdifusi ke lapisan tersebut dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan lapisan media agar yang ditumbuhi mikroorganisme akan tampak buram. Cara ini disebut bioautografi kontak (Zweig dan Whitaker, 1971).

Cara lain yang dapat dilakukan untuk memperjelas kenampakan zona hambat yaitu dengan memasukkan tetrazolium ke dalam lapisan media agar atau menambahkan larutan tetrazolium pada tempat tumbuhnya organisme setelah

diinkubasi, kemudian media agar dibiarkan beberapa waktu. Daerah yang ditumbuhi oleh organisme akan berwarna merah sedangkan daerah hambatan akan berwarna jernih. Selain larutan tersebut dapat juga digunakan larutan 2,3,5-trifeniltetrazolium klorida dan larutan 2,6-diklorofenol indofenol setelah 4 jam diinkubasi. Kemudian media tersebut diinkubasi lagi selama 30 menit. Zona hambat akan berwarna biru (Zweig dan Whitaker, 1971 ; Wagman dan Weinstein, 1973).

Larutan tetrazolium digunakan untuk mendeteksi zona hambat pada metode bioautografi immersi dan bioautografi langsung. Dimana pada bioautografi immersi

kromatogram ditutup dengan agar yang masih cair. Setelah agar memadat kemudian diinkubasi. Kekurangan dari bioautografi immersi yaitu adanya pengenceran antibakteri pada lapisan agar selama agar masih berbentuk cair sehingga zona hambat yang terjadi dapat menyebar (Choma, 2005).

Bioautografi langsung dilakukan dengan mencelupkan atau menyemprot suspensi bakteri yang dicampur dengan larutan tetrazolium. Kemudian plat diinkubasi. Cara ini yang paling rumit dan alat yang digunakan lebih mahal dibandingkan bioautografi kontak (Choma, 2005).

I. Landasan teori

Kulit batang kemiri digunakan dalam pengobatan secara tradisional, diantaranya sebagai obat disentri, urus-urus, luka infeksi, sembelit (Kardono et al., 2003).

Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri yang sudah resisten terhadap antibiotik golongan penisilin [MRSA (Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus)].

Hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi S. aureus sepanjang hidupnya, bervariasi mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat (Jawetz et al., 1995).

Fraksi etil asetat kulit batang kemiri mengandung alkaloid golongan piridin– piperidin sebagai antibakteri pada Staphylococcus aureus dengan KHM sebesar 10 mg/ml dan dapat diisolasi dengan metode KLT (Melinda, 2005). Piridin-piperidin merupakan golongan alkaloid yang mempunyai aktivitas antibakteri yang kuat maupun lemah ( Roberts, 1998).

Remaserasi kinetik digunakan sebagai metode penyarian. Dengan metode remaserasi, senyawa yang terdapat dalam serbuk kulit batang kemiri dapat tersari seluruhnya karena adanya pengulangan maserasi dengan penggantian pelarut setiap 24 jam. Dengan adanya kinetik dapat mengoptimalkan jumlah senyawa yang dapat larut dalam kloroform. Selain itu metode ini mudah dan sederhana (Mursyidi, 1990). Penggunaan kloroform diharapkan mampu menyari alkaloid dari kulit batang kemiri yang berpotensi sebagai antibakteri.

Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan ekstrak menjadi beberapa fraksi. Fraksinasi dilakukan dengan kromatografi kolom karena alkaloid biasanya difraksinasi dengan metode ini dan selanjutnya dimonitor dengan kromatografi lapis tipis (Cordell, 1981). Keuntungan pemisahan menjadi beberapa fraksi yaitu memudahkan dalam pengidentifikasian senyawa. Menurut Cordell (1981) fase gerak untuk alkaloid piridin adalah kloroform : metanol : asam asetat (60:10:1). Namun pada penelitian ini fase gerak yang digunakan adalah kloroform p.a : etanol p.a (95:5), kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2), dan kloroform p.a :

etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5). Etanol digunakan sebagai pengganti metanol karena metanol bersifat toksik. Karena metanol mempunyai nilai kepolaran 5,1 dan etanol 5,2 maka perbandingan jumlah etanol yang digunakan lebih sedikit. Hal ini bertujuan supaya kepolaran pelarut mendekati kepolaran fase gerak kloroform : metanol : asam asetat (60:10:1) sehingga alkaloid tersari di fase gerak ini.

Metode bioautografi kontak adalah metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT yang punya potensi antibakteri. Bercak yang mempunyai potensi antibakteri dapat dideteksi dengan membandingkan harga Rf antara zona hambat yang terbentuk dengan harga Rf pembanding (piridin).

J. Hipotesis

Fraksi-fraksi kloroform-etanol-asam asetat berfungsi sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmakognosi Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas

Beberapa fraksi hasil pemisahan kromatografi kolom. b. Variabel tergantung

Diameter zona hambat terhadap pertumbuhan S. aureus.

c. Variabel terkendali

Umur tanaman kemiri ± 6 tahun diambil dari lingkungan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, kondisi tempat tumbuh tanaman, waktu remaserasi 3 x 24 jam, waktu inkubasi bakteri uji 24 jam, suhu inkubasi bakteri uji 370C, volume dan jenis media pertumbuhan mikroba uji yaitu nutrien agar (NB dan NA).

d. Variable tak terkendali Viabilitas S. aureus.

2. Definisi Operasional

a. Potensi antibakteri adalah kemampuan fraksi kloroform p.a : etanol p.a (95:5), fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2), dan fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5) dari ekstrak kloroform kulit batang kemiri untuk menghambat atau membunuh bakteri Staphylococcus aureus dalam biakan murni NA.

b. Kulit batang kemiri adalah kulit batang dari tanaman kemiri yang berumur ± 6 tahun yang merupakan bagian luar dari bagian kayu yang berbatasan dengan kambium batang.

c. Ekstrak Kloroform adalah semua zat yang terkandung dalam kulit batang kemiri yang tersari dalam kloroform dengan ekstraksi menggunakan metode remaserasi kinetik.

d. Fraksi adalah hasil pemisahan dari kromatografi kolom dalam berbagai variasi perbandingan pelarut yaitu fraksi I [kloroform p.a : etanol p.a (95:5)], fraksi III [kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2)], dan fraksi V [kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5)].

e. Fraksi aktif adalah fraksi yang didapat dari pemisahan dengan kromatografi kolom yang mempunyai zona hambat terhadap pertumbuhan S. aureus terbesar di sekitar sumuran.

f. Zona hambat adalah daerah yang terbentuk disekitar sumuran atau di daerah sekitar bercak plat kromatogram yang lebih jernih dibandingkan daerah disekitarnya.

g. Difusi sumuran adalah metode yang digunakan untuk menguji potensi antibakteri fraksi kloroform p.a : etanol p.a (95:5), fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2), dan fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5) dari ekstrak kloroform kulit batang kemiri terhadap S. aureus.

h. Bioautografi kontak adalah metode untuk mendeteksi bercak senyawa pada kromatogram hasil KLT fraksi aktif yang mempunyai potensi sebagai antibakteri terhadap bakteri S. aureus.

C. Bahan dan alat Penelitian 1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kulit batang kemiri yang didapat dari lingkungan fakultas farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; Kultur murni S. aureus didapat dari laboratorium mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta; Medium Nutrien Agar (NA) (Oxoid); Medium Nutrien broth (NB); DMSO; Petroleum eter t.k; kloroform t.k; aquadest steril; fase diam : silica gel GF 254 p.a. (E. Merck); NaSO4 anhidrat; larutan standar Mac Farland II (setara dengan kepadatan bakteri 6.108 (CFU/ml); fase gerak kloroform p.a : etanol p.a (95:5); fase gerak kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2); fase gerak kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5); pereaksi semprot Cerium Amonium Sulfat.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat-alat gelas (Pyrex/Iwaki) yaitu labu Erlenmeyer; gelas beker; tabung reaksi; corong; gelas ukur;

spreader dan piring petri; pelubang sumuran; platform shaker (Innova 2100, New Brunswick Scientific); seperangkat alat kromatografi kolom; corong buchner (New Cartle, Staffs, England); penangas air (Mammert); rotaevaporator (Janke dan Kunkel, Ika-Labotecchnik, RV 05-ST); autoclave (Model KT-40, ALP Co. Ltd Hamurasi Tokyo Japan); inkubator (Mammert, tipe BE 400, GmbH+CoKG-D91126, Swahaban FRG Germany);oven (memmert); microbiological safety cabinet, neraca analitik (Scaltec Instruments Heiligen Stadt Germany); lampu spiritus; jarum ose, spreader; batang pengaduk; flakon dan cawan porselen; tempat pengembangan (Chamber) KLT; pipa mikro kapiler; kertas saring dan penyemprot reagen penampak; lampu UV 254 dan UV 365 nm.

D. Tata Cara Penelitian 1. Identifikasi Tanaman

Identifikasi tanaman dilakukan secara makroskopis di Laboratorium Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan cara mencocokkan hasil determinasi tanaman (bagian bunga dan daun) dengan pustaka (Kardono, 2003). Identifikasi dilakukan di laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan Bahan

Kulit batang kemiri diperoleh dari lingkungan fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta antara bulan Februari sampai dengan Maret. Diambil kulit batang kemiri dari cabang batang yang berdiameter antara 4 - 12 cm. Kulit

batang dicuci dengan air mengalir kemudian ditiriskan untuk menghilangkan sisa-sisa air cucian. Selanjutnya dipotong kecil-kecil.

3. Pengeringan dan Pembuatan Serbuk

Kulit batang dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 60°C selama ± 2 hari. Pengeringan dilakukan hingga kulit batang tersebut mudah dipatahkan. Lalu diserbuk dan diayak hingga didapat serbuk yang halus.

4. Uji Tabung a. Uji alkaloid

Dua gram serbuk kulit batang dipanaskan dalam tabung reaksi dengan 10 ml HCL 1%. Selama 30 menit di waterbath. Suspensi disaring dengan kapas ke dalam tabung reaksi A, larutan A dibagi tiga sama banyak, lalu kedalam larutan A1 ditambah 5 tetes dragendroff LP, larutan A2 ditambah 5 tetes mayer LP dan pada larutan A3 ditambah 5 tetes bouchardat LP . Bila terbentuk endapan dengan ketiga pereaksi tersebut berarti menunjukkan adanya alkaloid.

b. uji polifenol

Dua gram serbuk kulit batang kemiri dipanaskan dengan 10 ml air selama 10 menit dengan waterbath. Disaring panas-panas, setelah dingin ditambah 3 tetes pereaksi besi (III) klorida. Bila didapatkan warna hijau-biru menunjukkan adanya polifenol.

5. Pembuatan Ekstrak Kloroform

Serbuk kulit batang ditimbang sebanyak 250 gram, dibagi dalam 5 erlenmeyer masing-masing berisi 50 gram serbuk. Tiap erlenmeyer ditambahkan pelarut petroleum eter sampai serbuk terendam, kemudian digojog dengan shaker

selama 1 jam. Lalu disaring dengan corong buchner, filtrat dibuang, ampas dikeringkan dengan oven pada suhu 30°C hingga bau petroleum eter hilang. Ampas dimaserasi menggunakan kloroform sebanyak 350 ml, digojog dengan shaker (170 rpm) selama 24 jam. Disaring dengan corong buchner hingga didapat filtrat I dan ampas I. Ampas I dimaserasi ulang dengan menggunakan kloroform seperti cara diatas. Campuran disaring dengan corong buchner hingga didapat filtrat II dan ampas II. Ampas II dimaserasi ulang dengan menggunakan kloroform kembali seperti cara diatas kemudian disaring, didapat filtrat III. Filtrat I, II dan III dijadikan satu kemudian diuapkan dengan rotaevaporator, setelah itu dipekatkan diatas penangas air hingga didapat ekstrak kental kloroform.

6. Preparasi Sampel dan Penyiapan Kolom Kromatografi

Larutan berupa ekstrak kental, diencerkan dengan kloroform. Kolom dicuci dengan aquadest dan dibilas dengan kloroform. Kolom dipasang pada statif setinggi ± 20 cm lalu kran ditutup.

7. Preparasi Fase diam, dan Fase Gerak Kromatografi Kolom

Fase gerak kloroform p.a : etanol p.a (95:5) dimasukkan sedikit ke dalam kolom. Diambil 20 gram silika gel GF 254 lalu dimasukkan ke dalam bekker glass 100 ml yang telah berisi kloroform p.a : etanol p.a (95:5) 50 ml, kemudian diaduk. Bubur silika gel GF 254 dimasukkan ke dalam kolom, kemudian kolom diketuk-ketuk. Setelah homogen pada bagian atas kolom ditambah NaSO4 anhidrat. Kran bagian bawah kolom dibuka dan biarkan fase gerak menetes. Fase diam dicuci dengan 30 ml fase gerak kloroform p.a : etanol p.a (95:5), hingga tertinggal ± 0,5 cm fase gerak tersisa diatas fase diam, kemudian kran bawah ditutup.

8. Fraksinasi Ekstrak Kloroform dengan Kromatografi Kolom

Sample sebanyak 1,0 ml dimasukkan ke dalam kolom. Tunggu sampel hampir masuk semua kedalam fase gerak kemudian fase gerak kloroform p.a : etanol p.a (95:5) dialirkan melalui dinding kolom. Fase gerak dialirkan kembali sehingga diatas fase diam selalu terdapat eluen ± 1 cm. Menampung eluen didalam erlenmeyer sebanyak 90 ml (fraksi I), dipisahkan. Kemudian fase gerak diganti dengan kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2). Fase gerak kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2) dialirkan, alirkan fase gerak kembali hingga selalu terdapat ± 0,5 cm fase gerak. Eluen ditampung di dalam erlenmeyer sebanyak 20 ml (fraksi II), dipisahkan. Fase gerak kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2) dialirkan kembali hingga selalu terdapat ± 0,5 cm fase gerak. Eluen ditampung hingga didapat 90 ml (fraksi III), dipisahkan. Fase gerak diganti dengan kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5) kemudian dialirkan hingga selalu terdapat ± 0,5 cm fase gerak. Eluen ditampung di dalam erlenmeyer yang berbeda hingga didapat eluen sebanyak 20 ml (fraksi IV), dipisahkan. Fase gerak kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5) dialirkan kembali dan selalu terdapat ± 0,5 cm fase gerak. Eluen ditampung di dalam erlenmeyer hingga didapat 90 ml (fraksi V), dipisahkan. Semua fraksi dipekatkan diatas waterbath hingga didapat fraksi kental.

9. Uji Potensi Antibakteri Tiap fraksi dan Pemilihan Fraksi Aktif a. Pembuatan Suspensi bakteri S. aureus

Bakteri uji dari kultur murni diambil 1 ose lalu diinokulasikan dalam 5 ml NB

dengan larutan standar Mc Farland II (setara dengan kepadatan bakteri 6.108 CFU/ml).

b. Pembiakan bakteri uji secara pour plate

Sebanyak 1,0 ml suspensi bakteri diinokulasikan ke dalam erlenmeyer yang berisi agar cair yang telah disterilisasi dan didinginkan pada suhu 45°C. Kemudian divortex untuk menghomogenkan bakteri, campuran dituang ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan memadat.

c. Pengujian dan Penentuan Fraksi Aktif

Dibuat lubang sumuran pada media agar yang telah diinokulasikan bakteri

Dokumen terkait