• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Latar belakang

Indonesia dikenal sebagai negara bahari dengan luas 75% berupa lautan, memiliki kekayaan yang melimpah sumber daya hayati. Sumber daya hayati laut terdiri dari tumbuhan misalnya alga serta hewan misalnya ikan, moluska, karang lunak, spons, ekinodermata, askidin dan tunikata. Beberapa jenis hewan tertentu merupakan sumber vitamin, protein dan mineral. Selain hewan dan tumbuhan air, mikroorganisme laut juga dilaporkan menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat digunakan dalam bidang farmasi (Ma’at 2003).

Kecenderungan pemakaian bahan alam terutama tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme sebagai obat-obatan semakin meningkat, karena mahalnya obat sintetik dan berbagai efek sampingnya yang merugikan. Salah satu mikroorganisme yang berpotensi untuk dimanfaatkan adalah kapang laut. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa tanaman menghasilkan senyawa aktif yang berkhasiat sebagai obat. Senyawa aktif yang dihasilkan diantaranya adalah protein bioaktif, yang biasanya digunakan sebagai protein pertahanan bagi tanaman inangnya (Cragg dan Newman 2009)

Protein bioaktif menarik perhatian para peneliti karena dapat dikembangkan potensinya sebagai senyawa toksik pada imunotoksin. Protein dikonjugasikan dengan antibodi untuk mengenali sel target sehingga tidak menyerang sel lainnya. Imunotoksin digunakan untuk perlakuan penyakit pada manusia misalnya kanker, AIDS, dan penyakit generatif (Minami et al.1992).

Penyakit kanker merupakan penyakit yang menjadi salah satu ancaman utama terhadap kesehatan karena merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit jantung. Setiap tahunnya sekitar 7,6 juta orang di seluruh dunia meninggal karena kanker. Kanker serviks menduduki peringkat kedua yang diderita oleh perempuan. Setiap tahunnya sekitar 53.000 kasus kanker serviks terjadi, sebanyak 85% kasus kanker serviks berasal dari negara berkembang (Asiancancer 2012). Menurut Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2008, kanker serviks merupakan jenis kanker tertinggi kedua di Indonesia dengan persentasi pasien rawat inap sebesar 10,3%. Yayasan Kanker Indonesia tahun 2006 menerangkan berdasarkan patologi di 13 center, kanker serviks menempati urutan pertama dengan angka 16%, yang kemudian disusul dengan kanker payudara 15%.

Xylaria psidii KT30 adalah salah satu jenis kapang yang dapat menghasilkan protein antikanker (Tarman et al. 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan fraksi aktif protein antikanker dari Xylariapsidii KT30.

Bahan dan Metode

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan September 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kapang laut KT30 koleksi Kustiariyah Tarman. Bahan yang digunakan untuk kultur kapang laut adalah media Potato Dextrose Broth (PDB), Potato Dextrose Agar

(PDA), NaCl, dan akuades. Bahan yang digunakan dalam proses pengendapan protein adalah amonium sulfat dan Tris HCl 10 mM pH 7,4.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu Erlenmeyer, timbangan digital MC Series, pH meter HM Digital, shaker Gemmy VRN 360, hot plate MS 400, magnetic stirrer, kertas saring, spektrofotometer CECIL series 2, inkubator MILLIPORE, cawan petri, dan sentrifus HIMAC CR 21 G.

Metode penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu kultivasi kapang laut

X. psidii KT30 menggunakan media PDA dan PDB, isolasi protein menggunakan ammonium sulfat 90%, fraksinasi protein kasar dengan kromatografi penukar ion. Tahap selanjutnya penentuan bobot molekul dengan SDS-PAGE dan dilanjutkan dengan uji toksisitas dengan metode BSLT. Data dianalisis dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali ulangan dan jika berpengaruh nyata maka diuji lanjut menggunakan uji Duncan (Steel and Torrie 1993). Secara ringkas tahapan penelitian tersebut disajikan dalam bentuk diagram alir yang disajikan pada Gambar 1.

Kultivasi kapang laut Xylaria psidii KT30

Kultur disiapkan dengan memindahkan kapang dari media padat (PDA) ke media cair (PDB). Kapang dalam prekultur diinkubasi selama 7 hari. Prekultur selanjutnya digunakan sebagai biakan. Sebanyak 5% prekultur dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer yang berisi 350 mL media PDB dan diinkubasi selama sembilan hari dalam suhu ruang dengan bantuan shaker (120 rpm).

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian Kapang laut

X. psidii KT30

Kultivasi kapang laut

Penyaringan Pengendapan (amonium sulfat 90%) Supernatan Sentrifuse (10.000 rpm, 30menit) Supernatan Pelet Pelet

Uji toksisitas (Bioassay) (BSLT)

Fraksinasi protein dengan kromatografi penukar ion

Uji sitotoksisitas pada sel Chang dan sel HeLa

Isolasi protein kapang laut Xylaria psidii KT30

Koleksi supernatan digunakan sebagai ekstrak kasar yang proteinnya diendapkan menggunakan amonium sulfat yaitu 90% (Munandar 2013). Penambahan amonium sulfat ke dalam tabung Erlenmeyer yang berisi supernatan dilakukan sedikit demi sedikit dengan selang waktu 5 menit setiap penambahan amonium sulfat. Penyimpanan hasil pengendapan dilakukan selama satu malam. Proses berikutnya adalah pengaturan pH hasil pengendapan sampai pH 7,4 diikuti sentrifugasi supernatan hasil pengendapan pada kecepatan 10.000 rpm selama 30 menit. Koleksi pelet hasil sentrifugasi didilusi menggunakan Tris HCL 10 Mm pH 7,4, sedangkan supernatan diambil sebanyak 1,5 mL. Pelet hasil dilusi dan supernatan yang dikoleksi digunakan untuk uji aktivitas antikanker.

Fraksinasi protein dengan kromatografi (Ustadi et al. 2005)

Tahap pemurnian pertama dilakukan dengan kromatografi penukar ion dengan bahan pengelusi bufer B (bufer gel pemisah, Tris-HCl pH 7,4). Sebanyak 75 mL larutan TrisCl pH 7,4 dan 4 mL larutan SDS 10% (b/v) ditambahkan dengan akuades hingga volume total 100 mL. Matriks menggunakan kolom DEAE Sephadex A-50 (30.0 x 30.0 cm) dengan laju aliran 1 mL/menit. Jumlah volume tiap fraksi ditampung sebanyak 5 mL. Masing-masing fraksi diuji konsentrasi protein dengan spektrofotometer uv =280 nm dan diuji aktivitasnya tiap fraksi dengan metode BSLT.

Penentuan bobot molekul dengan SDS-PAGE (Rosenberg 1996)

Metode SDS-PAGE (sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis) yang dikerjakan dalam penelitian ini menggunakan 4%

stacking gel dan 8% gel akrilamida. Metode ini menggunakan matriks dari gel yang disusun oleh akrilamida dan N,N’-metilen-bis-akrilamida yang berpolimerisasi melalui mekanisme radikal bebas dengan bantuan katalisator N,N,N’N,-

tetramethylene-diamine (TEMED) dan inisiator ammonium persulfate (APS). Komposisi pembuatan gel penahan dan pemisah SDS-PAGE dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi gel penahan dan pemisah SDS-PAGE

Komponen Gel pemisah (8%) Gel penahan (4%)

Larutan stok akrilamida Bufer gel pemisah Bufer gel pengumpul Akuades Amonium persulfat TEMED 2,66 mL 2,50 mL - 3,18 mL 50,00 µL 5,00 µL 0,67 mL - 1,25 mL 3,00 mL 50,00 µL 5,00 µL

Konsentrasi akrilamida yang digunakan dalam analisis ini adalah 8% (b/v). Pewarnaan yang digunakan adalah pewarnaan perak. Deteksi SDS-PAGE dilakukan dengan melepaskan gel hasil elektroforesis dari cetakan dan diukur jarak migrasi brompenol blue. Gel tersebut dicelup dan direndam dalam larutan fiksasi (25% methanol + 12% asam asetat) selama 1 jam sambil digoyang konstan. Gel direndam dalam 50% (v/v) etanol selama 2 x 20 menit. Larutannya diganti dengan larutan

pengembang kemudian dicuci dengan akuabidestilata. Gel yang telah dicuci ditambahkan larutan perak nitrat selama 30 menit kemudian dicuci lagi dengan akuabides 2 x 20 detik dan ditambahkan larutan campuran Na2CO3 dan formal dehida dan terakhir dengan larutan fiksasi.

Uji toksisitas metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

(Carballo et al. 2002)

Uji toksisitas dilakukan dengan larva Artemia salina sebagai hewan uji. Mula-mula telur A. salina ditetaskan di dalam air laut di bawah lampu TL 20 watt. Setelah 48 jam telur menetas menjadi nauplii instar III/IV dan siap digunakan sebagai hewan uji. Larva A. salina dimasukkan ke dalam vial yang telah berisi larutan sampel dengan seri dosis 50, 100, 250, 500, 750 dan 1000 ppm dengan 3 kali ulangan. Semua vial diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam di bawah penerangan lampu TL 20 watt.

Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan melihat jumlah

Artemia salina yang mati pada tiap konsentrasi. Penentuan harga LC50 dalam µg/mL atau ppm dilakukan menggunakan analisis probit dengan program MINITAB.

Hasil dan Pembahasan

Kultivasi kapang laut Xylaria psidii KT30

Kapang Xylaria psidii KT30 merupakan kapang endofit yang diisolasi dari makroalga Kappaphycus alvarezii (Tarman 2011). Kapang laut yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari isolat yang ditumbuhkan dalam medium padat PDA. Kapang tersebut diremajakan dan diinokulasikan pada media cair PDB. Medium PDB merupakan medium yang sangat cocok untuk pertumbuhan kapang karena terdapat banyak pati dan nitrogen yang berasal dari asam amino yang terdapat pada kentang (Kumala dan Muhammad 2008).

Prekultur kapang diawali dengan kultivasi pada medium PDB 50 mL sebagai masa adaptasi selama seminggu. Miselium kapang yang telah tumbh dipindahkan pada medium PDB 350 mL serta ditambahkan NaCl 3% dan diaduk dengan bantuan shaker selama sembilan hari dengan kecepatan 120 rpm. Pertumbuhan kapang pada media padat terlihat dari benang-benang putih yang mengelilingi keping inokulan. Miselium akan bertambah banyak dan mengikat keping-keping tersebut menjadi suatu bentuk yang padat terjalin kuat oleh hifa-hifa miselium.

Pertumbuhan kapang pada media cair ditandai dengan adanya miselium yang berbentuk bulat dan berwarna putih yang melayang pada media. Hal ini sesuai dengan Pratomo (2006) bahwa ketika ditumbuhkan dalam media PDB miseliumnya akan tampak berwarna putih, lama-kelamaan warna miselium berubah menjadi coklat muda sampai tua, sel-sel miselium biasanya panjang.

Protein target dalam penelitian ini adalah protein ekstraseluler, sehingga diperlukan suatu proses pemisahan. Pemisahan miselium dari mediumnya harus melalui suatu penyaringan sebab miselium tidak bisa diambil seperti perlakuan pada butir (Gandjar et al. 2006). Proses penyaringan menghasilkan supernatan kapang yang kemudian dimurnikan melalui proses pengendapan. Volume awal kultur produksi adalah 350 mL. Volume panen yang diperoleh setelah tujuh hari masa kultur sebesar 300 mL.

Biomassa tidak digunakan karena protein target selama masa pertumbuhan telah disekresikan ke dalam medium pertumbuhan. Morfologi kapang X. psidii KT30 dalam media padat dan cair dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2 Kapang laut Xylaria psidii KT30 dalam media padat PDA

Gambar 3 Kapang laut Xylaria psidii KT30 dalam media cair PDB

Isolasi protein kapang laut Xylaria psidii KT30

Isolasi protein kapang laut pada penelitian ini menggunakan teknik sentrifugasi dan melalui pengendapan. Teknik sentrifugasi digunakan untuk memisahkan protein dengan sel kapang. Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas. Teknik pengendapan menggunakan penambahan amonium sulfat dengan konsentrasi 90% (Munandar 2013).

Protein kasar hasil penyaringan kemudian dipresipitasi dengan menggunakan amonium sulfat. Metode presipitasi dibagi menjadi 2 grup utama, yakni (1) metode kelarutan protein dikurangi dan presipitasi dilakukan dengan mengubah beberapa sifat fisika-kimia pelarut, misalnya pH, konstanta dielektrik, kekuatan ionik, dan tersedianya air dan (2) Metode presipitasi protein yang disebabkan oleh interaksi diantara protein dan agen presipitasi (Sivasankar 2005). Rendemen yang dihasilkan untuk protein kasar adalah 0,090%.

Pengendapan (pemekatan) protein dengan amonium sulfat merupakan metode yang sering digunakan karena amonium sulfat memiliki daya larut yang tinggi di dalam air, relatif murah, dan kestabilan protein di dalam larutan amonium sulfat dapat bertahan bertahun-tahun. Pemilihan amonium sulfat didasarkan pada kelarutan protein yang berinteraksi polar dengan molekul air dan interaksi ionik protein dengan garam serta daya tolak menolak protein yang

bermuatan sama. Penambahan amonium sulfat pada konsentrasi kejenuhan tertentu menyebabkan interaksi air pada protein tertentu menurun dan protein akan saling berinteraksi, beragregrat dan akhirnya mengendap. Fenomena ini dikenal sebagai salting out. Protein yang mengendap pada konsentrasi kejenuhan amonium sulfat tinggi adalah protein dengan bobot molekul rendah (Widyarti 2006).

Kenaikan kelarutan protein akan meningkatkan kekuatan ion larutan. Molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin banyak yang menyebabkan penarikan selubung air yang mengelilingi permukaan protein sehingga mengakibatkan protein saling berinteraksi kemudian mengendap (Bisswanger 2004). Proses penyaringan menghasilkan supernatan kapang yang kemudian dimurnikan melalui proses pengendapan. Supernatan yang dihasilkan dari proses penyaringan adalah sebanyak 300 mL. Sebelum diendapkan, supernatan disesuaikan pH-nya sampai pH 7,4. Hasil pengendapan disentrifugasi untuk memisahkan antara ekstrak kasar dengan media.

Tingkat toksisitas (Bioassay)hasil pengendapan

Senyawa bioaktif antikanker yang akan digunakan untuk produk antikanker harus diujikan terlebih dahulu dengan uji toksisitas. Uji toksisitas merupakan salah satu pengembangan metode untuk memprediksi keberadaan senyawa yang bersifat toksik pada sel (Kurnijasanti et al. 2008). Salah satu metode uji toksisitas adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) yang digunakan untuk praskrining terhadap senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antitumor

(Widyastuti 2008). Hewan uji yang digunakan dalam BSLT adalah

Artemia salina L.

Tujuan utama tahapan ini adalah untuk mengetahui protein kasar yang dihasilkan oleh kapang laut X. psidii KT30 yang paling berpotensi. Selain itu, tujuannya adalah mengetahui konsentrasi yang dapat membunuh dari setengah populasi Artemia salina. Nilai tersebut menggambarkan bioaktivitas metabolit yang dihasilkan dari kapang laut X. psidii KT30. Semakin kecil nilai konsentrasi yang dapat membunuh setengah populasi larva maka akan semakin tinggi bioaktivitasnya, begitu pula sebaliknya. Data hasil uji BSLT protein kasar kapang laut X. psidii KT30 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Data hasil uji BSLT protein kasar kapang laut Xylaria psidii KT30 Konsentrasi (ppm) Log konsentrasi Persen mortalitas Probit LC50 50 1,69 40,00 4,75 104,95 ppm 100 2,00 46,66 4,90 250 2,39 66,66 5,41 500 2,69 73,33 5,61 750 2,87 80,00 5,84 1000 3,00 90,00 6,28

Hasil uji toksisitas menggunakan protein kasar kapang laut

akan menyebabkan semakin besarnya persentase kematian. Persamaan regresi hubungan antara log konsentrasi dengan mortalita Artemia salina dari protein kasar kapang laut Xylaria psidii KT30 yaitu Y= 1,094x + 2,789, Y menunjukkan konsentrasi mortalitas, X menunjukkan log konsentrasi dan R menunjukkan koefisien korelasi antara X dan Y. Persamaan regresi Y= 1,094x + 2,789 menunjukkan bahwa setiap penambahan konsentrasi sebanyak 1 log (5 ppm) menyebabkan kenaikan mortalitas probit sebesar 1,094. Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh nilai koefisen korelasi (R2) sebesar 0,984.

Nilai LC50 adalah konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian 50% populasi Artemia salina yang digunakan dalam penelitian. Nilai LC50 dapat dihitung dengan menggunakan regresi linear. Nilai LC50 protein kasar kapang laut

Xylaria psidii KT30 yang dihasilkan dari perhitungan sebesar 104,95 ppm. Menurut Meyer et al. (1982) suatu ekstrak tanaman dianggap sebagai bioaktif apabila ekstrak tersebut memiliki nilai LC50 lebih kecil atau sama dengan 1.000 mg/L. Nilai tersebut menunjukkan bahwa protein kasar dari kapang laut

Xylaria psidii KT30 termasuk dalam kategori toksik. Beberapa hasil penelitian terhadap senyawa bioaktif yang diuji dengan Artemia salina (BSLT) menunjukkan adanya korelasi spesifik terhadap uji antikanker bila mempunyai LC50 < 1.000 ppm.

Komponen toksik yang terdapat pada protein kasar jika diberikan pada

A. salina dapat menyebabkan kematian hewan tersebut. Artemia salina

merupakan pemakan bahan-bahan organik sehingga komponen-komponen dari ekstrak yang akan terakumulasi terus menerus di dalam tubuh A. salina. Zat tersebut akan masuk kemudian distribusikan dan ditranslokasi ke seluruh badan, kadarnya akan meningkat seiring dengan waktu dan akan menyebabkan kematian pada A. salina (Abatzopolulos et al. 2010).

Fraksinasi protein kapang laut Xylaria psidii KT30

Fraksinasi protein merupakan suatu langkah awal yang penting untuk mendapatkan komponen biologis suatu protein dalam upaya memahami fungsi biologisnya. Ada beberapa faktor yang harus diketahui sebelum melakukan fraksinasi protein ataupun memisahkan suatu protein tunggal dari suatu campuran protein antara lain berat molekul, muatan, serta sifat hidrofobiknya. Berdasarkan faktor-faktor tersebut metode dalam purifikasi protein terbagi menjadi dua yakni metode kromatografi dan non-kromatografi. Metode non-kromatografi dalam hal ini antara lain elektroforesis, presipitasi, serta filtrasi membran (Sanagi 2001).

Penelitian ini menggunakan matriks DEAE Sephadex A-50. Matriks ini termasuk dalam golongan fungsional diethylaminoethyl, terbuat dari dextran, sejenis polisakarida. Dextran termasuk dalam golongan penukar ion yang lemah. Kode A-50 adalah penukar ion dengan kapasitas 50, artinya jumlah 50 muatan dan potensi muatannya per unit berat atau miliequivalen grup ion per milligram berat kering matrik (Boyer 2000).

Hasil fraksinasi ekstrak protein kasar dari kapang laut Xylaria psidii KT30 yang dipisahkan kromatografi kolom DEAE Sephadex A-50 sampai 100 fraksi. Hasil fraksinasi protein disajikan pada Gambar 4. Pengukuran kandungan protein dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 280 nm. Hal ini disebabkan protein pada umumnya menyerap cahaya pada panjang gelombang 280 nm karena adanya residu asam amino triptofan, fenilalanin, dan tirosin (Boyer 2000). Hasil

absorbansi menghasilkan lima puncak fraksi protein yang terdiri dari fraksi I (tabung ke-2 sampai ke-12), fraksi II (tabung ke-13 sampai ke-49), fraksi III (tabung ke-50 sampai ke-61), fraksi IV (tabung ke-62 sampai ke-72), dan fraksi V (tabung ke-73 sampai ke-100).

Gambar 4 Hasil fraksinasi protein kapang laut Xylaria psidii KT30menggunakan kromatografi kolom DEAE Sephadex A-50

Fraksi protein kapang laut X. psidii KT30 kemudian dikeringkan dengan metode pengeringan beku (Freezedry) dan dihitung rendemennya. Fraksi yang memiliki rendemen tertinggi adalah fraksi F3.1 (tabung ke-53), F3.2 (tabung ke-60), dan F4 (tabung ke-69). Data hasil rendemen disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Persentase rendemen protein fraksi terpilih kapang laut X. psidii KT30

Hasil Jumlah (%)

Fraksi F3.1 3,7

Fraksi F3.2 2,7

Fraksi F4 1,8

Penentuan bobot molekul dengan SDS-PAGE

Penentuan bobot molekul dilakukan menggunakan SDS-PAGE. Sampel yang digunakan adalah protein kasar dan fraksi protein terpilih yaitu fraksi F3.1 (tabung ke-53), F3.2 (tabung ke-60), dan F4 (tabung ke-69). Fraksi protein terpilih yang digunakan merupakan hasil fraksinasi yang memiliki nilai absorbansi dan rendemen tertinggi (Tabel 3). Hasil analisis menggunakan SDS-PAGE dapat dilihat pada Gambar 5.

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0 20 40 60 80 100 A b so rb an si 2 8 0 n m ( U/m L ) Nomor tabung I II III IV V

Gambar 5 Hasil SDS-PAGE ( M (marker), CE (protein kasar), F3.1 (tabung ke-53), F3.2 (tabung ke-60), F4 (tabung ke-69) )

Hasil penentuan bobot molekul dapat dilihat dari Gambar 5 pada fraksi protein terpilih F3.1, F3.2, dan F4 menghasilkan tiga band dengan bobot molekul 23,99; 32,8, dan 37,30 kDa. Hal ini menunjukkan bahwa isolasi dan purifikasi yang dilakukan belum optimal, sehingga perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut dengan metode yang lainnya. Berdasarkan bobot molekulnya, protein kapang laut

X. psidii KT30 termasuk dalam golongan protease (Barret et al. 2004). Protease dari mikroorganisme memperlihatkan bobot molekul dari 18 kDa sampai 126 kDa (Rao et al. 1998). Penelitian lain yang dilakukan oleh Hu et al. 2012 terhadap kapang Xylaria hypoxylon menyatakan monomer protein terestimasi sebesar 43 kDa. Protease kapang X. psidii KT30 menunjukkan bobot molekul yang lebih rendah dibandingkan dengan bobot molekul dari kapang Xylaria hypoxylon,

namun lebih tinggi dibandingkan protease dari jamur Pleurotus eryngii sebesar 11,8 kDa (Wang dan Ng 2001), Pleurotus citrinopileatus sebesar 18 kDa (Cui et al. 2007), dan Helvella lacunosa sebesar 33,5 kDa (Zhang et al. 2010). Berdasarkan penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya, maka protease yang dihasilkan dari kapang laut X. psidii KT30 menunjukkan jenis protein yang baru.

Simpulan

1 Protein kasar kapang laut Xylaria psidii KT30 dikategorikan senyawa toksik dengan nilai LC50 104,9 ppm.

2 Penentuan bobot molekul dengan SDS-PAGE pada fraksi terpilih didapatkan tiga band dengan bobot molekul yaitu 23,99; 32,88, dan 37,30 kDa.

3 SITOTOKSISITAS PROTEIN KAPANG LAUT

Xylaria psidii KT30 TERHADAP Sel Chang dan Sel HeLa

Pendahuluan

Latar belakang

Kanker leher rahim atau disebut juga kanker serviks adalah sejenis kanker yang 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim. Jumlah kematian akibat kanker serviks di dunia diperkirakan lebih dari 300.000 per tahun, dan banyak dari mereka yang meninggal adalah ibu-ibu muda. Tingkat morbiditas kanker leher rahim di

Indonesia menempati posisi pertama dibandingkan dengan kanker yang lain (Canavan dan Doshi 2000).

Kanker leher rahim terjadi jika sel-sel yang ada di daerah tersebut membelah secara tak terkendali dan menjadi abnormal. Jika sel-sel tersebut terus membelah, maka akan terbentuk suatu massa jaringan yang disebut tumor. Tumor dapat bersifat jinak atau ganas. Jika tumor tersebut menjadi ganas, maka keadaannya disebut sebagai kanker leher rahim (Lio 2006).

Pengobatan kanker yang umum dilakukan saat ini adalah dengan cara kemoterapi. Kemoterapi adalah terapi kimia dengan menggunakan zat-zat kemoterapi untuk menekan pertumbuhan kanker. Zat-zat kimia yang digunakan dapat dari hasil sintesis kimia, semisintetik, fitokimia, bioaktif hewan dan dari mikroorganisme (Taneja et al. 2005).

Metode kemoterapi dilakukan dengan cara memberikan obat dalam bentuk senyawa kimia untuk membunuh sel-sel kanker dalam tubuh pasien. Kemoterapi dapat diberikan melalui mulut atau injeksi, kadang-kadang dapat juga langsung pada bagian tubuh yang terkena kanker. Kebanyakan kemoterapi diberikan secara infus melalui pembuluh darah vena. Namun, teknik kemoterapi di samping membunuh sel-sel kanker juga dapat mengakibatkan rusaknya sel-sel normal yang kebetulan menyerap obat tersebut. Efek samping pengobatan ini cukup berat, misalnya mual, muntah, rambut rontok, dan lain-lain (Anica et al. 2011).

Operasi bedah merupakan pilihan efektif untuk tipe kanker yang tidak terikat erat pada jaringan tubuh lainnya, serta sel-sel kankernya terbungkus dalam satu kesatuan. Namun, teknik pembedahan ini menjadi kurang menguntungkan pada jenis kanker terbuka karena dapat meninggalkan sisa-sisa sel kanker yang dapat tumbuh kembali di kemudian hari. Teknik operasi bedah juga tidak dapat digunakan untuk jenis kanker yang sudah bermetastasis. Saat ini dengan mahalnya obat kemoterapi sintetik dan meningkatnya kasus penyakit kanker maka pengobatan kanker difokuskan pada komponen fitokimia dan bioaktif dari mikroba dan hewan yang berpotensi menekan pertumbuhan sel normal atau reaksi metabolik (Kumaran et al. 2009).

Sampai sekarang belum ditemukan obat yang memenuhi kriteria terapi yang optimal terhadap para penderitanya, sehingga perlu dikembangkan obat baru yang mempunyai efek terapi yang baik (Heti 2009). Xylaria psidii KT30 adalah salah

satu jenis kapang yang dapat menghasilkan protein antikanker. Sitotoksisitas kapang laut X. psidii KT30 belum diketahui sehingga penelitian ini bertujuan untuk menentukan sitotoksisitas protein kapang laut X. psidii KT30 terhadap sel Chang (sel normal) dan sel HeLa.

Bahan dan Metode Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kapang laut

Dokumen terkait