• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fraksinasi Menggunakan Kromatografi Kolom

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

B. METODE PENELITIAN 1 Penyulingan Minyak Nilam

4. Fraksinasi Menggunakan Kromatografi Kolom

Penelitian tahap akhir yang dilakukan merupakan fraksinasi salah satu sampel minyak nilam, yaitu varietas Sidikalang dengan menggunakan teknik kromatografi kolom. Fraksinasi dilakukan dengan pengemasan kolom untuk pemisahan 1 mL minyak dengan diameter 0,6 cm dan tinggi kolom 9 cm. Saat pengemasan kolom, jumlah silica gel adalah 15-20 kali jumlah ekstrak dan perbandingan tinggi adsorban dan diameter kolom adalah 8:1. Minyak nilam kasar dilarutkan dalam eluen heksana dengan pengenceran 10x, kemudian komponennya dipisahkan dengan kromatografi kolom sistem elusi step gradient

(peningkatan kepolaran) menggunakan eluen campuran n-heksana:etil asetat (wulandari, 2011). Eluat akan menetes sedikit demi sedikit dan ditampung setiap 2 mL dalam enam tabung reaksi yang telah diberi nomor kemudian diuji dengan Gas ChromatographyFlame Ionization Detector (GC FID). Apabila terlihat pemisahan komponen-komponen minyak nilam dengan baik menggunakan GC-FID dan terpilih fraksi terbaik, maka dilakukan analisis selanjutnya dengan menggunakan GC-MS. Diagram alir fraksinasi minyak nilam Varietas Sidikalang menggunakan kromatografi kolom dapat dilihat pada Gambar 10.

20 

 

Gambar 10. Fraksinasi Minyak Nilam menggunakan Teknik Kromatografi Kolom

C.

METODE ANALISIS DATA

Analisis atribut aroma yang diperoleh dari uji kuantitatif QDA berupa data rata-rata intensitas. Selanjutnya, dibuat grafik spider web untuk membandingkan intensitas masing- masing atribut secara visual. Selain itu, data diolah secara statistik menggunakan two-way

ANOVA dengan program SPSS 16 dengan uji lanjut Duncan jika terlihat ada pengaruh yang nyata pada masing-masing atribut. Penggunaan two-way ANOVA dipilih karena penilaian intensitas tidak hanya dipengaruhi oleh perbedaan sampel, tetapi juga oleh perbedaan panelis. Kemudian menggunakan multivariate analysis, yaitu Principal Component Analysis (PCA) yang dilanjutkan dengan biplot menggunakan software MINITAB 16. Analisis statistik ANOVA yang dilakukan menggunakan hipotesis awal sebagai berikut:

H0 = tidak terdapat perbedaan yang nyata pada semua sampel

H1 = paling tidak terdapat satu sampel yang berbeda nyata dengan sampel lainnya

taraf kepercayaan sebesar 95% (α= 0.05)

Data komponen volatil hasil GC-MS berupa persentase area relatif diolah menggunakan multivariate analysis, yaitu Principal Component Analysis (PCA) yang dilanjutkan dengan biplot menggunakan software MINITAB 16. Analisis PCA akan menghasilakan 4 buah grafik, yakni scree plot, score plot, loading plot, dan scatter plot (biplot).

Analisiss korelasi sensori deskriptif dengan komponen volatil minyak nilam, menggunakan analisis statistik PLS (Partial Least Square Regression) dengan software XLSTAT 2011.

Minyak Nilam

Kromatografi Kolom

Fraksi 1 Fraksi 2 Fraksi n

Gas Chromatography (GC) Fraksi terbaik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PENYULINGAN MINYAK NILAM

Sampel nilam yang dipanen dari Desa Sukamulya, Kecamatan Garawangi, Kuningan, Jawa Barat kemudian dikeringanginkan di bawah sinar matahari selama 15 jam (tiga hari) lalu dirajang sebesar 3-5 cm. Sampel yang sudah dirajang kemudian ditimbang dengan berat yang sama (800 gram) lalu disuling hingga menjadi minyak nilam. Penyulingan dilakukan di Laboratorium Balai Tanaman Obat dan Tanaman Aromatik (Balittro), Cimanggu, Bogor dengan menggunakan metode penyulingan uap selama 8 jam. Analisis Kadar air dengan metode azeotropik juga dilakukan untuk mengetahui rendemen minyak nilam secara pasti. Hasil perhitungan rendemen tiga varietas minyak nilam dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rendemen Minyak Nilam

Varietas Kadar Air

(% BK) Rendemen Rata-rata (%) Lhoksumawe 11,38 2,38±0,00 Sidikalang 11,81 2,55±0,00 Tapaktuan 15,93 2,22±0,00  

Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa Varietas Sidikalang memiliki rendemen minyak paling tinggi yaitu 2,55%, diikuti oleh Lhoksumawe 2,38%, dan Tapaktuan 2,22%. Rendemen tiga varietas minyak nilam sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya (Nuryani 2007) yang menyebutkan bahwa rendemen minyak nilam tertinggi terdapat pada varietas Lhoksumawe 3,21%, diikuti oleh Sidikalang 2,89%, dan paling rendah adalah Tapaktuan 2,83%. Hal ini terjadi karena perbedaan teknik budidaya, lokasi pengambilan sampel minyak nilam, serta faktor lingkungan, yaitu ketinggian dan curah hujan (Pustikasari 2011). Rendemen ketiga varietas minyak nilam tersebut dihitung berdasarkan kadar air basis basah, yaitu 11,38% untuk Lhoksumawe, 11,81% untuk Sidikalang, dan 15,93% untuk Tapaktuan.

22 

 

B.

ANALISIS SENSORI MINYAK NILAM

Analisis sensori minyak nilam meliputi pendaftaran panelis, seleksi panelis, pelatihan panellis, dan analisis kuantitatif minyak nilam.

1. Pendaftaran Panelis

Pendaftaran panelis dilakukan dengan menyebarkan formulir pendaftaran kepada mahasiswa departemen Ilmu dan Teknologi Pangan angkatan 2007, 2008, dan 2009. Dari penyebaran formulir ini diperoleh 65 calon panelis terlatih yang nantinya akan mengikuti proses seleksi.

2. Seleksi Panelis

Panelis yang terpilih sebagai kandidat panelis terlatih adalah panelis yang menjawab benar 80% dari uji identifikasi, 60% dari sepuluh seri uji segitiga yang dilakukan, serta dapat mengurutkan dengan benar pada uji ranking. Dari hasil seleksi, dihasilkan 8 panelis dengan nilai tertinggi untuk melakukan pelatihan. Daftar panelis yang terpilih dapat dilihat pada Lampiran 5.

3. Pelatihan Panelis dan Penentuan Standar

Pelatihan panelis terdiri dari pelatihan standardisasi aroma dan FGD (Focus Group Discussion). Lamanya pelatihan didasarkan pada kompleksitas sampel yang akan dianalisis. Pada penelitian ini, pelatihan diadakan kontinyu selama 4 minggu setiap hari kerja. Hasil analisis kualitatif FGD aroma sampel minyak nilam oleh delapan panelis dideskripsikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Analisis Kualitatif FGD Aroma Sampel Minyak Nilam

No Aroma Deskripsi Aroma

1 Champor aroma kamper, minuman karbonasi 2 Cherry aroma agak manis, buah, cherry

3 Dry aroma gosong, karamel, kopi

4 Earthy aroma tanah saat hujan 5 Eugenol aroma cengkeh, rokok

6 Floral aroma segar dari tanaman, bunga, taman 7 Musky aroma parfum pria

8 Sweet aroma manis

9 Turpentine aroma bensin, pinus, bahan pembersih lantai 10 Woody aroma kayu, triplek

Gambar 12 merupakan kurva linier hasil plot antara nilai konsentrasi dan skor untuk atribut aroma woody.

Gambar 12. Kurva linier hubungan antara logaritma skor atribut aroma woody dan konsentrasi larutan Patchouli oil sebagai penentu nilai standar untuk uji QDA

Persamaan garis yang diperoleh kurva standar pada Gambar 11 digunakan untuk menentukan konsentrasi dan skor yang akan digunakan sebagai standar pada pelatihan panelis dan pengujian analisis kuantitatif. Kurva standar di atas menghasilkan nilai R2 yang baik, yaitu sebesar 0,998 dengan persamaan y=0,707 x – 1,820. Kurva standar untuk atribut- atribut sensori lainnya dapat dilihat pada Lampiran 12.

Setelah dilakukan penetapan standar, panelis dilatih menggunakan standar hingga penilaian dan kepekaan panelis menjadi konsisten. Panelis dikatakan panelis terlatih jika kepekaan panelis konsisten dan panelis siap untuk ke tahap selanjutnya, yaitu pengujian.

4. Pengujian Sampel

Delapan orang panelis terlatih melakukan penilaian atribut aroma pada sampel minyak nilam aceh varietas Lhoksumawe, Sidikalang, dan Tapaktuan. Pengujian dilakukan secara kuantitatif menggunakan metode QDA. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada setiap sampel. Setelah uji selesai dilakukan, data diolah menggunakan analisis statistik.

5. Pengolahan Data

Tahap pengujian kuantitatif dilakukan untuk menentukan intensitas atribut-atribut aroma yang telah diperoleh dari FGD dengan membandingkan dengan standar yang nilainya telah ditentukan saat tahap pelatihan. Analisis kuantitatif atribut aroma menggunakan dua standar (R1 dan R2) pada skala tidak terstruktur sepanjang 15 cm. Pada saat pengukuran intensitas atribut aroma dengan penggaris, nilai yang diperoleh dikonversi menjadi skala 100.

a. Hasil Uji QDA

Hasil uji QDA terhadap 10 aroma yang terdapat dalam sampel minyak nilam dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 13.

y = 0,707x ‐1,820 R² = 0,998 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 3.7 3.8 3.9 4.0 4.1 4.2 Log   Skor

Log Konsentrasi Larutan Patchouli Oil

woody

24 

 

Tabel 8. Hasil Uji QDA Sampel Minyak Nilam

Intensitas Aroma Sidikalang Lhoksumawe Tapaktuan

Camphor 50,8±3,7a 58,0±5,5b 48,0±2,9a Cherry 27,1±4,2a 45,8±5,4c 39,9±8,4b Dry 49,5±6,7a 46,4±5,7a 54,1±2,9b Earthy 44,6±9,0a 53,4±8,2b 51,6±6,4b Eugenol 61,4±9,4a 69,0±5,5b 66,8±5,3a,b Floral 44,2±9,0a 56,6±3,8b 52,4±7,5b Musky 72,6±8,5b 66,6±7,0a 64,3±7,6a Sweet 28,7±6,2a 47,0±4,7c 40,6±10,0b Turpentine 44,9±7,5a 55,4±8,7b 45,9±8,3a Woody 67,7±9,0a 73,9±7,9a 71,5±9,8a

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda dalam satu baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Duncan oleh 8 panelis terlatih

Gambar 13. Spider Web Hasil Uji QDA

Hasil uji QDA menunjukkan bahwa ketiga varietas minyak nilam tidak berbeda nyata pada aroma woody, sedangkan pada aroma cherry dan sweet sangat berbeda nyata. Hal ini dipertegas oleh data hasil QDA dengan menggunakan SPSS 16 (Lampiran 13) yang menunjukkan bahwa pada arroma woody ketiga sampel berada pada satu subset yang sama (subset a), sedangkan pada aroma cherry dan

sweet ketiga sampel berada pada subset yang berbeda-beda (subset a, b, dan c). Aroma woody dan musky merupakan aroma yang memiliki intensitas paling tinggi pada ketiga varietas minyak nilam, sedangkan aroma cherry dan sweet merupakan aroma yang memiliki intensitas paling rendah pada ketiga varietas minyak nilam.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 Champor Cherry Dry Earthy Eugenol Floral Musky Sweet Turpentine Woody Sidikalang Lhoksumawe Tapaktuan

Pada aroma camphor, cherry, earthy, eugenol, floral, sweet, turpentine, dan woody

intensitas tertinggi terdapat pada minyak nilam varietas Lhoksumawe. Intensitas tertinggi pada aroma dry terdapat pada minyak nilam varietas Tapaktuan, sedangkan aroma musky terdapat pada minyak nilam varietas Sidikalang. Intensitas terendah pada aroma cherry, earthy, eugenol, floral, sweet, turpentine, dan woody terdapat pada minyak nilam varietaas Sidikalang. Untuk aroma champor dan musky

intensitas terendah terdapat paada minyak nilam varietas Tapaktuan, sedangkan aroma dry terdapat pada minyak nilam varietas Lhoksumawe.

Kesepuluh jenis aroma yang diujikan dapat dideteksi dan dikuantifikasi dengan nilai relatif yang baik berkisar antara 27-74 dengan skala penilaian 0-100 yang dapat terlihat pada spider web hasil QDA. Aroma yang paling dominan terdapat pada minyak nilam adalah aroma woody dan musky yang memiliki intensitas tertinggi dibandingkan aroma lainnya. Berdasarkan hasil QDA, minyak nilam varietas Lhoksumawe merupakan sampel yang memiliki intensitas aroma tertinggi paling banyak, sedangkan minyak nilam varietas Sidikalang merupakan minyak nilam yang memiliki intensitas terendah paling banyak dibandingkan sampel lainnya. Dengan demikian, minyak nilam varietas Lhoksumawe memiliki intensitas aroma paling kuat serta varietas Sidikalang memiliki intensitas aroma paling lemah diantara varietas lainnya.

b. Korelasi Atribut Aroma Minyak Nilam

Atribut aroma pada minyak nilam memiliki korelasi satu sama lain. Korelasi yang timbul dapat bersifat positif atau negatif. Korelasi atribut aroma yang dilihat dari koefisien korelasi masing–masing atribut aroma dengan atribut aroma lain disebut dengan Pearson correlation (Tabel 9). Angka yang bercetak tebal menunjukkan korelasi antar atribut. Jika nilai korelasi suatu atribut dengan atribut lain bernilai 0,5, atribut tersebut dapat dikatakan berkorelasi, sedangkan jika nilai korelasinya lebih dari 0,8, atribut tersebut dapat dikatakan berkorelasi tinggi (Limpawattana, Shewfelt, 2010). Nilai korelasi tersebut ditunjukkan oleh hubungan antara atribut aroma camphor dan dry

yang berkorelasi negatif sebesar 0,954. Nilai koefisien korelasi tersebut diartikan sebagai semakin tinggi intensitas aroma camphor, maka semakin rendah intensitas aroma dry. Berbeda dengan cherry dan woody yang memiliki korelasi positif sebesar 0,990. Nilai tersebut menun jukkan semakin tinggi intensitas aroma cherry, maka semakin tinggi pula intensitas aroma woody.

Atribut–atribut lain yang berkorelasi positif tinggi antara lain earthy-eugenol

(0,999), camphor-turpentine (0,930), aroma cherry dengan lima aroma lainnya, aroma

woody dengan lima aroma lainnya, aroma sweet dengan empat aroma lainnya, dan aroma floral dengan tiga aroma lainnya. Aroma cherry berkorelasi positif tinggi dengan

earthy (0,995), eugenol (0,999), floral (1,000), sweet (1,000), dan turpentine (0,819). Aroma woody berkorelasi positif tinggi dengan earthy (0,972), eugenol (0,982), floral

(0,989), sweet (0,992), dan turpentine (0,890). Aroma sweet memiliki berkorelasi positif tinggi dengan turpentine (0,826), earthy (0,994), eugenol (0,998), dan floral (1,000). Aroma floral berkorelasi positif tinggi dengan turpentine (0,815), earthy (0,996), dan

eugenol (0,999). Aroma musky berkorelasi negatif tinggi dengan cherry (0,846), earthy

26 

 

Tabel 9. Korelasi Atribut Aroma pada Minyak Nilam

Variables Camphor Cherry Dry Earthy Eugenol Floral Musky Sweet Turpentine Woody

Camphor 1 Cherry 0,551 1 Dry -0,913 -0,163 1 Earthy 0,467 0,995 -0,066 1 Eugenol 0,506 0,999 -0,111 0,999 1 Floral 0,546 1,000 -0,157 0,996 0,999 1 Musky -0,021 -0,846 -0,388 -0,894 -0,873 -0,849 1 Sweet 0,562 1,000 -0,176 0,994 0,998 1,000 -0,839 1 Turpentine 0,930 0,819 -0,700 0,758 0,787 0,815 -0,386 0,826 1 Woody 0,661 0,990 -0,299 0,972 0,982 0,989 -0,763 0,992 0,890 1 26

c. Pengelompokkan Aroma Sampel Minyak Nilam

Pengelompokan sampel minyak nilam dilakukan berdasarkan aroma yang mewakilinya menggunakan Principal Component Analysis (PCA) yang dilanjutkan dengan biplot dengan menggunakan software MINITAB 16.

Pengelompokan menggunakan PCA merupakan pengelompokan berdasarkan keragaman data yang menghasilkan grafik scree plot, score plot, loading plot, dan

biplot. Gambar scree plot deskripsi aroma minyak nilam pada Lampiran 14 menjelaskan nilai eigen yang diperoleh komponen utama. Selain dengan mengambil komponen utama dengan nilai eigen lebih dari satu, penentuan komponen utama juga dapat dilakukan dengan uji gambar yang memetakan nilai-nilai eigen (Setyaniningsih et al., 2010). Nilai eigen dan persentase ragam kumulatif aroma minyak nilam dapat dilihat pada Tabel 10. Dari nilai eigen yang dihasilkan, komponen utama yang dapat diambil adalah satu buah. Sementara itu, berdasarkan scree plot komponen yang dapat diambil berjumlah dua komponen karena terdapat dua komponen yang berada pada grafik sebelum grafik menunjukkan kecenderungan linier. Cara lain untuk menentukan jumlah komponen utama yang diambil adalah berpatokan pada persentase ragam kumulatif dan pada kasus ini terdapat dua komponen dengan ragam kumulatif di atas 70%, yakni 77,1%. Komponen utama satu menjelaskan keragaman data sebesar 77,1 % dan komponen utama dua menjelaskan sebesar 22,9% keragaman data.

Tabel 10. Nilai Eigen dan Persentase Ragam Kumulatif

PC1 PC2 PC3

Eigenvalue 7,715 2,285 0,000

Proportion 0,771 0,229 0,000

Cumulative 0,771 1,000 1,000

Sementara itu, gambar score plot memberikan informasi mengenai komponen utama satu dan komponen utama dua yang menerangkan hubungan antarsampel. Sampel yang diplotkan berdekatan dengan posisi dalam kuadran yang sama mempunyai deskripsi yang sama sedangkan sampel yang berada pada lokasi kuadran yang berlawanan mempunyai deskripsi yang berbeda. Dari gambar score plot deskripsi aroma minyak nilam pada Lampiran 15 dapat dilihat bahwa ketiga sampel minyak nilam, yaitu varietas Sidikalang, varietas Lhoksumawe, dan varietas Tapaktuan terletak pada kuadran atau daerah yang berbeda-beda sehingga ketiga sampel tersebut memiliki deskripsi aroma yang cenderung berbeda satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga varietas minyak nilam aceh menghasilkan pengelompokan deskripsi aroma yang berbeda-beda.

Gambar loading plot deskripsi aroma minyak nilam pada Lampiran 16 memberikan informasi mengenai hubungan antarvariabel aroma. Atribut yang memiliki nilai keragaman yang kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek sedangkan atribut yang memiliki nilai keragaman yang besar digambarkan sebagai vektor yang panjang. Dari loading plot tersebut, diperoleh informasi bahwa aroma camphor dan dry

digambarkan sebagai garis pendek yang artinya intensitas kedua atribut aroma dari tiga varietas minyak nilam aceh hampir sama besar atau dengan kata lain memiliki tingkat keragaman yang rendah. Sementara itu, aroma cherry, earthy, eugenol, floral, musky, sweet, turpentine, dan woody memiliki garis panjang yang artinya intensitas kedelapan

28 

 

atribut tersebut berbeda atau memiliki keragaman yang tinggi pada ketiga varietas minyak nilam aceh. Loading plot juga memberikan informasi mengenai hubungan antaratribut. Hubungan/korelasi positif ditandai dengan atribut yang terletak pada daerah atau kuadran yang sama. Contoh atribut aroma yang memiliki korelasi positif, antara lain camphor-turpentine, earthy-eugenol, sweet-cherry, dan floral-woody. Di sisi lain, korelasi negatif ditandai dengan atribut yang pada kuadran yang berbeda. Contohnya adalah camphor-dry, musky-earthy, cherry-musky, dan musky-eugenol. Kesemua korelasi tersebut sesuai dengan hasil analisis menggunakan Pearson correlation. Data hasil QDA minyak nilam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17-Lampiran 26.

Grafik score plot yang digabungkan dengan loading plot akan menghasilkan grafik biplot. Grafik biplot atribut aroma dapat dilihat pada Gambar 14. Grafik ini memberikan informasi hubungan antara varietas minyak nilam dengan atribut aroma.

Biplot merupakan suatu upaya membuat gambar di ruang berkomponen banyak menjadi gambar di ruang berkomponen dua. Konsekuensi yang terjadi akibat reduksi komponen ini adalah penurunan informasi yang terkandung dalam PCA. Biplot yang mampu memberikan informasi sebesar 70% dari seluruh informasi dianggap cukup dimana dalam penelitian ini biplot memberikan nilai 100%, dimensi satu sebesar 77,1% dan dimensi dua sebesar 22,9%.

3 2 1 0 -1 -2 -3 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 Komponen Sat u ( 77,1% ) K o m p o n e n D u a ( 2 2 ,9 % ) W oody Turpentine Sw eet Musk y Floral Eugenol Earthy Dry Cherry Champor Tapaktuan Sidikalang Lhoksumawe

Gambar 14. Biplot Aroma Minyak Nilam

Ditinjau dari kuadran positif-positif, aroma minyak nilam varietas Tapaktuan berbeda dengan dua varietas lainnya pada aroma cherry, earthy, eugenol, floral, sweet

dan woody. Sementara itu, ditinjau dari kuadran positif-negatif, aroma minyak nilam varietas Lhoksumawe berbeda dengan dua varietas lainnya terutama pada aroma

camphor, dan turpentine. Interpretasi Biplot dari kuadran negatif-negatif memperlihatkan aroma minyak nilam varietas Sidikalang berbeda dengan varietas

lainnya terutama pada aroma musky. Kuadran negatif-positif memperlihatkan pengaruh aroma dry. Aroma dry tidak berpengaruh terhadap ketiga sampel minyak nilam.

Pengelompokan aroma minyak nilam menggunakan PCA,menunjukkan bahwa aroma minyak nilam dipengaruhi oleh varietas tanaman nilam tersebut. Pembudidayaan yang seragam dapat meminimalisasi kesalahan sistematis.

C.

ANALISIS GC-MS

Analisis GC-MS digunakan untuk mengetahui komponen volatil yang terkandung di dalam minyak nilam. Pembahasan analisis GC-MS dibagi menjadi tiga bagian, yaitu identifikasi dan karakterisasi komponen volatil minyak nilam, analisis statistik data hasil GC-MS, serta hubungan antara deskripsi aroma dan komponen volatil minyak nilam.

1. Identifikasi dan Karakterisasi Komponen Volatil Minyak Nilam

Ketiga sampel minyak nilam yang akan dianalisis dengan menggunakan GC-MS dimasukan ke dalam vial 2 mL. Sebelumnya ketiga sampel minyak nilam telah diberi Na2SO4 anhidrat untuk memastikan tidak ada air yang terkandung di dalam minyak nilam

tersebut. Analisis dengan menggunakan GC-MS dilakukan di Laboratorium Flavor Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Setiap sampel diinjeksikan dilakukan secara duplo (dua kali ulangan). Sebelum dan sesudah menginjeksikan sampel, dilakukan penginjeksian blank (kosong) dengan tujuan untuk membersihkan kolom. Kolom yang digunakan adalah DB-5 dan banyaknya sampel yang diinjeksikan sebanyak 2µL.

Data hasil GC-MS tersajikan dalam bentuk kromatogram yang berisi peak-peak

yang mungkin merupakan komponen volatil minyak nilam. Spektra massa masing-masing

peak dicek dan dicocokkan dengan kemungkinan komponen yang muncul dari library. Tiap- tiap kemungkinan komponen tersebut dihitung nilai LRI dan dicocokkan dengan literatur. Spektra massa yang baik dan memiliki nilai LRI yang sesuai dapat diidentifikasi sebagai komponen volatil yang diduga. Spektra massa yang baik namun tidak memiliki nilai LRI yang sesuai tetap dianggap sebagai komponen yang terdeteksi namun belum teridentifikasi. Persentase area relatif komponen minyak nilam dari tiap sampel diperoleh dari perbandingan luas area peak suatu komponen terhadap luas total area seluruh peak yang terdeteksi. Kromatogram yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 15. Dari 108 komponen volatil yang terdeteksi, dihasilkan 23 komponen volatil dengan persentase area relatif lebih dari 0,5% untuk diolah lebih lanjut dengan menggunakan PCA dan cluser analysis. Komposisi senyawa minyak nilam dengan rata-rata persentase area relatif lebih dari 0.5% dapat dilihat pada Tabel 10.

30 

 

 

Gambar 15. Kromatogram Tiga Varietas Minyak Nilam (Atas-Bawah: Lhoksumawe, Sidikalang, Tapaktuan)

Tabel 11. Komposisi Senyawa Minyak Nilam dengan Rata-rata Persentase Area Relatif Lebih dari 0.5%

No Nomor Peak LRI Komponen Persentase Area Relatif

LRI Exp LRI Ref Lhoksumawe Sidikalang Tapaktuan

1  35 1383 1380 -Patchoulene 2,59 2,46 2,44 2  36 1388 1391 -Elemene 1,19 1,17 1,24 3  40 1413 1429  Thujopsene 0,93 1,00 0,95 4  41 1421 1418 -Caryophyllene 3,58 3,31 3,17 5  43 1442 1439 α-Guaiene 12,08 11,70 11,54 6  44 1451 Sesquiterpene_1 7,67 8,10 7,77 7  45 1457 1454 α-Humulene 0,79 0,74 0,75 8  46 1464 1456 α-Patchoulene 5,17 5,04 5,03 9  47 1466 Sesquiterpene_2 1,95 1,90 1,92 10  48 1469 1460 Seychellene 1,72 1,75 1,70 11  49 1476 1461 allo-aromadendrene 0,60 0,72 0,61 12  52 1489 1485 -Selinene 0,77 0,73 0,73 13  53 1499 1494 α-Selinene 3,97 3,87 3,93 14  54 1511 1505 α-Bulnesene 12,52 12,25 12,19 15  66 1562 1556 Germacrene B 1,27 1,18 1,11 16  68 1572 1576 Spathulenol 0,43 0,64 0,56 17  70 1584 1581 Caryophyllene oxide 1,04 1,26 1,19 18  74 1615 Oxygenated sesquiterpene_5 0,65 0,52 0,62 19  75 1619 1616 Isoaromadendrene epoxide 0,51 0,45 0,52 20  76 1628 Hydroxy sesquiterpene_1 1,16 1,17 1,28 21  77 1632 Unknown_9 0,51 0,63 0,37 22  83 1677 1659 Patchouli alcohol 31,06 31,57 31,84 23  89 1705 Unknown_14 0,39 0,63 0,58

32 

 

Berdasarkan persentase area relatif pada Tabel 11. dapat dilihat bahwa α-guaiene, α- bulnesene, dan patchouli alcohol memiliki persentase area relatif lebih dari 10%. Kandungan α-guaiene dan α-bulnesene tertinggi terdapaat pada varietas Lhoksumawe, sedangkan kandungan patchouli alcohol tertinggi terdapat pada varietas Tapaktuan.

Patchouli alcohol merupakan komponen utama yang dijadikan standar mutu minyak nilam. Minyak nilam dapat dikatakan bermutu baik apabila kadar patchouli alcohol yang terkandung lebih dari 30% (SNI 06-2385-2006). Pada penelitian ini, kadar patchouli alcohol

pada ketiga sampel minyak nilam lebih dari 30%. Kadar tertinggi terdapat pada varietas Tapaktuan (31,84%), diiikuti oleh varietas Sidikalang (31,57%) dan varietas Lhoksumawe (31,06%). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Nuryani (2009) yang menunjukkan bahwa varietas Tapaktuan memiliki kadar patchouli alcohol tertinggi yaitu sebesar 33,21%, diikuti varietas Sidikalang (32,95%) dan varietas Lhoksumawe (32,65%). Komponen utama lain selain patchouli alcohol, yaitu -Patchoulene, -Elemene, -Caryophyllene, α-Patchoulene, Seychellene, α-Selinene, Germacrene B, Caryophyllene oxide memiliki persentase area relatif lebih dari 1% pada ketiga sampel minyak nilam. Thujopsene memiliki persentase area relatif sebesar 1% pada varietas Sidikalang, sedangkan pada varietas lainnya tidak sehingga dapat dikatakan Sidikalang memiliki aroma yang lebih beragam dibandingkan dua varietas lainnya.

Berdasarkan Tabel 11. dapat dilihat pula terdapat dua komponen sesquiterpene, satu komponen oxygenated sesquiterpene, satu komponen hydroxy sesquiterpene, dan 2 komponen yang tak teridentifikasi (unknown). Penamaan komponen dengan nama

sesquiterpene, oxygenated sesquiterpene, dan hydroxy sesquiterpene didasarkan pada Mass Spectrometry (MS) yang ada pada peak kromatogram. MS yang muncul dapat dikatakan bagus, namun tidak tersedia komponen yang sesuai pada library NIST. Sebagai alternatif penamaan komponen, dilakukan identifikasi berdasarkan MS dan bobot molekul (MW) komponen tersebut. Bobot molekul Sesquiterpene sebesar 204, Sesquiterpene oxide 202, 206 dan 220 dengan MS awal 41, sedangkan hydroxy sesquiterpene 220 dengan MS awal 43 dan 222.

Secara umum persentase area relatif komponen volatil pada ketiga sampel varietas minyak nilam hampir sama. Hal ini dikarenakan komponen yang dimasukkan dalam tabel hanya komponen yang memiliki luas area relatif lebih dari 0,5%. Perbedaan yang sangat signifikan terlihat pada identifikasi ketiga sampel varietas minyak nilam tanpa adanya batasan minimal persentase area relatif (Tabel 12). Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa komponen isoterpinolene, cis-thujone, isophorone, 4-oxoisophorone, trans-pinocarveol, limonene oxide, trans-, citronellal, menthone, isomenthone, verbenone, camphor, pulegone, nonanol acetate, citronellyl acetate, α-cubebene, eugenol, neryl acetate, geranyl acetate, germacrene D, α-cadinene, dan germacrene B merupakan komponen yang berbeda pada ketiga sampel. Namun secara umum, varietas Sidikalang merupakan sampel yang memiliki

Dokumen terkait