• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan mikoriza secara spesifik dalam membantu pertumbuhan tanaman antara lain membantu memperbaiki nutrisi tanaman, sebagai pelindung hayati, serta membantu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan. Selain itu mikoriza memberikan keuntungan besar pada pepohonan yang hidup ditanah tandus. Bahkan, menurut Salisbury dan Ross(1995) dalam Hanafiah et al (2003) tanpa mikoriza yang mampu menyerap hara, banyak komunitas pohon tak mampu bertahan. Contohnya, beberapa pinus eropa yang dibawa ke AS tumbuh buruk, dan menjadi lebih baik setelah diinokulasi dengan cendawan mikoriza dari tanah tempat asal mereka (Hanafiah et al, 2003).

Adapun yang paling menarik dari mikoriza ini adalah kemampuannya untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman dengan mempertinggi pengambilan P. Dalam tanah yang defesien P, tanaman bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik

dibandingkan dengan tanaman tidak bermikoriza, tetapi akan terjadi sebaliknya pada tanaman yang disuplai fosfat dengan baik (Fitter dan Hay, 1991).

Akar bermikoriza ternyata meningkatkan pula penyerapan seng dan sulfur dari dalam tanah lebih cepat daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Perbedaan kecepatan penyerapan itu mungkin sebagai refleksi perbedaan antara luas permukaan akar dan berat kering dari akar tanaman yang bermikoriza dan yang tidak bermikoriza. Perbedaan antara rata-rata penyerapan antar tanaman yang bermikoriza dan tidak bermikoriza lebih disebabkan karena perbedaan status fosfor dari dua jenis tanaman tersebut (Abbot dan Robson, 1984).

Akar tanaman yang terbungkus oleh mikoriza akan menyebabkan akar tersebut terhindar dari serangan penyakit dan hama. Infeksi patogen akan terhambat, disamping itu mikoriza akan menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan patogen. Di pihak lain cendawan mikoriza ada yang dapat mematikan patogen. Biasanya tanaman yang memiliki sistem akar serabut dan rambut akar yang panjang kurang tergantung kepada infeksi mikoriza di bandingkan dengan tanaman yang memiliki akar yang relative kasar dan rambut akar yang tipis (Baon, 1998).

Penyebaran FMA yang merata, mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan mempunyai potensi yang baik secara ekonomi maupun ekologi. Manfaat penggunaan FMA terhadap tanaman kehutanan yang di tanaman pada lahan-lahan kritis telah banyak dilakukan. Jenis tanaman yang di inokulasikan dengan FMA mampu meningkatkan 2-3 kali lipat dibandingkan dengan kotrol, hal ini hampir setara dengan pemberian pupuk urea 130 kg/ha, TSP 180 kg/ha dan KCL 100

kg/ha. Peranan FMA tersebut secara spesifik dalam membantu pertumbuhan tanaman antara lain membantu memperbaiki nutrisi tanaman, sebagai pelindung hayati, serta membantu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan (Suhardi, 1989).

Hasil penelitian Sasli (1999) menunjukkan bahwa pemberian Fungi mikoriza Arbuskula dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kakao yang lebih baik dibanding bibit tanpa mikoriza. Ini terlihat dari tingginya nilai rata-rata untuk hampir semua peubah yang diamati dibanding bibit yang tidak bermikoriza. Bibit kakao bermikoriza meningkatkan bobot kering tajuk dan akar masing-masing sebesar 144.7 % dan 190 % terhadap kontrol. Efisiensi penggunaan air juga tertinggi untuk bibit kakao yang mendapat perlakuan inokulasi mikoriza, yang dapat mencapai 149.2 % dari nilai kontrol untuk taraf kekeringan 70% air tersedia. Ini menunjukkan bahwa bibit yang bermikoriza sebenarnya tidak mengalami cekaman kekeringan oleh karena adanya hifa eksternal fungi mikoriza yang masih dapat menyerap air dari pori-pori tanah (Sasli, 2004)

Kemampuan suatu jenis FMA dapat berasosiasi dengan beberapa tanaman komersial cukup luas, akan tetapi kesesuaiannya dalam bersimbiose dengan tanaman sangat dipengaruhi oleh berbagai kondisi tanah, jenis mikoriza dan jenis tanaman. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu) sudah mencoba memanfaatkan FMA untuk memacu pertumbuhan bibit manggis, yang dimulai dengan melakukan eksplorasi FMA dibeberapa daerah sentra produksi manggis di Sumatera Barat. Tanah dan sedikit akar di sekitar perakaran manggis dewasa diambil dan selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk penangkaran (trapping). Spora-spora yang sudah diperoleh ini

selanjutnya diperbanyak secara kultur pot pada media pasir steril dengan tanaman inang Pueraria javanica selama 4 bulan.

Berbagai jenis inokulum FMA yang diperoleh dari beberapa daerah sentra produksi manggis ini selanjutnya diuji cobakan pada bibit manggis yang baru berumur 2 bulan (berdaun 2 helai). Bibit manggis ditanam di dalam pot percobaan yang berisi media tanah : pasir (1 : 1) yang telah difumigasi terlebih dahulu dengan fumigan (Basamid) selama 2 minggu. Setiap pot berisi 2 kg media dan terdiri dari satu tanaman. Sebelum transplanting bibit ke pot percobaan, terlebih dahulu dilakukan inokulasi FMA sebanyak 1 sendok makan inokulan yang ditempatkan di bawah perakaran bibit manggis. Selanjutnya di dalam rumah kaca dan dipelihara secara optimal.

Hasilnya menunjukkan bahwa setelah 19 bulan diinokulasi FMA, ternyata FMA yang berasal dari daerah Sawahlunto Sijunjung dapat memacu pertumbuhan bibit manggis yang cukup signifikan yaitu sekitar 50% lebih cepat dibandingkan dengan bibit manggis yang tidak diinokulasi CMA. (Syah, 2007).

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun , diameter batang, berat kering tanaman, bobot kering akar bibit manggis pada 19 bulan setelah inokulasi CMA.

Pertumbuhan Sawahlunto Sijunjung

Padang Kontrol

Tinggi Tanaman (cm) 31,29 33,08 21,13

Jumlah Daun (helai) 19,90 19,48 15,88

Diameter Batang (mm) 7,92 7,90 6,94

Bobot Kering Tanaman (gr) 62,63 61,96 35,64 Bobot Kering Akar (gr) 28,01 26,30 14,45

Tabel 2. Pengaruh jenis carier terhadap jumlah spora dan persentase infeksi akar tanaman inang.

Jenis Carier Jumlah Spora Infeksi Akar (%)

Tanah Merah 39,655 7,75

Tanah Hitam 65,695 13,13

Tepung 26,415 7,25

Di alam, keberadan Fungi Mikoriza Arbuskula dapat mempercepat terjadinya suksesi secara alami pada habitat-habitat yang mendapat gangguan ekstrim. Selain itu keberadaannya mutlak diperlukan karena berperan penting dalam mengefektifkan daur ulang unsur hara (nutrients cycle) sehingga dianggap sebagai alat yang paling efektif untuk mempertahankan stabilitas ekosistem hutan dan keaneka-ragaman hayati. Hal ini juga dianggap penting untuk menjaga terjadinya penurunan tingkat produktivitas lahan pada lahan-lahan HTI maupun tumpang sari pada rotasi berikutnya (Salim, 2004 dalam Delvian et al, 2006 ).

Dokumen terkait