HASIL PENELITIAN
4.2. Karakteristik Kasus 1. Jenis Kelamin
4.2.14 Berdasarkan jenis penanganan cedera
Berdasarkan jenis penanganan cedera, pasien yang di lakukan reparasi yaitu sebanyak 50 (96,2%) orang, dan pasien yang tidak dilakukan reparasi hanya 2 (3,8%) orang.
Diagram 14. Frekuensi pasien Ruptur tendon zona fleksor dan ekstensor berdasarkan jenis penanganan cedera
41
11
fraktur tidak fraktur2
49
tidak dilakukan reparasi dilakukan reparasi4. 3 Pembahasan
Berdasarkan jenis kelamin, dari total 52 pasien, kebanyakan penderita ruptur tendon berjenis kelamin laki laki sebanyak 49 penderita. Terutama pada usia remaja akhir yaitu pada umur 17-25 tahun. Dari data yang terkumpul, pria lebih banyak melakukan aktivitas bila di bandingkan dengan wanita, pasien sebahagian besar adalah pria usia muda yang umumnya memiliki pekerjaan dibidang industri sebagai seorang buruh, memiliki mobilitas tinggi sehingga menjadi korban kecelakaan sepeda motor, dan pada beberapa kasus pasien merupakan korban yang terlibat perkelahian dengan menggunakan senjata tajam, sehingga pria usia muda lebih banyak mengalami kejadian cedera tendon.
Ditinjau dari latar belakang pendidikan pada penderita cedera tendon, dapat dilihat bahwa jumlah penderita dijumpai pada pasien dengan derajat pendidikan menengah. Ini mungkin dikarenakan pasien dengan level pendidikan ini memiliki tingkat kecerdasan yang setara dengan sekolah menengah atas, tingkat emosional masih cukup tinggi, sehingga kurang memikirkan resiko pada saat melakukan aktivitas yang berpotensi menyebabkan cedera pada ekstremitas atas.
Dilihat dari segi profesi atau pekerjaan penderita, pasien yang bekerja sebagai buruh industri paruh waktu memiliki jumlah yang paling banyak yaitu sebanyak 31 orang. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh kecelakaan kerja karena kurangnya kewaspadaan dan minimnya fasilitas alat pelindung kerja seperti sarung tangan dan pelindung jari .
Berdasarkan keterlibatan strukturnya, kasus cedera tendon yang komplit lebih banyak dijumpai yaitu sebanyak 50 pasien dan cedera parsial hanya 2 pasien, pada pasien yang mengalami cedera akut akibat benda tajam saat beraktifitas, dasar luka yang terbentuk pada umumnya cukup dalam hingga ke menyebabkan tendon sangat rentan mengalami ruptur total, sedang cedera tendon yang bersifat parsial lebih sering dialami pada cedera tertutup, dan terkadang pasien tidak menyadari dan tidak melakukan pengobatan segera, oleh karena pada ruptur tendon parsial pasien masih dapat melakukan pergerakan yang minimal dan
tergolong fungsional. Dilihat dari segi sisi tangan yang terkena, tangan kanan memiliki urutan terbanyak yaitu sebanyak 40 orang, hal ini kemungkinan disebabkan dalam melakukan pekerjaan yang membutuhkan tenaga dan ketelitian pasien dominan menggunakan tangan kanan daripada tangan kiri.
Pada cedera tendon ekstensor yang lebih spesifik, tendon yang memiliki cedera yang terbanyak adalah Extensor digitorum comunis pada jari kedua, hal ini kemungkinan berkaitan dengan jaringan lunak yang sangat tipis untuk melindungi tendon ekstensor serta frekuensi penggunaan jari telunjuk yang cukup dominan saat beraktivitas, dan pada kasus perkelahian yang menyebabkan trauma senjata tajam, pasien pada umumnya melindungi tubuhnya dengan tangan terkepal, sehingga tendon Extensor digitorum comunis sangat sering mengalami cedera.
Tendon fleksor yang mengalami cedera terbanyak yaitu terdapat pada tendon fleksor digitorum superficialis yaitu sebanyak 15 pasien dan fleksor digitorum profundus sebanyak 8 pasien. Berdasarkan zona yang dikemukakakan oleh kleinert dan verdan, tendon yang mengalami cedera terbanyak yaitu tendon fleksor zona II sebanyak 8 orang, dan tendon ekstensor zona 5 sebanyak 21 orang, hal ini dikarenakan saat melakukan aktivitas yang membutuhkan ketelitian dan kekuatan, jari sangat berperan. sedangkan pada pergelangan tangan dan lengan, penderita pada umumnya merupakan korban akibat kecelakaan sepeda motor dan korban perkelahian yang melibatkan senjata tajam.
Berdasarkan tata laksana dari cedera tendon, kasus cedera tendon yang membutuhkan penjahitan memiliki jumlah yang lebih banyak yaitu sebanyak 50, disebabkan kasus cedera tendon yang terjadi sebagian besar tergolong ruptur total, pada literatur dikatakan bahwa pada cedera yang melibatkan lebih dari 50 persen massa tendon, maka penjahitan mutlak untuk di lakukan, pada sedikit kasus yang dijumpai di RSUP HAM terdapat juga cedera yang bersifat parsial dimana immobilisasi dengan pembidaian menjadi pilihan.
Cedera tendon sering berkaitan dengan cedera pada tulang (fraktur) dan lebih jauh lagi sering menyebabkan traumatik amputasi dimana terdapat diskontinuitas pada keseluruhan struktur anatomisnya. Cedera yang terjadinya
pada umumnya disebabkan oleh oleh mesin industri yang memiliki energi tinggi untuk dapat menyebabkan kerusakan jaringan tulang, dan pada beberapa kasus cedera disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor ( high energy velocity ).
BAB V
KESIMPULAN & SARAN
5.1 Kesimpulan
Penderita cedera tendon kebanyakan berjenis kelamin laki-laki, terutama yang berusia 17-25 tahun, memiliki latar belakang pendidikan menengah yang setara dengan sekolah menengah atas, memiliki profesi sehari harinya bekerja sebagai buruh dimana aktivitas penggunaan tangan dan jari sangat dominan, kasus cedera tendon umumnya disebabkan oleh kecelakaan kerja karena kurangnya kewaspadaan dan minimnya fasilitas alat pelindung kerja seperti sarung tangan dan pelindung jari. dan selain itu kasus cedera juga kebanyakan merupakan korban kecelakaan sepeda motor dan korban senjata tajam. Cedera tendon ekstensor lebih sering di jumpai dibandingkan dengan tendon fleksor dikarenakan oleh struktur anatomi jaringan lunak yang melindunginya sangat tipis, sehingga cedera yang signifikan akan menyebabkan cedera komplit dari tendon.
5.2 Saran
1. Tingkatkan pemahaman melalui penyuluhan kepada para pasien mengenai bahayanya cedera, proses penyembuhan dan rehabilitasi yang relatif lama, dan kegigihan dalam menjalani proses rehabilitasi sangat berpengaruh pada hasil dari reparasi tendon, untuk para pekerja industri, ingatlah untuk selalu menggunakan alat pelindung saat bekerja.
2. Fasilitas perlengkapan pengobatan dikamar operasi unit gawat darurat yang dilengkapi dengan silicon rod yang berfungsi sebagai tendon spacer, sehingga pada kasus cedera tendon dengan kontaminasi yang signifikan, penundaan penjahitan dapat dilakukan.
3. Sarana pengobatan pada fase rehabilitasi di RSUP Haji Adam malik sebaiknya lebih di tingkatkan, penyediaan berbagai macam bentuk splint yang menjadi protokol untuk rehabilitasi tendon saat ini dinilai masih belum memadai.
DAFTAR PUSTAKA
1 Johanna P de jong, MD; et.al. The incidence of Acute Traumatic Tendon Injuries in the Hand and Wrist : A 10 year Population-based Study. Clinical Orthopaedic Surgery, June 2014;6(2):196-202.
2 M griffin,S; Hindocha.D; Jordan, M saleh,W khan. An Overview of The management of flexor tendon injuries,Open orthopaedic Journal. 2012;6:28-35
3. Jeffrey E buddoff ,Roger Cornwall. Hand Elbow Shoulder Core Knowledge in Orthopaedic 1st ed.Philadelphia : Elsevier : 2006 p :190-210.
4. Pankaj S., Nicola M., Tendon Injury and Tendinopathy: Healing and Repair
J.Bone Joint Surg. Am 2005. 87:187-202.
5. Macalus V.J, Namory B., Roshan J. Tissue Engginering Solution for Tendon Repair, J am Acad Othop Surg 2011 ;19 : 134-142.
6. Doyle, James R. Hand and Wrist, 1st Edition Philadelphia :Lippincott Williams & Wilkins : 2006 p 180-207.
7. David P. II. Wolfe, Scott W. Green’s Operative Hand Surgery 6th ed. .Philadelphia : Elsevier : 2011 P : 159-205.
8. Michael J.F., Kathleen D., Joseph P. New Therapies in Tendon Recostruction, J am acad Orthop Surg September/October 2004;12: 298-304.
9. Soma I., Terry M. Complication After Treatment Flexor Tendon Injuries, J am Acad Othop Surg 2006;14 : 387-396.
10. David E.R., et.al. Avulsion Injuries of the Flexor Digitorum Profundus Tendon, J am Acad Othop Surg March 2011;19 : 152-162.
11. Stanley H. Physical Examination of the Spine and Extremities,1 st edition, Pearson : 1999 p 60-100.