• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.2. Landasan Teori

2.2.6. Functional Based Product Costing

Functional Based Product Costing membebankan biaya bahan baku dan

tenaga kerja langsung dengan mengunakan direct tracing (penelurusan langsung). Sementara itu, biaya overhead dibebankan ke produk dengan mengunakan penelusuran penggerak dan alokasi. Functional Based Product Costing atau metode tradisional ini didasarkan asumsi bahwa biaya yang digunakan oleh produk secara eksklusif terkait dengan jumlah unit produk yang di produksi. Oleh sebab itu, metode ini secara spesifik menggunakan unit level activiti drivers (pemicu aktivitas tingkat unit) dalam membebankan biaya ke produk. Unit level

activity drivers adalah factor yang menyebabkan perubahan dalam biaya seiring

dengan perubahan unit yang diproduksi. Dalam Functional Based Product

Costing ini, biaya-biaya overhead dibebankan ke produk dengan hanya

menggunakan unit level drivers (pemicu tingkat unit). Contoh dari pemicu tingkat unit yang pada umumnya digunakan untuk membebankan biaya overhead antara lain adalah : jumlah unit yang diproduksi, jam tenaga kerja langsung, dan jam mesin.

Functional Based Product Costing ini dianggap dapat memeberikan

informasi yang akurat dan sesuai untuk digunakan pada porsi terbesar dari biaya, biaya tenaga kerja langsung atau biaya lain yang terikat dengan volume unit yang diproduksi. Namun demikian, dengan adanya perkembangan yang pesat dalam teknologi memberikan pengaruh bagi industri tidak saja dalam inovasi produk namun juga dalam proses produksi. Penggunaan teknologi maju dalam proses produksi yang padat teknologi secara signifikan mengubah struktur biaya

perusahaan. Hal ini disebabkan antara lain sebagai biaya yang berhubungan dengan otomatisasi pabrik yang antara lain berupa biaya depresiasi dan asuransi peralatan baru, gaji untuk teknisi dan rancangan produk, serta biaya riset dan pengembangan dimasukkan dalam rekening overhead. Oleh karena itu, presentase biaya produksi yang dihubungkan dengan biaya tenaga kerja langsung menurun dan secara signifikan proporsi biaya overhead meningkat. Alokasi biaya overhead dengan Functional Based Product Costing yang pada umumnya menggunakan jam tenaga kerja langsung sebagai dasar alokasi mengakibatkan overstated untuk biaya produk dengan penggunaan jam tenaga kerja langsung yang tinggi dan

understated untuk biaya produk yang lebih memanfaatkan proses otomatisasi.

Sehingga, penggunaan metode tradisional ini menjadi tidak akurat dan memungkinkan terjadinya distorsi.

Distorsi ini akan sering terjadi pada peusahaan yang memproduksi berbagai jenis produk. Sejalan dengan keanekaragaman produk, sumber-sumber yang diperlukan untuk mengelola transaksi dan aktivitas pembantu meningkat. Berbagai jenis produk tersebut memiliki perbedaan volume, kompleksitas sehingga setiap produk mengkonsumsi biaya-biaya overhead dalam jumlah yang berbeda.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Blocer, Chen, dan Lin (2002:13) “The traditional, volume based costing systems are useful when direct labor and material are the predominant factor of production, when technology is stable, and when the range of product is limited”.

Sistem ini mengalokasikan biaya overhead melalui dua pendekatan, yakni dengan menggunakan tarif overhead keseluruhan pabrik (plantwide rate) dan tarif overhead departemen (department rate). Kedua pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa biaya overhead yang terjadi berhubungan dengan volume unit yang diproduksi.

2.2.6.1 Functional Based Product Costing : Plantwide Rate

Perhitungan dengan pendekatan plantwide rate mengasumsikan bahwa semua biaya overhead yang bervariasi dibebankan ke produk dengan satu dasar pengalokasian, pada umumnya menggunakan jam tenaga kerja langsung dan jam mesin. Perhitungan dengan pendekatan mengandung dua tahap. Pertama, berbagai biaya overhead diakumulasikan dalam satu kelompok plantwide yang besar. Setelah biaya diakumulasikan ke dalam kelompok ini, suatu tarif plantwide dihitung dengan mengunakan suatu unit lever driver (biasanya jam tenaga kerja langsung). Akhirnya, biaya overhead dibebankan kepada produk, mengalihkan tarif dengan jam kerja langsung aktual yang dipakai oleh setiap produk.

2.2.6.2 Functional Based Product Costing : Departemen Rate

Dalam tahap pertama, biaya overhead plantwide dibagi dan dibebankan pada setiap departemen produksi, menciptakan kelompok biaya overhead departemental. Setelah biaya dibebankan pada setiap departemen produksi, unit

level drives ditentukan untuk masing-masing departemen, misalnya jam tenaga

dan jam mesin untuk departemen yang banyak menggunakan tenaga mesin. Selanjutnya, pada tahap kedua, biaya overhead dibebankan ke produk dengan mengalihkan tarif departemen dengan jumlah pemicu yang digunakan pada masing-masing departemen. Total overhead yang dibebankan pada produk adalah perhitungan dari jumlah yang ditetapkan pada setiap departemen.

Penggunaan tarif departement untuk menghitung biaya produk sepertinya sudah mencerminkan pemakaian yang berbeda-beda dibandingkan tarif tunggal. Namun demikian, tarif departemen , masih belum dapat menunjukkan secara akurat berapa biaya yang sesungguhnya dikonsumsi oleh produk karena beberapa biaya overhead tidak hanya terkait dengan volume produksi.

2.2.6.3 Kegagalan Functional Based Product Costing

Penggunaan hanya unit level drive dalam menghitung tarif overhead untuk pengalokasian biaya overhead ke produk dalam Functional Based Product

Costing akan menimbulkan masalah pada informasi biaya produk yang akurat.

Menurut Hansen dan Mowen (2003:117) setidaknya terdapat dua faktor utama yang menyebabkan kegagalan Functional Based Product Costing dalam menghasilkan informasi biaya produk yang akurat, yakni :

1. The proportion of non unit related overhead cost to total overehead cost

Biaya overhead terdiri dari berbagai biaya yang terkait dengan volume unit yang diproduksi (misalnya biaya listrik) dan baiya-biaya yang tidak terkait dengan volume produksi (misalnya biaya set-up mesin, biaya penanganan bahan baku). Oleh sebab itu, semua biaya overhead dapat dikaitkan dengan

jumlah unit yang diporduksi. Misalnya, terdapat tiga aktivitas overhead yakni inspeksi, set-up mesin, dan tenaga listrik. Tenaga listrik pada umunya dapat dihubungkan dengan jumlah unit yang diproduksi. Namun, biaya inspeksi dan biaya set up mesin tidak dipengaruhi oleh jumlah batch yang diproduksi, jumlah batch merupakan non unit level drivers. Oleh karena itu, pengalokasian biaya overhead dengan menggunakan unit level drivers akan mengakibatkan distorsi biaya produk.

2. The Degree of Product Diversity

Diversity product terjadi apabila dalam suatu perusahaan menghasilkan

berbagai jenis produk yang mengkonsumsi aktivitas overhead dalam proporsi yang berbeda-beda, yang disebabkan karena perbedaan ukuran, kompleksitas produk, waktu set-up, dan jumlah batch. Distorsi biaya produk akan terjadi apabila setiap produk yang dihasilkan perusahaan memiliki tingkat konsumsi yang berbeda untuk setiap tingkat aktivitas.

Untuk mengatasi kegagalan dari Functional Based Product Costing, diperlukan suatu sistem akuntansi biaya yang baru yang mampu menyajikan informasi biaya dengan lebih akurat. Sistem akuntansi tersebut dikenal sebagai sistem penghitungan biaya berdasarkan aktivitas atau Activity Based Costing.

2.2.7 Activity Based Costing

2.2.7.1 Definisi Activity Based Costing

Definisi Activity based Costing systems (ABC systems) menurut Mulyadi (2005 :40) adalah :

“Activity Based Cost systems (ABC systems) adalah sistem informasi biaya yang berorientasi pada penyediaan informasi lengkap tentang aktivitas untuk memungkinkan personel perusahan melakukan pengelolaa terhadap aktivitas. Sistem informasi ini menggunakan aktivitas sebagai basis serta pengurangan biaya dan penentuan secara akurat biaya produk atau jasa sebagai tujuan. Sistem informasi ini diterapkan dalam perusahaan manufaktur, jasa, dan dagang”.

Menurut Blocher, Chen dan Lin (2007:222) mendefinisikan Activity Based

Costing sebagai berikut :

“ pendekatan perhitungan biaya yang membebanakan biaya sumber daya ke objek biaya seperti produk, jasa atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya tersebut”.

Menurut Carter Usry (2004:496) mendefinisikan activity based costing sebagai berikut :

“Sistem perhitungan biaya dimana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnyan lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang memasukkan lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang memasukan satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dengan volume”.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulakn bahwa Activity

Based Costing merupakan suatu pendekatan dalam perhitungan biaya produksi

yang menitik beratkan pada aktivitas-aktivitas yang menyebabkan terjadinya biaya tersebut. Biaya-biaya dibebankan ke aktivitas-aktivitas dan selanjutnya dari aktivitas dibebankan ke masing-masing produk berdasrkan konsumsi produk terhadap aktivitas. Dengan metode ini diharapkan manajemen dapat mengurangi

atau bahkan menghilangkan aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah, sehingga perusahaan mampu menawarkan produknya dengan harga yang lebih kompetitif dalam persaingan yang semakin ketat.

2.2.7.2 Asumsi dan konsep Dasar Activity Based Costing Systems

Menurut Robin Cooper dan Robert S. Kalpan (1991:269) menyebutkan bahwa ada dua asumsi penting yang mendasari ABC systems, yaitu :

1. Aktivitas menyebabkan timbulnya biaya (activities cause cost)

ABC systems berangkat dari asumsi bahwa sumber daya pembantu atau

sumber daya tidak langsung menyediakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas, bukan sekedar menyebabakan timbulnya biaya yang harus dilaokasikan. Tahap pertama dari ABC systems adalah membebankan biaya-biaya dari sumber daya pendukung ke aktivitas-aktivitas yang menggunakan sumber daya tersebut.

2. Produk dan pelanggan menyebabkan timbulnya permintaan atas aktivitas (product and costumers create the demand for activities)

Untuk membuat produk diperlukan berbagai aktivitas dan setiap aktivitas memerlukan sumber daya untuk melaksanakan aktivitas tersebut. Karena itu, pada tahap kedua dari ABC systems, biaya-biaya aktivitas dibebankan ke produk berdasarkan konsumsi atau permintaan masing-masing produk terhadap berbagai aktivitas tersebut.

Lebih lanjut, perhitungan biaya produksi dengan metode Activity Based

1. Activities

Perbuatan, tindakan, atau pekerjan spesifik yan dilakukan

2. Cost object

Sesuatu yang menjadi tujuan pengukuran dan pembebanan biaya.

3. Cost drivers

Setiap faktor yang menyebabkan perubahan dalam biaya suatu aktivitas.

4. Cost pool

Suatu aktivitas tunggal atau sekelompok aktivitas di mana biaya diakumulasikan dan selanjutnya mendistribusikan biaya tersebut ke produk.

2.2.7.3Identifikasi dan Klasifikasi Aktivitas

Pada tahap pertama untuk mengalokasikan biaya dalam Activity Based

Costing, biaya-biaya sumber daya penunjang dialokasikan ke aktivitas. Oleh

karena itu, mengidentifikasi aktivitas merupakan langkah pertama yang perlu dilakukan sebelum mengaloksikan sumber daya penunjang tersebut. Pengidentifikasian aktivitas pada umumnya dikerjakan dengan mewawancarai para manajer atau area kerja fungsional. Menurut Blocer Chen dan Lin (2007:227)

Identifikasi aktivitas merupakan bagian penting dari pada proses Activity

Based Costing. Dalam tahap identifikasi aktivitas ini, aktivitas dapat

dikelompokkan ke dalam 4 kategori aktivitas. Menurut Robin Cooper yang dikutip oleh Blocer Chen dan Lin (2007:229), yaitu :

Dilakukan pada setiap unit produk atau jasa perusahaan. Contoh aktivitas tingkat ini adalah pemakaian bahan baku langsung, pemakaian jam tenaga kerja langsung, dan inspeksi setiap unit.

b. Aktivitas tingkat batch (batch level activities)

Dilakukan untuk setiap batch, batch produk, atau jasa. Contoh aktivitas tingkat batch adalah persiapan, penyetelan, persiapan mesin, penjadwalan produksi, dan percepatan proses produksi.

c. Aktivitas pendukung produk (product sustaining activity)

Mendukung produksi produk atau jasa. Contoh aktivitas tingkat ini adalah desain produk dan administrasi suku cadang bagi produk.

d. Aktivitas pendukung fasilitas (facility sustaining activity)

Mendukung operasi secara umum. Aktivitas ini tidak disebabkan oleh produk atau kebutuhan pelayanan pelanggan dan tidak dapat ditelusuri ke satu unit batch atau produk. Contoh dari aktivitas tingkat ini adalah penyediaan keamanan dan keselamatan kerja, dan pembayaran pajak bangunan.

2.2.7.4 Pemicu Biaya

Pemicu biaya (cost drivers) merupakan faktor-faktor yang akan menyebabkan perubahan dalam biaya total dari objek biaya yang terkait.

ABC systems mampu menghasilkan keakuratan pengukuran biaya yang

lebih baik bila dibandingkan dengan sistem biaya tradisional. Hal ini disebabkan sistem ABC menggunakan lebih banyak cost drivers dibandingkan dengan sistem tradisional yang hanya menggunakan satu atau dua cost drivers. Jenis cost drivers

yang digunakan dalam ABC systems meliputi cost drivers yang berkaitan dengan unit (misalnya jam mesin, dan jam tenaga kerja langsung) maupun cost drivers yang tidak berkaitan dengan unit ( non unit cost drivers) misalnya jumlah batch, jumlah persiapan, jumlah perubahan desain. Mengingat pentingnya cost drivers dalam penentuan biaya, maka faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan cost drivers. Menurut Cooper dan Kalpan (1991:383) mengatakan bahwa terdapat tiga faktor yang dapt digunakan dalam memilih cost drivers, yaitu :

1. The easy of obtaining the data required by that cost drivers, yakni kemudahan

untuk memperoleh data yang dibutuhkan oleh cost drivers tersebut. Untuk mengurangi biaya dari pengukuran cost drivers, activitiy based systems mencoba untuk menggunakan drivers dengan kualitas yang mudah diketahui. Sebagai contoh, drivers berupa jam inspeksi dapat digantikan dengan drivers berupa jumlah inspeksi. Pergantian ini pada umunya diterima apabila durasi dari setiap inspeksi adalah sama.

2. The correlation of the consumption of the activity implied by the cost driver and the actual consumption

Yaitu korelasi antara konsumsi dari aktivitas seperti yang digambarkan melalui cost drivers dengan konsumsi yang sesungguhnya.

Penggunaan cost drivers yang secara tidak langsung menunjukkan konsumsi aktivitas oleh produk menimbulkan resiko, yakni cost drivers tersebut akan mengakibatkan distorsi biaya produk karena tidak mampu menunjukkan secara akurat konsumsi aktual produk terhadap aktifitas. Sebagai contoh,

apabila aktivitas inspeksi membutuhkan durasi waktu yang berbeda-beda, penggunaan jumlah inspeksi sebagai cost drivers tidak berkaitan secara tepat dengan penggunaan jam inspeksi sebagai cost drivers.

3. The behaviorus induced by that drive

Pengaruh cost drivers terhadap perilaku. Pemilihan cost drivers harus mempertimbangkan pengaruhnya terhadap perilaku individu dalam perusahaan, terutama jika manjemen menggunakan cost drivers tersebut untuk penilaian prestasi.

Penggunaan cost drivers dalam ABC systems sangat bergantung pada

tingkat keakurasian yang diharapkan dari biaya yang dilaporkan dan juga tergantung pada diversifikasi produk yang dirpoduksi. Dengan kata lain semakin tinggi keakuratan yang diharapkan dan semakin besar tingkat diversifikasi produk, maka semakin banyak cost drivers yang digunakan.

2.2.7.5 Manfaat Activity Based Costing System

Activity Based Costing systems menghasilkan informasi biaya yang lebih

baik dengan mengurangi distorsi yang disebabkan oleh sistem biaya tradisional.

Activity Based Costing systems juga memberikan informasi untuk meningkatkan

efisiensi dan memahami keunggulan kompetitif, kekuatan, serta kelemahan organisasi.

Menurut Blocher, Chen dan Lin (2007:232) manfaat dari Activity Based

1. Menyediakan data biaya produksi dengan lebih akurat dan informatif, yang akan menentukan manajemen pada pengukuran profitabilitas produk secara akurat dan mampu memberikan informasi keputusan strategis yang lebih baik terkait dengan penetapan harga, lini produk, pasar pelanggan, dan belanja modal.

2. Menyediakan activity driving cost dengan lebih akurat, yang akan membantu manajemen dalam memperbaiki produk dan proses untuk membuat keputusan-keputusan tentang desain produk yang lebih baik, pengendalian biaya, dan membantu proyek pengembangan nilai.

3. Menyediakan akses yang lebih baik bagi para manajer terhadap berbagai biaya relevan untuk membuat keputusan bisnis, sehingga memungkinkan mereka untuk memperoleh posisi yang lebih kompetitif.

2.2.7.6 Merencanakan Activity Based Costing systems

Menurut Blocher, Chen dan Lin 2007:227) terdapat tiga langkah dalam merancang sebuah Activity Based Costing systems , yaitu :

1. Mengidentifikasi biaya sumber daya dan aktivitas

Biaya sumber daya merupakan biaya yang tejadi dalam rangka pelaksanaan berbagai aktivitas. Analisis aktivitas adalah identifikasi dan deskripsi pekerjaan dalam ornganisasi.

2. Membebankan biaya sumber daya ke aktivitas

Aktivitas menimbulkan biaya atas sumber daya yang digunakan. Untuk membebankan biaya sumber daya ke aktivitas.

3. Membebankan biaya aktivitas ke objek biaya

Setelah biaya aktivitas diketahui, biaya per unit dari aktivitas harus diukur.

Output merupakan cost object yang membutuhkan aktivitas. Output dalam

sebuah sistem biaya umumnya berupa produk, jasa, pelanggan, atau unit bisnis.

BAB III

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait